CO Distribusi dan neraca CO(2) antropogenik laut di Daerah Arus Lintas Indonesia
                                                                                Perairan  pesisir  banyak  menerima  masukan  karbon  organik  dan  anorganik dari daratan melalui sungai seperti halnya total alkalinitas.  Hal ini menyebabkan
interaksi  di  perairan pesisir, kaitannya dengan sistem karbonat,  menjadi  semakin kompleks.    Adanya  fenomena  upwellingdownwelling  di  perairan  pesisir,  juga
mempengaruhi  proses  biologi  karena  adanya  pertukaran  nutrien  diantara permukaan  dan  lapisan  dalam.    Demikian  halnya  dengan  aktifitas  manusia,  akan
mempengaruhi level CO
2
di atmosfer, yang kemudian  didistribusikan ke seluruh wilayah perairan pesisir.  Dengan demikian terlihat, bagaimana wilayah  perairan
pesisir memiliki peranan yang penting dalam siklus karbon global Gambar 4.
Gambar 4   Proses-proses  yang  mempengaruhi  siklus  karbon  di  kolom perairan Liu et al. 2010.
Pengukuran  secara  kontinyu  terhadap  kandungan  CO
2
lautan  di  beberapa lokasi,  telah  dilakukan  lebih  dari  satu  dekade.    Pada  pengukuran  tersebut  telah
menunjukkan peningkatan DIC seiring dengan meningkatnya konsentrasi  karbon di atmosfer.  Peningkatan DIC di lautan diikuti juga dengan penurunan pH.  Para
ahli sepakat, bahwa penurunan pH lautan akan  berdampak serius bagi organisme laut Feely et al. 2004.
Meningkatnya  konsentrasi  CO
2
di  permukaan  laut  akibat  masuknya  CO
2
antropogenik  dari  atmosfer  akan  mempengaruhi  dua  hal,  yaitu  menurunnya ketersediaan konsentrasi  ion karbonat di permukaan laut
2 3
CO
dan menurunya tingkat kejenuhan dari kalsium karbonat Kleypas et al. 1999.  Peristiwa ini akan
mengancam  sejumlah  pelagik  laut  diantaranya  coccolithophorida  dan foraminifera, dalam menghasilkan CaCO
3
Iglesias-Rodriguez et al. 2001. Perubahan  terhadap  sejumlah  variabel  lingkungan  lainnya  dalam  suatu
perairan  akan  berdampak  terhadap  perubahan  pCO
2
dan  pH  didalamnya. Meningkatnya  pCO
2
di  permukaan  laut  dipengaruhi  oleh  meningkatnya temperatur  permukaan  laut,  perubahan  pada  ketersediaan  nutrien  yang
dipengaruhi  oleh  perubahan  pada  proses  percampuran,  pola  presipitasi,  dan meningkatnya  stratifikasi,  penurunan  CO
2
dalam  air  yang  hangat,  perubahan salinitas yang disebabkan oleh energi panas dan efek presipitasi, perubahan pada
percampuran  di  lautan,  sirkulasi  dan  angin.    Perubahan-perubahan  interaksi  ini yang akan mempengaruhi  proses biogeokimia  yang berlangsung di  lautan  Feely
et al. 2004.
2.3    Oseanografi Wilayah Studi 2.3.1  ARLINDO
Arus  Lintas  Indonesia  sangat  mempengaruhi  budget  bahang  dan  air  tawar dari  kedua  samudera  yang  mengapitnya  dan  diindikasikan  sangat  berhubungan
dengan  El  Ni
Ñ
o  Southern  Oscillation
ENSO
dan  fenomena  iklim  muson Webster  et  al.  1998.    Sirkulasi  ARLINDO  terjadi  karena  adanya  gradien  paras
laut  Samudera  Pasifik  yang  lebih  tinggi  dari  pada  Samudera  Hindia  Gordon Fine 1996.
Menurut Gordon dan Fine 1996 ARLINDO berasal dari air Pasifik  Utara dan Pasifik Selatan Gambar 4B.  Air Pasifik Utara masuk lewat Selat Makassar
digambarkan  memiliki  karakteristik  salinitas  maksimum  pada  lapisan  termoklin
North  Pasific  Subtropical  Water,  NPSW  di  kedalaman  sekitar  200  m,  dan salinitas minimun di lapisan bawah termoklin North Pasific Intermediate Water,
NPIW  di  kedalaman  sekitar  300  m.    Air  Pasifik  Selatan  digambarkan  memiliki komponen minor, dimana karekteristik ini muncul pada lapisan bawah termoklin
South  Pasific  Subtropical  Lower  Thermocline  Water,  SPSLTW  sepanjang wilayah  timur  lewat  Laut  Halmahera  dan  Laut  Maluku  menuju  Laut  Seram,  dan
kemudian  masuk  ke  Laut  Banda  Ilahude    Gordon  1996.    Sebagian  massa  air yang  melintasi  Selat  Makassar  langsung  keluar  menuju  Samudera  Hindia  lewat
Selat Lombok, namun sebagian besar menuju timur melintasi Laut Flores sampai ke  Laut  Banda.  Selanjutnya  massa  air  ini  mengalami  modifikasi  oleh
percampuran, upwelling dan pertukaran gas laut –udara, sebelum mengalir menuju
Samudera Hindia lewat Selat Ombai dan Pintasan Timor Ffield  Gordon 1992; Hautala et al. 1996.
Transpor  massa  air  ARLINDO  dari  Samudera  Pasifik  ke  Samudera  Hindia ada pada kisaran 2
–24 Sv 1 Svedrup = 10
6
m
3
s
-1
Godfrey 1996; Gordon 2005. Data  terbaru  transpor  ARLINDO  Gordon  et  al.  2008;  Sprintall  et  al.  2009,
menunjukkan  bahwa  massa  air  Pasifik  Utara  yang  masuk  lewat  Selat  Makassar diperkirakan sebesar 11,6 Sv.  Sekitar 20 massa air  tersebut 2,6 Sv  langsung
keluar  ke  Samudera  Hindia  melalui  Selat  Lombok,  sedangkan  sebagian  besar berbelok  ke  arah  timur  menuju  Laut  Flores  kemudian  ke  Laut  Banda  dan  keluar
menuju Samudera Hindia melalui Selat Ombai sebesar 4,9 Sv dan sebesar 7,5 Sv keluar melalui Laut Timur Gambar 5.
Beberapa model penelitian mendapatkan hasil yang bervariasi terhadap rata- rata transpor massa air ARLINDO perbedaannya sekitar ± 5 Sv  yang dikaitkan
dengan  fase  ENSO.    Ditunjukkan  bahwa,  transpor  terbanyak  selama  periode    La Ni
Ñ
a  dan  transpor  terendah  selama  periode  El  Ni
Ñ
o  Gordon    Fine  1996. Gordon  dan  McClean  1999,  menggunakan  model  POP  dengan  resolusi  tinggi
dan  mendapatkan  12  Sv  rata-rata  tahunan  selama  La  Ni
Ñ
a  dan  4  Sv  rata-rata selama  El  Ni
Ñ
o.    Sementara  itu,  berdasarkan  data  mooring  ARLINDO  di  Selat Makassar,  pada  periode  El  Ni
Ñ
o tahun 19971998, ditemukan korelasi  yang  kuat r  =  0,73  antara  transpor  Makassar  dengan  ENSO.    Selama  El  Ni
Ñ
o  bulan Desember  1997  sampai  Februari  1998,  tercatat  rata-rata  transpor  sekitar  5,1  Sv,
sementara  selama  periode  La  Ni
Ñ
a  Desember  1996  sampai  Februari  1997, rata-rata transpor 12,5 Sv Gordon  et al. 1999.
Gambar 5   Jalur  ARLINDO  dimodifikasi  dari  Gordon  2005;  Gordon  et  al. 2008    Sprintall  et  al.  2009.    Panah  biru  mewakili  massa  air
utara Pasifik yang mengalir pada lapisan termoklin; panah oranye mewakili  massa  air  dari  selatan  Pasifik  masuk  melalui  Laut
Halmahera  di  bawah  termoklin;  panah  merah  mewakili  aliran massa  air  Pasifik  yang  melewati  ambang  sill  pada  kedalaman
2000 m di lintasan Lifamatola menuju lapisan dalam Laut Banda.
Menurut Gordon  dan Fine 1996   Ffield  dan  Gordon 1992, di perairan
Indonesia  bagian  timur  pada  kedalaman  di  atas  300  meter  diisi  oleh  massa  air NPSW  dan  NPIW.    Sementara,  massa  air  Samudera  Pasifik  bagian  selatan
mengisi  sebagian  lapisan  bawah  termoklinnya,  yaitu  SPSLTW.    Baik  massa  air Pasifik  Utara  dan  Pasifik  Selatan,  kemudian  mengalami  perubahan  karakteristik
selama  bersirkulasi  melalui  ARLINDO,  dan  digantikan  dengan  karakteristik massa air yang baru ketika mencapai Samudera Hindia bagian timur Tabel 1.
ARLINDO  secara  garis  besar  dipengaruhi  oleh  dua  angin  muson  yang berbeda  Wyrtki  1961:  muson  barat  laut
–  NWM  Desember  –  Februari  dan muson tenggara
– SEM Juni – Agustus.   Periode lain bulan merupakan bulan transisi untuk kedua periode yang berbeda.  Penelitian terbaru oleh Susanto et al.
                                            
                