Net Present Value NPV Benefit Cost Ratio BCR

12 per tahun atau sekitar 0.01 per bulan. Nilai IRR untuk pola tanam I, II, IV, dan VII menunjukkan bahwa usahatani tersebut dapat dikatakan layak karena nilai IRRnya 0.12; 0.16; 0.34; 0.22 • tingkat suku bunga yang berlaku 0.12 atau dengan kata lain petani yang mengusahakan pola tanam tersebut mengalami keuntungan. Sebaliknya pola tanam III, V, VI, dan VIII justru nilai IRRnya lebih rendah dibandingkan dengan suku bunga yang berlaku atau dapat dikatakan usahatani pada pola tanam tersebut tidak layak diusahakan terutama pada pola tanam V yang IRRnya bernilai negatif dikarenakan masih adanya praktek para tengkulak sehingga petani mengalami kerugian. Jika usahatani dengan nilai IRR lebih kecil dari tingkat suku bunga yang berlaku masih diusahakan maka yang akan mengalami kerugian yang semakin besar. Analisis IRR juga merupakan salah satu persyaratan yang diajukan oleh pihak bank apabila petani ingin mengajukan kredit bergantung dari fluktuasi suku bunga. Hasil analisis IRR, NPV, BCR, dan BEP untuk padi dan hortikultur tertera pada Lampiran 2.

5.2.2. Net Present Value NPV

Hasil analisis NPV disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 ini menggunakan suku bunga yang sedang berlaku sekarang yaitu sekitar 12 per tahun atau 0.01 per bulan. Penghitungan NPV khusus untuk pola tanam hortikultur menggunakan suku bunga per bulan yaitu sebesar 1 karena dalam kurun waktu satu tahun terjadi tiga sampai empat kali musim tanam. Jadi, bila penghitungan NPV dilakukan dengan suku bunga yang dihitung per tahun yaitu sebesar 12 maka hasil NPV yang didapatkan pada perhitungan tidak mewakili pola tanam yang terjadi beberapa kali dalam setahun. Hasil analisis menunjukkan bahwa hampir semua usahatani pada berbagai pola tanam memiliki NPV positif 0, kecuali untuk pola tanam V dimana NPVnya bernilai negatif. Pola tanam V dengan jenis komoditi caisin, lobak dan bit gula NPVnya bernilai negatif dikarenakan hasil panen yang didapatkan oleh petani dijual ke tengkulak dengan harga yang sangat murah atau bahkan jauh di bawah standar harga yang seharusnya sehingga dapat dipastikan para petani akan mengalami kerugian. Usahatani yang dikembangkan pada pola tanam V juga dapat dikatakan tidak layak untuk diusahakan. Untuk usahatani dengan nilai NPV 0, usahatani tersebut layak untuk dikembangkan karena akan mendatangkan keuntungan bagi petani. Jika analisis IRR merupakan syarat penting yang diperlukan untuk para petani yang ingin mengajukan kredit ke bank, maka NPV adalah ukuran bagi para petani sendiri untuk memperkirakan modal usaha ataupun skala usaha yang akan dikembangkan. Tabel 7. Hasil Analisis Kelayakan Finansial Komoditas Padi dan Hortikultur Pola Tanam Discount Rate bulan IRR NPV Gross BCR Net BCR BEP I 0.01 0,12 3805542,28 1,79 0,79 1,03 II 0.01 0,16 61824866,72 1,79 0,79 0,97 III 0.01 0,10 43912220,26 1,56 0,56 1,06 IV 0.01 0,34 156381399,59 3,37 2,37 0,39 V 0.01 -0,04 -34599060,02 0,87 -0,13 -50,81 VI 0.01 0,07 42966342,70 1,42 0,42 1,27 VII 0.01 0,22 69227655,94 2,56 1,56 0,51 VIII 0.01 0,02 2264218,85 1,11 0,11 2,18

5.2.3. Benefit Cost Ratio BCR

BCR menunjukkan manfaat bersih yang diperoleh setiap penambahan satu rupiah pengeluaran bersih. BCR dapat dibedakan menjadi dua, yaitu Net BCR dan Gross BCR. Sesuai dengan kriteria yang ada, yaitu jika nilai Net BCRGross BCR 1 maka usaha tersebut layak diusahakan dan sebaliknya tetapi bila nilai Net BCRGross BCR = 0 maka usaha tersebut tidak mendatangkan keuntungan ataupun kerugian. Hasil penghitungan Net BCR dan Gross BCR yang dilakukan menunjukkan bahwa hampir semua usahatani layak untuk diusahakan kecuali pada usahatani dengan pola tanam V nilai Net BCRGross BCR 1.

5.2.4. Break Event Point BEP