Analisis Nilai Tambah Tapioka dan Ampok Sebagai Bahan Baku

Tabel 4. Model Perhitungan Nilai Tambah No Variabel Perhitungan I Output, input dan harga 1. Output kgproduksi 2. Bahan baku kgproduksi 3. Tenaga kerja HOKproduksi 4. Faktor konversi 1:2 5. Koefisien tenaga kerja HOKkg 6. Harga output Rpkg 7. Upah rata-rata tenaga kerja RpHOK a b c d = ab e = cb f g II Pendapatan dan Keuntungan 1. Harga bahan baku Rpkg 2. Sumbangan input lain Rpkg 3. Nilai output Rpkg 4. Nilai tambah Rpkg 5. Nisbah nilai tambah 6. Imbalan tenaga kerja Rpkg 7. Bagian tenaga kerja 8. Keuntungan Rpkg 9. Tingkat keuntungan h i j = d x f k = j – i – h l = kj x 100 m = e x g n = mk x 100 o = k – m p = oj x 100 III Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi Marjin keuntungan - Pendapatan tenaga kerja - Sumbangan input lain - Keuntungan perusahaan q = j – h r = mq x 100 s = iq x 100 t = oq x 100 Sumber : Hayami dan Kawagoe, 1993

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Karakteristik Bahan Baku

Kemampuan ekspansi suatu produk ditentukan oleh banyak faktor yang merupakan kombinasi antara kondisi proses dan karakteristik bahan baku. Karakteristik bahan baku meliputi komposisi air, pati, lemak, protein, serat serta rasio amilosa terhadap amilopektin akan berpengaruh terhadap aliran dan kekentalan dari pati atau tepung Chinnaswamy dan Hanna, 1988. Karakteristik bahan baku dilakukan terhadap sifat fisikokimia dari bahan baku utama yang digunakan pada penelitian ini yaitu tapioka, ampok, pati hidrofobik dan pati asetat. Khusus untuk ampok, sebelum digunakan sebagai bahan baku pembuatan biofoam, terlebih dahulu dilakukan pengecilan ukuran hingga 100 mesh. Adapun hasil pengamatan terhadap karakteristik bahan baku tersebut seperti tersaji pada Tabel 5. Tabel 5. Karakteristik Fisiko Kimia Ampok, Tapioka, Pati Hidrofobik dan Pati Asetat Parameter Ampok Tapioka Pati Hidrofobik Pati Asetat Kadar air bb 8,74±0,27 12,33±0,39 5,21±0,21 10,50±0,44 Kadar abu bk 2,71±0,02 0,10±0,01 1,14±0,02 0,17±0,02 Kadar lemak bk 8,90±0,56 0,19±0,03 0,17±0,02 0,13±0,01 Kadar protein bk 11,18±0,22 0,55±0,02 0,24±0,03 0,22±0,04 Kadar pati bk 69,26±1,09 97,89±1,46 97,86±0,88 99,08±0,17 Kadar Serat bk 7,96±0,23 1,27±0,04 0,59±0,02 0,39±0,04 Amilosa bk 25,09±0,42 26,61±0,21 26,20+0,15 30,09±0,31 Daya Serap Air 215,41±5,07 65,81±2,65 13,31±0,84 96,21±4,90 Pemilihan tapioka sebagai bahan baku pembuatan biofoam didasarkan atas beberapa hal yaitu ketersediaannya di pasaran dan harganya yang lebih murah dibandingkan dengan sumber pati lainnya. Selain itu, tapioka juga memiliki kadar protein, kadar lemak dan kadar amilosa yang lebih rendah dibandingkan pati lainnya sehingga akan berpengaruh terhadap kemampuan ekspansinya untuk menghasilkan biofoam. Beberapa peneliti sebelumnya telah berhasil memproduksi kemasan biofoam berbahan baku tapioka yang ditambahkan dengan bahan tambahan lain, baik dengan teknik ekstrusi Salgado et al., 2008; Mali et al., 2010 maupun dengan thermopressed Shogren et al., 1998; 2002;Soykeabkaew et al. 2004. Namun demikian, tapioka saja tampaknya belum cukup untuk menghasilkan biofoam yang memiliki karakteristik mendekati styrofoam. Ampok sebagai bahan baku tambahan untuk pembuatan biofoam memiliki kandungan pati pada ampok yang masih tinggi. Pati yang berasal dari serealia umumnya memiliki kemampuan ekspansi yang lebih tinggi dibandingkan yang berasal dari umbi Schmidt dan Laurindo, 2010. Namun demikian, pati serealia di Indonesia umumnya lebih mahal serta jumlahnya terbatas sehingga dilakukan pencampuran antara tapioka dengan produk serealia. Selain itu, ampok juga mengandung serat yang berasal dari pericarp serta tipcap yang diharapkan bisa memperkuat matriks polimer yang dihasilkan oleh tapioka. Ampok juga mengandung protein yaitu zein yang cukup tinggi kadar lemak yang cukup tinggi yang berasal dari bagian germ. Penambahan pati hidrofobik dan pati asetat ditujukan untuk meningkatkan sifat hidrofobik biofoam. Menurut beberapa penelitian sebelumnya Miladinov dan Hanna, 1999; Guan dan Hanna, 2006, sifat hidrofobik biofoam dapat ditingkatlan dengan penggunaan pati termodifikasi. Hasil analisis terhadap komposisi kimia bahan baku menunjukkan bahwa ampok masih mengandung kadar pati sekitar 69,26 dengan kadar amilosa 25,09 dan amilopektin 74,91. Nilai ini agak berbeda dengan literatur yang dikemukakan oleh Sharma et al 2007, yaitu kadar pati pada ampok sebesar 57. Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan ukuran ampok yang digunakan. Pada penelitian ini, ampok yang digunakan adalah yang berukuran 100 mesh sehingga komponen yang lebih dominan adalah bagian endosperm, sementara bagian lain seperti pericarp dan tipcap yang lebih banyak mengandung serat tidak bisa melewati saringan 100 mesh tersebut. Hal ini juga terlihat pada rendahnya kadar serat ampok yang hanya berkisar 7,96 bila dibandingkan dengan hasil penelitian Sharma et al. 2007 yang berkisar 25.