Tapioka Pemanfaatan Tapioka dan Ampok sebagai Bahan Baku Pembuatan Biofoam

dari amilopektin membentuk daerah amorf, sementara percabangan pendek dari amilopektin membentuk daerah kristalin Yu dan Chen, 2009. Biodegradable foam yang dihasilkan dengan menggunakan pati sebagai bahan bakunya dilaporkan memiliki sifat fisik dan mekanis yang belum menggembirakan. Produk biofoam tersebut sangat sensitif terhadap kelembaban serta memiliki sifat mekanis yang rendah Glenn et al., 2001. Hal tersebut disebabkan karena sifat alami pati yang bersifat hidrofilik sehingga mudah menyerap air dari lingkungan sekitarnya. Air yang terserap tersebut selanjutnya akan menyerang ikatan hidrogen sehingga kekuatan ikatan tersebut berkurang dan pada akhirnya akan berpengaruh terhadap kekuatan mekanis dari biofoam Guan dan Hanna, 2006. Beberapa peneliti lain mencoba untuk memperbaiki karakteristik biofoam dengan melakukan penambahan serat Shogren et al., 2002; Cinelli et al., 2006; Pimpa et al., 2007; Carmen et al.,2009; Canigueral et al., 2009; Mali et al., 2010 serta Benezet et al., 2011. Menurut Averous et al. 2001, penambahan serat selulosa hingga 15 dapat meningkatkan ketahanan terhadap air sekaligus meningkatkan kekuatan tariknya. Hal tersebut juga didukung oleh penelitian Streekumar et al. 2010 yang menyatakan bahwa penambahan serat sisal dapat meningkatkan sifat mekanik dari biokomposit. Penambahan serat juga berpengaruh terhadap peningkatan sifat hidrofobik biofoam seperti yang dilaporkan oleh Lawton et al. 2004; Guan dan Hanna 2006 ; serta Salgado et al .2008. Penurunan tingkat sensitivitas terhadap air ini disebabkan oleh kemampuan serat dalam menyerap air yang lebih kecil dibandingkan dengan pati Benezet et al., 2011.

2.1.1. Tapioka

Salah satu sumber pati potensial di Indonesia adalah tapioka yang berasal dari tanaman ubi kayu Manihot esculenta. Berbeda dengan jenis pati lainnya, tapioka memiliki kandungan lemak, protein, abu serta kadar amilosa yang rendah. Kandungan protein dan lemak yang sangat rendah tersebut yang membedakan tapioka dari pati serealia Breuninger et al., 2009. Pada saat proses gelatinisasi, tapioka akan membentuk pasta yang kental dengan warna yang jernih sehingga banyak digunakan sebagai pengental pada industri pangan Muadklay d an Charoenrein, 2008. Selain itu, dengan berkembangnya teknologi modifikasi pati maka penggunaan tapioka juga sudah meluas sebagai bahan baku pembuatan kemasan ramah lingkungan, lapisan film, maupun bahan termoplastik Biliaderis, 1992. Tapioka umumnya memiliki kandungan amilosa yang hampir sama untuk semua jenis yaitu berkisar 17-20. Hal ini agak berbeda dengan jagung maupun beras yang memilliki variasi kandungan amilosa cukup besar 0-70 untuk jagung dan 0-40 untuk beras. Tapioka umumnya memiliki granula yang mulus permukaannya, berbentuk bulat dengan diameter 4-35µm. Bila dipanaskan dengan kondisi air berlebih, tapioka akan mengalami proses gelatinisasi pada suhu sekitar 64,3 C dan viskositas puncak akan dicapai pada suhu sekitar 67,6 C. Komposisi pati yang cukup tinggi pada tapioka yang dikombinasikan dengan berat molekul amilosa yang tinggi menyebabkan tapioka menjadi sumber pati yang unik yang dapat langsung digunakan sebagai bahan baku industri, namun juga merupakan bahan baku yang baik untuk dilakukan proses modifikasi Breuninger et al., 2009. Tapioka memiliki kemampuan untuk berkontribusi pada proses puffing dan popping bila dipanaskan menggunakan microwave. Kemampuan tersebut dimanfaatkan untuk menghasilkan produk pangan berupa snack melalui proses ekstrusi. Menurut Seibel dan Hu 1994, suhu die dan lama waktu tinggal merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap kemampuan ekspansi tapioka. Pada tahapan selanjutnya, kemampuan ekspansi tersebut dimanfaatkan untuk menghasilkan produk biofoam baik yang berbentuk butiran maupun cetakan. Beberapa penelitian sebelumnya telah mencoba memanfaatkan tapioka sebagai bahan baku pembuatan biofoam Bhatnagar dan Hanna, 1996; Soykeabkaew et al., 2004. Namun demikian, penggunaan tapioka yang belum dimodifikasi sebagai bahan baku biofoam belum menghasilkan karakteristik biofoam yang memuaskan. Oleh sebab itu, peneliti selanjutnya mencoba memodifikasi tapioka tersebut ataupun dengan menambahkan serat serta polimer sintetis Salgado et al., 2008; Schmidt dan Laurindo, 2010; Vercelheze et al., 2012.

2.1.2. Ampok