Latar Belakang Distribusi dan neraca CO(2) antropogenik laut di Daerah Arus Lintas Indonesia

Gambar 1 Bagan alir pemikiran penelitian. 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 CO

2 Antropogenik di Laut Karbon organik tersimpan dalam sedimen dalam bentuk batu bara, gas alam dan minyak bumi lebih dari seratus juta tahun dan telah dimanfaatkan oleh manusia, kemudian dilepaskan kembali ke atmosfer sebagai karbon dioksida CO 2 , dalam kurun waktu beberapa dekade terakhir ini. Energi yang dihasilkan dari pemanfaatan bahan bakar fosil tersebut, telah dimanfaatkan oleh kita dalam bentuk energi listrik, energi panas, untuk transportasi, dan untuk menggerakkan sektor industri. Pembukaan hutan untuk lahan pertanian maupun penebangan pohon secara tidak terkendali, telah memberikan andil yang cukup besar terhadap penambahan konsentrasi CO 2 di atmosfer. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa, keseluruhan aktifitas manusia yang menyebabkan bertambahnya konsentrasi CO 2 diatmosfer disebut sebagai proses pelepasan emisi antropogenik anthropogenic emissions Gruber Sarmiento 2002. Era revolusi industri yang dimulai pada tahun 1750an ditandai dengan dimulainya pelepasan emisi antropogenik ke atmosfer Sabine 2004. Selanjutnya pelepasan emisi ini telah memicu peningkatan konsentrasi CO 2 di atmosfer lebih dari 30 dibandingkan sebelum masa revolusi industri Barnola, 1999; Keeling Whorf, 2000. Pendapat ini telah dibuktikan melalui pengukuran secara geokimia dengan melihat sedimen laut di waktu lampau yang menunjukkan level konsentrasi CO 2 di atmosfer pada 20 juta tahun yang lalu tidak setinggi seperti sekarang ini Houghton et al. 2001. Kenaikan CO 2 di atmosfer sangat dikaitkan dengan dampak yang ditimbulkanya, yaitu menangkap radiasi gelombang panjang yang diemisikan dari permukaan bumi membentuk gas rumah kaca green house gasses, sebagai indikasi terjadinya perubahan iklim global Gruber Sarmiento 2002. Selain CO 2 , terdapat gas-gas lain sebagai pembentuk gas rumah kaca seperti methane, nitrous oxide, dan chlorofluorocarbon yang juga mengalami peningkatan penggunannya sejak era revolusi industri. Berdasarkan konsensus tingkat tinggi, para ilmuwan menegaskan bahwa gas-gas rumah kaca adalah sebagai pemicu terjadinya pemanasan global, yang telah meningkatkan temperatur permukaan bumi rata-rata sekitar 0,6 ± 0,2 ºC Houghton et al. 2001. Jauh sebelum masa revolusi industri dimulai, yaitu pada sekitar 420.000 tahun yang lampau, konsentrasi CO 2 di atmosfer ada pada kisaran 180-280 ppm Falkowski et al. 2000, dan pH air laut berada pada kisaran 8,3 ± 0,2 Feely et al. 2004. Namun, sejak era revolusi industri pada beberapa dekade terakhir ini, sekitar 5,4 ± 0,3 Pg Cthn CO 2 dilepaskan ke level atmosfer akibat emisi antropogenik Gruber Sarmiento 2002. Jumlah tersebut terbilang cukup signifikan dibandingkan dengan akibat yang dapat ditimbulkannya. Namun, karena alam memiliki mekanisme kesetimbanganya sendiri, maka tidak semua emisi itu dilepaskan ke level atmosfer. Sebanyak 1,9 ± 0,6 Pg Cthn diserap oleh lautan dan sekitar 0,2 ± 0,7 Pg Cthn diserap oleh biosfer daratan, sehingga total yang dilepaskan ke atmosfer sekitar 3,3 ± 0,1 Pg Cthn Gruber dan Sarmiento 2002. Sampai tahun 2000an, diperkirakan konsentrasi CO 2 di atmosfer ada sekitar 383 ppm Whorf Keeling 2005. Selama periode emisi antropogenik, laut melepaskan source sekitar 20 Pg Cthn dari permukaan lautan di seluruh dunia, sementara di bagian permukaan laut lainnya, terjadi penyerapan sink CO 2 antropogenik dari atmosfer sebesar 21,9 Pg Cthn Sabine et al. 2004. Sementara itu, akibat perusakan hutan di daerah tropis, daratan melepaskan CO 2 sekitar 1,7 Pg Cthn ke atmosfer, namun proses tersebut diimbangi pula dengan proses penyerapan daratan terhadap CO 2 antropogenik, diluar daerah yang disebabkan oleh perusakan hutan tadi, yaitu sekitar 1,9 Pg Cthn Gruber Sarmiento 2002. Di dalam air laut, DIC terakumulasi dalam jumlah ya C C C C C 1800 sampai 1994 Sabine et al. 2004, dengan estimasi rata-rata CO 2 yang masuk ke dalam lautan pertahunnya sekitar 2,2 Pg C, dimana 40 nya diekspor melalui kontinental margin, yang 13 masuk melalui sungai dan sisanya melalui proses pertukaran gas antara laut dan atmosfer air-sea flux Liu et al. 2000. Gambar 2 Siklus karbon global. Panah, menunjukkan aliran dalam petagram karbon per tahun antara atmosfer dan kedua sink karbon utama lainnya, yaitu lautan dan daratan. Aliran antropogenik digambarkan dengan garis warna merah dan warna hitam mewakili aliran karbon alamiah Sabine et al. 2004. CO 2 antropogenik dipertukarkan diantara 3 samudera besar dunia dalam sirkulasi massa air dunia the great conveyor belt Gruber Sarmiento 2002. Perairan laut lepas di wilayah lintang tinggi diprediksi berperan sebagai sink bagi CO 2 antropogenik, karena dipengaruhi oleh kondisi temperatur yang rendah, aktifitas biologi yang tinggi, dan besarnya volume air. Menurut Moore et al. 2000 lautan bagian Selatan southern ocean adalah yang berperan sebagai sink terbesar untuk CO 2 , kemudian diikuti oleh Samudera Atlantik yaitu sekitar 47 ± 9 Pg C Gruber 1998, Samudera Pasifik sebesar 45 ± 5 Pg C Sabine et al. 2002, dan Samudera Hindia sebesar 20,3 ± 3 Pg C Sabine et al. 1999. Arah pertukaran gas CO 2 antara laut dan atmosfer di kontrol oleh tekanan parsial CO 2 pCO 2 . Semakin banyak karbon anorganik yang terlarut dipermukaan laut, akan diikuti oleh peningkatan pCO 2 sehingga terjadi pelepasan gas CO 2 ke atmosfer. Namun sebaliknya, CO 2 atmosfer akan masuk ke dalam lautan pada