Distribusi dan habitat HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Distribusi dan habitat

Berdasarkan hasil survei diketahui bahwa ikan bada terdapat di sekeli- ling danau. Hal ini dilihat dari keberadaan nelayan ikan bada dan produk olahan- nya yang terdapat di seluruh nagari di sekeliling Danau Maninjau. Menurut nela- yan setempat ikan bada berukuran kecil banyak terdapat pada bagian tepi danau dan ikan berukuran besar relatif ke bagian tengah danau komunikasi pribadi, Mei 2008. Berikut ini pada Tabel 3 disajikan hasil pengamatan dan pengukuran be- berapa parameter lingkungan perairan Danau Maninjau: Tabel 3. Hasil pengukuran dan pengamatan beberapa parameter lingkungan No Parameter Lingkungan Hasil 1 Suhu permukaan: a Pagi b Siang c Sore d Rata-rata a 26,4-27,8 C b 28,3-30,7 C c 27,5-29,2 C d 28,3±0,1 C 2 Tumbuhan air Enceng gondok dan kangkung 3 Sampah Ada 4 Lapisan minyak Ada 5 Warna Jernih kehijaun 6 Bau Berbau Suhu permukaan air danau berkisar antara 26,4 C-30,7 C dengan rata- rata suhu harian 28,3±0,1 C. Hasil ini tidak berbeda jauh dengan hasil pengu- kuran suhu permukaan yang dilakukan oleh Nomosatryo et al. 2002 yaitu 28,29 C Mei; 27,62 C September; dan 27,64 C November. Pada tahun 2005 Triyanto et al. 2008 juga melakukan pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas air habitat ikan bada dan diperoleh nilai suhu 28,8 C-29,2 C, pH 7,42-8,45; oksigen terlarut 6,64-8,48 mgL, dan konduktivitas 0,107-1,097 mScm. Hasil Ekspedisi Sunda Pada tanggal 11 Maret 1929 menunjukkan bahwa suhu rata-rata perairan Danau Maninjau adalah 27,38±0,36 C. Berdasarkan hasil di atas diketahui bahwa nilai suhu rata-rata perairan danau mengalami peningkatan dari tahun 1929. Peningkatan tersebut diduga karena peningkatan pencemaran di danau maupun karena efek peningkatan suhu bumi yang berlaku global saat ini. Namun nilai suhu rata-rata tersebut masih dalam nilai yang dapat mendukung kehidupan ikan bada. Hal ini dapat dilihat dari suhu habitat Rasbora jenis lainnya di Indonesia. Suhu habitat Rasbora einthovenii di Jambi 23,3-30 C Dinas Perikanan Provinsi Jambi, 1995, Rasbora sumatrana di Rawa Bereng- bengkel, Palangkaraya 27-36 C Sulistiyarto, 1998, Rasbora dusonensis 26,90- 28,60 C pada saat air naik, dan 27,20-30,30 C pada saat air turun di Rawa Gam- but Desa Dadahup, Kalimantan Tengah Zahid, 2008. Selama survei berlangsung ditemukan adanya tumbuhan air, sampah dan lapisan minyak pada tepian danau. Jenis tumbuhan air yang terlihat yaitu enceng gondok dan kangkung. Sampah yang ditemukan adalah sampah jenis plastik dan terlihat lapisan minyak pada permukaan air. Masukan sampah dan lapisan minyak ini bersumber dari limbah domestik masyarakat sekitar karena di sekeliling danau terdapat pemukiman penduduk, rumah makan, dan hotel. Air danau terlihat berwarna kehijauan, berbau kotoran dan pakan ikan. Eddy 1969 menyatakan bahwa cara reproduksi ikan kelompok karper- karperan minnows yaitu acak, di air dangkal dan pada tempat-tempat khusus seperti di daerah bebatuan, dan tumbuhan air Sterba, 1969. Adanya sampah dan lapisan minyak di tepian danau menandakan masuknya bahan pencemar ke Danau Maninjau. Bahan pencemar yang masuk ke Danau Maninjau berasal dari limbah domestik, limbah pertanian dan limbah kegiatan perikanan budidya sistem KJA. Nutrien dari limbah di luar perairan akan terakumulasi di bebatuan ataupun tumbuhan air. Akumulasi nutrien tersebut akan mendorong pertumbuhan alga dan mikroba yang mengkonsumsi oksigen. Kondisi ini membahayakan telur ikan yang membutuhkan oksigen pada tingkat kritis McComas, 2003. Secara keseluruhan bahan pencemar baik yang berasal dari luar maupun dari dalam perairan Danau Maninjau dapat menyebabkan eutrofikasi. Eutrofikasi adalah proses pengkayaan perairan melalui masuknya nutrien terutama fosfor dan nitrogen. Masukan nutrien terutama berasal dari limbah pertanian dan limbah domestik. Eutrofikasi di danau secara berangsur akan merubah tingkat trofik perairan dan akan merubah fauna dan flora danau tersebut. Pada kondisi yang su- dah sangat ekstrim akan menyebabkan defisit oksigen karena meningkatnya BOD Welcomme, 2001. Pada perairan Danau Maninjau nutrien juga berasal dari sisa pakan dan kotoran ikan dari kegiatan KJA. Pengoperasian PLTA sejak tahun 1983 turut mempengaruhi kualitas air Danau Maninjau karena terganggunya proses penggelontoran alami. Secara umum telah terjadi penurunan kualitas air Danau Maninjau yang terlihat dari eutrofikasi, penurunan tinggi muka air, dan kematian massal ikan Apip et al., 2003 yang terjadi pada tahun 1997 dan 2000 Syandri, 2002b in Marganof, 2007. Bapedalda Sumbar 2001 in Marganof 2007 melaporkan bahwa penyebab utama penurunan kualitas perairan Danau Maninjau adalah akibat dari kegiatan perikanan KJA yang sudah melampaui daya dukung perairan danau. LPP UMJ 2006 in Marganof 2007 juga mengungkapkan bahwa kualitas perairan Danau Maninjau cenderung terus menurun dari waktu ke waktu, akibat semakin tingginya tingkat pencemaran karena buangan limbah domestik dan pertanian. Kondisi ini tentu akan mengganggu fungsi ekologis Danau Maninjau sebagai habitat berbagai organisme termasuk ikan bada.

4.2. Hasil tangkapan menggunakan alat tangkap bagan