IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Keadaan Umum Wilayah
Luas Wilayah Kelurahan Ciluar berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1995 dan Inmendagri Nomor 30 Tahun 1995 tanggal 24 Agustus 1992
tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Bogor dan Kabupaten Bogor adalah 220 ha. Kelurahan Ciluar terdiri dari 10 RW dan 49 RT. Kelurahan ini dibagi
menjadi lima desa yaitu: Ciluar RW 1, Babakan RW 2, Bubulak RW 3, Tarikolot RW 4, Rambai RW 5 dan RW 6; serta empat perumahan KPR BTN
yaitu: Pondok Aren RW 7, Bumi Ciluar Indah RW 8, Ciluar Asri RW 9 dan Taman Kenari RW 10 Monografi Kelurahan Ciluar, 2006.
Kelurahan Ciluar sebelah utara berbatasan dengan Desa Cimandala Kecamatan Sukaraja Kabupaten Bogor; sebelah selatan dan barat berbatasan
dengan Kelurahan Cimahpar Kecamatan Bogor Utara Kota Bogor; serta sebelah timur berbatasan dengan Desa Pasir Raja Kecamatan Sukaraja. Kelurahan Ciluar
berada pada ketinggian 300 m dari permukaan laut. Curah hujan rata-rata 3500- 4000 mm per tahun dan temperatur rata-rata 23-32
o
C. Topografinya berupa dataran dengan kesuburan tanah yang relatif sedang Monografi Kelurahan Ciluar,
2006.
B. Sentra Industri Kecil Tapioka
Kelurahan Ciluar merupakan daerah yang banyak terdapat industri kecil tapioka yang letaknya saling berdekatan atau disebut dengan sentra industri kecil
tapioka. Tabel 4 menunjukkan bahwa antara bangunan pabrik yang satu dan bangunan pabrik yang lain bersebelahan berjarak sekitar 4 m atau dibatasi oleh
area jemur masing-masing pabrik berjarak sekitar 20-50 m. Gambar 2 memperlihatkan bahwa pada umumnya industri kecil tapioka di
Ciluar tersebar di wilayah desa yang dilalui aliran sungai. Jarak yang dekat dengan sungai membuat industri-industri kecil tapioka langsung mengalirkan
limbah cairnya ke sungai, kecuali pengusaha nomor 7, 14 dan 17 Tabel 4. Pengusaha nomor 7 dan 14 mengenapkan limbah cairnya selama beberapa waktu
terlebih dahulu sebelum membuangnya ke sungai. Pengusaha nomor 17
16
1 2
3 4
5 6
7 8
9
10 11
12 13
14 15
16 17
18 19
20 21
menampung limbah cair yang dihasilkannya dan mengalirkannya ke sekitar pabrik. Ini disebabkan oleh letak pabriknya yang jauh dari sungai.
Keterangan: sungai kecil
jalan desa batas
wilayah industri kecil tapioka
Gambar 2 Industri-industri kecil tapioka yang letaknya saling berdekatan
U
17 Tabel 4 Karakteristik industri kecil tapioka di Ciluar
No. Nama
pengusaha Kapasitas
rata-rata pikul ubi kayu
Teknologi Penanganan limbah
Jarak dengan rumah
penduduk meter
Jarak dengan pabrik tapioka
kasar terdekat meter
Ekstraksi Pengenapan
Penghancuran
1. Iin
15 manual
1 tahap mesin
langsung ke sungai 10
90 2.
Ace 15
manual 1 tahap
mesin langsung ke sungai
20 90
3. Sa’i
20 manual
1 tahap mesin
langsung ke sungai 10
80 4. Abdul
Jais 25
gobegan 1 tahap
mesin langsung ke sungai
10 40
5. H. Amin
20 manual
1 tahap mesin
langsung ke sungai 20
10 6.
Ibu Erum 15
manual 1 tahap
mesin langsung ke sungai
30 10
7. Kanang 20
gobegan 1 tahap
disaring mesin
dienapkan dulu, lalu ke sungai
30 20 8.
H. Imar 20
manual 1 tahap
manual langsung ke sungai
20 4
9. Idris
10 manual
1 tahap manual
langsung ke sungai 4
4 10. Janur
20 manual
1 tahap mesin
langsung ke sungai 2
20 11. Ajum
27 manual
1 tahap mesin
langsung ke sungai 25
20 12. Nurhadi
25 manual
1 tahap manual
langsung ke sungai 45
40 13. Zakariya
25 manual
1 tahap mesin
langsung ke sungai 55
50
1 pikul = ±72 kg ubi kayu kupas
17
18 Tabel 4 Karakteristik industri kecil tapioka di Ciluar lanjutan
No. Nama
pengusaha Kapasitas
rata-rata pikul ubi kayu
Teknologi Penanganan limbah
Jarak dengan rumah
penduduk meter
Jarak dengan pabrik tapioka
kasar terdekat meter
Ekstraksi Pengenapan Penghancuran
14. Lili Dumyati
30 gobegan
2 tahap mesin
dienapkan dulu lalu ke sungai
20 20 15. Udin
20 manual
1 tahap manual
langsung ke sungai 20
20 16. H. Dayat
27 manual
1 tahap manual
langsung ke sungai 30
70 17. Suminta
1 10
manual 1
tahap mesin
ditampung, tidak ke sungai
40 500 18. Suminta 2
10 manual
1 tahap mesin
langsung ke sungai 100
100 19. Edi
10 manual
2 tahap manual
langsung ke sungai 100
40 20. Mansur
10 manual
2 tahap manual
langsung ke sungai 65
40 21. Atus
10 manual
2 tahap manual
langsung ke sungai 5
60
1 pikul = ±72 kg ubi kayu kupas
18
19
1. Keadaan umum industri
Produk utama yang dihasilkan oleh industri kecil tapioka di Ciluar adalah tapioka kasar. Tapioka kasar tersebut dijual ke pabrik pengayakan atau
pabrik tapioka halus untuk selanjutnya disebut sebagai pabrik tapioka besar. Menurut Falcon et al. 1984, pabrik tapioka besar memiliki peranan yang
esensial karena sebagian besar konsumen tapioka tidak dapat menggunakan tapioka kasar tanpa diolah dulu menjadi tapioka halus. Pabrik tapioka besar
membeli tapioka kasar dari beberapa industri kecil tapioka lalu memisahkannya menjadi dua atau tiga kualitas. Tapioka kasar tersebut digiling
dan diayak dalam sebuah mesin. Ampas dari ekstraksi ubi kayu parut yang dikeringkan disebut onggok.
Ampas tersebut dikeringkan oleh industri kecil tapioka lalu dijual ke pabrik tapioka besar. Pabrik tapioka besar menggiling onggok menjadi tepung
onggok tepung asia, dan tepung serah. Tepung onggok dapat dimanfaatkan sebagai bahan campuran kerupuk dan saos. Tepung serah dapat digunakan
untuk bahan campuran dalam pembuatan oncom dan saos. Hasil samping dari proses penggilingan onggok berupa serat-serat kasar yang tidak dapat hancur,
dapat juga dimanfaatkan sebagai bahan campuran makanan ternak.
2. Produksi
Pada dasarnya produksi dilakukan setiap hari. Namun demikian, adanya fluktuasi persediaan bahan baku ubi kayu dan kurangnya modal yang
dimiliki oleh pengusaha menyebabkan produksi terhambat. Naiknya harga ubi kayu menyebabkan pengusaha yang modalnya kecil tidak mampu membeli
bahan baku sehingga tidak dapat melaksanakan produksi. Ketersediaan ubi kayu antara lain dipengaruhi oleh musim, persediaan ubi kayu yang ada di
petani, dan permintaan terhadap ubi kayu. Fluktuasi persediaan ubi kayu akan mengakibatkan naik turunnya harga ubi kayu di tingkat petani.
Selain kemampuan pengusaha dalam pengadaan ubi kayu dan pemilikan modal, berlangsungnya proses produksi juga dipengaruhi oleh cuaca.
Ketika turun hujan, penjemuran tidak dapat dilakukan. Apabila hujan berlangsung terus-menerus selama beberapa hari, proses produksi tidak dapat
dilaksanakan.
20
3. Kapasitas produksi
Kapasitas produksi yang dilakukan oleh pengusaha kecil tapioka setiap harinya tergantung pada kemampuan untuk membeli bahan baku ubi kayu.
Kebanyakan dari industri mengolah sebanyak 20 pikul ubi kayu per hari. Namun, ada juga yang hanya mengolah 10 pikul ubi kayu per hari. Hal ini
disebabkan juga oleh kecilnya bak pengenapan yang dimiliki.
4. Bahan baku
Ubi kayu terdiri dari ubi kayu manis dan ubi kayu pahit. Hal ini berdasarkan pada kandungan asam hidrosianida beracun HCN yang berbeda.
Varietas yang kurang beracun disebut ubi kayu manis. Varietas yang lebih beracun disebut ubi kayu pahit. Kedua jenis ubi kayu tersebut dapat digunakan
sebagai bahan baku tapioka. Menurut Coursey 1973 di dalam Falcon et al. 1984 HCN dapat dihilangkan melalui proses perendaman dan pemanggangan
atau pengeringan. Ubi kayu pahit dapat digunakan dalam pembuatan tapioka karena perendaman dan pengeringan merupakan bagian dari tahapan proses
produksi tapioka. Industri kecil tapioka biasanya memperoleh ubi kayu dari petani
melalui pedagang perantara. Namun terkadang ada pula yang menggunakan ubi kayu hasil kebun sendiri. Jika jarak antara kebun dan pabrik pengolahan
relatif dekat, pengupasan dilakukan di kebun. Ubi kayu dikupas terlebih dahulu oleh pekerja pikul dari pihak pengusaha. Pembelian ubi kayu kupas
dihitung menggunakan satuan pikul 1 pikul = ±72 kg ubi kayu kupas. Ubi kayu kupas kemudian diangkut ke pabrik oleh pekerja pikul dengan cara
meletakkannya pada dua buah karung yang dikaitkan pada pikulan. Jika ubi kayu diperoleh dari tempat yang jauh maka, ubi kayu diangkut ke pabrik
dalam keadaan belum dikupas. Pengupasan kemudian dikerjakan oleh anggota keluarga atau pun masyarakat sekitar pabrik yang diupah.
5. Teknologi proses
Proses pembuatan tapioka kasar yang dilakukan oleh industri kecil tapioka di Ciluar terdiri dari pengupasan, pencucian, pemarutan, ekstraksi,
pengenapan pati, dan penjemuran. Pengupasan dilakukan secara manual
21 menggunakan pisau yang tajam. Ubi kayu yang sudah dikupas kemudian
dicuci dalam sebuah bak rendam. Ubi kayu tersebut dicuci oleh 2-3 orang pekerja secara manual dengan kaki. Ubi kayu bersih kemudian dipindahkan ke
bak bilas. Setelah itu, dilakukan pemarutan memakai alat parut berputar yang dihubungkan dengan sebuah mesin diesel.
Pada umumnya ekstraksi dilakukan secara manual dengan mengaduk- aduk bubur ubi kayu di atas saringan bambu yang dilapisi kain dan dialiri air.
Namun ada juga yang menggunakan gobegan Gambar 3 untuk ekstraksi. Gobegan
atau saringan goyang terdiri dari 5 atau 6 bingkai saringan 80-100 mesh
berukuran 1×1 m yang dipasang secara horizontal pada sebuah kerangka kayu yang bergerak maju mundur. Di atasnya diberi selang atau pipa untuk
menyemprotkan air. Gobegan biasanya digerakkan oleh sebuah mesin diesel yang sama, yang juga menggerakkan alat pemarut dan pompa air. Gerakan
maju mundur akan membuat ubi kayu parut berjalan ke belakang. Semakin lama ubi kayu parut kontak dengan air, maka pati yang terlarutkan dan
terbawa oleh air akan semakin benyak. Oleh karena itu, semakin ke belakang kadar pati ubi kayu parut semakin berkurang.
Gambar 3 Gobegan ukuran lima meter 5 bingkai saringan Proses ekstraksi menghasilkan susu pati yang langsung dialirkan ke
dalam bak pengenapan. Ada pula yang menyaringnya lagi dengan saringan 150 mesh sebelum susu pati tersebut masuk ke dalam bak pengenapan. Hal ini
supaya ubi kayu parut yang lolos dari saringan ketika proses ekstraksi, dapat dikumpulkan untuk diekstrak kembali.
22 Pengenapan akan mengakibatkan terjadinya pemisahan antara air di
bagian atas dengan enapan pati yang memadat di dasar bak. Diantara dua lapisan tersebut terdapat partikel-partikel bukan pati yang berwarna
kekuningan yang biasa disebut dengan lindur atau elot. Lindur biasanya masih mengandung sisa protein dan pati Kusarpoko, 2003.
Pada pengenapan satu tahap, lapisan air beserta lindur yang telah terpisah kemudian dibuang sehingga diperoleh enapan pati. Pada pengenapan
dua tahap, dilakukan pengenapan pendahuluan sebagai sarana pencucian pati dari elot atau lindur sehingga diperoleh enapan pati yang lebih putih. Enapan
pati kemudian dikeruk dan dipadatkan pada sebuah keranjang bambu yang dialasi karung.
Sebelum pengeringan, perlu dilakukan proses persiapan yaitu proses penghancuran enapan pati. Penghancuran dapat dilakukan secara manual
dengan kawat atau pun mesin berupa silinder berpaku. Butiran pati yang dihasilkan kemudian ditebarkan di atas tampir tampah dan dijemur di atas rak
bambu setinggi 1 m.
C. Status Penerapan Produksi Bersih
Pengamatan lebih lanjut dilakukan terhadap industri kecil tapioka di Ciluar. Pengamatan terdiri dari: rata-rata rendemen yang dihasilkan, prinsip produksi
bersih yang sudah dilakukan, dan opsi produksi bersih yang dapat diterapkan di industri kecil tapioka di Ciluar.
1. Rendemen
Rendemen merupakan nilai perbandingan antara bobot tapioka kasar kering yang dihasilkan dengan bobot ubi kayu kupas. Rendemen yang
dihasilkan oleh industri kecil tapioka di Ciluar dapat dilihat pada Tabel 5 dan Tabel 6. Tabel 5 memperlihatkan rendemen dari tiga orang pengusaha yang
menggunakan alat gobegan dalam proses ekstraksinya sedangkan, Tabel 6 memperlihatkan rendemen yang biasa dihasilkan oleh delapan belas
pengusaha yang melakukan ekstraksi secara manual.
23 Tabel 5 Rendemen dari industri kecil tapioka di Ciluar yang menggunakan
alat gobegan
Nama Pengusaha
Rata-rata produksi pikul ubi kayu
Tapioka kasar kering yang dihasilkan kg
Rendemen a
b ba × 100
Abdul jaiz 25
5 20
Kanang 20 4
20 Lili dumyati
30 6
20
Jumlah pengusaha = 3
Total rendemen 60
Rata-rata rendemen
20
1 pikul = ±72 kg ubi kayu kupas
Tabel 6 Rendemen dari industri kecil tapioka di Ciluar yang tidak menggunakan alat gobegan manual
Nama pengusaha
Rata-rata produksi pikul ubi kayu
Tapioka kasar kering yang dihasilkan kg
Rendemen a
b ba × 100
Iin 15 1,5
10 Ace 15 3
20 Sa’i 20 4
20 A. Amin
20 3
15 Ibu Erum
15 2
13,3 H. Imar
20 3
15 Idris 10 2 20
Janur 20 2,5
12,5 Ajum 27
4,5 16,67
Nurhadi 25 5
20 Zakariya 25
4,5 18 Udin 20
3,5 17,5
H. Dayat 27
4 14,82
Suminta 1 10
2 20
Suminta 2 10
2 20
Edi 10 2 20
Mansur 10 2
20 Atus 10 2 20
Jumlah pengusaha = 18
Total rendemen 312,79
Rata-rata rendemen
17,4
1 pikul = ±72 kg ubi kayu kupas
24 Menurut Thaib 1985, rendemen tapioka berkisar antara 19 dan 24.
Berdasarkan pada Tabel 5 dan Tabel 6, dapat dilihat bahwa terdapat 12 orang pengusaha total 21 orang pengusaha yang biasa memproduksi tapioka kasar
dengan rendemen di atas 19. Hal ini berarti bahwa lebih dari separuh pengusaha kecil tapioka di Ciluar memproduksi tapioka kasar dengan
rendemen yang cukup baik. Tabel 5 dan Tabel 6 juga memperlihatkan perbedaan rata-rata
rendemen yang dihasilkan oleh pengusaha yang mengunakan gobegan dengan pengusaha yang tidak menggunakan gobegan manual. Perbedaan ini
menghasilkan selisih rata-rata rendemen sebesar 2,6. Selisih tersebut dipergunakan sebagai landasan asumsi bahwa penggunaan gobegan dapat
meningkatkan rendemen sebesar 2,6.
2. Produksi bersih yang telah dilakukan
Produksi bersih dan pengelolaan lingkungan pabrik yang sudah dilakukan oleh industri kecil tapioka di Ciluar dapat dilihat pada Tabel 7. Pada
Tabel 7 disebutkan bahwa industri kecil tapioka di Ciluar telah memanfaatkan kulit kupasan ubi kayu untuk pupuk dan pakan kambing. Kulit kupasan yang
dihasilkan berkisar antara 20 dan 23 neraca massa Lampiran 5, 6, dan 7. Menurut Grace 1977, kulit ubi kayu terdiri dari lapisan kulit luar yang
biasanya lebih gelap dan lapisan kulit bagian dalam. Lapisan kulit luar berkisar antara 0,5 dan 2, sedangkan lapisan kulit bagian dalamnya
berkisar antara 8 dan 15 dari bobot keseluruhan umbi. Menurut Falcon 1984, kulit kupasan ubi kayu lebih kurang 20 atau lebih dari bobot umbi
segar. Bila dibandingkan dengan Grace 1977 dan Falcon 1984 maka, pengupasan yang dilakukan oleh industri kecil tapioka Lampiran 5, 6, dan 7
cukup baik. Lampiran 5, 6, dan 7 adalah neraca massa tiga industri kecil tapioka di
Ciluar yang diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai kondisi pengolahan dan tingkat efisiensinya. Dengan membandingkan neraca massa
dari Lampiran 5, dan 7 dapat diketahui bahwa masing-masing pengusaha tersebut memiliki perbedaan pada banyaknya air untuk proses pencucian ubi
kayu dan ekstraksi padahal, jumlah ubi kayu yang diolah hampir sama.
25 Tabel 7 Produksi bersih dan pengelolaan lingkungan pabrik yang sudah
dilakukan oleh industri kecil tapioka di Ciluar
Faktor Produksi bersih dan pengelolaan lingkungan pabrik
yang sudah dilakukan
Air • Air yang dipompa dari sumur bor dienapkan terlebih
dahulu dalam bak penampungan Energi
• Penggunaan mesin diesel yang sama untuk menggerakkan pompa air dan mesin pemarut sekaligus
Pengupasan • Pemanfaatan kulit untuk pupuk
• Pemanfaatan kulit untuk pakan kambing
Pencucian • Penggunaan bak bilas untuk proses pencucian
Pemarutan • Penggunaan mesin pemarut
• Perawatan silinder pemarut secara rutin
Ekstraksi • Penggunaan alat gobegan
Pengenapan pati • Pencucian bak: tiga hari sekali
• Pemasangan jam dinding di pabrik: ketepatan waktu pengenapan
Penghancuran • Penggunaan mesin
• Penggunaan alas untuk menampung butiran pati yang tercecer
Penjemuran • Penggunaan tampir tampah: memudahkan pengangkutan
dan penjemuran • Penggunaan pengaman kepala oleh pekerja jemur
Produk samping • Penjualan onggok
• Penjualan tapioka kasar kotor hasil sapuan
Limbah Cair • Pengenapan lindur elot
Layout • Product layout: sesuai urutan proses produksi
• Lantai plester semen, keramik
baru dilakukan oleh pengusaha nomor 4, 7 dan 14 Tabel 4 tidak dilakukan oleh pengusaha nomor 6 Tabel 4
baru dilakukan oleh pengusaha nomor 7 Tabel 4
26 Perbedaan tersebut dikarenakan banyaknya air pencucian yang
digunakan tergantung pada jumlah ubi kayu, ukuran dan banyaknya kotoran yang melekat pada ubi kayu tersebut. Jumlah ubi kayu yang lebih banyak,
dengan ukuran yang lebih kecil dan kotoran yang lebih banyak akan membutuhkan air pencucian yang lebih banyak bila dibandingkan dengan
jumlah ubi kayu yang lebih sedikit, ukuran yang lebih besar, dan kotoran yang lebih sedikit. Banyaknya air untuk ekstraksi yang digunakan tergantung pada
banyaknya pati yang terkandung pada ubi kayu. Semakin banyak patinya maka semakin banyak air yang dibutuhkan.
3. Opsi produksi bersih yang dapat diterapkan
Produksi bersih meningkatkan efisiensi produksi dan memberikan manfaat positif bagi lingkungan Weston dan Stuckey, 1994. Pada dasarnya
pengusaha kecil tapioka di Ciluar sudah mengetahui opsi-opsi yang dapat memperbaiki produksi tapioka kasar. Namun, hal itu belum dapat dilakukan
karena berbagai alasan. Pengetahuan pengusaha tersebut dirangkum dalam Tabel 8. Selain itu, Tabel 8 juga memuat opsi-opsi dari hasil pengamatan dan
sumber lain yang sekiranya sesuai dan dapat memperbaiki produksi dan lingkungan industri kecil tapioka di Ciluar.
D. Analisis Penerapan Produksi Bersih
Analisis penerapan produksi bersih terdiri dari aspek teknologi, finansial dan politis. Aspek teknologi dan finansial digunakan untuk menentukan prioritas
dari usulan opsi penerapan produksi bersih. Dalam aspek teknologi, dilakukan kajian terhadap opsi-opsi yang diusulkan pada Tabel 8. Kajian tersebut ditinjau
dari kelemahan, kemudahan, kemungkinan penerapan dan kesesuaian opsi yang diusulkan dengan kondisi industri kecil tapioka di Ciluar. Aspek finansial
memperkirakan biaya atau kemungkinan penghematan dan keuntungan yang dapat diperoleh dari penerapan opsi produksi bersih dan pengelolaan lingkungan
industri. Sedangkan aspek politis berbicara tentang alternatif program produksi bersih dan prioritasnya dalam pengembangan sentra industri kecil tapioka di
Ciluar.
27 Tabel 8 Opsi produksi bersih dan pengelolaan lingkungan pabrik yang dapat
diterapkan oleh industri kecil tapioka di Ciluar
Faktor Produksi bersih yang dapat diterapkan
Air Good housekeeping
: penghematan air Pencucian
• Penggunaan alat pencuci mekanis • Recovery limbah cair dari proses pengenapan dan proses
lainnya untuk proses pencucian dua tahap Ekstraksi
• Penggunaan alat gobegan Pengenapan pati • Pencucian bak: setiap hari
Limbah • Pembuatan IPAL penampungan dan pengolahan limbah
cair terpusat • Pengendalian lingkungan terpusat
Eris 2006, Kurniarto 2006, Sofyar 2004
a. Aspek teknologi penerapan produksi bersih
Teknik teknologi yang sederhana seperti good housekeeping dapat diterapkan dan dapat menekan biaya dengan tidak melakukan pemborosan
energi dan bahan baku Weston dan Stuckey, 1994. Good housekeeping yang bertujuan untuk menghemat pemakaian air dapat dilakukan dengan tidak
membiarkan air meluber dari bak penampungan dengan sengaja. Good housekeeping
juga dianjurkan untuk diterapkan pada keseluruhan proses untuk mencegah kehilangan bahan dengan cara melakukan pemindahan bahan
dengan hati-hati. Proses pencucian mekanis menggunakan alat berupa bilah kayu yang
dipasang secara melintang pada poros kayu sehingga menyerupai jeruji sepeda dan diputar oleh mesin. Alat ini sebenarnya sudah berhasil dilakukan oleh
industri kecil tapioka di daerah lain. Pengusaha nomor 7 juga telah mencoba menerapkan proses ini. Namun, tidak digunakan dalam proses produksi karena
adanya kesalahan konstruksi pada bak pencuciannya. Untuk itu, rencana pemasangan alat yang baru harus memperhatikan ketepatan desain dari
konstruksi alat agar kegagalan dapat diminimalisir. Pencucian dua tahap dari recovery limbah cair proses pengenapan dan
proses lainnya dikhawatirkan akan merubah kualitas tapioka kasar yang
28 dihasilkan. Menurut Falcon et al. 1984, kualitas tapioka yang kurang baik
dipengaruhi oleh bakteri dan pencemaran yang diakibatkan oleh air pencuci. Pengusaha kecil tapioka di Ciluar sendiri selalu memperhatikan air pencuci
yang digunakan. Pengusaha kecil tapioka di Ciluar tidak mau mempergunakan air sungai yang sudah dialiri limbah. Air pencuci yang
digunakan berasal dari mata air atau sumur bor maupun dari air sungai yang belum terkena limbah. Dari sumber air bersih tersebut, masih harus dilakukan
pengenapan pada bak-bak penampungan agar diperoleh kualitas air yang lebih baik.
Penggunaan alat gobegan yang sudah berhasil dilakukan oleh pengusaha nomor 4, 7 dan 14 belum dapat membuat pengusaha lainnya
mengikuti dengan melakukan proses ekstraksi yang sama. Hal ini disebabkan oleh kurangnya modal yang dimiliki pengusaha kecil tersebut. Penggantian
proses ekstraksi dari manual ke gobegan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Selain diperlukan biaya untuk membeli alat gobegan, diperlukan pula
perombakan layout pabrik. Luas bangunan pabrik dan lahan yang tidak memadai juga menjadi alasan para pengusaha kecil tersebut untuk tidak
beralih ke gobegan. Pada dasarnya industri kecil tapioka di Ciluar sudah melakukan
pencucian bak pengenapan pati. Hal ini dilakukan karena menurut pengalaman pengusaha kecil tapioka di Ciluar, pati yang menempel di bak dari sisa
pengenapan sebelumnya dapat mempengaruhi kualitas tapioka yang akan dihasilkan berupa derajat putih dan bau. Selain itu, pati sisa tersebut dapat
mengikis bak yang terbuat dari plester semen dan membuat bak menjadi berwarna kuning. Pendapat tersebut sesuai dengan Kusarpoko 2003 yang
menyatakan bahwa proses kontaminasi limbah oleh mikroorganisme dapat terjadi setelah 12 jam. Menurut Grace 1977, kandungan gula dan nutrien
lainnya menyebabkan mikroorganisme melakukan fermentasi dan menghasilkan alkohol dan asam organik penyebab bau.
Opsi pembuatan IPAL penampungan dan pengolahan limbah cair terpusat didasarkan pada penelitian Kurniarto 2006 yang dilakukan di
industri kecil tapioka di Ciluar. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa
29 pengelolaan limbah industri kecil tapioka Kelurahan Ciluar yang sebaiknya
dilakukan adalah IPAL pengenapan mekanis dimana manajemen operasionalnya dilakukan oleh pemerintah pihak kelurahan, dan pengusaha
membantu dengan membayar iuran pembangunan dan retribusi per bulan untuk perawatan IPAL.
Opsi pengendalian lingkungan terpusat didasarkan pada penelitian Sofyar 2004. Penelitian tersebut salah satunya menghasilkan model
kebijakan sentra industri kecil dengan limbah sejenis yang dirancang secara menyeluruh dalam penanganan limbah. Opsi pembuatan IPAL penampungan
dan pengolahan limbah cair terpusat Kurniarto, 2006 dan pengendalian lingkungan terpusat Sofyar, 2004 tersebut digunakan sebagai alternatif
program produksi bersih.
b. Aspek finansial penerapan produksi bersih
Aspek finansial berupa perkiraan biaya dan kemungkinan penghematan dan keuntungan dari penerapan produksi bersih dan pengelolaan lingkungan
industri dapat dilihat pada Tabel 9. Pada Tabel 9, penilaian prioritas dengan tanda bintang tiga diberikan untuk aktivitas perbaikan yang lebih mudah
dan penting untuk dilaksanakan. Prioritas yang cukup penting dan kurang penting dinilai dengan tanda bintang dua dan tanda bintang satu .
Perincian biaya dari aktivitas perbaikan dapat dilihat pada Lampiran 8.
30 Tabel 9 Analisis biaya penerapan produksi bersih dan pengelolaan lingkungan
industri
No. Aspek
kegiatan Aktivitas perbaikan
Biaya Prioritas
1. Good
housekeeping • Penyuluhan pekerja
• Pemantauan pemakaian air Rp. 12.000
Rp. 0 2. Efisiensi
tenaga kerja
• Penggunaan alat baling yang diputar oleh mesin
Rp. 3.000.000 3. Efisiensi
proses • Penggunaan alat gobegan Rp.10.000.000
4. Menjaga kualitas
• Pencucian bak pengenapan pati setiap hari
• Pemantauan pekerja selama proses produksi
berlangsung Rp. 40.000
Rp.0 5. Mengurangi
dampak lingkungan
• Pembuatan IPAL penampungan dan
pengolahan limbah cair terpusat
Rp.10.000.000
• = kurang, = cukup, = penting
Pada kondisi yang ada di lapangan, terdapat perbedaan nilaiharga dari suatu benda, contohnya harga jual tapioka kasar yang dihasilkan oleh suatu
industri kecil tapioka harganya tidak selalu sama, harga jual tapioka kasar antara industri kecil tapioka yang satu dengan yang lain mungkin juga tidak
sama. Hal ini tergantung pada berbagai faktor. Misalnya pada contoh yang telah disebutkan, perbedaan harga jual tapioka kasar dapat disebabkan oleh
perbedaan kualitas tapioka kasar yang dihasilkan, permintaan dan penawaran tapioka di pasar. Oleh karena itu, dalam perhitungan biaya untuk penerapan
opsi, dilakukan pematokan salah satu nilai harga yang dianggap dapat mewakili kisaran harga yang sebenarnya. Hal ini dimaksudkan untuk
memudahkan perhitungan. Apabila aktivitas perbaikan dengan prioritas penting
dilaksanakan, dan perhitungan dilakukan dengan patokan sebagai berikut: • penggunaan alat gobegan dapat meningkatkan perolehan rendemen
sebanyak 2,6, • harga jual tapioka kasar sebesar Rp. 2.500 per kg didasarkan pada harga
jual terendah, dan
31 • tapioka kasar yang dihasilkan per bulan sebanyak 12 ton didasarkan pada
produksi minimum per bulan, maka dapat dilakukan perhitungan sebagai berikut:
Total biaya aktivitas perbaikan dengan
prioritas penting = Rp. 10.052.000
Penghematan dari pemantauan pemakaian air per bulan = Rp.
10.000
Keuntungan per bulan dari peningkatan rendemen pada
pemakaian alat
gobegan = Rp.
780.000 10.052.000
1
PBP = ×
780.000 + 10.000 12 bulan
= 1 tahun 7 bulan
c. Aspek politis penerapan produksi bersih
Aspek politis berbicara tentang alternatif program produksi bersih dan prioritasnya dalam pengembangan sentra industri kecil tapioka di Ciluar.
Penentuan alternatif program mempertimbangkan usulan strategi penerapan produksi bersih, antara lain dari Frijns dan Vliet 1999, Sofyar 2004, dan
Hidetoshi 2006, yang kemudian disesuaikan dengan kondisi industri kecil tapioka di Ciluar. Terdapat enam alternatif program produksi bersih dalam
pengembangan sentra industri kecil tapioka di Ciluar seperti pada Tabel 10. Tabel 10 Alternatif program produksi bersih dalam pengembangan sentra
industri kecil tapioka di Ciluar 1
Pemberian insentif modal bagi pelaku produksi bersih 2
Pengembangan dan transfer teknologi 3
Sosialisasi dan pelatihan penerapan produksi bersih 4
Penanganan limbah terpadu 5
Penyediaan kemudahan informasi mengenai teknologi baru, kondisi pasar, dan kebijakan pemerintah
6 Sosialisasi dan pelatihan cara-cara peningkatan kualitas tapioka kasar
Alternatif program produksi bersih pada Tabel 9 selanjutnya diberi nilai tingkat kepentingan dengan skala 1-5 sangat kurang penting, kurang penting,
32 cukup penting, penting dan sangat penting. Penilaian dilakukan oleh tiga
orang pakar. Penentuan peringkat rangking diperoleh dari rata-rata geomean dari penilaian ketiga pakar tersebut Lampiran 9. Alternatif program produksi
bersih dengan peringkat tiga besar kemudian dianalisis dengan AHP Analytical Hierarchy Process. Ketiga alternatif program tersebut antara lain
sosialisasi dan pelatihan penerapan produksi bersih, penanganan limbah terpadu, dan sosialisasi dan pelatihan cara-cara peningkatan kualitas tapioka
kasar. Prinsip kerja AHP adalah menyelesaikan masalah dengan cara
menguraikannya menjadi unsur-unsurnya, kemudian disusun menjadi struktur hierarki Marimin, 2005. Gambar 4 merepresentasikan struktur hierarki
pengembangan sentra industri kecil tapioka di Ciluar. Tujuan yang ingin dicapai adalah memaksimalkan efisiensi produksi tapioka kasar dengan
penerapan produksi bersih. Faktornya antara lain: modal, teknologi, dan kebijakan pemerintah daerah. Sedangkan aktornya antara lain: pengusaha kecil,
pengusaha besar, pemerintah daerah dan masyarakat.
Gambar 4 Struktur hierarki AHP pengembangan sentra industri kecil tapioka di Ciluar
Berdasarkan struktur hierarki pada Gambar 4, maka dilakukan penentuan nilai tingkat kepentingan antara satu elemen dengan elemen yang
TUJUAN FAKTOR
AKTOR
PROGRAM
memaksimalkan efisiensi produksi tapioka kasar dengan penerapan produksi bersih
modal teknologi
kebijakan pemda
pengusaha kecil pengusaha besar
pemda masyarakat
penanganan limbah terpadu sosialisasi dan pelatihan
penerapan produksi bersih sosialisasi dan pelatihan cara-cara
peningkatan kualitas tapioka kasar
33 lain berdasarkan prinsip perbandingan berpasangan pairwise comparisons.
Skala perbandingan yang digunakan adalah skala 1-9 menurut Saaty. Analisis AHP menghasilkan perolehan nilai bobot keseluruhan seperti
pada Gambar 5. Hasil pengolahan tersebut mengidentifikasikan bahwa secara keseluruhan, faktor teknologi 0,434 merupakan faktor terpenting. Sedangkan
urutan ke dua dan ke tiga adalah faktor modal 0,377 dan kebijakan pemerintah daerah 0,189. Ini menunjukkan bahwa untuk memaksimalkan
efisiensi produksi tapioka kasar dengan penerapan produksi bersih, faktor teknologi mendapat prioritas tertinggi untuk diperhatikan. Hal ini berbeda
dengan anggapan selama ini yang berpendapat bahwa modal finansial adalah faktor terpenting dalam melaksanakan proses produksi.
Gambar 5 Hasil perhitungan bobot faktor, aktor dan program dengan metode
AHP C.1.
Faktor teknologi Analisis AHP menunjukkan bahwa berkaitan dengan faktor
teknologi, pengusaha kecil 0,482 merupakan aktor yang memiliki prioritas tertinggi. Sedangkan urutan ke dua, ke tiga, dan ke empat adalah
pengusaha besar 0,332, masyarakat 0,109 dan pemerintah 0,078. Hal ini berarti bahwa pengusaha kecil paling penting untuk ditingkatkan
teknologinya.
m em aksim alkan efisiensi produksi t apioka kasar dengan penerapan produksi bersih m odal L: .3 7 7
pengusaha kecil L: .5 8 3 pengusaha besar L: .2 1 9
pem erint ah daerah L: .0 7 9 m asyarakat L: .1 1 9
t eknologi L: .4 3 4 pengusaha kecil L: .4 8 2
pengusaha besar L: .3 3 2 pem erint ah daerah L: .0 7 8
m asyarakat L: .1 0 9 kebij akan pemda L: .1 8 9
pengusaha kecil L: .4 6 2 pengusaha besar L: .3 3 8
pem erint ah daerah L: .1 2 4 m asyarakat L: .0 7 6
sosialisasi dan pelatihan penerapan produksi bersih .429
penanganan limbah terpadu .328
sosialisasi dan pelatihan cara-cara peningkatan kualitas tapioka kasar .243
34 C.2. Faktor modal
Berkaitan dengan faktor modal, pengusaha kecil 0,482 merupakan aktor yang memiliki prioritas tertinggi. Sedangkan urutan ke dua, ke tiga,
dan ke empat adalah pengusaha besar 0,219, masyarakat 0,119 dan pemerintah 0,079. Hampir sama dengan faktor teknologi, hal ini berarti
bahwa pengusaha kecil paling penting untuk ditingkatkan modalnya. C.3. Faktor kebijakan pemerintah daerah
Analisis AHP menunjukkan bahwa berkaitan dengan faktor kebijakan pemerintah daerah, pengusaha kecil 0,462 merupakan aktor
yang memiliki prioritas tertinggi. Sedangkan urutan ke dua, ke tiga, dan ke empat adalah pengusaha besar 0,338, pemerintah 0,124, dan masyarakat
0,076. Artinya, pengusaha kecil paling penting untuk ditingkatkan pengetahuannya mengenai kebijakan pemerintah daerah.
Selain menduduki prioritas tertinggi pada masing-masing faktor, pengusaha kecil juga memiliki tingkat kepentingan tertinggi dari keseluruhan
bobot. Dengan demikian, untuk mengoptimalkan efisiensi produksi tapioka kasar dengan penerapan produksi bersih, pengusaha kecil paling penting untuk
ditingkatkan. Hal ini dikarenakan pengusaha kecil masih dianggap lemah dalam faktor peningkatan teknologi, kepemilikan modal dan akses terhadap
kebijakan pemerintah daerah. Kelemahan tersebut kemungkinan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan.
Menurut Kurniarto 2006, pengusaha kecil tapioka dengan tingkat pendidikan lebih tinggi akan cenderung memiliki persepsi terhadap
pengelolaan limbah dan lingkungan yang lebih baik bila dibandingkan dengan pengusaha kecil tapioka dengan tingkat pendidikan lebih rendah. Padahal,
kebanyakan pengusaha kecil tapioka di Ciluar berpendidikan rendah. Rendahnya tingkat pendidikan pengusaha kecil tapioka perlu mendapat
perhatian dalam penyusunan strategi implementasi produksi bersih untuk mengembangkan industri kecil tapioka di Ciluar. Menurut Raka 1999, usaha
pengembangan konsep produksi bersih diharapkan dapat menimbulkan perubahan kesadaran, pengetahuan, cara pandang, sikap dan tingkah laku.
35 Strategi yang dapat dilakukan adalah dengan program pelatihan bagi
pengusaha kecil tapioka di Ciluar. AHP juga digunakan untuk mengurutkan alternatif program produksi
bersih. Urutan program produksi bersih tersebut adalah sosialisasi dan pelatihan penerapan produksi bersih 0,429, penanganan limbah terpadu
0,328, dan sosialisasi dan cara-cara peningkatan kualitas tapioka kasar 0,243. Seperti halnya pada penentuan peringkat tiga besar program produksi
bersih Lampiran 9, sosialisasi dan pelatihan produksi bersih pada pengolahan dengan metode AHP juga menduduki urutan pertama. Sosialisasi dan
pelatihan produksi bersih juga sesuai dengan kondisi pengusaha kecil tapioka di Ciluar. Dengan ini, dapat disimpulkan bahwa untuk mengoptimalkan
efisiensi produksi tapioka kasar dengan penerapan produksi bersih, program sosialisasi dan pelatihan produksi bersih perlu menjadi program prioritas untuk
dilaksanakan.
E. Implementasi Penerapan Produksi Bersih