1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemanfaatan sumberdaya perikanan, khususnya perikanan laut tangkap, sampai saat ini masih didominasi oleh usaha perikanan rakyat yang umumnya
memiliki karakteristik; skala usaha kecil, aplikasi teknologi yang sederhana, jangkauan operasi penangkapan yang terbatas di sekitar pantai dan produktivitas yang
relatif masih rendah. Menurut Barus et al. 1991, produktivitas nelayan yang rendah umumnya disebabkan oleh rendahnya keterampilan dan pengetahuan serta
penggunaan alat penangkapan maupun perahu yang masih sederhana, sehingga efektifitas dan efisiensi alat tangkap dan penggunaan faktor-faktor produksi lainnya
belum optimal. Keadaan ini sangat berpengaruh terhadap pendapatan yang diterima oleh nelayan dan akhirnya berpengaruh juga pada tingkat kesejahteraannya.
Agar pemanfaatan sumberdaya ikan dengan alat tangkap memperoleh hasil yang optimum, maka perlu diperhatikan beberapa aspek, seperti aspek biologi, teknis
maupun ekonomi. Aspek biologi terkait dengan sumberdaya ikan, termasuk faktor lingkungan. Aspek teknis menyangkut peralatan dan teknologi untuk memanfaatkan
sumberdaya ikan, berupa alat tangkap, armada penangkapan, alat pendeteksi ikan dan sarana penangkapan lain, sedangkan aspek ekonomi menyangkut modal yang
dikeluarkan dalam upaya pengembangan perikanan tersebut Kurniawati, 2005. Menurut Dahuri 2000, tingkat pemanfaatan ikan demersal di wilayah Laut
Cina Selatan yang berbatasan langsung dengan Propinsi Kalimantan Barat baru mencapai 42,8 dengan peluang pengembangan sebesar 47,2 dari potensi sebesar
655,65 ribu tontahun. Hal ini berarti bahwa Propinsi Kalimantan Barat merupakan salah satu wilayah perairan yang termasuk kategori masih potensial untuk
ditingkatkan produksinya Widodo et al., 1998. Ikan kakap merah atau red snapper merupakan salah satu jenis ikan ekonomis
penting dan tertangkap oleh nelayan di Kabupaten Pontianak. Ikan ini telah cukup lama dimanfaatkan sebagai salah satu produk perikanan dan sejak tahun 19992000
merupakan ikan kelas 1 satu di Kabupaten Pontianak karena pangsa pasar yang luas namun produksinya kecil sehingga pemanfaatannya akan terus ditingkatkan untuk
mendukung ekspor maupun kebutuhan lokal.
2 Keragaan alat tangkap dalam memanfaatkan ikan kakap merah di Kabupaten
Pontianak cukup beragam, terdiri dari rawai hanyut, rawai tetap dan bubu Dinas Perikanan dan Kelautan, 2006. Kecamatan Mempawah Hilir merupakan salah satu
Kecamatan di Kabupaten Pontianak yang melakukan penangkapan ikan kakap merah dengan menggunakan bubu, baik bubu bambu maupun bubu jaring. Dahulu,
pengoperasian kedua jenis alat tangkap ini menggunakan pecahan piring berwarna putih susu sebagai pemikat ikan untuk masuk ke dalam bubu. Namun sekarang,
pecahan piring tersebut sudah tidak digunakan lagi, sehingga pengoperasian kedua jenis alat tangkap ini tanpa menggunakan umpan. Meskipun demikian, ikan yang
tertangkap cukup beragam dan merupakan ikan ekonomis penting, seperti Lutjanus sp
, Lutjanus johni, Pomadasys sp, Plectropoma leopardus, Panulirus sp, Cheilinus undulatus
, dan lain-lain. Selain itu, pada pengoperasian untuk menangkap ikan kakap merah, bubu
bambu direndam selama empat hari sedangkan bubu jaring direndam selama tiga hari. Hingga saat ini, belum diketahui berapa lama perendaman yang efektif untuk
menangkap ikan kakap merah diantara kedua jenis bubu dan apakah usaha perikanan bubu di Mempawah Hilir masih memberikan keuntungan atau telah mengalami
kerugian. Hal ini perlu diketahui, karena selama ini usaha perikanan bubu di Mempawah Hilir dijalankan lebih kepada tradisi, belum memperhitungkan faktor
ekonomi. Oleh karena itu, dalam penelitian ini juga dihitung nilai Return-Cost Ratio untuk menentukan usaha perikanan bubu yang menguntungkan di Mempawah Hilir.
Hasil pengamatan yang dilakukan oleh Bennet 1974 dalam Krouse 1988, menjelaskan bahwa ada hubungan antara durasi waktu saat setting dimulai sampai
hauling , dan hal ini sangat berkaitan dengan pengaruh lama perendaman alat tangkap
terhadap hasil tangkapan rata-rata dari spesies yang menjadi target tangkapan. Penelitian Anung dan Barus 2000, pada bubu dengan mulut dua yang di rendam
selama satu hari di Selat Sunda memberikan hasil tangkapan yang lebih baik bila dibandingkan dengan bubu dengan mulut satu dan dua yang di rendam selama tiga
hari, dengan umpan ikan pelagis banyar dan ikan demersal remang. Penelitian-penelitian tentang alat tangkap bubu dalam operasi penangkapan
yang telah dilakukan, antara lain: pengaruh kedalaman dan kontur dasar perairan terhadap hasil tangkapan kakap merah Lutjanus malabaricus Urbinas, 2004;
3 pengaruh kedalaman pemasangan bubu terhadap hasil tangkapan kakap merah
Lujanus sanguineus Nurhidayat, 2002; selektivitas ukuran ikan kakap Lutjanus sp.
pada bubu yang dilengkapi dengan celah pelolosan escaping gaps Tirtana, 2003; uji coba alat tangkap bubu dengan ukuran mesh size berbeda Ariefandi,
2005; pengaruh penggunaan jenis umpan terhadap hasil tangkapan ikan karang pada alat tangkap bubu traps Mawardi, 2001; pengoperasian bubu dengan umpan dan
konstruksi funnel yang berbeda terhadap hasil tangkapan ikan laut dalam Susanto, 2006 dan studi tentang pengaruh pemasangan leader net terhadap hasil tangkapan
dan tinjauan tingkah laku ikan karang pada alat tangkap bubu sayap Mawardi, 1998. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka telah dilakukan penelitian mengenai
“Pemanfaatan Ikan Kakap Merah Lutjanus sp. dengan Bubu di Perairan Mempawah Hilir, Kabupaten Pontianak“.
1.2
Perumusan Masalah
Operasi penangkapan dengan menggunakan alat tangkap bubu merupakan salah satu metode pemanfaatan ikan kakap merah yang ada di Perairan Mempawah Hilir.
Upaya pemanfaatan ini diharapkan dapat memberikan hasil yang efektif sehingga dapat meningkatkan pendapatan nelayan dan pemenuhan konsumsi masyarakat lokal
serta mendukung ekspor. Peningkatan produktivitas dapat dipengaruhi oleh kemampuan armada, jenis alat tangkap yang digunakan, daerah penangkapan dan
lain-lain. Keragaan alat tangkap dalam memanfaatkan ikan kakap merah di Kabupaten
Pontianak cukup beragam, terdiri dari rawai hanyut, rawai tetap dan bubu. Kecamatan Mempawah Hilir merupakan salah satu daerah di Kabupaten Pontianak yang
melakukan penangkapan ikan kakap merah dengan menggunakan dua jenis bubu, baik bubu bambu dan bubu jaring.
Upaya yang dapat dilakukan agar penggunaan bubu di Perairan Mempawah Hilir lebih efektif dan efisien dalam menangkap ikan kakap merah, salah satu cara
yang dapat dilakukan adalah dengan menentukan lama perendaman dan jenis bubu. Selain itu juga, penting untuk diketahui tingkat pendapatan usaha perikanan bubu di
Mempawah Hilir apakah masih memberikan keuntungan atau telah mengalami kerugian. Setelah diketahui lama perendaman dan jenis bubu yang efektif untuk
menangkap ikan kakap merah serta tingkat pendapatan usaha perikanan bubu yang
4 menguntungkan, maka hasil ini dapat direkomendasikan kepada nelayan melalui
Dinas Perikanan dan Kelautan setempat untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan kakap merah dengan bubu tersebut. Secara ringkas, alur pemikiran penelitian ini
disajikan pada Gambar 1 berikut ini.
Gambar
1 Kerangka Pemikiran Penelitian Pemanfaatan Ikan Kakap Merah
Lutjanus sp. dengan Bubu di Perairan Mempawah Hilir, Kabupaten Pontianak.
Jenis bubu Sumberdaya
ikan kakap merah
Menentukan tingkat Return-Cost Ratio
Ada tidaknya pengaruh lama
perendaman terhadap produktivitas
Peningkatan pendapatan nelayan Bubu Kakap
Alat tangkap beragam
Lama perendaman
Adatidaknya pengaruh jenis
bubu
Usaha perikanan bubu yang menguntungkan
Lama perendaman dan jenis bubu yang optimal untuk pemanfaatan
ikan kakap merah Jenis dan kegiatan
operasional bubu beragam
1.3 Tujuan dan Manfaat