Hasil tangkapan menggunakan alat tangkap bagan Sebaran ukuran panjang

domestik. Eutrofikasi di danau secara berangsur akan merubah tingkat trofik perairan dan akan merubah fauna dan flora danau tersebut. Pada kondisi yang su- dah sangat ekstrim akan menyebabkan defisit oksigen karena meningkatnya BOD Welcomme, 2001. Pada perairan Danau Maninjau nutrien juga berasal dari sisa pakan dan kotoran ikan dari kegiatan KJA. Pengoperasian PLTA sejak tahun 1983 turut mempengaruhi kualitas air Danau Maninjau karena terganggunya proses penggelontoran alami. Secara umum telah terjadi penurunan kualitas air Danau Maninjau yang terlihat dari eutrofikasi, penurunan tinggi muka air, dan kematian massal ikan Apip et al., 2003 yang terjadi pada tahun 1997 dan 2000 Syandri, 2002b in Marganof, 2007. Bapedalda Sumbar 2001 in Marganof 2007 melaporkan bahwa penyebab utama penurunan kualitas perairan Danau Maninjau adalah akibat dari kegiatan perikanan KJA yang sudah melampaui daya dukung perairan danau. LPP UMJ 2006 in Marganof 2007 juga mengungkapkan bahwa kualitas perairan Danau Maninjau cenderung terus menurun dari waktu ke waktu, akibat semakin tingginya tingkat pencemaran karena buangan limbah domestik dan pertanian. Kondisi ini tentu akan mengganggu fungsi ekologis Danau Maninjau sebagai habitat berbagai organisme termasuk ikan bada.

4.2. Hasil tangkapan menggunakan alat tangkap bagan

Bagan merupakan alat tangkap berbentuk segi empat seperti karamba dengan ukuran mata jaring kecil sehingga dapat menangkap ikan bada dengan ukuran yang beragam bahkan ikan dengan ukuran yang sangat kecil. Bagan dioperasikan pada malam hari dengan menggunakan cahaya lampu sebagai atraktor untuk menarik perhatian ikan. Jika ikan sudah banyak maka bagan akan diangkat. Jenis ikan yang tertangkap dengan alat tangkap ini yaitu bada dan rinuak. Hasil tangkapan bada tertinggi yang pernah didapat yaitu 40 kg per malam dengan rata-rata 10-20 kg per malam. Berdasarkan panjang ikan hasil tangkapan bagan diketahui bahwa bagan merupakan alat tangkap yang merugikan secara biologi dan tidak memberi keuntungan yang besar secara ekonomi. Hal ini karena banyak ikan yang belum sempat tumbuh mencapai ukuran yang cukup besar untuk dapat mendukung biomassa sehingga dapat menyebabkan tangkap lebih pertumbuhan growth overfishing Sparre dan Venema, 1999 jika penangkapan ikan dengan bagan terus berlangsung. Secara ekonomi hasil tangka- pan berupa ikan berukuran sangat kecil juga tidak menguntungkan. Hal ini disebabkan ikan berukuran kecil tidak disukai oleh konsumen karena rasanya pahit sehingga ikan-ikan tersebut hanya dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Selama penelitian berlangsung frekuensi dan interval waktu pengambi- lan ikan contoh dengan alat tangkap bagan tidak sama dengan pengambilan ikan contoh menggunakan jaring insang dan lukah karena alasan teknis di lapangan pada waktu dan lokasi pengambilan ikan contoh yang telah ditetapkan. Berdasar- kan pertimbangan di atas maka data panjang pada alat tangkap bagan hanya digunakan untuk analisis hubungan panjang berat dan faktor kondisi dengan pan- jang ikan minimal yang digunakan dalam analisis yaitu 5 cm.

4.3. Sebaran ukuran panjang

Sebaran ukuran panjang ikan bada selama pengamatan di tiap stasiun disajikan pada Gambar 8 dan sebaran ukuran panjang ikan bada secara keseluruhan disajikan pada Gambar 9. Ikan contoh yang digunakan dalam analisis sebaran ukuran panjang terdiri dari 29,35 270 ekor ikan jantan dan 70,65 650 ekor ikan betina dari total 920 ekor ikan yang digunakan. Perbandi- ngan ikan jantan dan betina pada stasiun Sungai Tampang, Muko-muko, Bayur, dan Bayur lukah yaitu 0,24:0,76; 0,24:0,76; 0,26:0,76; dan 0,56:0,54. Pada stasiun Sungai Tampang ikan jantan terletak pada selang kelas 73- 78 mm sampai 97-102 mm dengan frekuensi tertinggi pada selang kelas 79-84 mm. Ikan betina berada pada selang kelas yang lebih lebar yaitu 73-78 mm sampai 127-132 mm dengan frekuensi tertinggi pada selang kelas 91-96 mm. Ikan contoh pada stasiun Muko-muko, Bayur, dan Bayur lukah juga memperlihatkan pola yang sama dimana ikan jantan terdapat pada selang kelas yang lebih sempit dibandingkan dengan ikan betina. Ikan jantan pada stasiun Muko-muko berada pada selang kelas 73-78 mm sampai 103-108 mm dengan frekuensi tertinggi pada selang kelas 85-90 mm, sedangkan ikan betina terdapat pada selang kelas 79-84 mm sampai 127-132 mm dengan frekuensi tertinggi pada selang kelas 91-96 mm. 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 40,00 45,00 50,00 69,5 75,5 81,5 87,5 93,5 99,5 105,5 111,5 117,5 123,5 129,5 Frekuens i relati f Sungai Tampang 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 40,00 45,00 50,00 69,5 75,5 81,5 87,5 93,5 99,5 105,5 111,5 117,5 123,5 129,5 Frekuens i relati f Muko-Muko 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 40,00 45,00 50,00 69,5 75,5 81,5 87,5 93,5 99,5 105,5 111,5 117,5 123,5 129,5 Frekuens i re lat if Bayur 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 40,00 45,00 50,00 69,5 75,5 81,5 87,5 93,5 99,5 105,5 111,5 117,5 123,5 129,5 Frek uen si relati f Nilai tengah kelas panjang mm Bayur-Lukah Jantan Betina Gambar 8. Sebaran ukuran panjang ikan bada pada tiap stasiun di Danau Maninjau Ikan jantan pada stasiun Bayur dengan alat tangkap jaring insang dan lukah terdapat pada selang kelas 73-78 mm sampai 97-102 mm dan 67-72 mm sampai 97-102 mm dengan frekuensi tertinggi masing-masing pada selang kelas 91-96 mm dan 79-84 mm. Ikan betina pada masing-masing alat tangkap pada stasiun Bayur terdapat pada selang kelas 79-84 mm sampai 121-126 mm dengan frekuensi tertinggi pada selang kelas yang sama yaitu 97-102 mm. Berdasarkan hal di atas diketahui bahwa pada semua stasiun pengamatan dan alat tangkap yang digunakan ikan bada jantan terletak pada selang kelas yang lebih kecil dibandingkan dengan ikan bada betina. Berkaitan dengan alat tangkap yang digunakan yaitu jaring insang yang selektif terhadap ukuran, misalnya panjang maka baik secara langsung maupun tidak langsung alat tangkap ini juga akan selektif terhadap karakteristik lainnya pada ikan misalnya tingkat ke- matangan gonad. Jaring insang akan lebih memilih ikan aktif yang kemungkinan berhubungan dengan tingkat kematangan gonad dan makanan Gulland, 1980. Berdasarkan asumsi ini maka diketahui bahwa ikan bada jantan matang gonad pada ukuran yang lebih kecil jika dibandingkan dengan ikan betina sehingga ikan bada jantan banyak tertangkap pada jaring insang dengan ukuran mata jaring lebih kecil Lampiran 11. Secara keseluruhan diketahui bahwa frekuensi tertinggi ikan bada jantan 31,48 terdapat pada selang kelas 85-90 mm dan frekuensi tertinggi ikan bada betina 35,54 terdapat pada selang kelas 97-102 mm seperti disajikan pada Gambar 9. Hasil ini menunjukkan bahwa ukuran ikan bada betina lebih besar dibandingkan ikan bada jantan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nikolsky 1963 bahwa biasanya ukuran ikan betina lebih besar beberapa satuan dibandingkan ikan jantan untuk menjamin fekunditas yang besar dalam stok dan perbedaan ukuran ini dicapai melalui ikan jantan yang matang gonad lebih cepat dan jangka hidupnya yang lebih singkat. Menurut Lagler 1977 perbedaan ukuran antar jenis kelamin kemungkinan disebabkan oleh faktor genetik. Sebagai contoh minnows karper-karperan, famili Cyprinidae di Amerika Utara. Mayoritas ukuran ikan betina spesies ini lebih besar dibandingkan jantan, sebaliknya beberapa spesies seperti Nocomis biguttatus dan Pimephalinae, ikan jantan berukuran lebih besar. 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 40,00 45,00 50,00 69,5 75,5 81,5 87,5 93,5 99,5 105,5 111,5 117,5 123,5 129,5 Frekue nsi Relatif Nilai tengah kelas panjang mm Jantan Betina Gambar 9. Sebaran ukuran panjang ikan bada di Danau Maninjau Pada selang kelas 109-114 sudah tidak ditemukan adanya ikan jantan. Namun pada selang kelas 121-126 mm ditemukan satu ikan jantan. Ukuran ikan betina terbesar ditemukan pada selang 127-132 mm. Ikan berukuran besar dengan jumlah yang sangat sedikit ini diduga adalah induk ikan bada. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lagler et al., 1977 bahwa ukuran terbesar yang muncul pada umumnya berhubungan dengan induk yang paling “penting”. Panjang total maksimum ikan bada yang tertangkap adalah 132 mm. Menurut Sterba 1969 panjang total maksimum Rasbora argyrotaenia mencapai 170 mm. Perbedaan ini dapat dijelaskan oleh beberapa kemungkinan yaitu perbedaan lokasi pengambilan ikan contoh, keterwakilan contoh yang diambil, dan kemungkinan terjadinya tekanan penangkapan yang tinggi. Spesies yang sama pada lokasi yang berbeda akan memiliki pertumbuhan yang berbeda pula karena perbedaan faktor luar maupun faktor dalam yang mempengaruhi pertumbuhan ikan tersebut. Menurut Effendi 1997 faktor dalam umumnya adalah faktor yang sulit dikontrol seperti keturunan, sex, umur, parasit, dan penyakit. Faktor luar yang utama mempengaruhi pertumbuhan ikan yaitu suhu dan makanan Effendie, 1997. Dengan asumsi bahwa ikan contoh sudah mewakili populasi yang ada maka ukuran panjang total maksimum yang lebih kecil bisa mengindikasikan adanya tekanan penangkapan yang tinggi. Namun untuk menyimpulkan hal ini diperlu- kan pembandingan dengan spesies dan lokasi yang sama serta kajian lebih lanjut. Kemungkinan terakhir adalah tidak terpilihnya ikan yang lebih besar pada saat pengambilan ikan contoh karena pengacakan. Pada Gambar 10 berikut disajikan frekuensi ikan pada minggu I-IV: 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 40,00 69,5 75,5 81,5 87,5 93,5 99,5 105,5 111,5 117,5 123,5 129,5 F rekuen si rel ati f Nilai Tengah Kelas Panjang mm Minggu I 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 40,00 69,5 75,5 81,5 87,5 93,5 99,5 105,5 111,5 117,5 123,5 129,5 F rekuen si rel ati f Nilai Tengah Kelas Panjang mm Minggu II 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 40,00 69,5 75,5 81,5 87,5 93,5 99,5 105,5 111,5 117,5 123,5 129,5 F rekuen si rel ati f Nilai Tengah Kelas Panjang mm Minggu III 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 40,00 69,5 75,5 81,5 87,5 93,5 99,5 105,5 111,5 117,5 123,5 129,5 F rekuen si rel ati f Nilai Tengah Kelas Panjang mm Minggu IV Gambar 10. Sebaran ukuran panjang ikan bada pada minggu I-IV Jumlah ikan terbanyak berubah dengan perubahan waktu seperti disajikan pada Gambar 10. Pada minggu I jumlah ikan terbanyak berada pada selang kelas panjang 91-96 mm dan minggu II jumlah ikan terbanyak terdapat pada selang kelas panjang 97-102 mm. Jumlah ikan terbanyak pada minggu III dan IV yaitu 91-96 mm. Pergeseran selang ukuran panjang ikan yang banyak tertangkap ke selang ukuran yang lebih besar dapat dijadikan sebagai indikasi adanya pertumbuhan pada interval waktu pengamatan yaitu satu minggu. Dengan adanya pertumbuhan dalam interval waktu yang singkat maka diduga bahwa ikan bada memiliki laju pertumbuhan yang relatif besar. Kajian lebih lanjut diperlukan untuk membuktikan dugaan ini dan akan dibahas pada sub bab pertumbuhan.

4.4. Sebaran ukuran berat