Gambar 2 Siklus karbon global. Panah, menunjukkan aliran dalam petagram karbon per tahun antara atmosfer dan kedua sink
karbon utama lainnya, yaitu lautan dan daratan. Aliran antropogenik digambarkan dengan garis warna merah dan warna
hitam mewakili aliran karbon alamiah Sabine et al. 2004.
CO
2
antropogenik dipertukarkan diantara 3 samudera besar dunia dalam sirkulasi massa air dunia the great conveyor belt Gruber Sarmiento 2002.
Perairan laut lepas di wilayah lintang tinggi diprediksi berperan sebagai sink bagi CO
2
antropogenik, karena dipengaruhi oleh kondisi temperatur yang rendah, aktifitas biologi yang tinggi, dan besarnya volume air. Menurut Moore et al.
2000 lautan bagian Selatan southern ocean adalah yang berperan sebagai sink terbesar untuk CO
2
, kemudian diikuti oleh Samudera Atlantik yaitu sekitar 47 ± 9 Pg C Gruber 1998, Samudera Pasifik sebesar 45 ± 5 Pg C Sabine et al. 2002,
dan Samudera Hindia sebesar 20,3 ± 3 Pg C Sabine et al. 1999. Arah pertukaran gas CO
2
antara laut dan atmosfer di kontrol oleh tekanan parsial CO
2
pCO
2
. Semakin banyak karbon anorganik yang terlarut dipermukaan laut, akan diikuti oleh peningkatan pCO
2
sehingga terjadi pelepasan gas CO
2
ke atmosfer. Namun sebaliknya, CO
2
atmosfer akan masuk ke dalam lautan pada
saat pCO
2
permukaan laut lebih rendah dari atmosfer Cicerone et al. 2004. Aliran perpindahan CO
2
antara atmosfer dan lautan dapat juga terjadi melalui proses upwelling dan downwelling Wang et al. 2005 .
Pada perairan dengan temperatur rendah, akan meningkatkan kelarutan CO
2
dan menurunkan pCO
2
perairan, sehingga terjadi aliran penyerapan CO
2
dari atmosfer ke laut. Temperatur homogen tidak terstratifikasi secara vertikal
mengakibatkan CO
2
di permukaan dapat tertransfer dan tersimpan ke lapisan dalam. Sementara itu, pada perairan tropis, CO
2
cenderung dilepaskan ke atmosfer karena proses pemanasan berlangsung konstan sepanjang tahun
Koropitan Ikeda 2008.
2.2 Dampak Perairan Pesisir terhadap Siklus CO
2
CO
2
yang terlarut di lautan, merupakan salah satu komponen yang mempunyai siklus yang cukup kompleks. Siklus CO
2
adalah siklus biogeokimia, dimana CO
2
dipertukarkan antara biosfer, geosfer, hidrosfer, dan atmosfer bumi. Dalam siklus ini terdapat empat penampungan reservoir CO
2
utama yang dihubungkan oleh jalur pertukaran. Penampungan tersebut adalah atmosfer,
biosfer daratan termasuk sistem air tawar dan material non-hayati organik seperti karbon tanah soil carbon, lautan termasuk DIC dan biota laut hayati dan non-
hayati, dan sedimen termasuk bahan bakar fosil. Pertukaran CO
2
antar reservoir terjadi karena adanya proses-proses kimia, fisika, geologi, dan biologi
Sabine et al. 2004. Selanjutnya, pertukaran gas karbon dioksida antara atmosfer dan lautan sangat berperan pada siklus karbon global dalam menentukan masa
depan sistem bumi Chen 2004. Dalam mekanisme sistem karbonat di laut, pCO
2
dalam lapisan air yang tercampur merupakan penentu terhadap aliran gas CO
2
antara laut dan udara. pCO
2
sendiri secara garis besar dipengaruhi oleh temperatur, TCO
2
atau DIC, pH dan total alkalinitas TA. Sementara temperatur dipengaruhi oleh proses fisika
dan DIC, pH dan TA yang di kontrol oleh proses-proses biogeokimia dan proses- proses biologi yang berasal dari fotosintesis dan respirasi.
Pengukuruan dua variabel yaitu DIC dan TA disamping temperatur dan salinitas pada sistem karbonat, memungkinkan untuk mengambarkan sistem
karbonat yang berlangsung di lautan DIC, TA, pH, dan pCO
2
. DIC dan TA merupakan parameter yang sering digunakan untuk menjelaskan sejumlah proses
yang mempengaruhi siklus karbon proses fisika, kimia dan biologi Feely et al. 2004.
Gambar 3 menjelaskan keterkaitan sejumlah variabel dalam proses yang berlangsung. Sebagai contoh, pada saat pembentukan CaCO
3,
terjadi penurunan DIC dan TA namun dalam rasio 1:2. Proses fotosintesis akan mengurangi DIC,
sementara TA mengalami sedikit penurunan karena nutrien spt. fosfat, silikat yang terserap. Masuknya CO
2
antropogenik penetrasi mendorong meningkatnya DIC namun tidak mengubah posisi TA. Proses biologi mulai terpengaruh sejak
pH mengalami penurunan. Meningkatnya CO
2
di permukaan air laut sejak masa revolusi industri telah berdampak pada menurunnya pH permukaan air laut sekitar
0,12 unit. pH lautan akan terus mengalami penurunan bila konsentrasi CO
2
di atmosfer terus mengalami peningkatan Feely et al. 2004.
Gambar 3 Dampak dari sejumlah proses terhadap DIC dan TA
digambarkan dengan panah. Garis dan garis putus-putus mengindikasikan level konstan CO
2
terlarut dalam µmol kg
-1
dan pH masing-masing, sebagai suatu fungsi dari DIC dan TA Zeebe Wolf-Gladrow 2001.
Perairan pesisir banyak menerima masukan karbon organik dan anorganik dari daratan melalui sungai seperti halnya total alkalinitas. Hal ini menyebabkan
interaksi di perairan pesisir, kaitannya dengan sistem karbonat, menjadi semakin kompleks. Adanya fenomena upwellingdownwelling di perairan pesisir, juga
mempengaruhi proses biologi karena adanya pertukaran nutrien diantara permukaan dan lapisan dalam. Demikian halnya dengan aktifitas manusia, akan
mempengaruhi level CO