2
B. Tujuan Penelitian
1. Mempelajari potensi penerapan teknologi produksi bersih dan pengelolaan
lingkungan di industri kecil tapioka di Ciluar 2.
Merumuskan alternatif strategi produksi bersih untuk mengembangkan sentra industri kecil tapioka di Ciluar
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Usaha Kecil
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan usaha kecil adalah
kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan sebagaimana diatur dalam
undang-undang ini. Kriteria usaha kecil yang dimaksud adalah a memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.200.000.000,00 dua ratus juta rupiah, tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 satu milyar rupiah; c milik Warga
Negara Indonesia; d berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun
tidak langsung dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar; e berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha
yang berbadan hukum, termasuk koperasi. Kriteria usaha kecil menurut Badan Pusat Statistik BPS, Menneg Koperasi PKM, Bank Indonesia, dan Bank
Dunia dapat dilihat pada Lampiran 1.
B. Industri Kecil Tapioka
Tapioka merupakan pati yang diperoleh dari ekstraksi umbi ubi kayu Manihot esculenta Crantz atau Manihot utilissima Pohl Grace, 1977. Menurut
Balagopalan et al. 1988, kebanyakan industri pati memproduksi pati dari ubi kayu. Ubi kayu adalah salah satu produk pertanian yang paling banyak
mengandung pati. Umbinya mengandung 30 pati dan hanya sedikit protein, karbohidrat dan lemak. Oleh karena itu, ekstraksi pati dari ubi kayu lebih mudah
dilakukan dibandingkan ekstraksi pati dari jagung, gandum, atau pun serealia. Kandungan nutrisi umbi ubi kayu dan tapioka dapat dilihat pada Lampiran 2.
Sedangkan standar kualitas tapioka dan tapioka kasar dapat dilihat pada Tabel 1.
4 Tabel 1 Standar kualitas tapioka dan tapioka kasar
SNI 0-3451-1994 Dianalisis oleh
LJAP 200674 satuan
Kualitas I
Kualitas II
Kualitas III
Tapioka Tapioka
kasar Kadar air
max. 17 max. 17 max. 17 9,41
12,45 Kadar abu
max. 0,60
max. 0,60
max. 0,60
0,1 0,07 Keputihan
BaSO
4
= 100 min.
94,5 min.
92,0 92,0
93,85 91,61
Viscositas
o
Engler 3-4 2,5-3
2,5 4,08
1,35 Derajat asam
ml 1N NaOH 100g
3,0 3,0 3,0 0,453 0
Kadar HCN negatif
negatif negatif
0,0012 0,0016
Laboratorium Jasa Analisis Pangan IPB Hidetoshi 2006
Menurut Thaib 1985, dari segi ukuran dan umur singkong yang digunakan untuk pembuatan tapioka, singkong yang digunakan adalah umbi
dengan ukuran dan umur yang maksimal untuk dikonsumsi. Bila dipilih umbi dari singkong muda, kandungan pati sangat rendah. Tetapi bila menggunakan
singkong yang terlalu tua maka umbi keras seperti kayu. Umur singkong yang dipilih untuk tapioka adalah sekitar 8-11 bulan.
Kualitas tapioka yang dihasilkan akan ditentukan dari keseluruhan proses. Mulai dari pemanenan umbi hingga pengeringan harus dilakukan secepat
mungkin. Ubi kayu harus segera diproses dalam waktu kurang dari 24 jam setelah dipanen. Tahapan proses pembuatan tapioka terdiri dari: 1 pencucian dan
pengupasan ubi kayu untuk membersihkan dan membuang kulit umbi, 2 pemarutan atau penghancuran dinding dan struktur sel untuk mengeluarkan pati,
3 penyaringan ekstraksi untuk memisahkan bubur pati menjadi dua fraksi yaitu ampas dan pati starch milk, 4 pemurnian atau penghilangan air untuk
memisahkan padatan granula pati dengan air, dengan cara pengenapan sedimentasi atau sentrifugasi, 5 pengeringan untuk mengurangi kadar air dari
14-35 menjadi 12-14 agar dapat disimpan dalam waktu lama, 6 penyelesaian akhir seperti penggilingan, pengayakan dan pengemasan Balagopalan et al.,
1988.
5 Menurut penelitian Irawan 1989 yang dilakukan di Provinsi Lampung
dan Jawa Barat, tapioka yang dihasilkan dapat dibagi atas tapioka halus dan tapioka kasar. Kedua jenis tapioka ini pada dasarnya dapat memiliki kegunaan
yang sama dan hanya berbeda dalam bentuk produk yang dihasilkan. Tapioka halus merupakan hasil proses lanjutan dari tapioka kasar.
Meskipun tapioka kasar dapat pula langsung diproses menjadi jenis krupuk tertentu, namun pemasaran tapioka pada umumnya dilakukan dalam
bentuk tapioka halus. Industri kecil tapioka melakukan pengolahan ubi kayu menjadi tapioka kasar Irawan, 1989. Proses pembuatan tapioka kasar pada
dasarnya sama dengan pembuatan tapioka halus. Akan tetapi, prosesnya berhenti setelah tapioka kasar dihasilkan dan tidak dilanjutkan lagi dengan penggilingan
atau penepungan dan pengayakan seperti pada pembuatan tapioka halus. Urutan proses produksi tapioka dapat dilihat pada Lampiran 3.
C. Limbah Industri Kecil Tapioka