Sebaran ukuran berat Hubungan panjang berat

Jumlah ikan terbanyak berubah dengan perubahan waktu seperti disajikan pada Gambar 10. Pada minggu I jumlah ikan terbanyak berada pada selang kelas panjang 91-96 mm dan minggu II jumlah ikan terbanyak terdapat pada selang kelas panjang 97-102 mm. Jumlah ikan terbanyak pada minggu III dan IV yaitu 91-96 mm. Pergeseran selang ukuran panjang ikan yang banyak tertangkap ke selang ukuran yang lebih besar dapat dijadikan sebagai indikasi adanya pertumbuhan pada interval waktu pengamatan yaitu satu minggu. Dengan adanya pertumbuhan dalam interval waktu yang singkat maka diduga bahwa ikan bada memiliki laju pertumbuhan yang relatif besar. Kajian lebih lanjut diperlukan untuk membuktikan dugaan ini dan akan dibahas pada sub bab pertumbuhan.

4.4. Sebaran ukuran berat

Berat ikan bada betina terdapat pada selang kelas yang lebih besar dibandingkan berat ikan bada jantan sebagaimana disajikan pada Gambar 11 berikut: 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 2.759 4.428 6.097 7.766 9.435 11.10412.77314.44216.111 17.78 19.449 Frekue ns i rela tif Nilai Tengah Kelas Berat gr Jantan Betina Gambar 11. Sebaran ukuran berat ikan bada Rasbora argyrotaenia Ikan betina terdapat pada selang ukuran panjang yang lebih besar sehingga ikan betina juga akan berada pada selang ukuran berat yang lebih besar pula, walaupun penambahan berat tidak sebanding dengan penambahan panjang. Hal ini karena berat merupakan fungsi dari panjang Hile, 1963 in Lagler, 1970 Selain itu pada ikan yang matang gonad dengan tingkat kematangan gonad sama, maka gonad ikan betina akan lebih mempengaruhi berat total ikan daripada gonad ikan jantan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Effendi 1997 bahwa pertambahan berat gonad ikan betina sebesar 10-25 dari berat tubuh dan pada ikan jantan 5- 10.

4.5. Hubungan panjang berat

Persamaan dan pola pertumbuhan berdasarkan hubungan panjang berat ikan bada jantan dan betina pada setiap stasiun dan alat tangkap dapat dilihat pada Tabel 4 berikut: Tabel 4. Hubungan panjang berat ikan bada jantan dan betina pada tiap stasiun dan alat tangkap Stasiun Jenis Kelamin Persamaan Hubungan Panjang Berat Kisaran nilai b =0,05 Pola pertumbuhan setelah dilakukan uji t dengan =0,05 ST J W=5x10 -5 L 2,5768 n=35; r=0,8826; SE b =0,2385 2,0166- 3,1370 Isometrik B W = 5x10 -6 L 3,1107 n=103; r=0,9960; SE b =0,0898 2,9064- 3,3149 Isometrik JB W = 5x10 -6 L 3,1217 n=138; r=0,9633; SE b =0,0744 2,9531- 3,2902 Isometrik MM J W = 1x10 -5 L 2,9170 n=66; r= 0,9445; SE b =0,1264 2,6268- 3,2073 Isometrik B W = 9x10 -6 L 2,9636 n=211; r=0,8944; SE b =0,1024 2,7325- 3,1974 Isometrik JB W = 7x10 -6 L 3,0131 n=277;r = 0,9268; SE b =0,0736 2,8472- 3,1789 Isometrik MM- BGN J W= 6x10 -6 L 3,0325 n=65; r= 0,9859; SE b =0,0639 2,8858- 3,1792 Isometrik B W = 5x10 -6 L 3,0644 n=38;r = 0,9955; SE b =0,0484 2,9512- 3,1776 Isometrik JB W = 6x10 -6 L 3,0517 n=103;r = 0,9910; SE b =0,0403 2,9599- 3,1435 Isometrik BYR J W = 2x10 -5 L 2,8407 n=76; r= 0,9460; SE b =0,1128 2,5827- 3,0986 Isometrik B W= 1x10 -5 L 2,9009 n=220; r= 0,9121; SE b =0,0833 2,7017- 3,1001 Isometrik JB W = 8x10 -6 L 2,9923 n=296; r= 0,9460; SE b =0,0598 2,8577- 3,1270 Isometrik BYR- LKH J W= 5x10 -6 L 3,0731 n=92; r= 0,9295; SE b =0,1281 2,7810- 3,3652 Isometrik B W =3x10 -6 L 3,1628 n=107; r= 0,9839; SE b =0,0557 3,0362- 3,2894 Allometrik + JB W=6x10 -6 L 3,0298 n=199; r= 0,9823; SE b =0,0410 2,9372- 3,1223 Isometrik Keterangan: ST =Sungai Tampang MM =Muko-Muko MM-BGN =Lokasi penangkapan Muko-muko dengan alat tangkap bagan BYR =Bayur BYR-LKH =Lokasi penangkapan Bayur dengan alat tangkap lukah J;B =Jantan; betina b =Koefisien pertumbuhan Hasil analisis di atas menunjukkan bahwa hubungan panjang berat pada ikan bada memiliki korelasi yang sangat erat. Hal ini berdasarkan nilai koefisien korelasi r yang mendekati satu. Secara umum nilai b ikan bada jantan dan betina pada semua stasiun pengamatan berkisar antara 2,5827 sampai 3,3652. Nilai ini berada pada kisaran nilai b pada umumnya yang dikemukakan oleh Lagler 1977 bahwa nilai b berfluktuasi antara 2,5 sampai 4; dan kebanyakan mendekati 3. Kisaran nilai b yang di luar kisaran tersebut terdapat pada koefisien pertumbuhan ikan jantan pada stasiun Sungai Tampang yaitu 2,0166-3,1370. Hal ini disebabkan karena nilai simpangan baku b yang besar yaitu 0,2385 terbesar sehingga nilai b berada pada selang yang luas pula. Faktor utama yang menyebabkannya diduga karena jumlah ikan contoh yang sangat sedikit yaitu 35 ekor dibandingkan dengan jumlah ikan contoh pada analisis lainnya. Menurut Gulland 1980 besarnya ragam dapat dikurangi dengan meningkatkan jumlah contoh dan ulangan pengambilan contoh. Pada Gambar 12 berikut ini disajikan hubungan panjang berat ikan bada jantan, betina, serta jantan dan betina pada semua stasiun: W = 3x10 -6 L 3,1813 n=334; r=0,9783; SEb=0,0368 5 10 15 20 25 20 40 60 80 100 120 140 B erat gr Panjang total mm Jantan a W = 4x10 -6 L 3,1771 n=679; r=0,9706; SEb=0,0303 5 10 15 20 25 20 40 60 80 100 120 140 B er at g r Panjang total mm Betina b W = 3x10 -6 L 3,2007 n=1013; r=0,9788; SEb=0,0209 5 10 15 20 25 20 40 60 80 100 120 140 Be rat gr Panjang total mm c Gambar 12. a Hubungan panjang berat ikan bada jantan, b Hubungan panjang berat ikan bada betina, dan c Hubungan panjang berat ikan bada Hasil analisis menunjukkan bahwa ikan bada jantan memiliki persama- an hubungan panjang berat W=3x10 -6 L 3,1813 n=334; r= 0,9783; SE b =0,0368; =0,05 dengan kisaran nilai b 3,1091-3,2535. Ikan bada betina memiliki persa- maan hubungan panjang berat W=3x10 -6 L 3,1771 n=679; r= 0,9706; SE b =0,0303; =0,05 dengan kisaran nilai b 3,1177-3,2365. Hubungan panjang berat ikan bada secara keseluruhan W=3x10 -6 L 3,2007 n=1013; r=0,9788; SE b =0,0209; =0,05 dan nilai b berkisar antara 3,1597 sampai 3,2418. Kisaran nilai b ikan bada berada pada kisaran nilai b yang dinyatakan oleh Lagler 1977 yaitu antara 2,5 sampai 4 dan umumnya mendekati 3. Setelah dilakukan uji t terhadap nilai b =0,05 diketahui bahwa nilai b 3 p0,05. Hal ini menunjukkan bahwa ikan bada memiliki pola pertumbuhan allometrik positif, artinya bahwa pertumbuhan berat ikan lebih cepat daripada pertumbuhan panjangnya Effendie, 1997. Pola pertumbuhan yang berbeda terdapat pada Rasbora dusonensis di hutan rawa gambut desa Dadahup, Kalimantan Tengah yang memiliki pola pertumbuhan allometrik negatif Zahid, 2008. Perbedaan ini diduga karena perbedaan spesies, kondisi lingkungan, dan status penangkapan kedua ikan tersebut. Selanjutnya menurut Bagenal 1978 faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan nilai b selain perbedaan spesies adalah faktor lingkungan, berbedanya stok ikan dalam spesies yang sama, tahap perkembangan ikan, jenis kelamin, tingkat kematangan gonad, bahkan perbedaan waktu dalam hari karena perubahan isi perut. Moutopoulos dan Stergiou 2002 in Kharat et al. 2008 menambahkan bahwa perbedaan nilai b juga dapat disebabkan oleh perbedaan jumlah dan variasi ukuran ikan yang diamati. Hasil keseluruhan analisis menunjukkan pola pertumbuhan yang berbeda Tabel 4 dan Gambar 12. Pada Tabel 4 terlihat pola pertumbuhan ikan bada baik jantan maupun betina pada masing-masing stasiun adalah isometrik, artinya ikan mempunyai bentuk tubuh yang tidak berubah Ricker, 1975 atau pertambahan panjang ikan seimbang dengan pertambahan beratnya. Pola pertumbuhan yang berbeda terlihat pada ikan bada betina yang ditangkap dengan alat tangkap lukah. Penyebabnya diduga karena ukuran ikan betina yang tertangkap dengan alat tangkap lukah lebih beragam, dari ukuran kecil sampai besar sehingga hubungan panjang berat ikan contoh yang diamati menggambarkan keadaan sebenarnya. Hal ini terlihat dari pola pertumbuhan ikan bada keseluruhan yang sama dengan pola pertumbuhan ikan bada betina dengan alat tangkap lukah yaitu allometrik positif. Hal lain yang memperkuat dugaan ini adalah berdasarkan nilai faktor kondisi sub bab 4.7 ikan bada baik jantan maupun betina dengan alat tangkap lukah yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan faktor kondisi ikan pada stasiun Sungai Tampang, Muko-muko, dan Bayur. Sehingga diduga bahwa nilai b3 pada ikan betina dengan alat tangkap lukah tidak disebabkan oleh faktor lingkungan, makanan yang lebih banyak, ataupun faktor tingkat kematangan gonad.

4.6. Faktor kondisi Kt