Sistem bagi Hasil Komposisi Hasil Tangkapan

48 6.250 gr Lampiran 9. Dari komposisi tersebut, komposisi jumlah species target sebesar 22,22 16 individu dengan bobot sebesar 5,45 4.150 gr dan by catch sebesar 8,33 6 individu dengan bobot sebesar 2,76 2.100 gr.

4.5.3 Pendapatan Usaha

Analisis pendapatan usaha dilakukan untuk mengetahui secara finansial apakah usaha perikanan bubu di Mempawah Hilir masih menguntungkan sehingga layak untuk dikembangkandilanjutkan atau telah mengalami kerugian sehingga tidak untuk dikembangkandilanjutkan. Analisis pendapatan usaha yang dilakukan hanya berdasarkan pada perhitungan Return Cost Ratio RC Ratio menggunakan perbandingan besarnya total penerimaan dari penjualan hasil tangkapan ikan terhadap biaya pengeluaran per trip operasi penangkapan, secara rinci dapat di lihat pada Tabel 10. Pada Tabel tersebut memperlihatkan bahwa nilai RC Ratio terbesar 3,76 pada bubu bambu dengan lama perendaman empat hari, diikuti oleh bubu jaring dengan lama perendaman empat hari, tiga hari dan lima hari masing- masing sebesar 2,33, 1,58 dan 1,04. Ini berarti bahwa usaha perikanan bubu bambu dengan lama perendaman empat hari dan bubu jaring dengan lama perendaman empat, tiga dan lima hari mengalami keuntungan dan layak dilanjutkandikembangkan usahanya, sedangkan yang lainnya mengalami kerugian dan tidak layak dikembangkan. Tabel 10 Hasil analisis pendapatan usaha pada perikanan bubu berdasarkan RC Ratio Uraian BUBU BAMBU BUBU JARING 2 Hr 3 Hr 4 Hr 5 Hr 2 Hr 3 Hr 4 Hr 5 Hr Pengeluaran 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 Rerata Penerimaan 6.914,3 131.257,1 563.257,1 127.428,6 21.371 237.200 350.114,3 156.742,9 RC Ratio 0,05 0,88 3,76 0,85 0,14 1,58 2,33 1,04 Sumber: Data olahan dari hasil penelitian, 2007

4.6 Sistem bagi Hasil

Perikanan bubu di Kecamatan Mempawah Hilir Kabupaten Pontianak dapat dibedakan antara pemilik kapal Toke dan ABK. Pemilik kapal selama kegiatan penangkapan ikan tidak ikut melaut, ia hanya menyediakan keperluan para ABK untuk melaut biaya per trip, seperti solar, oli, minyak tanah, bahan makanan dan 49 rokok. Sistem bagi hasil pada perikanan bubu memiliki komposisi 1 : 1. Komposisi ini berlaku setelah hasil yang diperoleh dikurangi dahulu dengan biaya per trip. Sistem bagi hasil dapat dilihat pada Gambar 28. Gambar 28 Komposisi sistem bagi hasil. Dikurangi biaya per trip HASIL 12 bagian ABK 12 bagian Toke Nilai jual hasil tangkapan 50 5 PEMBAHASAN

5.1 Komposisi Hasil Tangkapan

Kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan bubu di Kecamatan Mempawah Hilir, Kabupaten Pontianak ditujukan untuk menangkap ikan kakap merah Lutjanus sanguineus, ikan tambangan Lutjanus johni dan ikan gerot-gerot Pomadasys sp, yang merupakan ikan ekonomis penting dengan harga yang cukup tinggi. Hal ini dibuktikan dengan penelitian yang telah dilakukan menggunakan bubu bambu dan bubu jaring dengan perbedaan lama perendaman, diperoleh hasil tangkapan berupa: ikan kakap merah Lutjanus sanguineus, ikan tambangan Lutjanus johni, ikan gerot-gerot Pomadasys sp., ikan kerapu Epinephelus tauvina, ikan gulamah Seudociena sp. dan ikan Gebel Platax sp. serta udang barong Panulirus sp.. Komposisi jumlah individu dan bobot gr hasil tangkapan selama penelitian pada bubu bambu, didominasi oleh species target ikan kakap merah, tambangan dan gerot-gerot yaitu sebesar 84 dan 91 Gambar 17 dan 18. Dari hasil tersebut jelas terlihat bahwa bubu bambu sangat selektif untuk menangkap species target , baik berdasarkan komposisi jumlah individu maupun bobot gr. Demikian juga dengan komposisi jumlah individu dan bobot gr hasil tangkapan pada bubu jaring, didominasi oleh species target ikan kakap merah, tambangan dan gerot-gerot yaitu sebesar 90 dan 95 Gambar 19 dan 20. Dari hasil tersebut jelas terlihat bahwa bubu jaring sangat selektif untuk menangkap species target , baik berdasarkan komposisi jumlah individu maupun bobot gr. Hal tersebut diatas menunjukkan bahwa hasil tangkapan pada kedua jenis bubu selama penelitian di Mempawah Hilir didominasi oleh ikan kakap merah, tambangan dan gerot-gerot. Jenis ikan kakap merah umumnya termasuk ikan buas, karena pada umumnya merupakan predator yang senantiasa aktif mencari makan pada malam hari. Namun karena komposisi jumlah hasil tangkapan didominasi oleh jenis ikan kakap sendiri dan gerot-gerot, bubu yang digunakan cukup besar sehingga ikan dengan bebas bergerak dan menghindar, maka peristiwa saling memangsa tidak terjadi. Hal ini didukung dengan tidak 51 ditemukannya sisa tulang ikan yang mati di dalam bubu pada saat hauling dilakukan. Selain itu, kedua jenis bubu juga sangat selektif untuk menangkap species target , baik berdasarkan komposisi jumlah individu maupun bobot gr. Selain itu, ikan-ikan hasil tangkapan bubu pada saat hauling masih dalam kondisi hidup, sehingga seleksi terhadap hasil tangkapan yang menjadi tujuan penangkapan dapat dilakukan, dan melakukan pelepasan kembali ikan-ikan yang belum layak tangkap atau dilindungi serta memberikan kesempatan untuk ikan-ikan yang belum layak tangkap tersebut menjadi dewasa, sehingga diharapkan penggunaan bubu di Mempawah Hilir dapat dikatakan sebagai salah satu alat penangkapan ikan yang berwawasan lingkungan Martasuganda, 2003. Secara keseluruhan, komposisi jumlah individu hasil tangkapan bubu selama penelitian diperoleh sebanyak 182 individu dengan bobot total sebesar 157.350 gr. Komposisi bobot gr hasil tangkapan bubu selama penelitian didominasi oleh ikan tambangan sebesar 51 80.500 gr, ikan gerot-gerot sebesar 23 35.450 gr dan ikan kakap merah sebesar 19 29.900 gr Tabel 8. Dari 80.500 gram bobot ikan tambangan, tiap individu ikan tambangan mempunyai bobot rerata sebesar 2.439 gramindividu dengan panjang rerata 56 cmindividu, berbeda dengan ikan gerot-gerot yang memiliki bobot rerata sebesar 695 gramindividu dengan panjang rerata 39 cmindividu dan ikan kakap merah dengat bobot rerata sebesar 399 gramindividu dengan panjang rerata 31 cm Tabel 8. Hal ini menunjukkan bahwa ikan tambangan yang diperoleh memiliki ukuran terbesar dibandingkan dengan hasil tangkapan lainnya. Penentuan layak tangkap ikan kakap merah Lutjanus sp. salah satunya berdasarkan ukuran panjang. Pada umumnya ikan kakap merah berukuran panjang antara 25–50 cm, walaupun tidak jarang mencapai 90 cm Gunarso, 1995. Rata- rata ikan kakap merah akan mencapai tingkat kedewasaan yang pertama setelah mencapai panjang 43-51 dari panjang total tubuh ikan tersebut, ikan jantan akan mengalami kematangan gonad pada ukuran lebih kecil dari ikan betina Heemstra dan Randall, 1993. Menurut Karyaningsih dan Suhendrata 1992, ikan kakap merah betina matang gonad pada panjang total 54,46-56,20 cm. Djamal 1993 menambahkan bahwa jenis ikan kakap merah Lutjanus sanguineus pada ukuran 52 bobot di atas 2,75 kg telah mencapai tingkat kematangan III ke atas dengan fekunditas antara 4,5-9,0 juta telur. Selain species target ikan kakap merah, tambangan dan gerot-gerot, juga diperoleh by catch seperti: ikan kerapu, gulamah, gebel dan udang barong, walaupun dengan jumlah yang relatif sedikit. Dari keempat hasil sampingan tersebut, hanya dua spesies saja yang secara rutin dimanfaatkan oleh agen, yaitu ikan kerapu dan udang barong. Walaupun dengan jumlah yang relatif sedikit, namun udang barong yang diperoleh memiliki bobot rerata sebesar 775 gramindividu dengan panjang 38 cmindividu, dan ini merupakan ukuran yang cukup besar untuk udang barong. Hasil tangkapan pada bubu jaring sebanyak 110 individu dengan bobot sebesar 81.250 gr. Dari hasil tersebut, komposisi hasil tangkapan species target yang layak tangkap sebesar 54,55 60 individu dengan bobot sebesar 84,92 69.000 gr. Hasil tangkapan yang tidak layak tangkap pada sebesar 44,55 49 individu dengan bobot sebesar 13,97 11.350 gr, terdiri atas species target sebesar 36,36 40 individu dengan bobot sebesar 11,02 8.950 gr dan by catch sebesar 8,18 9 individu dengan bobot sebesar 2,95 2.400 gr Lampiran 9. Hal ini berarti bahwa komposisi hasil tangkapan yang tidak layak tangkap pada bubu jaring terhadap species target lebih besar daripada by catch berdasarkan jumlah individu dan bobot gr. Pada bubu bambu, hasil tangkapan sebanyak 72 individu dengan bobot sebesar 76.100 gr. Dari hasil tersebut, komposisi hasil tangkapan species target yang layak tangkap sebesar 66,67 48 individu dengan bobot sebesar 89,42 68.050 gr. Hasil tangkapan yang tidak layak tangkap pada sebesar 30,56 22 individu dengan bobot sebesar 8,21 6.250 gr, terdiri atas species target sebesar 22,22 16 individu dengan bobot sebesar 5,45 4.150 gr dan by catch sebesar 8,33 6 individu dengan bobot sebesar 2,76 2.100 gr Lampiran 9. Hal ini berarti bahwa komposisi hasil tangkapan yang tidak layak tangkap pada bubu bambu terhadap species target lebih besar daripada by catch berdasarkan jumlah individu dan bobot gr. Species target yang layak tangkap pada kedua jenis bubu memiliki bobot minimal 450 grindividu yang secara rutin dimanfaatkan agen untuk di ekspor ke 53 Singapura dan Malaysia. Secara keseluruhan, komposisi jumlah individu, hasil tangkapan yang tidak layak tangkap pada kedua jenis bubu menunjukkan nilai yang cukup besar, namun berdasarkan bobot gr cukup kecil. Selain itu, komposisi hasil tangkapan yang tidak layak tangkap pada species target lebih besar daripada by catch baik dalam komposisi jumlah individu maupun bobot gr. Komposisi hasil tangkapan yang tidak layak tangkap pada bubu jaring lebih besar daripada bubu bambu berdasarkan jumlah individu dan bobot gr. Bobot ikan yang tidak layak tangkap pada kedua jenis bubu berkisar antara 100-400 gr dengan panjang antara 18-34 cm. Hasil tangkapan ini secara rutin dimanfaatkan oleh nelayan sebagai pangan bersama keluarganya.

5.2 Pengaruh Lama Perendaman dan Jenis Bubu terhadap Hasil Tangkapan