Analisis ekonomi lingkungan pengelolaan limbah industri kecil tapioka/aci: Pendekatan contingent valuation method (CVM) (Kasus Kelurahan Ciluar, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor)

(1)

ANALISIS EKONOMI LINGKUNGAN

PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI KECIL TAPIOKA/ACI:

PENDEKATAN CONTINGENT VALUATION METHOD (CVM)

(Kasus Kelurahan Ciluar, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor)

Oleh :

ANTONIUS TULUS KURNIARTO A14302044

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006


(2)

ANALISIS EKONOMI LINGKUNGAN

PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI KECIL TAPIOKA/ACI: PENDEKATAN CONTINGENT VALUATION METHOD (CVM) (Kasus Kelurahan Ciluar, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor)

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

Antonius Tulus Kurniarto A14302044

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006


(3)

Judul : ANALISIS EKONOMI LINGKUNGAN PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI KECIL TAPIOKA/ACI: PENDEKATAN CONTINGENT VALUATION METHOD (CVM) (KASUS KELURAHAN CILUAR, KECAMATAN BOGOR UTARA, KOTA BOGOR)

Nama : Antonius Tulus Kurniarto NRP : A14302044

Menyetujui, Pembimbing

Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS NIP. 131 918 659

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, MAgr NIP 130 422 698


(4)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI TULISAN ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Januari 2006

Antonius Tulus Kurniarto A14302044


(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 12 Mei 1984. Penulis merupakan anak keempat dari 4 bersaudara pasangan Bapak Donatus Soenarto dan Ibu Maria Magdalena Rudatun.

Penulis mengawali pendidikan di TK Strada Indriasana Pasar Minggu, Jakarta pada tahun 1989. Pada tahun 1990, penulis melanjutkan pendidikannya di SD Strada Wiyatasana Pasar Minggu, Jakarta, dan lulus tahun 1996, kemudian di tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SMP Strada Marga Mulia Pasar Minggu, Jakarta. Pendidikan sekolah menengah atas ditempuh penulis di SMU 28 Jakarta pada tahun 1999-2002. Pada tahun 2002 penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya, Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, IPB, melalui jalur USMI.

Selama perkuliahan penulis pernah menjadi asisten Mata Kuliah Ekonomi Umum, Ekonomi Dasar, dan Sosiologi Umum. Selain itu penulis juga aktif menjadi pengurus dalam organisasi intern ataupun ekstern kampus, yaitu KEMAKI, PMKRI Cabang Bogor, dan Ekonomic Student Club.


(6)

Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya, penelitian dan skripsi ini dapat diselesaikan.

Penelitian yang berjudul Analisis Ekonomi Lingkungan Pengelolaan Limbah Industri Kecil Tapioka/Aci: Pendekatan Contingent Valuation Method (CVM) (Kasus Kelurahan Ciluar, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor) ini bertujuan untuk mengestimasi peluang dan besarnya kesediaan pengrajin aci dalam membayar kompensasi untuk pengelolaan limbah beserta identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi mulai dari awal hingga akhir. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki beberapa kekurangan dan kelemahan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan usulan untuk kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca, Tuhan memberkati.

Bogor, Januari 2006

Penulis


(7)

Ucapan terima kasih penulis tujukan kepada :

1. Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS selaku dosen pembimbing skripsi, terima kasih atas bimbingan dan arahannya.

2. Dr. Ir. Hermanto Siregar, MEc Selaku dosen penguji utama dan Sahara, SP, MSi selaku dosen penguji wakil departemen, terima kasih atas saran dan masukkannya.

3. Kedua orang tuaku tercinta dan ketiga kakakku, terima kasih atas doa, bimbingan, kasih sayang, dan dukungannya selama ini.

4. Ibu Teti (Kabag. LH DLHK Kota Bogor), Ibu Marie (Staf LH DLHK Kota Bogor), Bapak Aphian (Kabag. IPAL DLHK Kota Bogor), Ibu Dewi (Administrasi DLHK Kota Bogor), yang telah memberikan data dan informasi tentang pengelolaan limbah dan situasi lingkungan hidup Kota Bogor.

5. Bapak Makhdum (Lurah Ciluar) yang telah mengizinkan peneliti melakukan observasi dan penelitian di Kelurahan Ciluar, Kota Bogor, dan kepada aparat kelurahan yang telah membantu dalam memberikan data dan info rmasi tentang keadaan wilayah dan lingkungan Ciluar.

6. Angel, Andre, Agus, Anggi, dan Vininta yang telah membantu dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Seluruh pengrajin aci di Kelurahan Ciluar yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini, dan seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam menyeelesaikan skripsi ini.


(8)

RINGKASAN

ANTONIUS TULUS KURNIARTO. Analisis Ekonomi Lingkungan Pengelolaan Limbah Industri Kecil Tapioka/Aci: Pendekatan Contingent Valuation Method (CVM) (Kasus Kelurahan Ciluar, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor). Di bawah bimbingan EKA INTAN KUMALA PUTRI.

Perkembangan industri kecil tapioka kasar/aci di Ciluar sangat pesat, hal ini dibuktikan dengan jumlahnya yang terus meningkat tiap tahunnya. Adanya perkembangan industri tersebut menimbulkan ekternalitas. Ekternalitas tersebut dapat bersifat positif maupun negatif. Eksternalitas positif membawa dampak penyerapan tenaga kerja dan sebagai penggerak perekonomian daerah sekitar, sedangkan ekternalitas negatif yang dapat ditimbulkan antara lain adalah dampak limbah yang dihasilkan oleh industri tersebut.

Industri tersebut belum sepenuhnya melakukan pengelolaan limbahnya dengan baik, bahkan ada beberapa pengrajin yang tidak melakukan pengelolaan limbah. Limbah yang dimaksud adalah limbah cair, karena limbah padat para pengrajin sudah mengolahnya menjadi onggok dan mereka jual. Adanya pencemaran oleh limbah maka air akan tercemar, dapat menimbulkan penyakit (gatal- gatal) pada masyarakat yang menggunakan air sungai ataupun air sumur, dan bila mencemari tambak ikan maka ikan- ikan akan mati. Air sumur dapat tercemar karena limbah cair yang dibuang ke badan air akan meresap ke dalam tanah. Selain itu dengan adanya pencemaran maka akan merusak estetika sungai atau saluran air (got). Oleh sebab itu perlunya pengusaha/pengrajin membayar kompensasi, yang juga merupakan social cost kepada masyarakat. Bentuk kompensasi tersebut dapat langsung dibayarkan kepada masyarakat sekitar atau dibayarkan kepada peme rintah dalam bent uk retribusi/iuran, yang nantinya retribusi itu akan digunakan untuk memelihara lingkungan yang tercemar akibat aktivitas ekonominya atau untuk mendirikan IPAL dan melakukan pengelolaan limbah. Kesediaan untuk membayar dari pengusaha/pengrajin tersebut dalam membayar kompensasi tersebut dapat dilihat melalui analisis Willingness to Pay (WTP) yang menggunakan pendekatan penilaian ekonomi Contingent Valuation Method (CVM).

Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) mengkaji karakteristik pengusaha/pengrajin dan persepsinya terhadap pengelolaan limbah cair industri kecil tepung tapioka kasar/aci yang selama ini dilakukan di Kelurahan Ciluar, (2) mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan/ketidaksediaan membayar (WTP) dari pengusaha/pengrajin tepung tapioka kasar/aci di Kelurahan Ciluar terhadap pengelolaan limbah dan pemeliharaan lingkungan, (3) menilai besarnya nilai WTP dari pengusaha/pengrajin industri kecil tepung tapioka kasar/aci di Kelurahan Ciluar untuk pengelolaan limbah dan pemeliharaan lingkungan, (4) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTP dari pengusaha/pengrajin industri kecil tepung tapioka kasar/acidi Kelurahan Ciluar.

Pengrajin aci di Kelurahan Ciluar dominan laki- laki dan seluruhnya sudah berkeluarga. Karakteristik umum dan usaha dari pengrajin bervariasi. Hal ini dapat dilihat dari kondisi sosial dan skonomi pengrajin, yaitu tingkat umur, pendidikan,


(9)

jumlah tanggungan, lama usaha, biaya tenaga kerja, waktu produksi, kapasitas produksi, luas tempat usaha, dan pendapatan usaha.

Faktor-faktor yang berpengaruh nyata pada persepsi pengrajin terhadap pengelolaan limbah adalah pendapatan usaha, dan jarak pabrik ke badan air. Adapun Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap pilihan kesediaan membayar pengrajin skenario pertama adalah umur, pendidikan, biaya tenaga kerja pendapatan usaha, luas tempat usaha, tingkat masalah akibat dampak negatif limbah, dan pengetahuan manfaat pengelolaan limbah.. Sedangkan pada skenario kedua faktor-faktor yang berpengaruh nyata adalah pendidikan, tenaga kerja pendapatan usaha, tingkat masalah akibat dampak negatif limbah, dan pengetahuan manfaat pengelolaan limbah. umur, pendidikan, biaya tenaga kerja pendapatan usaha, dan pengetahuan manfaat pengelolaan limbah merupakan faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap pilihan kesediaan membayar pengrajin untuk skenario ketiga dan skenario keempat.

Nilai dugaan rataan WTP untuk skenario pertama sebesar Rp 621.428,57. Pada skenario kedua, nilai dugaan rataan WTP untuk pembangunan Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) sebesar Rp 610.000,00, dan untuk kegiatan operasional IPAL sebesar Rp 8.250,00 per bulan. Sedangkan nilai dugaan rataan WTP pada skenario ketiga sebesar Rp 284.782,60,. Dugaan rataan WTP untuk pembangunan IPAL skenario keempat sebesar Rp 284.782,60, dan untuk kegiatan operasional IPAL skenario keempat didapat dugaan rataan WTPnya adalah Rp 6.391,30 per bulan.

Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap nilai WTP skenario pertama adalah lama usaha, biaya tenaga kerja, pendapatan usaha, dan luas tempat usaha. Hal berbeda terjadi pada skenario kedua, dimana faktor- faktor yang berpengaruh nyata terhadap nilai WTP pembangunan IPAL skenario kedua adalah lama usaha, biaya tenaga kerja, pendapatan usaha, dan luas tempat usaha dan untuk kegiatan operasional IPAL skenario kedua, hanya pendapatan usaha yang berpengaruh nyata. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap nilai WTP skenario ketiga adalah lama usaha, pendidikan, pendapatan usaha, dan luas tempat usaha. Keempat variabel tersebut juga merupakan faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap nilai WTP pembangunan IPAL skenario keempat. Sedangkan untuk kegiatan operasional skenario keempat, faktor- faktor yang berpengaruh nyata adalah biaya tenaga kerja, pendapatan usaha, dan luas tempat usaha.

Dengan demikian berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan dapat dipilih pengelolaan limbah yang optimal atau sebaiknya dilakukan. Pengelolaan limbah yang sebaiknya dilakukan pada industri aci di Kelurahan Ciluar adalah IPAL pengendapan mekanis dimana manajemen operasionalnya dilakukan oleh Pemerintah (Pihak kelurahan), dan pengrajin membantu mengenai masalah dana pembangunan dan biaya operasionalnya.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

DAFTAR ISTILAH ... xviii

I. PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 5

Tujuan ... 11

Manfaat Penelitian ... 11

Ruang Lingkup Penelitian ... 12

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Industri Kecil ... 13

Industri Pengolahan ... 17

Industri Kecil Tepung Tapioka Kasar / Aci ... 17

Eksternalitas ... 18

Metode Estimasi Penilaian Nilai Lingkungan ... 21

Limbah Industri ... 26

Limbah Industri Kecil Tepung Tapioka Kasar / Aci ... 30

Pengelolaan Limbah Industri ... 33

Penelitian Terdahulu ... 36

III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Teoritis Konsep Kesediaan Untuk Membayar (Willingness to Pay) ... 42

Konsep Contingent Valuation Method (CVM) ... 43

Keunggulan dan Keterbatasan Contingent Valuation Method (CVM) ... 44

Organisasi dalam Pengoperasian Contingent Valuation Method ... 49


(11)

ANALISIS EKONOMI LINGKUNGAN

PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI KECIL TAPIOKA/ACI:

PENDEKATAN CONTINGENT VALUATION METHOD (CVM)

(Kasus Kelurahan Ciluar, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor)

Oleh :

ANTONIUS TULUS KURNIARTO A14302044

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006


(12)

ANALISIS EKONOMI LINGKUNGAN

PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI KECIL TAPIOKA/ACI: PENDEKATAN CONTINGENT VALUATION METHOD (CVM) (Kasus Kelurahan Ciluar, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor)

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

Antonius Tulus Kurniarto A14302044

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006


(13)

Judul : ANALISIS EKONOMI LINGKUNGAN PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI KECIL TAPIOKA/ACI: PENDEKATAN CONTINGENT VALUATION METHOD (CVM) (KASUS KELURAHAN CILUAR, KECAMATAN BOGOR UTARA, KOTA BOGOR)

Nama : Antonius Tulus Kurniarto NRP : A14302044

Menyetujui, Pembimbing

Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS NIP. 131 918 659

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, MAgr NIP 130 422 698


(14)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI TULISAN ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Januari 2006

Antonius Tulus Kurniarto A14302044


(15)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 12 Mei 1984. Penulis merupakan anak keempat dari 4 bersaudara pasangan Bapak Donatus Soenarto dan Ibu Maria Magdalena Rudatun.

Penulis mengawali pendidikan di TK Strada Indriasana Pasar Minggu, Jakarta pada tahun 1989. Pada tahun 1990, penulis melanjutkan pendidikannya di SD Strada Wiyatasana Pasar Minggu, Jakarta, dan lulus tahun 1996, kemudian di tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SMP Strada Marga Mulia Pasar Minggu, Jakarta. Pendidikan sekolah menengah atas ditempuh penulis di SMU 28 Jakarta pada tahun 1999-2002. Pada tahun 2002 penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya, Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, IPB, melalui jalur USMI.

Selama perkuliahan penulis pernah menjadi asisten Mata Kuliah Ekonomi Umum, Ekonomi Dasar, dan Sosiologi Umum. Selain itu penulis juga aktif menjadi pengurus dalam organisasi intern ataupun ekstern kampus, yaitu KEMAKI, PMKRI Cabang Bogor, dan Ekonomic Student Club.


(16)

Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya, penelitian dan skripsi ini dapat diselesaikan.

Penelitian yang berjudul Analisis Ekonomi Lingkungan Pengelolaan Limbah Industri Kecil Tapioka/Aci: Pendekatan Contingent Valuation Method (CVM) (Kasus Kelurahan Ciluar, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor) ini bertujuan untuk mengestimasi peluang dan besarnya kesediaan pengrajin aci dalam membayar kompensasi untuk pengelolaan limbah beserta identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi mulai dari awal hingga akhir. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki beberapa kekurangan dan kelemahan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan usulan untuk kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca, Tuhan memberkati.

Bogor, Januari 2006

Penulis


(17)

Ucapan terima kasih penulis tujukan kepada :

1. Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS selaku dosen pembimbing skripsi, terima kasih atas bimbingan dan arahannya.

2. Dr. Ir. Hermanto Siregar, MEc Selaku dosen penguji utama dan Sahara, SP, MSi selaku dosen penguji wakil departemen, terima kasih atas saran dan masukkannya.

3. Kedua orang tuaku tercinta dan ketiga kakakku, terima kasih atas doa, bimbingan, kasih sayang, dan dukungannya selama ini.

4. Ibu Teti (Kabag. LH DLHK Kota Bogor), Ibu Marie (Staf LH DLHK Kota Bogor), Bapak Aphian (Kabag. IPAL DLHK Kota Bogor), Ibu Dewi (Administrasi DLHK Kota Bogor), yang telah memberikan data dan informasi tentang pengelolaan limbah dan situasi lingkungan hidup Kota Bogor.

5. Bapak Makhdum (Lurah Ciluar) yang telah mengizinkan peneliti melakukan observasi dan penelitian di Kelurahan Ciluar, Kota Bogor, dan kepada aparat kelurahan yang telah membantu dalam memberikan data dan info rmasi tentang keadaan wilayah dan lingkungan Ciluar.

6. Angel, Andre, Agus, Anggi, dan Vininta yang telah membantu dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Seluruh pengrajin aci di Kelurahan Ciluar yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini, dan seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam menyeelesaikan skripsi ini.


(18)

RINGKASAN

ANTONIUS TULUS KURNIARTO. Analisis Ekonomi Lingkungan Pengelolaan Limbah Industri Kecil Tapioka/Aci: Pendekatan Contingent Valuation Method (CVM) (Kasus Kelurahan Ciluar, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor). Di bawah bimbingan EKA INTAN KUMALA PUTRI.

Perkembangan industri kecil tapioka kasar/aci di Ciluar sangat pesat, hal ini dibuktikan dengan jumlahnya yang terus meningkat tiap tahunnya. Adanya perkembangan industri tersebut menimbulkan ekternalitas. Ekternalitas tersebut dapat bersifat positif maupun negatif. Eksternalitas positif membawa dampak penyerapan tenaga kerja dan sebagai penggerak perekonomian daerah sekitar, sedangkan ekternalitas negatif yang dapat ditimbulkan antara lain adalah dampak limbah yang dihasilkan oleh industri tersebut.

Industri tersebut belum sepenuhnya melakukan pengelolaan limbahnya dengan baik, bahkan ada beberapa pengrajin yang tidak melakukan pengelolaan limbah. Limbah yang dimaksud adalah limbah cair, karena limbah padat para pengrajin sudah mengolahnya menjadi onggok dan mereka jual. Adanya pencemaran oleh limbah maka air akan tercemar, dapat menimbulkan penyakit (gatal- gatal) pada masyarakat yang menggunakan air sungai ataupun air sumur, dan bila mencemari tambak ikan maka ikan- ikan akan mati. Air sumur dapat tercemar karena limbah cair yang dibuang ke badan air akan meresap ke dalam tanah. Selain itu dengan adanya pencemaran maka akan merusak estetika sungai atau saluran air (got). Oleh sebab itu perlunya pengusaha/pengrajin membayar kompensasi, yang juga merupakan social cost kepada masyarakat. Bentuk kompensasi tersebut dapat langsung dibayarkan kepada masyarakat sekitar atau dibayarkan kepada peme rintah dalam bent uk retribusi/iuran, yang nantinya retribusi itu akan digunakan untuk memelihara lingkungan yang tercemar akibat aktivitas ekonominya atau untuk mendirikan IPAL dan melakukan pengelolaan limbah. Kesediaan untuk membayar dari pengusaha/pengrajin tersebut dalam membayar kompensasi tersebut dapat dilihat melalui analisis Willingness to Pay (WTP) yang menggunakan pendekatan penilaian ekonomi Contingent Valuation Method (CVM).

Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) mengkaji karakteristik pengusaha/pengrajin dan persepsinya terhadap pengelolaan limbah cair industri kecil tepung tapioka kasar/aci yang selama ini dilakukan di Kelurahan Ciluar, (2) mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan/ketidaksediaan membayar (WTP) dari pengusaha/pengrajin tepung tapioka kasar/aci di Kelurahan Ciluar terhadap pengelolaan limbah dan pemeliharaan lingkungan, (3) menilai besarnya nilai WTP dari pengusaha/pengrajin industri kecil tepung tapioka kasar/aci di Kelurahan Ciluar untuk pengelolaan limbah dan pemeliharaan lingkungan, (4) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTP dari pengusaha/pengrajin industri kecil tepung tapioka kasar/acidi Kelurahan Ciluar.

Pengrajin aci di Kelurahan Ciluar dominan laki- laki dan seluruhnya sudah berkeluarga. Karakteristik umum dan usaha dari pengrajin bervariasi. Hal ini dapat dilihat dari kondisi sosial dan skonomi pengrajin, yaitu tingkat umur, pendidikan,


(19)

jumlah tanggungan, lama usaha, biaya tenaga kerja, waktu produksi, kapasitas produksi, luas tempat usaha, dan pendapatan usaha.

Faktor-faktor yang berpengaruh nyata pada persepsi pengrajin terhadap pengelolaan limbah adalah pendapatan usaha, dan jarak pabrik ke badan air. Adapun Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap pilihan kesediaan membayar pengrajin skenario pertama adalah umur, pendidikan, biaya tenaga kerja pendapatan usaha, luas tempat usaha, tingkat masalah akibat dampak negatif limbah, dan pengetahuan manfaat pengelolaan limbah.. Sedangkan pada skenario kedua faktor-faktor yang berpengaruh nyata adalah pendidikan, tenaga kerja pendapatan usaha, tingkat masalah akibat dampak negatif limbah, dan pengetahuan manfaat pengelolaan limbah. umur, pendidikan, biaya tenaga kerja pendapatan usaha, dan pengetahuan manfaat pengelolaan limbah merupakan faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap pilihan kesediaan membayar pengrajin untuk skenario ketiga dan skenario keempat.

Nilai dugaan rataan WTP untuk skenario pertama sebesar Rp 621.428,57. Pada skenario kedua, nilai dugaan rataan WTP untuk pembangunan Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) sebesar Rp 610.000,00, dan untuk kegiatan operasional IPAL sebesar Rp 8.250,00 per bulan. Sedangkan nilai dugaan rataan WTP pada skenario ketiga sebesar Rp 284.782,60,. Dugaan rataan WTP untuk pembangunan IPAL skenario keempat sebesar Rp 284.782,60, dan untuk kegiatan operasional IPAL skenario keempat didapat dugaan rataan WTPnya adalah Rp 6.391,30 per bulan.

Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap nilai WTP skenario pertama adalah lama usaha, biaya tenaga kerja, pendapatan usaha, dan luas tempat usaha. Hal berbeda terjadi pada skenario kedua, dimana faktor- faktor yang berpengaruh nyata terhadap nilai WTP pembangunan IPAL skenario kedua adalah lama usaha, biaya tenaga kerja, pendapatan usaha, dan luas tempat usaha dan untuk kegiatan operasional IPAL skenario kedua, hanya pendapatan usaha yang berpengaruh nyata. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap nilai WTP skenario ketiga adalah lama usaha, pendidikan, pendapatan usaha, dan luas tempat usaha. Keempat variabel tersebut juga merupakan faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap nilai WTP pembangunan IPAL skenario keempat. Sedangkan untuk kegiatan operasional skenario keempat, faktor- faktor yang berpengaruh nyata adalah biaya tenaga kerja, pendapatan usaha, dan luas tempat usaha.

Dengan demikian berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan dapat dipilih pengelolaan limbah yang optimal atau sebaiknya dilakukan. Pengelolaan limbah yang sebaiknya dilakukan pada industri aci di Kelurahan Ciluar adalah IPAL pengendapan mekanis dimana manajemen operasionalnya dilakukan oleh Pemerintah (Pihak kelurahan), dan pengrajin membantu mengenai masalah dana pembangunan dan biaya operasionalnya.


(20)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

DAFTAR ISTILAH ... xviii

I. PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 5

Tujuan ... 11

Manfaat Penelitian ... 11

Ruang Lingkup Penelitian ... 12

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Industri Kecil ... 13

Industri Pengolahan ... 17

Industri Kecil Tepung Tapioka Kasar / Aci ... 17

Eksternalitas ... 18

Metode Estimasi Penilaian Nilai Lingkungan ... 21

Limbah Industri ... 26

Limbah Industri Kecil Tepung Tapioka Kasar / Aci ... 30

Pengelolaan Limbah Industri ... 33

Penelitian Terdahulu ... 36

III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Teoritis Konsep Kesediaan Untuk Membayar (Willingness to Pay) ... 42

Konsep Contingent Valuation Method (CVM) ... 43

Keunggulan dan Keterbatasan Contingent Valuation Method (CVM) ... 44

Organisasi dalam Pengoperasian Contingent Valuation Method ... 49


(21)

Analisis Probit ... 55

Kerangka Pemikiran Operasional ... 56

IV. METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 61

Batasan Industri Kecil Tepung Tapioka Kasar / Aci ... 61

Metode Pengambilan Responden ... 61

Jenis dan Sumber Data ... 62

Asumsi dalam Pendekatan Willingness to Pay dari Pengrajin ... 63

Pengolahan dan Analisis Data ... 63

Analisis Karakteristik Pengrajin dan Persepsinya Terhadap Pengelolaan Limbah ... 63

Analisis Kesediaan atau Ketidaksediaan Membayar dari Pengrajin untuk Pengelolaan Limbah ... 65

Analisis Nilai WTP dari Pengrajin Untuk Pengelolaan Limbah ... 68

Analisis Fungsi WTP (Willingness to Pay)... 76

Metode Uji Statistik ... 79

Hipotesa ... 84

Definisi Operasional ... 84

V. IDENTIFIKASI UMUM Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 86

Keadaan Umum ... 86

Kependudukan ... 87

Industri Tepuing Tapioka ... 90

5.1.3.1 Industri Tepung Tapioka Halus ... 90

5.1.3.2 Industri Tepung Tapioka Kasar / Aci ... 91

5.2 Karakteristik Responden ... 99

5.2.1 Karakteristik Umum Pengrajin Aci Ciluar ... 99

5.2.1.1 Jenis Kelamin ... 100

5.2.1.2 Tingkat umur ... 100

5.2.1.3 Tingkat Pendidikan ... 102

5.2.1.4 Status Perkawinan ... 103


(22)

5.2.2 Karakteristik Usaha Pengrajin Aci ... 103 5.2.2.1 Lama Usaha ... 104 5.2.2.2 Jumlah Tenaga Kerja ... 105 5.2.2.3 Waktu Produksi ... 106 5.2.2.4 Kapasitas Produksi ... 107 5.2.2.5 Luas Tempat Usaha ... 110 5.2.2.6 Pendapatan Usaha ... 111

VI. PERSEPSI PENGRAJIN ACI TERHADAP LINGKUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN

Pengetahuan Pengrajin Aci Terhadap Karakteristik Limbah ... 113 Pengetahuan Pengrajin Aci Terhadap Dampak Limbah ... 114 Pengetahuan Pengrajin Aci Terhadap Dampak Negatif Limbah ... 116 Persepsi PengrajinAci Terhadap Derajat Masalah Akibat Dampak Negatif Limbah ... 118 Pengelolaan Limbah Padat ... 119 Pengelolaan Limbah Cair ... 119 Analisis Persepsi Pengrajin Terhadap Pengelo laan Limbah ... 122

VII. ANALISIS WILLINGESS TO PAY (WTP) PENGRAJIN

Deskripsi Skenario Pengelolaan Limbah Industri Aci ... 129 7.1.1 Instalasi Pengelolaan Air Limbah IPAL Biogas ... 129 7.1.2 Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) Pengendapan

Mekanis... 131 Analisis Pilihan Kesediaan Membayar (Willingness to Pay)

Pengrajin Terhadap Pengelolaan Limbah ... 133 Deskripsi Variabel Penelitian ... 133 7.2.2 Skenario Pertama ... 134 7.2.3 Skenario Kedua ... 142 7.2.4 Skenario Ketiga ... 149 7.2.5 Skenario Keempat ... 155 Hasil Pelaksanaan Contingent Valuation Method (CVM) ... 166 Skenario Pertama ... 166 Skenario Kedua ... 171 Skenario Ketiga ... 179


(23)

Skenario Keempat ... 184 Analisis Nilai WTP ... 192 Skenario Pertama ... 192 Skenario Kedua ... 195 7.4.2.1 Pembangunan IPAL Biogas ... 195 7.4.2.2 Kegiatan Operasional IPAL Biogas ... 198 Skenario Ketiga ... 200 Skenario Keempat ... 203 7.4.4.1 Pembangunan IPAL Pengendapan Mekanis ... 203 7.4.4.2 Kegiatan Operasional IPAL Pengendapan Mekanis .. 206 7.5 Kebijakan Pengelolaan Limbah Industri Aci ... 209

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 213

DAFTAR PUSTAKA ... 216


(24)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Jumlah Pengusaha Kecil Berdasarkan Kategori Jenis Industri di

Kota Bogor tahun 1999 - 2003 ... 1 2. Batasan/Kriteria Usaha Kecil dan Menengah Menurut Beberapa

Organisasi di Indonesia Tahun 2004 ... 14 3. Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin di Kelurahan Ciluar Tahun 2005 ... 88 4. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kelurahan Ciluar Tahun

2005 ... 87 5. Struktur Mata Pencaharian Penduduk Kelurahan Ciluar Tahun 2005 ... 89 6. Data Industri Tepung Tapioka Halus di Kelurahan Ciluar Tahun 2005 .... 90 7. Data Pengrajin/Penggilingan Singkong di Kelurahan Ciluar Tahun 2005 92 8. Dampak Negatif Limbah yang Diketahui Pengrajin di Kelurahan Ciluar

Tahun 2005... 117 9. Alasan Pengrajin Tidak Melakukan Pengelolaan Limbah di Kelurahan

Ciluar tahun 2005 ... 121 10. Hasil Perhitungan Statistik Variabel- Variabel Kontinu Analisis Persepsi

Pengrajin Terhadap Pengelolaan Limbah ... 123 11. Hasil Probit Persepsi Pengrajin Terhadap Penge lolaan Limbah ... 125 12. Tabel Frekuensi Observasi dan Harapan Persepsi Pengrajin Terhadap

Pengelolaan Limbah ... 126 13. Tabel Koreksi Nilai Observasi dan Harapan Persepsi Pengrajin Terhadap

Pengelolaan Limbah ... 127 14. Biaya Operasional IPAL Biogas ... 129 15. Biaya Operasional IPAL Pengendapan Mekanis ... 132 16. Hasil Perhitungan Statistik Variabel- Variabel Kontinu Pilihan Kesediaan

Membayar Pengrajin ... 133 17. Alasan Pengrajin Tidak Bersedia Membayar Terhadap Pengelolaan

Limbah Skenario Pertama ... 135 18. Hasil Probit Pilihan Kesediaan Membayar Pengrajin Terhadap Skenario

Pertama ... 137 19. Tabel Frekuensi Observasi dan Harapan Pilihan Kesediaan Membayar

Pengrajin Terhadap Skenario Pertama ... 140 20. Tabel Koreksi Nilai Observasi dan Harapan Pilihan Kesediaan Membayar


(25)

Pengrajin Terhadap Skenario Pertama ... 141 21. Alasan Pengrajin Tidak Bersedia Membayar Terhadap Pengelolaan

Limbah Skenario Kedua ... 143 22. Hasil Probit Pilihan Kesediaan Membayar Pengrajin Terhadap

Skenario Kedua ... 145 23. Tabel Frekuensi Observasi dan Harapan Pilihan Kesediaan Membayar

Pengrajin Terhadap Skenario Kedua ... 148 24. Tabel Koreksi Nilai Observasi dan Harapan Pilihan Kesediaan Membayar

Pengrajin Terhadap Skenario Kedua ... 149 25. Alasan Pengrajin Tidak Bersedia Membayar Terhadap Pengelolaan

Limbah Skenario Ketiga ... 150 26. Hasil Probit Pilihan Kesediaan Membayar Pengrajin Terhadap

Skenario Ketiga ... 152 27. Tabel Frekuensi Observasi dan Harapan Pilihan Kesediaan Membayar

Pengrajin Terhadap Skenario Ketiga ... 156 28. Tabel Koreksi Nilai Observasi dan Harapan Pilihan Kesediaan Membayar

Pengrajin Terhadap Skenario Ketiga ... 157 29. Alasan Pengrajin Tidak Bersedia Membayar Terhadap Pengelolaan

Limbah Skenario Keempat ... 158 30. Hasil Probit Pilihan Kesediaan Membayar Pengrajin Terhadap

Skenario Ketiga ... 163 31. Tabel Frekuensi Observasi dan Harapan Pilihan Kesediaan Membayar

Pengrajin Terhadap Skenario Ketiga ... 164 32. Tabel Koreksi Nilai Observasi dan Harapan Pilihan Kesediaan Membayar

Pengrajin Terhadap Skenario Ketiga ... 165 33. Hasil Perhitungan Statistik WTP Pengrajin Skenario Pertama ... 167 34. Distribusi WTP Pengrajin Skenario Pertama ... 168 35. Total WTP (TWTP) Pengrajin Skenario Pertama ... 170 36. Hasil Perhitungan Statistik WTP Pengrajin untuk Pembangunan IPAL

Skenario Kedua ... 172 37. Hasil Perhitungan Statistik WTP Pengrajin untuk Kegiatan Operasional

IPAL Skenario Kedua ... 173 38. Distribusi WTP Pengrajin untuk Pembangunan IPAL Skenario Kedua ... 174 39. Distribusi WTP Pengrajin untuk Kegiatan Operasional IPAL

Skenario Kedua ... 175 40. Total WTP (TWTP) Pengrajin untuk Pembangunan IPAL

Skenario Kedua ... 178 41. Total WTP (TWTP) Pengrajin untuk Kegiatan Operasional IPAL


(26)

Skenario Kedua ... 178 42. Hasil Perhitungan Statistik WTP Pengrajin Skenario Ketiga ... 180 43. Distribusi WTP Pengrajin Skenario Ketiga ... 181 44. Total WTP (TWTP) Pengrajin Skenario Ketiga ... 183 45. Hasil Perhitungan Statistik WTP Pengrajin untuk Pembangunan IPAL

Skenario Keempat ... 185 46. Hasil Perhitungan Statistik WTP Pengrajin untuk Kegiatan Operasional

IPAL Skenario Keempat ... 186 47. Distribusi WTP Pengrajin untuk Pembangunan IPAL Skenario

Keempat ... 187 48. Distribusi WTP Pengrajin untuk Kegiatan Operasional IPAL

Skenario Keempat ... 187 49. Total WTP (TWTP) Pengrajin untuk Pembangunan IPAL

Skenario Keempat ... 191 50. Total WTP (TWTP) Pengrajin untuk Kegiatan Operasional IPAL

Skenario Keempat ... 191 51. Hasil Analisis WTP Pembangunan IPAL Skenario Pertama ... 193 52. Hasil Analisis WTP Pembangunan IPAL Skenario Kedua ... 196 53. Hasil Analisis WTP Kegiatan Operaional IPAL Skenario Kedua ... 198 54. Hasil Analisis WTP Pembangunan IPAL Skenario Ketiga ... 203 55. Hasil Analisis WTP Pembangunan IPAL Skena rio Keempat ... 204 56. Hasil Analisis WTP Kegiatan Operasional IPAL Skenario Keempat... 207


(27)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Limbah Industri dan Dampaknya Terhadap Masyarakat ... 6 2. Skema Pengolahan Ubi Kayu Menjadi Tepung Tapioka di Kelurahan

Ciluar Tahun 2002... 8 3. Eksternalitas Produksi Negatif ... 20 4. Eksternalitas Produksi Positif ... 20 5. Prediksi Peluang Logit dan Probit ... 55 6. Distribusi Normal Kumulatif pada Analisis Probit ... 55 7. Diagram Alur Kerangka Berpikir ... 60 8. Karakteristik Pengrajin Aci Berdasarkan Jenis Kelamin di Kelurahan

Ciluar tahun 2005 ... 101 9. Distribusi Umur Pengrajin Aci di Kelurahan Ciluar Tahun 2005... 101 10. Distribusi Tingkat Pendidikan Pengrajin Aci di Kelurahan Ciluar

Tahun 2005... 103 11. Distribusi Jumlah Tanggungan Pengrajin Aci di Kelurahan Ciluar

Tahun 2005 ... 104 12. Distribusi Lama Usaha Pengrajin Aci di Kelurahan Ciluar Tahun 2005 ... 105 13. Distribusi Jumlah Tenaga kerja Pengrajin Aci di Kelurahan Ciluar

Tahun 2005... 106 14. Distribusi Waktu Produksi Pengrajin Aci per Hari di Kelurahan Ciluar

Tahun 2005... 107 15. Distribusi Penggunaan Bahan Baku Pengrajin Aci per Hari di

Kelurahan Ciluar Tahun 2005 ... 108 16. Distribusi Produksi Aci per Hari dari Pengrajin di Kelurahan Ciluar

Tahun 2005... 109 17. Distribusi Produksi Onggok Pengrajin Aci di Kelurahan Ciluar

Tahun 2005... 110 18. Distribusi Luas Tempat Usaha Pengrajin Aci di Kelurahan Ciluar

Tahun 2005... 111 19. Distribusi Pendapatan Usaha Pengrajin Aci di Kelurahan Ciluar

Tahun 2005... 112 20. Persepsi Pengrajin Berdasarkan Pengetahuan Tentang Karakteristik


(28)

21. Persepsi Pengrajin Berdasarkan Pengetahuan Tentang Penggolongan

Dampak Limbah di Kelurahan Ciluar Tahun 2005 ... 115 22. Persepsi Pengrajin Berdasarkan Pengetahuan Tentang Dampak

Negatif Limbah di Kelurahan Ciluar Tahun 2005 ... 116 23. Persepsi Pengrajin Terhadap Derajat Masalah Akibat Dampak

Negatif Limbah di Kelurahan Ciluar Tahun 2005 ... 118 24. Distribusi Pengelolaan Limbah cair Pengrajin Aci di Kelurahan Ciluar

Tahun 2005 ... 120 25. Distribusi Tujuan Pembuangan Limbah cair Pengrajin Aci di Kelurahan

Ciluar Tahun 2005... 120 26. Distribusi Pilihan Membayar Terhadap Skenario Pertama ... 134 27. Distribusi Pilihan Membayar Terhadap Skenario Kedua ... 142 28. Distribusi Pilihan Membayar Terhadap Skenario Ketiga ... 150 29. Distribusi Pilihan Membayar Terhadap Skenario Keempat ... 158 30. Dugaan Kurva Penawaran WTP Skenario Pertama ... 169 31. Surplus Konsumen Skenario Pertama Berdasarkan WTP Rata-rata ... 170 32. Dugaan Kurva Penawaran WTP Pembangunan IPAL Skenario Pertama . 175 33. Dugaan Kurva Penawaran WTP Kegiatan Operasional IPAL

Skenario Pertama ... 176 34. Surplus Konsumen Pembangunan IPAL Skenario Kedua Berdasarkan

WTP Rata-rata ... 177 35. Surplus Konsumen Kegiatan Operasional IPAL Skenario Kedua

Berdasarkan WTP Rata-rata ... 177 36. Dugaan Kurva Penawaran WTP Skenario Ketiga ... 182 37. Surplus Konsumen Skenario Ketiga Berdasarkan WTP Rata-rata ... 183 38. Dugaan Kurva Penawaran WTP Pembangunan IPAL Skenario Keempat 188 39. Dugaan Kurva Penawaran WTP Kegiatan Operasional IPAL

Skenario Keempat ... 189 40. Surplus Konsumen Pembangunan IPAL Skenario Keempat Berdasarkan

WTP Rata-rata ... 190 41. Surplus Konsumen Kegiatan Operasional IPAL Skenario Keempat


(29)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Peta Lokasi Penelitian ... 219 2. Hasil Probit Persepsi Pengrajin Terhadap Pengelolaan Limbah ... 220 3. Hasil Probit WTP Pengrajin Skenario Pertama ... 221 4. Hasil Probit WTP Pengrajin Skenario Kedua ... 222 5. Hasil Probit WTP Pengrajin Skenario Ketiga ... 223 6. Hasil Probit WTP Pengrajin Skenario Keempat ... 224 7. Hasil Regresi Berganda Nilai WTP Pengrajin Skenario PertamaSampai

dengan Keempat ... 225 8. Uji Statistik Hasil Regresi Berganda Nilai WTP Skenario Pertama ... 228 9. Uji Statistik Hasil Regresi Berganda Nilai WTP Pembangunan IPAL

Skenario Kedua ... 230 10.Uji Statistik Hasil Regresi Berganda Nilai WTP Kegiatan Operasional

IPAL Skenario Kedua ... 232 11.Uji Statistik Hasil Regresi Berganda Nilai WTP Skenario Ketiga ... 234 12.Uji Statistik Hasil Regresi Berganda Nilai WTP Pembangunan IPAL

Skenario Keempat ... 236 13.Uji Statistik Hasil Regresi Berganda Nilai WTP Kegiatan Operasional

IPAL Skenario Keempat ... 238 14.Dokumentasi Penelitian ... 240 15.Skema IPAL Biogas ... 242 16.Kuisioner Penelitian ... 243


(30)

DAFTAR ISTILAH

ABM : Averting Behavior Method. BOD : Biochemical Oxygen Demand. COD : Chemical Oxygen Demand. CVM : Contingent Valuation Method. DRM : Dose Response Method. EWTP : Estimating Mean WTP. HPM : Hedonic Price Method.

IPAL : Instalasi Pengelolaan Air Limbah. MPC : Marginal Private Cost.

MSB : Marginal Social Benefit. MSC : Marginal Social Cost. TVM : Travel Cost Method. TWTP : Total WTP.

WTA : Willingness to Accept. WTP : Willingness to Pay.


(31)

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Industri kecil merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Di samping itu, industri kecil merupakan penggerak perekonomian Indonesia terutama bagi golongan menengah ke bawah. Hal ini disebabkan karena industri kecil mampu menyerap tenaga kerja yang lebih besar dibandingkan dengan industri besar dan mampu menyerap tenaga kerja tidak berpendidikan yang tidak terserap oleh industri besar.

Jumlah pengusaha kecil dan rumah tangga pun lebih besar dibandingkan dengan pengusaha sedang dan besar. Menurut Departemen Perindustrian (2004), jumlah pengusaha kecil dan rumah tangga di Indonesia sebesar 4.598.684 industri9. Faktor-faktor yang menyebabkan industri kecil dan rumah tangga mampu berkembang pesat adalah: umumnya industri kecil tidak membutuhkan modal yang besar, pekerjanya umumnya tidak berpendidikan tinggi, dan bahan bakunya tersedia di dalam negeri, sehingga tidak membutuhkan biaya yang besar. Dengan demikian industri kecil mampu bertahan, meskipun terjadi krisis ekonomi.

Perkembangan industri kecil di Indonesia, khususnya yang menggunakan bahan baku pertanian, mengalami perkembangan yang cukup besar. Hal yang sama juga terjadi di Bogor, perkembangan di sektor industri kecil pun meningkat jumlahnya dari tahun ke tahun, tak terkecuali industri kecil tepung tapioka kasar/aci. Untuk mengetahui peningkatan jumlah industri kecil di Bogor dapat dilihat pada Tabel 1, dimana menurut Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kota

9www.deperin.go.id/industri kecil.html


(32)

Bogor, industri kecil tepung tapioka kasar/aci tergabung dalam golongan industri kecil makanan formal dan informal.

Tabel 1. Jumlah Pengusaha Kecil Berdasarkan Kategori Jenis Industri di Kota Bogor Tahun 1999-2003 10

No Jenis Industri 1999 2000 2001 2002 2003

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

Industri Kecil Formal Makanan

Minuman

Kayu olahan dan rotan Pulp dan kertas Bahan kimia dan karet Bahan galian non logam Kimia

Mesin dan rekayasa Logam Alat Angkut Industri tekstil Industri kulit Industri alpora Industri elektronik 1.204 204 669 287 32 786 323 191 550 978 2.325 978 31 40 1.333 246 798 302 49 786 323 191 637 1.057 2.417 1.282 85 40 1.574 323 898 323 73 786 323 201 692 1.057 2.879 1.484 97 40 1.635 361 927 323 93 786 426 201 700 1.069 2.929 1.523 97 40 1.660 365 927 334 93 786 548 201 706 1.069 2.929 1.523 97 40 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

Industri Kecil Non Formal Makanan

Minuman

Kayu olahan dan rotan Pulp dan kertas Bahan kimia dan karet Bahan galian non logam Kimia

Mesin dan rekayasa Logam Alat Angkut Industri tekstil Industri kulit Industri alpora Industri elektronik 850 448 173 57 - 195 109 - 244 65 468 871 6 94 4.151 835 288 69 - 195 109 - 244 184 524 1.050 6 175 4.180 848 297 74 - 195 109 - 265 184 580 1.132 6 175 4.348 866 309 78 - 195 109 - 271 184 594 1.233 15 175 4.453 887 333 81 - 195 109 - 277 184 602 1.233 21 175 Sumber : Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi (2004)

Produktivitas tanaman ubi kayu di Indonesia khususnya Jawa Barat cukup tinggi, tetapi perkembangan produktivitas tersebut memerlukan permintaan yang seimbang agar produk tersebut terpakai. Namun sejalan dengan perkembangan pendapatan masyarakat, permintaan akan ubi kayu terus menurun karena ubi kayu termasuk dalam golongan barang inferior, dan dianggap makanan pokok ketiga setelah beras dan jagung.

10www.deperin.go.id/industri kecil.html


(33)

Untuk meningkatkan permintaan akan ubi kayu, produsen harus melakukan kegiatan pengolahan lebih lanjut untuk menambah value added. Pengolahan ini tidak hanya menjadikan ubi kayu sebagai makanan pokok tetapi dapat juga menjadikan ubi kayu sebagai makanan ringan, atau produk olahan intermediate (berupa tepung tapioka/aci) yang dapat diolah lebih lanjut untuk konsumen dan harganya pun tidak terlalu mahal. Hal inilah yang banyak dilakukan oleh beberapa pengusaha, sehingga mereka mengusahakan pembuatan tepung tapioka kasar/aci baik dalam skala kecil maupun besar.

Atas pertimbangan di atas, banyak didirikan pabrik tepung tapioka kasar/aci meskipun masih dalam skala usaha yang kecil. Industri kecil tapioka kasar/aci yang terkenal di Jawa Barat adalah yang berada di Bogor, terutama di Kelurahan Ciluar yang menjadi sentra industri kecil tapioka kasar/aci, dimana sentra industri tersebut juga menjadi salah satu aset bagi Pemkot (Pemerintah Kota) Bogor.

Perkembangan industri kecil tapioka kasar/aci di Ciluar sangat pesat, hal ini dibuktikan dengan jumlahnya yang terus meningkat tiap tahunnya. Menurut Bagian Ekbang Kelurahan Ciluar (2005) sampai dengan tahun 2003, jumlah pengusaha/pengrajin tepung tapioka di Kelurahan Ciluar berjumlah 30 industri, namun sampai dengan Mei 2004 jumlahnya telah mencapai 41 industri. Adanya perkembangan industri tersebut menimbulkan ekternalitas. Ekternalitas tersebut dapat bersifat positif maupun negatif. Eksternalitas positif membawa dampak penyerapan tenaga kerja dan sebagai penggerak perekonomian daerah sekitar, sedangkan ekternalitas negatif yang dapat ditimbulkan antara lain adalah dampak limbah yang dihasilkan oleh industri tersebut.


(34)

Perkembangan tersebut menyebabkan terjadi trade off. Disatu pihak perkembangan industri yang pesat akan memberikan banyak manfaat ekonomi, namun dengan adanya perkembangan yang pesat maka kualitas dari lingkungan akan terus menurun. Kualitas lingkungan yang menurun tersebut disebabkan karena limbah yang dihasilkan oleh industri tersebut. Umumnya limbah industri itu dibuang badan air 11, dan belum diolah, sehingga mencemari lingkungan. Pengusaha/pengrajin belum memperhatikan pelestarian lingkungan, dan beberapa orang beranggapan bahwa kebersihan dan pelestarian lingkungan merupakan tanggung jawab pemerintah.

Pemikiran tersebut salah karena kelangsungan hidup (sustainability) usaha dan pelestarian sumberdaya dan lingkungan adalah dua hal yang saling melengkapi Perkembangan usaha salah satunya didukung oleh penggunaan sumberdaya alam yang baik dan pelestarian terhadap lingkungan sekitar. Penilaian terhadap lingkungan (environmental assessment) merupakan alat utama untuk mengukur seberapa besar dampak yang ditimbulkan dari suatu kegiatan terhadap lingkungan. Dalam hal ini dimasukkan informasi lingkungan ke dalam proses identifikasi, persiapan, dan pelaksanaan suatu usaha. Sedangkan analisis ekonomi (economic analysis) mengukur besarnya keuntungan/manfaat ekonomi dan dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. Dampak lingkungan yang buruk dimasukkan dalam biaya, sedangkan dampak lingkungan yang baik dimasukkan dalam manfaat/keuntungan. Penilaian ekonomi lingkungan dalah analisis yang digunakan untuk mengukur seberapa besar nilai ekonomi suatu lingkungan yang diakibatkan oleh suatu kegiatan ekonomi.

11


(35)

Studi ini dilakukan untuk mengkaji penilaian ekonomi dari pengelolaan limbah industri tersebut dan menentukan besarnya kesediaan membayar dari pengusaha/pengrajin terhadap pengelolaan limbah ind ustri tepung tapioka kasar/aci yang ada di Kelurahan Ciluar. Analisis tersebut dilakukan dengan menggunakan konsep Willingness to Pay (WTP) yang menggunakan Contingent Valuation Method (CVM). Metode CVM digunakan dalam penelitian ini dikarenakan metode tersebut merupakan salah satu metode ekonomi yang digunakan untuk menentukan nilai dari suatu ekosistem atau lingkungan. Penggunaan metode ini menunjukkan nilai dari suatu lingkungan. Metode CVM adalah cara penghitungan langsung, dalam hal ini menanyakan kesediaan untuk membayar (WTP) kepada masyarakat (dalam hal ini pengrajin) dengan titik berat preferensi individu menilai public goods yang penekanannya pada standar nilai uang (Hanley dan Spash, 1993). Metode ini dapat menghitung nilai dari public goods melalui konsep WTP. Oleh karena itu, dengan menggunakan metode tersebut maka penilaian ekonomi terhadap pencemaran limbah dan besarnya kompensasi yang mampu dibayarkan pengrajin dapat dipecahkan.

1.2Perumusan Masalah

Industri umumnya lebih pada “profit oriented” dengan mengutamakan keuntungan ekonomi semata dan mengabaikan tanggung jawab sosial terhadap masyarakat, terutama dalam pengelolaan limbah hasil industrinya. Padahal pengelolaan limbah industri sesuai standar yang ditetapkan akan memperkuat keberlangsunga n industri bersangkutan.


(36)

Produsen/perusahaan yang tidak peduli lingkungan akan tersisih dengan sendirinya, karena persaingan bisnis tidak hanya ditentukan oleh manajemen bisnis perusahaan melainkan tanggung jawab sosialnya terhadap masyarakat. Dampak limbah industri terhadap masyarakat sekitar baik yang berada pada daerah hulu maupun hilir industri disajikan pada Gambar 1 di bawah ini :

Gambar 1. Limbah Industri dan Dampaknya Terhadap Masyarakat

Sumber : Pusat Studi Pembangunan LPPM IPB (2004)

Gambar 1 di atas menunjukkan bahwa dari polutan yang dihasilkan dari suatu limbah industri tidak hanya berdampak kepada lingkungan tetapi juga kepada kehidupan manusia. Lingkungan hidup merupakan sumberdaya untuk melakukan aktivitas ekonomi, sehingga jika lingkungan tidak dikelola dan dirawat dengan baik maka lingkungan akan menjadi rusak. Dampak lingkungan hidup yang rusak sangat membahayakan kehidupan manusia, seperti timbulnya berbagai penyakit, kualitas hidup rendah, dan sebagainya.

Limbah industri merupakan salah satu contoh eksternalitas negatif yang ditimbulkan oleh industri dan dari jenis industri yang beragam. Limbah industri

Human Society

Polutan

Pemeliharaan & kearifan

terhadap alam

Materi, energi, dan Uang

Sickness

Environmental Resources


(37)

tersebut dapat berupa limbah cair, gas maupun padat yang dapat mencemari udara, tanah, maupun air (air tanah maupun air sungai) di sekitar daerah industri. Apabila limbah industri tersebut tidak dikelola dengan baik maka akan mencemari lingkungan sekitar, sehingga akhirnya akan menurunkan kualitas hidup masyarakat sekitar industri dan aktivitas ekonomi mereka.

Limbah industri tersebut tidak hanya diakibatkan oleh industri besar tetapi juga dapat disebabkan oleh industri kecil, baik industri kecil formal maupun non formal. Pada industri kecil tidak adanya pengelolaan limbah disebabkan oleh satu atau beberapa hal sebagai berikut : (1) pengusaha/pengrajin tidak memiliki dana yang cukup dalam pengelolaan limbah (membeli mesin, dan menerapkan teknologi), (2) belum adanya baku mutu pengelolaan limbah, (3) kurangnya pengetahuan pengusaha/pengrajin mengenai teknik pengelolaan limbah, dan (4) mereka beranggapan bahwa limbah yang dihasilkan tidak berbahaya. Limbah dari industri kecil umumnya langsung dibuang ke badan air terdekat.

Sejauh limbah yang dibuang ke badan air itu tidak membahayakan kehidupan manusia, hal itu tidak menjadi masalah. Masalah akan muncul jika pembuangan limbah ini dapat menimbulkan dampak negatif dan membahayakan bagi masyarakat sekitar terutama mereka yang menggunakan air sungai tersebut (badan air) untuk kegiatan sehari- hari baik di daerah hulu maupun hilir sungai. Selain itu dalam jangka pendek memang limbah tersebut tidak akan menimbulkan dampak negatif, namun dalam jangka panjang akumulasi dari pembuangan limbah tersebut akan menimbulkan dampak yang negatif, dan dapat merugikan masyarakat yang berada di sekitar daerah pembuangan limbah.


(38)

Pengeringan/penjemuran

Pengembangan industri tepung tapioka kasar/aci di Kelurahan Ciluar juga mengalami persoalan yang sama dengan di atas dalam pengelolaan dan pembuangan limbah (lihat Gambar 2). Industri tersebut belum sepenuhnya melakukan pengelolaan limbahnya dengan baik bahkan ada beberapa industri yang tidak melakukan pengelolaan limbah. Hal itu disebabkan karena keterbatasan dana, kurangnya pengetahuan pengusaha, tidak ada standar baku dalam permasalahan limbah, dan kurangnya kesadaran masyarakat sekitar dalam melakukan social control terhadap industri tersebut.

Limbah Padat

Gambar 2. Skema Pengolahan Ubi Kayu Menjadi Tepung Tapioka, Kelurahan Ciluar Tahun 2005

Sumber : Tampubolon (2001) Ubi Kayu

Pengupasan

Pencucian

Penggilingan/Pemarutan

Penyaringan

Pengendapan

Tapioka Kasar/Aci

Onggok

Pengeringan

Pengemasan Pengemasan

LIMBAH CAIR

Dibuang ke saluran air


(39)

Dengan adanya pembuangan limbah cair tersebut, akan terjadi penurunan kepuasan dalam penggunaan public goods (air) oleh masyarakat. Penurunan itu berupa menurunnya kualitas public goods terutama yang berkaitan dengan lingkungan (air tercemar). Kerugian ini biasanya harus ditanggung oleh masyarakat karena pengrajin/pengusaha tidak memasukkan social cost dalam produksinya. Dengan adanya pencemaran oleh limbah cair maka air akan tercemar, dapat menimbulkan penyakit (gatal- gatal) pada masyarakat yang menggunakan air sungai ataupun air sumur, dan bila mencemari tambak ikan maka ikan- ikan akan mati. Air sumur dapat tercemar karena limbah cair yang dibuang ke badan air akan meresap ke dalam tanah dan air yang sudah tercemar mengandung Biological Oxygen Demand (BOD) yang tinggi dan memiliki keasaman yang tinggi. Selain itu dengan adanya pencemaran maka akan merusak estetika sungai ataupun saluran air (got).

Oleh sebab itu perlunya pengusaha/pengrajin membayar kompensasi, yang juga merupakan social cost kepada masyarakat. Bentuk kompensasi tersebut dapat langsung dibayarkan kepada masyarakat sekitar atau dibayarkan kepada pemerintah dalam bentuk retribusi12/iuran, yang nantinya retribusi itu akan digunakan untuk memelihara lingkungan yang tercemar akibat aktivitas ekonominya atau untuk mendirikan IPAL dan melakukan pengelolaan limbah. Kesediaan untuk membayar dari pengusaha/pengrajin teresebut dalam membayar kompensasi tersebut dapat dilihat melalui analisis WTP yang menggunakan pendekatan penilaian ekonomi CVM.

Pada tahun 2002 Pemerintah Kota Bogor, melalui Dinas Irigasi dan Pengairan berusaha memecahkan persoalan tersebut. Pemkot membangun sebuah

12

Uang yang dibayarkan kepada pemerintah untuk pengelolaan sarana umum dan manfaatnya dapat langsung dinikmati


(40)

IPAL (Instalasi Pengelolaan Air Limbah) aci di lahan seorang pengrajin, yang cukup banyak memiliki pabrik. IPAL tersebut diharapkan menjadi proyek percontohan dan mengatasi masalah pencemaran oleh limbah cair aci. Namun hal itu mengalami kegagalan karena Pembangunan IPAL aci pada tahun 2002 merupakan proyek percontohan, namun pada saat ini IPAL tersebut tidak terawat sehingga kinerjanya tidak optimal. Selain itu IPAL tersebut diharapkan dapat menjadi contoh bagi beberapa pengrajin agar dapat mencontoh pembuatan, dan merangsang pengrajin untuk membuatnya. Selain itu sampai sat ini (Oktober 2005) tidak ada pengrajin yang berniat dan telah membuat IPAL untuk pabrik acinya. Sehingga dapat disimpulkan proyek tersebut gagal.

Berdasarkan uraian tersebut, maka sebagai perumusan masalah dari penelitian ini adalah :

1. Bagaimana karakteristik pengusaha/pengrajin dan persepsinya terhadap pengelolaan limbah cair industri kecil tepung tapioka kasar/aci yang selama ini dilakukan di Kelurahan Ciluar ?

2. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi kesediaan/ketidaksediaan membayar WTP dari pengusaha/pengrajin tepung tapioka kasar/aci di Kelurahan Ciluar terhadap pengelolaan limbah dan pemeliharaan lingkungan ?

3. Berapa besar kesediaan membayar WTP dari pengusaha/pengrajin industri kecil tepung tapioka kasar/aci di Keluraha n Ciluar untuk pengelolaan limbah dan pemeliharaan lingkungan ?

4. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi nilai WTP dari pengusaha/pengrajin industri kecil tepung tapioka kasar/acidi Kelurahan Ciluar ?


(41)

1.3Tujuan

Sesuai dengan permasalahan yang ingin diteliti, maka penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengkaji karakteristik pengusaha/pengrajin dan persepsinya terhadap pengelolaan limbah cair industri kecil tepung tapioka kasar/aci yang selama ini dilakukan di Kelurahan Ciluar.

2. Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan/ketidaksediaan membayar WTP dari pengusaha/pengrajin tepung tapioka kasar/aci di Kelurahan Ciluar terhadap pengelolaan limbah dan pemeliharaan lingkungan. 3. Menilai besarnya nilai WTP dari pengusaha/pengrajin industri kecil tepung

tapioka kasar/aci di Kelurahan Ciluar untuk pengelolaan limbah dan pemeliharaan lingkungan.

4. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTP dari

pengusaha/pengrajin industri kecil tepung tapioka kasar/aci di Kelurahan Ciluar.

1.4Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :

1. Akademisi dan peneliti, khususnya dalam pengembangan metode Contingent CVM yang terkait dengan lingkungan dan pengkajian mengenai penilaian ekonomi pengelolaan limbah industri kecil tepung tapioka kasar/aci.

2. Pemerintah Kota Bogor agar turut memperhatikan pencemaran lingkungan yang ada di wilayahnya dan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil


(42)

kebijakan mengenai penanganan limbah industri kecil, terutama yang ada di Kelurahan Ciluar.

3. Pengusaha/pengrajin industri tepung tapioka kasar/aci agar memperhatikan kelestarian lingkungan sekitar dan mampu memilih pengelolaan limbah yang sesuai.

4. Masyarakat luas dalam mengedepankan kualitas lingkungan tempat tinggalnya.

1.5Ruang Lingkup Penelitian

Dalam Industri tepung tapioka kasar/aci, limbah yang dihasilkan adalah limbah padat, cair dan gas. Penelitian ini dilakukan hanya pada limbah cair, karena limbah padat yang dihasilkan, dapat dikelola oleh industri, dan keterbatasan alat serta data penelitian mengenai limbah gas yang dihasilkan.

Dampak sosial ekonomi dari limbah industri tepung tapioka kasar/aci tidak diteliti dalam penelitian ini, karena penelitian ini menekankan pada memformulasikan penilaian ekonomi mengenai besarnya nilai WTP pengusaha/pengrajin industri tepung tapioka kasar/aci di Kelurahan Ciluarterhadap pengelolaan limbah industri. Pengelolaan fisik limbah cair tepung tapioka kasar/aci juga tidak diteliti.

Selain itu untuk mempersingkat penggunaan kata, maka untuk penulisan istilah industri kecil tepung tapioka kasar/aci akan ditulis industri aci, penulisan pengusaha/pengrajinaci akan ditulis pengrajin aci.


(43)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Industri Kecil

Biro Pusat Statistik (BPS, 1996) memberikan batasan tentang industri kecil sebagai usaha rumah tangga yang melakukan kegiatan mengolah bahan dasar menjadi bahan jadi atau setengah jadi, barang setengah jadi menjadi barang jadi atau yang kurang nilainya yang menjadi tinggi nilainya dengan maksud untuk dijual13. Jumlah pekerja industri kecil antara 5-19 orang termasuk pengusaha, karena jika jumlah pekerja dibawah lima orang disebut industri rumah tangga, sedangkan jika industri yang berjumlah 20-99 orang maka digolongkan ke dalam industri berskala sedang, dan ind ustri yang memiliki tenaga kerja 100 orang lebih digolongkan dalam industri besar.

Pengertian industri kecil selalu mengalami perubahan, dan pengertian itu selalu diperbaharui sesuai dengan keadaan dan kebutuhan. Departemen Perindustrian melalui Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 133/M/SK/8/1979 tanggal 3 Agustus 1979 menetapkan bahwa yang termasuk industri kecil adalah (1) industri yang mempunyai kekayaan tidak lebih dari Rp 100.000.000,00, (2) jumlah penanaman modal pada perusahaan di luar gedung dan tenaga pembangkit tidak lebih dari Rp 30.000.000,00, (3) nilai penanaman modal per tenaga kerja tidak lebih dari Rp 625.000,00 dan (4) kepemimpinan oleh warga negara Indonesia.

Sementara dalam Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 254/MPP/Kep/7/1997 dinyatakan bahwa kriteria industri kecil adalah industri yang mempunyai aset di luar tanah dan bangunan mencapai nilai sampai dengan Rp

13www.bps.go.id/industri kecil html


(44)

200.000.000,00 dan kepemimpinan oleh warga negara Indonesia. Kriteria ini berlaku sejak tanggal ditetapkan yaitu 28 Juli 1997. Berikut adalah beberapa pengertian dari industri kecil oleh beberapa organisasi.

Tabel 2. Batasan / Kriteria Usaha Kecil dan Menengah Menurut Beberapa Organisasi di Indonesia Tahun 200314

Organisasi Jenis Usaha Keterangan Kriteria

Undang-Undang No. 9/1995 tentang Usaha Kecil

Usaha Kecil

Aset < Rp. 200 Juta diluar tanah dan bangunan

• Omzet tahunan < Rp. 1 Milyar

• Dimiliki oleh orang Indonesia

• Independen, tidak terafiliasi dengan usaha menengah-besar

• Boleh berbadan hukum, boleh tidak

Badan Pusat Statistik(BPS)

Usaha Mikro Pekerja < 5 orang termasuk tenaga keluarga yang tidak dibayar

Usaha Kecil Pekerja 5-19 orang

Menneg Koperasi & PKM

Usaha Kecil (UU No. 9/1995)

Aset < Rp. 200 Juta diluar tanah dan bangunan

• Omzet tahuna n < Rp. 1 milyar

Bank Indonesia

Usaha Mikro (SK Dir BI No.

31/24/KEP/DIR tgl 5 Mei 1998)

Usaha yang dijalankan oleh rakyat miskin atau mendekati miskin.

• Dimiliki oleh keluarga sumberdaya lokal dan teknologi sederhana

• Lapangan usaha mudah untuk exit dan entry

Usaha Kecil (UU

No. 9/1995) Aset bangunan < Rp. 200 Juta di luar tanah dan

• Omzet tahunan < Rp. 1 milyar

Bank Dunia Usaha Mikro

Kecil-Menengah

Pekerja < 20 Orang

• Pekerja 20-150 orang

• Aset < US$. 500 ribu di luar tanah dan bangunan

Sumber : Kementerian Lingkungan Hidup (2003)

14www.menlh.go.id/usaha-kecil.html


(45)

Sedangkan industri kecil memiliki beberapa karakteristik menurut Direktorat Jenderal Industri Kecil (1999) adalah :

1. Jumlahnya besar dan tersebar di seluruh pelosok tanah air.

2. Mencakup bagian tersebar dalam keluarga masyarakat golongan ekonomi lemah.

3. Mampu mendorong proses pemerataan dan penanggulangan kemiskinan karena mudah diakses oleh rakyat kecil dan masyarakat yang tergolong miskin.

4. Mampu menggali dan memanfaatkan keunggulan komparatif dan ketersediaan tenaga kerja dan sumberdaya.

5. Dapat hidup walau dengan modal yang sangat terbatas.

Disamping karakteristik industri kecil, Direktorat Jenderal Industri Kecil (1990) juga menyatakan tentang ciri-ciri kuantitatif industri kecil, yaitu :

1. Manajemen independent karena pemilik sekaligus pengelola usaha. 2. Modal terbatas dan biasanya sangat tergantung pada sumber permodalan

internal.

3. Wilayah kerja biasnya bersifat lokal.

4. Posisi tawar menawar usaha relatif rendah, baik terhadap mitra usaha maupun pesaingnya.

5. Memanfaatkan teknologi tradisional dan bersifat turun menurun. 6. Derajat diversifikasi usaha rendah.

7. Sebagian memiliki legal status, tetapi sebagian besar tidak.

Menurut Sukirno (1996) berdasarkan kepada lapangan usaha yang dijalankan, perusahaan-perusahaan yang ada dalam perekonomian dapat dibedakan


(46)

menjadi 3 golongan : industri primer, adalah perusahaan-perusahaan yang mengolah kekayaan alam dan mengeksploitasi faktor-faktor produksi yang disediakan oleh alam, contoh : kegiatan pertambangan, mengeksploitasi hasil hutan, dan industri sekunder meliputi perusahaan-perusahaan dalam bidang menciptakan barang-barang industri (sepatu, baju, mobil, buku, dan sebagainya), mendirikan bangunan dan perumahan, menyediakan air listrik dan gas. Sedangkan industri tertier adalah industri yang menghasilkan jasa-jasa, seperti perusahaan-perusahan yang menyediakan pengangkutan, menjalankan perdagangan, memberikan pinjaman (badan-badan keuangan) dan menyewakan bangunan (rumah dan pertokoan).

Sedangkan pada tahun 1999 Deperindag menyatakan bahwa penggolongan industri kecil adalah sebagai berikut :

1. Industri kecil pangan yang meliputi kerupuk emping, makanan ringan, dan lain- lain.

2. Industri kecil kimia, agro non pangan dan hasil hutan, yang meliputi industri minyak atsiri, industri vulkanisir ban, industri kayu, dan lain- lain.

3. Industri logam, mesin dan elektronika industri pengelolaan logam, industri komponen dan suku cadang.

4. Industri kecil sandang, kulit dan aneka, meliputi konveksi/pakaian jadi, tenun, tenun ikat, bordir serta industri barang dan kulit.

5. Industri kerajinan dan umum, meliputi industri anyam-anyaman, industri kerajinan ukiran, dan lain- lain.


(47)

Menurut Krisnamurthi (2000), industri pengolahan termasuk dalam agroindustri yang merupakan bagian dari agribisnis. Agroindustri tersebut masuk dalam subsistem agribisnis yang ketiga (Down-Stream Agribusiness) setelah subsistem agribisnis hulu (Up-Stream Agribusiness) dan subsistem agribisnis usahatani (On-Farm Agribusiness).

Proses pengolahan berkaitan dengan penerapan suatu teknologi dalam upaya meningkatkan produksi dan nilai tambah suatu komoditas. Apabila terjadi peningkatan nilai tambah, maka harga komoditas juga mengalami peningkatan. Menurut Limbong dan Sitorus (1987), pengolahan bertujuan untuk meningkatkan kualitas barang bersangkutan baik dalam rangka memperkuat daya tahan barang tersebut maupun dalam rangka meningkatkan nilainya, disamping juga untuk memenuhi keinginan konsumen. Kegiatan pengolahan memberikan kegunaan bentuk. Dengan adanya pengolahan maka jumlah dan jenis konsumennya pun akan bertambah banyak. Berarti pengolahan tersebut menyebabkan peningkatan nilai suatu komoditas dalam ragam ataupun konsumen yang mengkonsumsinya.

2.3 Industri Kecil Tepung Tapioka Kasar/ Aci

Industri ini merupakan industri pengolahan, dan industri yang berorientasi bahan baku, sehingga industri ini harus terletak tidak jauh dari daerah sentra produksi tanaman ubi kayu (singkong) sebagai bahan bakunya. Apabila tanaman ubi kayu tidak tersedia maka industri ini tidak berproduksi. Sifat ketergantungan ini cenderung menyebabkan industri berproduksi di bawah kapasitas produksinya. Bahan baku ubi kayu yang digunakan pada industri ini dapat diperoleh dari perkebunan sendiri atau dibeli dari pasar bebas.


(48)

Industri aci memerlukan waktu kira-kira dua sampai tiga hari untuk menghasilkan tepung tapioka kasar/aci. Proses pengolahan ubi kayu menjadi tepung tapioka kasar/aci dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu tahap pengolahan pendahuluan meliputi pengupasan, pencucian, dan penggilingan. Ekstraksi pati meliputi penyaringan, pengendapan, dan pemurnian, serta tahap penyelesaian meliputi pemarutan, pengeringan, dan pengepakan. Malalui tahapan kegiatan tersebut akan dihasilkan tepung tapioka kasar/aci (Tampubolon,2001). Pengolahan ubi kayu menjadi tepung tapioka kasar/aci dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi yang sederhana. Alat-alat yang digunakan umumnya dibuat dari kayu dan bambu denga n konstruksi yang tidak rumit.

2.4 Eksternalitas

Eksternalitas secara umum diartikan sebagai dampak yang terjadi oleh pihak yang melakukan suatu kegiatan terhadap pihak lain. Menurut Rosen (1999) eksternalitas terjadi ketika aktivitas seseorang memberikan dampak bagi orang lain di luar mekanisme pasar. Eksternalitas disebabkan karena harga pasar berbeda dengan social cost yang terjadi akibat adanya inefisiensi dalam alokasi sumberdaya. Hal senada dengan Rosen, Mangkoesoebroto (1993) mendefinisikan eksternalitas sebagai keterkaitan suatu kegiatan dengan kegiatan lain yang tidak melalui mekanisme pasar (Mangkoesoebroto, 1993). Selain itu eksternalitas terjadi bila suatu kegiatan menimbulkan manfaat dan atau biaya bagi kegiatan atau pihak di luar pelaksana kegiatan tersebut

Rosen (1999) juga membagi eksternalitas atas 4 karakteristik, yaitu : (1) eksternalitas dapat disebabkan oleh konsumen yang bertindak sama seperti pabrik,


(49)

(2) ekternalitas yang menyatakan hubungan timbal balik secara alami, (3) eksternalitas positif, (4) eksternalitas khusus akibat penggunaan public goods.

Sementara itu Mangkoesoebroto (1993), membagi eksternalitas atas dampaknya menjadi dua, yaitu eksternalitas negatif dan ekternalitas positif. eksternalitas positif adalah dampak yang menguntungkan dari suatu tindakan yang dilakukan oleh suatu pihak terhadap orang lain tanpa adanya kompensasi dari pihak yang diuntungkan, sedangkan eksternalitas negatif apabila dampaknya bagi orang lain yang tidak menerima kompensasi sifatnya merugikan. Dalam hal adanya eksternalitas dalam suatu aktivitas, maka akan timbul inefisiensi. Inefisiensi akan timbul apabila tindakan sesorang mempengaruhi orang lain dan tidak tercermin dalam sistem harga. Secara umum adanya ekternalitas tidak akan mengganggu tercapainya efisiensi masyarakat apabila semua dampak yang merugikan maupun yang menguntungkan dimasukkan ke dalam perhitungan produsen dalam menetapkan jumlah barang yang diproduksi. Dalam hal ini perhitungannya adalah MSC sama dengan MEC ditambah dengan MPC.

Pada Gambar 3 menunjukkan bahwa tingkat yang optimum terjadi pada tingkat produksi OQ1. Seorang pengusaha akan cenderung menetapkan tingkat

produksi sebesar OQ2, yaitu dimana kurva permintaan (MSB) memotong kurva

PMC, sehingga tampak bahwa jumlah yang dip roduksi terlalu banyak dibandingkan tingkat produksi yang optimum. Dengan demikian ekternalitas negatif yang ditimbulkan sebesar daerah yang diarsir.

P MSC=PMC+ MEC PMC P1


(50)

P2

MEC

MSB

O Q1 Q2 (jumlah produksi) Gambar 3. Eksternalitas Produksi Negatif

Keterangan

MSC : Marginal Social Cost PMC : Marginal Private Cost MEC : Marginal External Cost

Sumber: Mangkoesoebroto (1993)

P PMC

MSC P2

P1 E

MSB

O Q2 Q1 (jumlah produksi)

Gambar 4. Eksternalitas Produksi Positif

Keterangan

MSC : Marginal Social Cost PMC : Marginal Private Cost MEC : Marginal External Cost

Sumber: Mangkoesoebroto (1993)

Berdasarkan Gambar 4 pengusaha atau produsen akan menentukan jumlah produksi sebesar OQ2 karena MSB (keuntungan marjinal sosial) sama dengan PMC.


(51)

rendah daripada kurva PMC. Perpotongan antara kurva MSC dan MSB terjadi di titik E dan jumlah produksi optimum sebesar OQ1 yang lebih besar dibanding OQ2

(yaitu jumlah produksi optimum yang dihitung berdasarkan perhitungan mikro produsen). Jadi dapat dikatakan bahwa kasus eksternalitas positif, perhitungan pengusaha yang tidak memperhitungkan dampak positif usahanya terhadap masyarakat dalam menentukan tingkat produksi akan menyebabkan jumlah produksi menjadi terlalu kecil.

2.5 Metode Estimasi Penilaian Nilai Lingkungan

Dalam menilai sisi ekonomi dari perubahan lingkungan yang terjadi terutama perbaikan kualitas lingkungan maka unsur-unsur yang terkait dalam proses perubahan itu harus diperhitungkan. Dalam analisis ekonomi lingkungan, penilaian keuntungan dari perubahan lingkungan merupakan hal yang sangat kompleks karena nilai keuntungan dari perubahan lingkungan merupakan hal yang sangat kompleks karena nilai keuntungan tersebut tidak hanya nilai moneter dari konsumen yang menikmati langsung (users) jasa perbaikan kualitas lingkungan tetapi juga nilai yang berasal dari konsumen potensial dan orang lain karena alasan tertentu (non users).

Metode penilaian ekonomi terhadap lingkungan yang telah berkembang sampai saat ini berjumlah tujuh (Hanley dan Spash, 1993). Diantaranya adalah

Hedonic Price Method (HPM), Dose-Response Method (DRM), The Averting Behavior Method (ABM), Travel Cost Method (TCM), Contingent Valuation Method (CVM), dan Cost-Benefit Analysis. Namun menurut Hanley dan Spash (1993), metode estimasi penilaian lingkungan DRM dan ABM digolongkan ke dalam pendekatan fungsi produksi (Production Function Approaches). Diantara


(52)

beberapa metode penilaian lingkungan tersebut, CVM merupakan metode yang paling popular saat ini. CVM merupakan metode penilaian secara langsung dan dapat mengukur dengan baik nilai penggunaan (use values) dan nilai dari non pengguna (non use values) (Hanley dan Spash, 1993). Berikut ini akan dibahas secara singkat mengenai beberapa penilaian ekonomi terhadap lingkungan selain CVM, karena pembahasan mengenai CVM akan dibahas dan dijelaskan pada bab berikutnya.

Hedonic Price Method(HPM)

HPM merupakan salah satu dari metode penilaian terhadap lingkungan yang digunakan untuk menentukan keterkaitan yang muncul antara tingkat jasa yang dihasilkan lingkungan dengan harga suatu barang yang mempunyai nilai pasar. Menurut Hanley dan Spash (1993) metode ini menggunakan asumsi komplementaritas yang rendah (weak complementary), sehingga jika tingkat pembelian private goods (seperti perumahan) dan marjinal harga permintaan akan kualitas lingkungan bernilai nol.

Salah satu penggunaan HPM yang sering digunakan adalah penentuan harga rumah/tempat tinggal yang dicerminkan dari nilai lingkungan sekitar. Metode ini dapat digunakan untuk mengukur keuntungan dan biaya ekonomi yang terkait dengan kualitas lingkungan (polusi udara, air, dan kebisingan serta kenyamanan lingkungan).

Penggunaan HPM itu sendiri akan mempunyai keunggulan dan keterbatasan. Keunggulan dari metode ini adalah :


(53)

2. HPM dapat disesuaikan dengan keterkaitan yang ada antara market goods dengan kondisi lingkungannya.

3. Hasil penghitungan yang diperoleh berdasarkan tingkah laku pasar yang diteliti, sehingga banyak ahli ekonomi telah memperlakukan metode ini lebih baik daripada hasil survei sepanjang asumsi weak complementary tetap dipertahankan.

4. Pasar tempat tinggal relatif efisien didalam pengumpulan informasinya, sehingga dapat dijadikan indikator yang baik dalam penentuan nilai.

5. Data yang terkait dengan tempat tinggal dan karakteristiknya dapat diperoleh dari berbagai sumber dan dapat dikaitkan dengan sumber data sekunder lainnya untuk menentukan variabel didalam analisis.

Sedangkan beberapa keterbatasan yang dimiliki oleh HPM adalah : 1. Harga yang tersedia harus valid.

2. Cakupan keuntungan meliputi kondisi lingkungan yang dapat diukur.

3. Metode tersebut hanya terkait dengan WTP seseorang terhadap kondisi lingkungan yang ada. Hal ini dapat menyebabkan nilai yang ada tidak mencerminkan harga rumah yang sebenarnya bagi seseorang yang tidak peduli terhadap kaitan antara kualitas lingkungan dengan keuntungan yang diperolehnya.

4. Asumsi yang digunakan didalam metode tersebut adalah seseorang mempunyai kesempatan untuk memilih kombinasi yang digunakannya dengan tingkat pendapatan tertentu. Padahal pasar perumahan dipengaruhi oleh faktor lain seperti pajak, dan tingkat suku bunga.


(54)

Metode ini menurut Hanley dan Spash (1993) mencari hubungan antara variabel kualitas lingkungan dengan metode ini, misalnya dampak kualitas air terhadap produktivitas pertanian, perikanan komersial, industri pengguna air bersih, dan dampak polusi udara terhadap bahan/material, kesehatan, produktivitas manusia, kehutanan, serta kebersihan rumah atau bagunan. Saat ini umumnya metode ini digunakan pada penilaian ekonomi dari lingkungan pertanian. Penggunaan DRM itu sendiri akan mempunyai keunggulan dan keterbatasan. Keunggulan dari metode ini adalah :

1. Metode ini dapat diterapkan pada kasus-kasus dimana orang tidak sadar terhadap dampak yang diakibatkan oleh polusi.

2. Merupakan metode pengukuran manfaat yang sulit dan umumnya menjadi perhatian pembuat kebijaksanaan.

Sedangkan keterbatasan dari metode ini adalah :

1. Metode ini kesulitan untuk memperkirakan fungsi dose-response, model respon produsen, dan memasukkan efek dari tingkat output dan harga.

2. Jika nilai non pengguna cukup tinggi maka metode ini akan menyebabkan estimasi yang terlalu rendah terhadap keuntungan dari kebijaksanaan lingkungan.

Averting Behavior Method (ABM)

Metode ini digunakan untuk menilai kua litas lingkungan berdasarkan pengeluaran untuk mengurangi atau mengatasi efek negatif dari polusi (Hanley dan Spash, 1993). Nilai dari perbaikan kualitas lingkungan dapat diduga secara langsung dari averting expenditure (pengeluaran pencegahan). Penggunaan ABM itu sendiri


(55)

akan mempunyai keunggulan dan keterbatasan. Keunggulan dari metode ini adalah pengukuran manfaat yang dihasilkan berdasarkan karakteristik pasar yang diselidiki. Sedangkan keterbatasan dari metode ini adalah :

1. Membutuhkan data yang rumit.

2. Biaya marjinal dari averting expenditure sulit untuk diukur.

Travel Cost Method (TCM)

Model ini didasari dengan asumsi bahwa orang akan melakukan perjalanan berulang-ulang ke tempat rekreasi tersebut sampai pada titik dimana nilai marjinal dari perjalanan terakhir bernilai sama dengan jumlah uang dan waktu yang dikeluarkan untuk mencapai lokasi tersebut dan untuk mengestimasi besarnya nilai manfat dari upaya perubahan kualitas lingkungan dari tempat rekreasi tersebut (Hanley dan Spash, 1993). Pada metode ini, biaya konsums i untuk barang lingkungan akan memasukkan biaya perjalanan, retribusi masuk kawasan, dan pengeluaran-pengeluaran lain di tempat tujuan. Asumsi yang digunakan dalam metode ini adalah komplementaritas yang rendah (weak complementary) antara barang lingkungan dan pengeluaran konsumsi sehingga jika pengeluaran konsumsi adalah nol, maka utilitas marjinal dari barang lingkungan juga nol. Penggunaan TCM sendiri akan mempunyai keunggulan dan keterbatasan. Keunggulan dari metode ini adalah :

1. Metode ini dapat mengestimasi besarnya surplus konsumen.

2. Hasil penghitungan manfaat berdasarkan tingkah laku pasar dapat diteliti. Sedangkan keterbatasan dari metode ini adalah :


(56)

2. Biaya yang dipakai harus valid, sedangkan dalam kenyatannya sulit untuk mengestimasinya dengan tepat.

2.6 Limbah Industri

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia limbah (1996) memiliki pengertian segala macam buangan yang dapat mencemari air sungai, danau, laut. Hal senada juga diperkuat Peraturan Pemerintah RI No. 18/1999 tentang pengelolaan limbah Bahan Beracun Berbahaya (B3), limbah adalah sisa suatu usaha dan atau

kegiatan. Sedangkan pengertian lain dari limbah adalah barang / benda yang sudah tidak dikehendaki oleh pemiliknya/pemakainya (Pepulih, 2004).

Tetapi secara umum pengertian yang berkembang di masyarakat, limbah adalah hasil buangan pabrik yang berbentuk cair. Berdasarkan asalnya, limbah digolongkan menjadi 4 15, yaitu :

1. Limbah Sektor Industri/Usaha Kecil Pangan

Sektor industri/usaha kecil pangan yang me ncemari lingkungan antara lain : tahu, tempe, tapioka dan pengolahan ikan (industri hasil laut). Limbah usaha kecil pangan dapat menimbulkan masalah dalam penanganannya karena mengandung sejumlah besar karbohidrat, protein, lemak , garam- garam, mineral, dan sisa-sisa bahan kimia yang digunakan dalam pengolahan dan pembersihan. Sebagai contohnya limbah industri tahu, tempe, tapioka, industri hasil laut dan industri pangan lainnya, dapat menimbulkan bau yang menyengat dan polusi berat pada air bila pembuangannya tidak diberi perlakuan yang tepat.

15www.menlh.go.id/dampak limbah.html


(57)

Air buangan (efluen) atau limbah buangan dari pengolahan pangan dengan BOD tinggi dan mengandung polutan seperti tanah, larutan alkohol, panas dan insektisida. Apabila efluen dibuang langsung ke suatu perairan akibatnya menganggu seluruh keseimbangan ekologik dan bahkan dapat menyebabkan kematian ikan dan biota perairan lainnya.

2. Limbah Industri Kimia & Bahan Bangunan

Industri kimia seperti alkohol dalam proses pembuatannya membutuhkan air sangat besar, mengakibatkan pula besarnya limbah cair yang dikeluarkan ke lingkungan sekitarnya. Air limbahnya bersifat mencemari karena di dalamnya terkandung mikroorganisme, senyawa organik dan anorganik baik terlarut maupun tersuspensi serta senyawa tambahan yang terbent uk selama proses fermentasi berlangsung.

Industri ini mempunyai limbah cair selain dari proses produksinya juga, air sisa pencucian peralatan, limbah padat berupa onggokan hasil perasan, endapan CaSO4, gas berupa uap alkohol. kategori limbah industri ini adalah

llimbah bahan beracun berbahaya (B3) yang mencemari air dan udara.

Gangguan terhadap kesehatan yang dapat ditimbulkan efek bahan kimia toksik :

a. Keracunan yang akut, yakni keracunan akibat masuknya dosis tertentu kedalam tubuh melalui mulut, kulit, pernafasan dan akibatnya dapat dilihat dengan segera, misalnya keracunan H2S, CO dalam dosis

tinggi dapat menimbulkan lemas dan kematian, dan keracunan Fenol dapat menimbulkan sakit perut dan sebagainya.


(1)

12.Apakah Bapak/Ibu telah melakukan pengolahan limbah cair yang dihasilkan dari produksi aci ?

a. Sudah (lanjut ke no. 13) b. Tidak (lanjut ke no. 15) 13.Apakah alasan Bapak/Ibu telah melakukan pengolahan limbah cair?

a. Limbah berbahaya

b. Menjaga kelestarian

lingkungan

c. Merupakan salah satu tanggung jawab produsen

d. Agar dapat mengahasilkan uang lagi

e. Lainnya, ………..

14.Teknik pengolahan limbah cair apakah yang Bapak/Ibu terapkan ? a. Pengendapan mekanis

b. Penambahan zat kimia c. Daur ulang

d. Menggunakan tanaman e. Lainnya, ………

15.Mengapa Bapak/Ibu tidak mengolah limbah cair ? a. Menambah biaya produksi

b. Sungai merupakan milik umum, jadi bebas mempergunakannya c. Pelestarian lingkungan merupakan tanggung jawab Pemerintah d. Tidak mengetahui teknik pengolahan limbah

e. Lainnya, …………

16.Dibuang kemanakah limbah yang dihasilkan oleh usaha Bapak/Ibu ? a. Sungai

b. Saluran air (got)

c. Tanah

d. Situ/danau e. Lainnya, ...

17.Berapakah jarak tempat usaha ini/pabrik terhadap sungai/saluran air ? ….. m 18.Apakah selama ini sudah ada upaya atau rencana Pemerintah dalam

membangun IPAL atau mengadakan proyek pengolahan limbah bagi industri

aci di Ciluar ?

a. Sudah, tahun ………… b. Belum

19.Menurut Bapak/Ibu, seharusnya apa yang dilakukan terhadap limbah yang dihasilkan oleh industri aci di Ciluar ini ? ...


(2)

Card 2

Jika pemerintah (Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Bogor) membantu untuk membangun IPAL (teknik biogas) dengan dana pembangunan sebesar Rp 26 juta (dapat digunakan oleh 10 pabrik), dan untuk kegiatan operasional IPAL langsung diserahkan dan menjadi tanggung jawab pabrik-pabrik yang menggunakan IPAL tersebut. Namun, dana pembangunan itu seluruhnya tidak berasal dari pemerintah. Pemerintah mengharapkan bantuan dari pengusaha/pengrajin yang direncanakan menggunakan IPAL tersebut untuk membayar iuran pembangunan IPAL.

1. Apakah Bapak/Ibu setuju dengan rencana yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Bogor ?

a. Setuju, mengapa ? ... b. Tidak setuju, mengapa ? ...

2. Apakah Bapak/Ibu bersedia untuk membayar retribusi yang direncanakan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Bogor ?

a. Setuju, mengapa ? ... b. Tidak setuju, mengapa ? ...

3. Jika Bapak/Ibu menjawab setuju, berapa besarnya iuran yang dapat dibayarkan ?

a.Rp 400.000,00 – RP 700.000,00 b.Rp 700.000,00 – Rp1.000.000,00 c.Rp1.000.000,00 – Rp1.300.000,00

d.Rp1.300.000,00 – Rp 1.600.000,00 e.Rp > Rp 1.600.000,00

4. Bagaimanakah Bapak/Ibu membayar iuran tersebut ?

a. Membayar lunas (lanjut ke no. 6) b. Mencicil (lanjut ke no. 5) 5. Jika pembayaran dilakukan secara mencicil, berapa kali kesediaan Bapak/Ibu

untuk mencicil pembayaran ? a. 2 kali

b. 3 kali

c. 4 kali d. 5 kali

e. > 5 kali

6. Berikan alasan mengapa Bapak/Ibu memilih besarnya retribusi yang bersedia dibayarkan per hari tersebut !

... ...


(3)

Card 3

Jika pemerintah (Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Bogor) membantu untuk membangun IPAL (teknik biogas) dengan dana pembangunan sebesar Rp 26 juta (dapat digunakan oleh 10 pabrik), dan untuk kegiatan IPAL tetap menjadi tanggung jawab pemerintah. Untuk dana operasional selama setahun dibutuhkan dana sebesar Rp 12 juta. Namun, dana pembangunan dan dana operasional tersebut seluruhnya tidak berasal dari pemerintah. Pemerintah mengharapkan bantuan dari pengusaha/pengrajin yang direncanakan menggunakan IPAL tersebut untuk membayar iuran pembangunan dan retribusi per bulan untuk perawatan IPAL.

1. Apakah Bapak/Ibu setuju dengan rencana tersebut ? a. Setuju, mengapa ? ...

b. Tidak setuju, mengapa ? ...

2. Apakah Bapak/Ibu bersedia untuk membayar retribusi yang direncanakan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Bogor ?

a. Setuju, mengapa ? ... b. Tidak setuju, mengapa ? ...

3. Jika Bapak/Ibu menjawab setuju, berapa besarnya iuran yang dapat dibayarkan ?

a.Rp 400.000,00 – RP 700.000,00 b.Rp 700.000,00 – Rp 1.000.000,00 c.Rp1.000.000,00 – Rp 1.300.000,00

d.Rp1.300.000,00 – Rp 1.600.000,00 e.Rp > Rp 1.600.000,00

4. Bagaimanakah Bapak/Ibu membayar iuran tersebut ?

a. Membayar lunas (lanjut ke no. 6) b. Mencicil (lanjut ke no. 5) 5. Jika pembayaran dilakukan secara mencicil, berapa kali kesediaan Bapak/Ibu

untuk mencicil pembayaran ? a. 2 kali

b. 3 kali

c. 4 kali d. 5 kali

e. > 5 kali

6. Jika Bapak/Ibu setuju dengan rencana tersebut, maka berapakah besarnya retribusi untuk perawatan IPAL yang akan dibayarkan per bulan ?

a. Rp 5.000,00 – Rp 10.000,00 b. Rp 10.000,00 – Rp 15.000,00 c. Rp 15.000,00 – Rp 20.000,00

d. Rp 20.000,00 – Rp 25.000,00 e. > Rp 25.000,00

7. Berikan alasan mengapa Bapak/Ibu memilih besarnya retribusi yang bersedia dibayarkan per hari tersebut !


(4)

Card 4

Jika pemerintah (Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Bogor) membantu untuk membangun IPAL (teknik pengendapan) dengan dana pembangunan sebesar Rp 10 juta (dapat digunakan oleh 10 pabrik), dan untuk kegiatan operasional IPAL langsung diserahkan dan menjadi tanggung jawab pabrik-pabrik yang menggunakan IPAL tersebut. Namun, dana pembangunan itu seluruhnya tidak berasal dari pemerintah. Pemerintah mengharapkan bantuan dari pengusaha/pengrajin yang direncanakan menggunakan IPAL tersebut untuk membayar iuran pembangunan IPAL.

1. Apakah Bapak/Ibu setuju dengan rencana tersebut ? a. Setuju, mengapa ? ...

b. Tidak setuju, mengapa ? ...

2. Apakah Bapak/Ibu bersedia untuk membayar retribusi yang direncanakan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Bogor ?

a. Setuju, mengapa ? ... b. Tidak setuju, mengapa ? ...

3. Jika Bapak/Ibu menjawab setuju, berapa besarnya iuran yang dapat dibayarkan ?

a. Rp 200.000,00 – Rp 300.000,00 b. Rp 300.000,00 – Rp 400.000,00 c. Rp 400.000,00 – Rp 500.000,00

d. Rp 500.000,00 – Rp 600.000,00 e. Rp > Rp 600.000,00

4. Bagaimanakah Bapak/Ibu membayar iuran tersebut ?

a. Membayar lunas (lanjut ke no. 6) b. Mencicil (lanjut ke no. 5) 5. Jika pembayaran dilakukan secara mencicil, berapa kali kesediaan Bapak/Ibu

untuk mencicil pembayaran ? a. 2 kali

b. 3 kali

c. 4 kali d. 5 kali

e. > 5 kali

6. Berikan alasan mengapa Bapak/Ibu memilih besarnya retribusi yang bersedia dibayarkan per hari tersebut !

...

Card 5

Jika pemerintah (Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Bogor) membantu untuk membangun IPAL (teknik pengendapan) dengan dana pembangunan sebesar Rp 10 juta (dapat digunakan oleh 10 pabrik), dan untuk kegiatan IPAL tetap menjadi tanggung jawab pemerintah. Untuk dana operasional selama setahun dibutuhkan dana sebesar Rp 4,8 juta. Namun, dana pembangunan dan dana operasional tersebut seluruhnya tidak berasal dari pemerintah. Pemerintah mengharapkan bantuan dari pengusaha/pengrajin yang direncanakan menggunakan IPAL tersebut untuk membayar iuran pembangunan dan retribusi per bulan untuk perawatan IPAL.


(5)

1. Apakah Bapak/Ibu setuju dengan rencana yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Bogor ?

a. Setuju, mengapa ? ... b. Tidak setuju, mengapa ? ...

2. Apakah Bapak/Ibu bersedia untuk membayar retribusi yang direncanakan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Bogor ?

a. Setuju, mengapa ? ... b. Tidak setuju, mengapa ? ...

3. Jika Bapak/Ibu menjawab setuju, berapa besarnya iuran yang dapat dibayarkan ?

a. Rp 200.000,00 – Rp 300.000,00 b. Rp 300.000,00 – Rp 400.000,00 c. Rp 400.000,00 – Rp 500.000,00

d. Rp 500.000,00 – Rp 600.000,00 e. Rp > Rp 600.000,00

4. Bagaimanakah Bapak/Ibu membayar iuran tersebut ?

a. Membayar lunas (lanjut ke no. 6) b. Mencicil (lanjut ke no. 5) 5. Jika pembayaran dilakukan secara mencicil, berapa kali kesediaan Bapak/Ibu

untuk mencicil pembayaran ? a. 2 kali

b. 3 kali

c. 4 kali d. 5 kali

e. > 5 kali

6. Jika Bapak/Ibu setuju dengan rencana tersebut, maka berapakah besarnya retribusi untuk perawatan IPAL yang akan dibayarkan per bulan ?

a.Rp 5.000,00 – Rp 8.000,00 b.Rp 8.000,00 – Rp 10.000,00 c.Rp 10.000,00 – Rp 12.000,00 d.Rp 12.000,00 – Rp 14.000,00 e.> Rp 14.000,00

7. Berikan alasan mengapa Bapak/Ibu memilih besarnya retribusi yang bersedia dibayarkan per hari tersebut !

...


(6)