Mortalitas alami adalah mortalitas yang terjadi karena berbagai sebab selain penangkapan seperti pemangsaan, penyakit, stress pemijahan, kelaparan,
dan usia tua Sparre dan Venema, 1999. Beverton dan Holt 1957 menduga bahwa predasi merupakan faktor eksternal yang umum sebagai penyebab
mortalitas alami. Hal yang sama juga disampaikan Welcomme 2001 bahwa mortalitas alami ikan di danau terutama disebabkan oleh predasi baik oleh ikan,
burung, dan mamalia walaupun penyakit juga berperan terutama pada populasi yang padat dan popolusi yang terisolasi. Mortalitas alami juga disebabkan oleh
suhu yang tinggi, kandungan oksigen yang rendah, dan kematian ikan secara tiba- tiba seringkali berhubungan dengan perubahan yang cepat pada faktor abiotik
terutama oksigen terlarut Das dan Pande, 1980; Welcomme, 1985 in Welcomme, 2001. Nilai laju mortalitas alami berkaitan dengan nilai parameter pertumbuhan
von Bertalanffy K, dan L . Ikan yang pertumbuhannya cepat nilai K tinggi mempunyai M tinggi dan sebaliknya. Nilai M berkaitan dengan nilai L karena
pemangsa ikan besar lebih sedikit dari ikan kecil. Menurut Pauly berdasarkan penelitiannya terhadap 175 stok ikan dari 84 spesies, faktor lingkungan yang
mempengaruhi nilai M adalah suhu rata-rata perairan selain faktor non lingkungan yaitu panjang maksimum ikan dan laju pertumbuhan.
Laju eksploitasi E didefenisikan sebagai bagian suatu kelompok umur yang akan ditangkap selama ikan tersebut hidup. Dengan kata lain laju eksploitasi
adalah jumlah ikan yang ditangkap dibandingkan dengan jumlah total ikan yang mati karena semua faktor baik alami maupun akibat penangkapan Pauly, 1984.
Gulland 1971 in Pauly 1984 menduga bahwa dalam stok yang dieksploitasi optimal maka laju mortalitas penangkapan F akan sama dengan laju mortalitas
alami M atau laju eksploitasi E sama dengan 0,5. Penentuan laju eksploitasi merupakan salah satu faktor yang perlu diketahui untuk menentukan kondisi
sumberdaya perikanan dalam pengkajian stok perikanan King, 1995.
2.6. Kondisi lingkungan perairan
Informasi kondisi lingkungan perairan sangat penting karena hal tersebut bisa menjelaskan hubungan antara spesies target dan lingkungannya. Parameter
yang diukur pada umumnya adalah parameter yang diperkirakan bepengaruh
langsung terhadap biologi, distribusi, dan kelimpahan ikan. Informasi yang diper- lukan, relatif mudah, dan murah untuk diukur adalah suhu perairan King, 1995.
Faktor lain yang perlu dilihat adalah tempat pemasukan dan pengeluaran air, yang menutupi permukaan perairan, dan jenis dasar perairan Effendie, 1979.
Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, dan biologi badan air. Suhu juga sangat berperan mengendalikan kondisi ekosistem perairan.
Organisme akuatik memiliki kisaran suhu tertentu yang disukai bagi pertumbu- hannya. Peningkatan suhu dapat mengakibatkan peningkatan kecepatan metabo-
lisme dan respirasi organisme akuatik dan selanjutnya meningkatkan konsumsi oksigen. Peningkatan suhu perairan sebesar 10
C menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen oleh organisme akuatik sekitar 2-3 kali lipat.
Namun, peningkatan suhu ini disertai dengan penurunan kadar oksigen terlarut sehingga keberadaan oksigen seringkali tidak mampu memenuhi kebutuhan oksi-
gen bagi organisme akuatik untuk melakukan proses metabolisme dan respirasi. Peningkatan suhu juga menyebabkan terjadinya peningkatan dekomposisi bahan
organik oleh mikroba Effendi, 2003.
2.7. Pengelolaan perikanan
Berbagai definisi mengenai pengelolaan perikanan telah dikemukakan oleh banyak pihak, Leopold 1933 in von Geldren 1966 menyatakan bahwa
pengelolaan perikanan adalah seni dan ilmu menghasilkan hasil ikan tahunan yang berkelanjutan untuk tujuan rekreasi dan komersial, selanjutnya Allison 1996
menyatakan bahwa pengelolaan perikanan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia, sebagai sumber pendapatan, dan menjaga kualitas lingkungan.
Pengelolaan perikanan menurut UU No 31 Tahun 2004 tentang Perikanan Bab I Pasal 1 adalah semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam
pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya ikan, dan implementasi serta penegakan hukum dari peraturan
perundang-undangan di bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumber
daya hayati perairan dan tujuan yang telah disepakati.
Pada awalnya pengelolaan perikanan bertujuan untuk melindungi stok ikan. Saat ini pengelolaan perikanan tidak hanya sebatas melindungi stok ikan
namun juga untuk tujuan ekonomi, sosial, dan lingkungan. Tujuan pengelolaan perikanan adalah memaksimalkan hasil baik dalam bentuk berat atau biomassa
ikan maupun penerimaan keuntungan secara ekonomi, dan menjaga stok pada level tertentu untuk menyediakan penyangga terhadap rekruitmen yang kecil atau
menjaga stok induk minimum. Penyusunan rencana pengelolaan perikanan mem- butuhkan data masukan dari penelitian perikanan dan pengkajian stok perikanan.
Pengkajian stok perikanan bertujuan untuk menetapkan status sumberdaya dan menentukan tingkat ekploitasi yang berkelanjutan King, 1995.
King 1995 menyatakan bahwa secara umum suatu rencana pengelolaan seharusnya mengandung gambaran mengenai:
1. Kondisi perkembangan perikanan dan tingkat eksploitasi sumber daya ikan saat ini.
2. Tujuan kebijakan pengelolaan perikanan. 3. Strategi pengelolaan untuk mencapai tujuan pengelolaan.
4. Peraturan yang akan diterapkan terhadap perikanan sesuai dengan strategi yang disusun.
Dalam pengelolaan perikanan diperlukan keterlibatan banyak pihak yaitu ilmuwan biologi, ahli ekonomi, politikus, sosiolog, dan ahli penangan konflik.
Dalam banyak kasus, keterlibatan pengguna lain lingkungan perairan juga diperlu- kan dalam penyusunan rencana pengelolaan perikanan. Proses ini mengacu pada
pengelolaan co-operative atau co-management Pinkerton, 1989 in King, 1995. Berdasarkan UU No 31 Tahun 2004 tentang Perikanan Bab IV Pasal 6 ayat 2 di-
sebutkan bahwa pengelolaan perikanan untuk kepentingan penangkapan ikan dan pembudidayaan ikan harus mempertimbangkan hukum adat danatau kearifan
lokal serta memperhatikan peran serta masyarakat. Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa rencana pengelolaan
perikanan harus berdasarkan bukti ilmiah, salah satunya adalah mengenai pengka- jian stok ikan. Berikut ini Gambar 3 disajikan hubungan antara pengkajian stok
ikan dan pengelolaan perikanan:
Gambar 3. Hubungan antara pengkajian stok ikan dan pengelolaan perikanan bagian yang diarsir mewakili aktivitas yang biasanya dilakukan oleh
ilmuwan perikanan Cowx, 1996
Langkah teknis yang dapat dilakukan dalam menetapkan regulasi yang akan diterapkan yaitu pembatasan ukuran mata jaring alat tangkap, pembatasan
jenis alat tangkap, pengaturan musim dan wilayah dimana aktivitas penangkapan tidak diijinkan Welcomme, 2001. Lagler 1970 menyatakan bahwa dalam
mencapai tujuan produksi ikan maksimum yang berkelanjutan dapat dilakukan pengelolaan lingkungan perairan, pengelolaam populasi ikan, ataupun keduanya.
Dalam memutuskan perlu tidaknya tindakan tersebut dilakukan, maka diperlukan survei perikanan yang intensif.
Stok Ikan Pengkajian
perikanan pengumpulan
data Pengkajian
perikanan model-model
populasi
Saran
Penyusunan kebijakan
pengelolaan dan pengambilan
keputusan Regulasi
Aktivitas penangkapan
Pemanfaatan sumberdaya
perairan lainnya
III. METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan di perairan umum Danau Maninjau, Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Sumatera Barat Gambar 4. Pengambilan ikan
contoh berlangsung mulai 18 Juni sampai 09 Juli 2008 dengan interval waktu pe- ngambilan tetap yaitu satu minggu. Penangkapan ikan bada di Danau Maninjau
berlangsung sepanjang tahun sehingga pengambilan ikan contoh pada waktu yang telah ditentukan bisa dilakukan. Menurut King 1995 salah satu metode untuk
menentukan parameter pertumbuhan adalah analisis contoh tunggal menggunakan plot Ford-Walford. Analisis contoh tunggal mensyaratkan ikan contoh diambil
dalam interval waktu yang sama, dalam penelitian ini yaitu satu minggu. Pengamatan ikan contoh bertempat di Laboratorium Dasar Kimia, Fakultas
Teknik Industri, Universitas Bung Hatta, Padang pada bulan Agustus 2008.
Keterangan : Lokasi Pengambilan ikan contoh 1; 2; 3= Sungai Tampang Kenagarian Tanjung Sani; Muko-muko Kenagarian Koto Malintang;
Bayur Kenagarian Bayur Sumber: Marganof, 2007
Gambar 4. Lokasi Penelitian
3 2
1