9 terhadap permasalahan kesehatan pekerjaan dan lingkungan pada umumnya masih
rendah. Hambatan teknis disebabkan oleh informasi dan teknologi yang tersedia sulit diakses oleh industri berskala kecil. Hambatan ekonomis disebabkan oleh
kurangnya pendanaan. Beberapa hambatan pada level perusahaan terkait pula dengan lingkungan kelembagaan dimana industri berskala kecil beroperasi. Tidak
hanya faktor internal seperti biaya dan komitmen manajemen yang terpenting, tetapi juga harus disokong oleh pendorong eksternal yang memotivasi industri
untuk melakukan produksi bersih. Industri kecil memiliki peluang kecil untuk mengendalikan pencemaran
akibat keterbatasan yang dimiliki. Oleh karena itu, industri kecil membutuhkan dukungan tambahan yang spesifik untuk menerapkan upaya-upaya minimisasi
limbah. Menurut Frijns dan Vliet 1999, dalam mendorong produksi bersih pada industri kecil, terdapat empat elemen kunci dari strategi pendukung yang
diajukan, yaitu: 1 meningkatkan kesadaran pengusaha mengenai isu-isu keamanan dan lingkungan, dan mendidik pekerja serta pejabat dalam sektor skala
kecil mengenai isu-isu lingkungan; 2 menyediakan insentif teknis dan finansial untuk produksi bersih di industri berskala kecil; 3 meningkatkan kemungkinan
representasi dari pengusaha berskala kecil dalam badan-badan pembuat keputusan; dan 4 mengkoordinasi upaya-upaya kebijakan yang tersebar saat ini,
program LSM bagi industri berskala kecil, dan isu-isu lingkungan.
E. Penelitian Terdahulu
Hidetoshi 2006 telah melakukan penelitian kepada industri kecil tapioka di Bogor. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi faktor-faktor penjaminan
mutu dan mengembangkan strategi penting untuk meningkatkan penjaminan mutu pada industri kecil tapioka. Analisa data dilakukan dengan QFD Quality Function
Deployment dan SWOT Strength Weakness Opportunity Threat. Penelitian ini
menunjukkan bahwa persyaratan atribut ubi kayu adalah kesegaran perubahan warna, pencemar, jenis dan ukuran.
Penelitian Hidetoshi 2006 juga menyimpulkan bahwa industri kecil tapioka berada pada Kuadran I dalam matrik SWOT. Hal ini menunjukkan bahwa
strategi agresif dapat digunakan untuk memperbaiki kemampuan penjaminan mutu industri kecil tapioka, seperti sistem pengadaan ubi kayu dan persyaratan
10 mutunya, perbaikan teknologi proses dan diversifikasi pemasaran tapioka kasar.
Salah satu faktor kondusif adalah pengembangan standar mutu tapioka kasar, baik untuk industri kecil tapioka maupun pengguna. Faktor-faktor eksternal harus
dikaji untuk memperluas dukungan untuk menyediakan lingkungan yang lebih baik bagi industri kecil tapioka.
Kurniarto 2006 telah melakukan penelitian kepada industri kecil tapioka di Ciluar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi pengusaha terhadap
pengelolaan limbah cair industri kecil tapioka; mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaanketidaksediaan membayar Willingness to Pay WTP
terhadap pengelolaan limbah dan pemeliharaan lingkungan; mencari besarnya nilai WTP dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhinya. Pendekatan
penilaian ekonomi yang digunakan adalah CVM Contingent Valuation Method. Penelitian Kurniarto 2006 dilakukan dengan membuat empat skenario.
Masing-masing skenario dianalisis agar diperoleh skenario yang optimal. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pengelolaan limbah industri kecil tapioka
Kelurahan Ciluar yang sebaiknya dilakukan adalah IPAL pengenapan mekanis dimana manajemen operasionalnya dilakukan oleh pemerintah pihak kelurahan,
dan pengusaha membantu dengan membayar iuran pembangunan dan retribusi per bulan untuk perawatan IPAL.
Sofyar 2004 telah melakukan penelitian yang bertujuan untuk merumuskan kebijakan usaha kecil yang berbasis produksi bersih. Obyek
penelitian adalah tiga jenis usaha kecil yaitu usaha kecil tapioka yang berlokasi di Kabupaten Lampung Tengah Provinsi Lampung; pembatikan di Kabupaten Klaten
dan Sukoharjo Provinsi Jawa Tengah; serta penyamakan kulit di Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat.
Hasil penelitian Sofyar 2004 mengindikasikan bahwa 1 ketiga kelompok usaha kecil tidak berbeda secara signifikan dalam persepsinya terhadap
faktor-faktor pengembangan kebijakan, sehingga faktor-faktor pertimbangan kebijakan tersebut dapat bersifat inklusif, 2 ketiga kelompok usaha kecil
cenderung berperilaku lebih mementingkan aspek bisnis dibanding pada aspek lingkungan. Hasil penelitian tersebut diperoleh dari serangkaian kombinasi
metode analisis yang terdiri atas: metode statistik inferensi, metode analisis MEP
11 Measurement Environmental Performance. Alternatif strategi kebijakan dan
prioritas kebijakan dalam pengembangan usaha kecil berbasis produksi bersih didapatkan melalui analisis SWOT Strength Weakness Opportunity Threat dan
AHP Analytical Hierarchy Process. Salah satu kesimpulan dari penelitian Sofyar 2004 adalah strategi yang
diperlukan dalam pencapaian sasaran pembangunan usaha kecil yang berbasis produksi bersih terdiri dari 1 sosialisasi konsep produksi bersih dan pelatihan
manajemen, produksi dan pemasaran, yang mendukung penerapan produksi bersih pada kegiatan usaha kecil, 2 penyusunan kebijakan bersama lintas Departemen
Instansi, 3 bantuan permodalan bagi Sentra Usaha Kecil kelompok usaha yang sejenis untuk mendukung penerapan produksi bersih, 4 pemberian penghargaan
dan insentif bagi pelaku produksi bersih. Kusarpoko 2003 telah melakukan penelitian yang bertujuan
mengoptimalkan proses pengenapan pati dengan mengamati ukuran serat parutan, jumlah air untuk ekstraksi, fenomena pengenapan butiran pati dan ukuran
pengenapan. Penelitian dilakukan untuk mengamati korelasi antara laju alir, tinggi permukaan dan panjang bak pengenapan. Penelitian juga dilakukan untuk
menghitung pengaruh konsentrasi suspensi tapioka terhadap kecepatan pengenapan.
III. METODE PENELITIAN
A. Kerangka Pemikiran