Alat Tangkap Bubu Pots

19 pengetahuan tentang lintasan-lintasan yang merupakan daerah ruaya ikan ke arah pantai pada waktu-waktu tertentu Gunarso, 1985. Perangkap tersebut dapat berupa tempat bersembunyi atau berlindung ikan, menghalang dalam bentuk dinding atau pagar-pagar. Selanjutnya Subani dan Barus 1989, perangkap terbuat dari anyaman bambu bamboos netting, anyaman rotan rottan netting, anyaman kawat wire netting, kere bambu bamboos screen dan lain sebagainya. Alat tangkap tersebut dioperasikan secara temporer, semi permanen maupun menetap tetap, dipasang ditanam di dasar laut, diapungkan atau dihanyutkan. Martasuganda 2003 mengatakan proses ikan, kepiting atau udang terperangkap ke dalam perangkap kemungkinan dikarenakan adanya : 1 Tertarik bau umpan; 2 Dipakai untuk berlindung; 3 Karena sifat thigmotaksis dari ikan itu sendiri; dan 4 Tempat beristirahat sewaktu ikan bermigrasi.

2.3.1 Alat Tangkap Bubu Pots

Bubu merupakan salah satu alat tangkap yang banyak digunakan oleh nelayan di Indonesia untuk menangkap ikan-ikan karang. Beberapa keuntungan menggunakan bubu seperti: bahan mudah diperoleh dan harga relatif murah, desain dan konstruksinya sederhana, pengoperasiannya mudah, tidak memerlukan kapal khusus, ikan hasil tangkapan masih memiliki tingkat kesegaran yang baik dan alat tangkap dapat dioperasikan di perairan karang yang tidak terjangkau oleh alat tangkap lainnya Iskandar dan Diniah, 1999. Menurut Von Brant 1984, bubu digolongkan ke dalam kelompok alat perangkap traps. IMAI 2001 menyatakan bahwa bubu dapat digunakan untuk menangkap ikan hias maupun ikan yang hidup di karang lainnya. Kelemahan bubu konvensional adalah pemasangan biasanya menggunakan karang sebagai jangkar penahan sehingga merusak karang. Ikan baru dapat dipanen setelah bubu diletakkan selama satu malam atau lebih. Untuk mengetahui berapa ikan yang telah terperangkap, nelayan harus mengangkat bubu ke permukaan atau nelayan menyelam. Keuntungan bubu adalah ikan tertangkap hidup-hidup dan hanya ikan- ikan jenis tertentu saja yang tertangkap tergantung besar pintu dan ukuran mata jaring. 20 Secara garis besar komponen bubu di bagi menjadi tiga bagian, yaitu badan body, mulut funnel dan pintu. Bubu biasa terbuat dari bahan anyaman bambu, anyaman rotan atau anyaman kawat. Bentuk bubu sangat bervariasi, hampir setiap daerah di Indonesia memiliki bentuk sendiri-sendiri Subani dan Barus, 1989. Bubu kakap merah yang digunakan selama penelitian di Mempwah Hilir terlihat pada Gambar 5, dimensi kedua jenis bubu dapat dilihat pada Lampiran 3 dan 4. Unit penangkapan bubu terdiri atas kapal, alat tangkap bubu dan nelayan. Pemasangan bubu dasar biasanya dilakukan di perairan karang. Untuk memudahkan dalam mengetahui tempat pemasangan bubu, biasanya bubu dilengkapi dengan pelampung tanda Subani dan Barus, 1989. Namun, hal ini tidak dilakukan oleh nelayan di Mempawah Hilir pada saat pengoperasian bubu kakap. Posisi peletakan bubu tanpa menggunakan pelampung tanda, posisi tersebut dicatat dengan menggunakan alat bantu GPS Global Position System sehingga hanya nelayan tersebut saja yang mengetahui posisi peletakan bubu. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya pencurian hasil tangkapan bubu dan terseretnya bubu oleh kapal. Gambar 5 Bubu bambu kiri dan bubu jaring kanan yang digunakan. 2.3.2 Pengoperasian Bubu Kakap Subani dan Barus 1989 membedakan bubu menjadi tiga golongan berdasarkan cara pengoperaiannya, yaitu bubu dasar ground fishpot, bubu apung floating fishpot dan bubu hanyut drifting fishpot. Bubu dasar dapat dioperasikan dengan dua cara, yaitu dipasang secara terpisah, setiap satu bubu dengan satu tali pelampung atau single traps; dan beberapa bubu dirangkaikan menjadi satu dengan menggunakan tali utama, disebut main line traps. 21 Sumertha dan Soedharma 1975 menjelaskan bahwa penyebaran hidup biota di laut dipengaruhi oleh tingkat kedalaman, arus, pasang surut serta mempunyai kecenderungan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu Puslitkan, 1991, kakap merah Lutjanus sanguineus cenderung membentuk gerombolan dengan ukuran yang berbeda untuk kedalaman perairan yang berbeda. Menurut Gunarso 1985, penyediaan tempat-tempat untuk bersembunyi maupun berlindung bagi ikan sebagai salah satu jenis pikatan telah lama dipraktekkan orang. Pikatan biasanya digunakan oleh alat yang berbentuk perangkap. Pada prinsipnya ikan masuk ke dalam perangkap seolah perangkap sebagai tempat berlindung. Konstruksi alat dibuat sedemikian rupa hingga ikan yang masuk kedalamnya tidak dapat melarikan diri. Mursbahan 1977 menyatakan bahwa ikan banyak terdapat di sekitar rumpon, mungkin karena rumpon tersebut terlihat oleh ikan sebagai tempat berlindung dari buruan musuhnya. Larger et. al. 1977 menambahkan bahwa reaksi ikan mendekati bubu disebabkan oleh respon ikan tersebut untuk mencari tempat berlindung. Fluktuasi hasil tangkapan bubu menurut Tiyoso 1979 terjadi karena : 1 Migrasi dan perubahan harian, musiman maupun tahunan dari kelompok ikan; 2 Keragaman ikan di dalam populasi; 3 Tepat tidaknya penentuan tempat pemasangan bubu, karena alat tangkap jenis ini bersifat pasif dan menetap.

2.4 Teknik Penangkapan yang Diterapkan