Limbah Industri Kecil Tapioka Produksi Bersih

5 Menurut penelitian Irawan 1989 yang dilakukan di Provinsi Lampung dan Jawa Barat, tapioka yang dihasilkan dapat dibagi atas tapioka halus dan tapioka kasar. Kedua jenis tapioka ini pada dasarnya dapat memiliki kegunaan yang sama dan hanya berbeda dalam bentuk produk yang dihasilkan. Tapioka halus merupakan hasil proses lanjutan dari tapioka kasar. Meskipun tapioka kasar dapat pula langsung diproses menjadi jenis krupuk tertentu, namun pemasaran tapioka pada umumnya dilakukan dalam bentuk tapioka halus. Industri kecil tapioka melakukan pengolahan ubi kayu menjadi tapioka kasar Irawan, 1989. Proses pembuatan tapioka kasar pada dasarnya sama dengan pembuatan tapioka halus. Akan tetapi, prosesnya berhenti setelah tapioka kasar dihasilkan dan tidak dilanjutkan lagi dengan penggilingan atau penepungan dan pengayakan seperti pada pembuatan tapioka halus. Urutan proses produksi tapioka dapat dilihat pada Lampiran 3.

C. Limbah Industri Kecil Tapioka

Menurut Balagopalan et al. 1988, proses pembuatan tapioka membutuhkan banyak air sehingga akan selalu menghasilkan limbah cair. Banyak dari industri tapioka yang lokasinya dekat dengan perairan seperti sungai atau pun danau. Limbah cair dari industri tapioka yang dibuang langsung ke sungai akan mencemari sungai atau pun danau tersebut. Limbah cair ini memerlukan perlakuan karena dapat mempengaruhi lingkungan dan kualitas hidup masyarakat sekitar. Limbah industri tapioka apabila tidak diolah dengan baik dan benar dapat menimbulkan berbagai masalah yaitu: timbulnya penyakit, misalnya: gatal-gatal; timbul bau yang tidak sedap; matinya ikan; dan berubahnya estetika sungai www.menlh.go.id.. Menurut Balagopalan et al. 1988 limbah cair tapioka akan mengakibatkan peningkatan COD, BOD, dan padatan terlarut, turunnya pH dan total Nitrogen. Selain itu, limbah cair tapioka juga mengandung mikroorganisme antara lain: bakteri, dan fungi. Hal ini dikarenakan limbah tapioka yang belum diolah mengandung selulosa, dan gula bebas. Proses ekstraksi pati dari ubi kayu juga menghasilkan ampas onggok. Tabel 2 menunjukkan bahwa komponen yang paling banyak terkandung dalam 6 ampas dari tapioka adalah karbohidrat. Tabel 3 menunjukkan besarnya debit limbah cair berbagai industri tapioka dan karakteristiknya. Tabel 2 Komposisi ampas tapioka Komponen Persen Lemak 0,22 - 0,30 Protein 1,45 - 1,70 Serat kasar 9,42 - 0,54 Air 19,70 - 20,30 Karbohidrat 67,93 - 68,30 BPPI Semarang 1983 di dalam Retnani 1999 Tabel 3 Karakteristik limbah cair pada berbagai industri tapioka rata-rata Karakteristik Satuan Industri Kecil Menengah Besar Bahan baku tonhari 5,00 20,00 200-600 Debit m 3 hari 22,00 80,00 1200,00 BOD 5 ppm 5055,82 5439,45 3075,84 COD ppm 16202,30 25123,33 5158,78 MPT ppm 3415,45 3422,00 1342,00 pH - 5,50 4,50 5,00 Sianida CN ppm 0,1265 0,117 0,200 BPPI Semarang 1983 di dalam Retnani 1999

D. Produksi Bersih

Produksi bersih adalah strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat pencegahan dan terpadu yang diterapkan pada seluruh siklus produksi untuk meningkatkan produktivitas dengan memberikan tingkat efisiensi yang lebih baik pada penggunaan bahan mentah, energi dan air; mendorong performansi lingkungan yang lebih baik melalui pengurangan sumber-sumber pembangkit limbah dan emisi serta mereduksi dampak produk terhadap lingkungan dari siklus hidup produk dengan rancangan yang ramah lingkungan, namun efektif dari segi 7 biaya Osuna, 2007. Gambar 1 menunjukkan definisi dan ruang lingkup produksi bersih. Gambar 1 Definisi dan ruang lingkup produksi bersih Menurut Fresner dan Schnitzer 1997, produksi bersih dapat diterapkan pada semua industri. Adapun langkah-langkah yang umum dilakukan dalam penentuan opsi minimisasi limbah adalah sebagai berikut: 1 menetapkan material atau komponen yang akan ditelusuri, 2 menetapkan batasan sistem, 3 menetapkan target waktu, 4 menetapkan tahapan-tahapan proses, 5 membuat flowchart , 6 membuat neraca keseluruhan dan neraca tiap satuan proses, 7 menginterpretasikan hasil dan memformulasikannya dalam grafik. Produksi Bersih Strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat terpadu dan preventif Diterapkan dalam produksi dan siklus pelayanan Produk: - reduksi limbah melalui rancangan yang lebih baik - penggunaan limbah untuk produksi baru Proses: - konservasi bahan baku, energi dan air - pengurangan jumlah atau tingkat toksisitas emisi pada sumber - evaluasi dari pilihan teknologi - reduksi biaya dan teknologi Pelayanan: - efisiensi manajemen lingkungan dalam rancangan dan pengiriman Dampak : - perbaikan efisiensi - performansi lingkungan yang lebih baik - peningkatan keuntungan yang kompetitif 8 Pada umumnya teknik minimisasi limbah dapat dikelompokkan ke dalam empat kategori yaitu manajemen persediaan dan perbaikan proses, modifikasi peralatan, penggantian proses produksi, dan daur ulang. Masing-masing teknik dapat diterapkan pada berbagai industri Eckenfelder, 2000. Menurut penelitian Weston dan Stuckey 1994, produksi bersih dapat diimplementasikan saat mulai mendesain proses atau pun dengan reformulasi produk. Teknik teknologi yang sederhana seperti good housekeeping tata laksana yang baik dapat diterapkan dan dapat menekan biaya. Usaha pengembangan konsep produksi bersih diharapkan dapat menimbulkan perubahan pada masyarakat. Perubahan ini mencakup perubahan kesadaran, pengetahuan, cara pandang, sikap dan tingkah laku. Terdapat sejumlah pihak yang secara khusus terkait dengan promosi dan penerapan konsep produksi bersih. Pihak-pihak tersebut antara lain: a pemerintah: pusat, daerah dan desa, b pelaku bisnis swasta-BUMN, industri-nonindustri, kecil-besar, c masyarakat para ahli perguruan tinggi, lembaga penelitian, perusahaan konsultan, d Lembaga Swadaya Masyarakat, e masyarakat luas konsumen dan anggota masyarakat lain Raka, 1999. Bagaimanapun, nampak bahwa tidak mudah sama sekali untuk mengimplementasikan konsep produksi bersih dalam suatu perusahaan. Menurut penelitian Weston dan Stuckey 1994 pada sejumlah kasus di Inggris, pengembangan produksi bersih memiliki banyak kendala yang bervariasi. Pada penelitian di Amerika, kendala-kendala tersebut dikelompokkan menjadi tiga yaitu: kendala teknis 10, kendala finansial 30, kendala politis 60. Kendala politis terdiri dari kendala organisasional dan legislatif. Sedangkan kendala teknis terjadi akibat kurangnya data dan informasi detail teknis yang dibutuhkan. Menurut Frijns dan Vliet 1999 terdapat empat tipe hambatan pada level perusahaan dan level kelembagaan, di antaranya: pola sikap, organisasional, teknis, dan ekonomis. Pola sikap berkaitan dengan kurangnya perhatian terhadap permasalahan lingkungan, resistensi terhadap perubahan, pandangan bahwa ketentuan lingkungan memerlukan biaya mahal, dan suatu penekanan pada ketentuan teknologi end of pipe. Kesadaran di antara pekerja dan majikan 9 terhadap permasalahan kesehatan pekerjaan dan lingkungan pada umumnya masih rendah. Hambatan teknis disebabkan oleh informasi dan teknologi yang tersedia sulit diakses oleh industri berskala kecil. Hambatan ekonomis disebabkan oleh kurangnya pendanaan. Beberapa hambatan pada level perusahaan terkait pula dengan lingkungan kelembagaan dimana industri berskala kecil beroperasi. Tidak hanya faktor internal seperti biaya dan komitmen manajemen yang terpenting, tetapi juga harus disokong oleh pendorong eksternal yang memotivasi industri untuk melakukan produksi bersih. Industri kecil memiliki peluang kecil untuk mengendalikan pencemaran akibat keterbatasan yang dimiliki. Oleh karena itu, industri kecil membutuhkan dukungan tambahan yang spesifik untuk menerapkan upaya-upaya minimisasi limbah. Menurut Frijns dan Vliet 1999, dalam mendorong produksi bersih pada industri kecil, terdapat empat elemen kunci dari strategi pendukung yang diajukan, yaitu: 1 meningkatkan kesadaran pengusaha mengenai isu-isu keamanan dan lingkungan, dan mendidik pekerja serta pejabat dalam sektor skala kecil mengenai isu-isu lingkungan; 2 menyediakan insentif teknis dan finansial untuk produksi bersih di industri berskala kecil; 3 meningkatkan kemungkinan representasi dari pengusaha berskala kecil dalam badan-badan pembuat keputusan; dan 4 mengkoordinasi upaya-upaya kebijakan yang tersebar saat ini, program LSM bagi industri berskala kecil, dan isu-isu lingkungan.

E. Penelitian Terdahulu