Studi Perbandingan Land Rent Antara Lahan Komoditas Hortikultur Dengan Padi Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya

(1)

STUDI PERBANDINGAN LAND RENT ANTARA LAHAN

KOMODITAS HORTIKULTUR DENGAN PADI DAN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

(Studi Kasus : Kecamatan Pacet dan KecamatanWarungkondang,

Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat)

Oleh

Ineke Ongkowijoyo

A24101118

PROGRAM STUDI ILMU TANAH

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

STUDI PERBANDINGAN LAND RENT ANTARA LAHAN

KOMODITAS HORTIKULTUR DENGAN PADI DAN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

(Studi Kasus : Kecamatan Pacet dan Kecamatan

Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat)

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

Ineke Ongkowijoyo

A24101118

PROGRAM STUDI ILMU TANAH

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(3)

SUMMARY

INEKE ONGKOWIJOYO. The Comparative Study of Land Rent of Horticulture and Rice Commodities and Factors Affecting it (Study Case : Kecamatan Pacet and Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Province of West Java) (Under supervision of SANTUN R P SITORUS and DYAH RETNO PANUJU)

Simply, land rent or economic rent can be defined as an economic surplus which is the surplus production over totally cost. Based on economic rent concept, the highest and the best use of land is a condition where the land could optimize the profit. The aims of this research are (1) comparing land rent of horticulture and rice commodities, (2) carrying out financial analysis of horticulture and rice commodities and (3) determining factors that affecting land rent and production of both commodities.

This research was located in Kecamatan Pacet and Kecamatan Warungkondang. The main commodities in both of Kecamatan are horticulture, which is divided into seven patterns of cultivation and rice. In this research, prime data is mostly used. The prime data are acquired from interview using questionaire on 80 farmers (40 rice farmers and 40 horticulture farmers). It was employed land rent analysis, financial analysis and multiple regression analysis.

Land rent analysis of horticulture commodities results show that land rent values ranging from –Rp. 2.992,82 to Rp. 17.304,36, whereas the land rent for rice commodity is Rp 517,23. Financial analysis results show that rice commodity suitable to be developed are rice, horticulture with pattern of cultivation II (Pokcoy-Carrot-Leek), IV (Horinso and Kaelan) and VII (Carrot and Chinese Cabbage), respectively. Factors which affect land rent are acreage of planting, seeds, fertilizers, labours, taxes, tools, production, and reduced value of tools.


(4)

Factors affecting production are acreage of planting, seeds, fertilizers, labours, taxes, tools, tractor rent, and wage for planting seedlings.


(5)

RINGKASAN

INEKE ONGKOWIJOYO. Studi Perbandingan Land Rent antara Lahan Komoditas Hortikultur dengan Padi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya (Studi Kasus : Kecamatan Pacet dan Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat) (Dibawah bimbingan SANTUN R P SITORUS

dan DYAH RETNO PANUJU)

Land rent atau sewa tanah/lahan secara sederhana dapat didefinisikan sebagai surplus ekonomi yaitu merupakan kelebihan nilai produksi diatas biaya total. Sesuai dengan konsep ekonomi lahan, penggunaan tertinggi dan terbaik adalah keadaan dimana penggunaan lahan tersebut dapat memberikan keuntungan optimum kepada petani. Penelitian ini bertujuan antara lain : (1) membandingkan nilai land rent dari lahan yang dibudidayakan dengan komoditas hortikultur dan padi, (2) menganalisis kelayakan finansial komoditas hortikultur dan padi dan (3) menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai land rent dan produksi pada masing-masing komoditas.

Lokasi penelitian bertempat di Kecamatan Pacet dan Kecamatan Warungkondang. Komoditas utama dari kedua kecamatan tersebut berupa hortikultur yang dibagi menjadi tujuh pola tanam dan padi. Data yang digunakan berupa data primer yaitu wawancara dan kuesioner dari 80 petani responden (40 petani responden padi dan 40 petani responden hortikultur). Analisis data yang digunakan adalah analisis land rent, analisis kelayakan finansial dan analisis regresi berganda.

Dari hasil analisis land rent untuk komoditas hortikultur diperoleh nilai dari kisaran –Rp. 2.992,82 – Rp. 17.304,36, sedangkan untuk nilai land rent komoditas padi sebesar Rp 517,23. Hasil analisis kelayakan finansial (IRR, NPV dan BCR) menunjukkan bahwa komoditas padi layak untuk diusahakan


(6)

sedangkan untuk pola tanam hortikultur menunjukkan bahwa pola tanam II (Pokcoy-Wortel-Bawang daun), IV (Horinso dan Kaelan) dan VII (Wortel-Caisin) layak untuk dikembangkan. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap nilai land rent adalah luas tanam, benih, pupuk, pestisida, tenaga kerja, pajak, alat, produksi, dan nilai sisa alat. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi adalah luas tanam, benih, pupuk, pestisida, tenaga kerja, pajak, alat, sewa traktor, dan upah penanaman bibit.


(7)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Studi Perbandingan Land rent antara Lahan Komoditas Hortikultur dengan Padi dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya (Studi Kasus : Kecamatan Pacet dan Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat)

Nama Mahasiswa : Ineke Ongkowijoyo Nomor Pokok : A24101118

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Ir.Santun R.P.Sitorus Ir.Dyah Retno Panuju NIP. 130 367 082 NIP. 132 158 766

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr NIP. 130 422 698


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Surabaya, Jawa Timur pada tanggal 26 Januari 1983, dari pasangan Bapak Gondo Wijoyo dan Ibu Maria Sumiyati sebagai anak sulung dari tiga bersaudara.

Riwayat pendidikan penulis dimulai ketika memasuki TK Kristus Raja II di Surabaya pada tahun 1987. Kemudian penulis memasuki jenjang pendidikan dasar di SDK Kristus Raja II Surabaya dan lulus pada tahun 1995. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Domenico Savio Semarang selama tiga tahun. Selanjutnya, pada tahun 1998 penulis belajar di SMU Sedes Sapientiae Semarang dan berhasil menamatkannya pada tahun 2001. Penulis diterima menjadi mahasiswa di Departemen Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri) sejak tahun 2001.

Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah beberapa kali menjadi asisten antara lain pada mata kuliah Bioteknologi Tanah dan mata kuliah Dasar-dasar Perencanaan Pengembangan Wilayah.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yesus atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis diberikan kesabaran dan kesehatan untuk menyelesaikan seluruh rangkaian penelitian dan penyusunan skripsi berjudul “Studi Perbandingan Land rent antara Lahan Komoditas Hortikultur dengan Padi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya”.

Rasa hormat, ucapan terima kasih, dan penghargaan penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Santun R.P.Sitorus selaku Pembimbing Akademik dan Pembimbing Skripsi I atas segala bimbingan, arahan, dan bantuannya selama penulis melaksanakan penelitian dan menyelesaikan skripsi ini. Ungkapan terima kasih juga tak lupa penulis sampaikan kepada Ir. Dyah Retno Panuju selaku Pembimbing Skripsi II atas konsultasi, saran-saran, dan masukan-masukannya.

Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Papa dan Mama tercinta yang telah memberikan kasih sayangnya dan kesabarannya dari kecil hingga beranjak dewasa. Adik-adikku, Ivone dan Irene atas canda dan tawanya.

2. Prasetyo Sutrisno yang telah membuat hidupku menjadi lebih indah dan berwarna.

3. Teman-temanku yang selalu ada di saat suka dan duka selama empat tahun ini : Endang, Rika, Imasy, Sari, Arlette, Agus, Willy, Mohung, Tilla, Amanda, Farah.


(10)

4. Keluarga Mahasiswa Katolik IPB terutama Kak Puthut dan Kak Mustika, yang telah membuatku mampu bertahan di IPB dan mampu menghadapinya semua hal dengan baik.

5. Staf Bagian Perencanaan Pengembangan Sumberdaya Lahan : Mbak Mia dan Mbak Dian atas konsultasinya dan peminjaman skripsi.

Penulis sadar bahwa karya kecil ini masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik, saran, dan masukan yang membangun dari semua pihak. Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi yang memerlukannya.

Bogor, Desember 2005


(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL... i

DAFTAR GAMBAR... ii

DAFTAR LAMPIRAN...iii

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan Penelitian... 2

1.3. Hipotesis Penelitian... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan dan Karakteristik Lahan ... 4

2.2. Kesesuaian Lahan, Tipe Penggunaan Lahan dan Evaluasi Lahan ... 4

2.3. Kapasitas Penggunaan Lahan dan Aspek Ekonomi Sumberdaya Lahan... 6

2.4. Jenis-jenis Komoditas ... 7

2.4.1. Bawang Daun (Allium fistulosum L) ... 7

2.4.2. Caisin (Brassica chinensis) ... 8

2.4.3. Wortel (Daucus carota L)... 9

2.4.4. Padi (Oryza sativa)... 9

2.5. Analisis Finansial... 10

2.6. Analisis Regresi Berganda... 10

III.BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian...11

3.2. Bahan dan Alat ...12


(12)

3.4. Analisis Data...15

3.4.1. Analisis Land rent...15

3.4.2. Analisis Kelayakan Finansial ...15

3.4.3. Analisis Regresi Berganda...19

IV.KONDISI UMUM WILAYAH 4.1. Kecamatan Pacet... 23

4.1.1. Keadaan Geografi dan Topografi...23

4.1.2. Iklim dan Jenis Tanah ...23

4.1.3. Kependudukan... 24

4.1.4. Pertanian... 24

4.2. Kecamatan Warungkondang ...24

4.2.1. Keadaan Geografi dan Topografi...24

4.2.2. Iklim dan Jenis Tanah ...25

4.2.3. Kependudukan... 25

4.2.4. Pertanian... 25

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Perbandingan Land rent antara Padi dan Hortikultur ...27 30 5.2. Analisis Kelayakan Finansial Komoditas Padi dan Hortikultur...28

5.2.1. Internal Rate of Return (IRR)...28

5.2.2. Net Present Value (NPV) ...29

5.2.3. Benefit Cost Ratio (BCR) ...31

5.2.4. Break Event Point (BEP)...31


(13)

5.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nilai Land rent Komoditas

Padi dan Hortikultur... 32

5.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Komoditas Padi dan Hortikultur... 39

VI.KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ...46

6.2. Saran ...47

DAFTAR PUSTAKA...48


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman Teks

1. Jenis Data, Pengumpulan Data, Sumber Data, dan Teknik

Analisis Data... 13

2. Pola Tanam, Intensitas Tanam dan Jumlah Responden... 13

3. Peubah Analisis Regresi Berganda pada Fungsi Land rent... 21

4. Peubah Analisis Regresi Berganda pada Fungsi Produksi Padi... 21

5. Peubah Analisis Regresi Berganda pada Fungsi Produksi Hortikultur... 22

6. Nilai Land rent pada Berbagai Pola Tanam... 28

7. Hasil Analisis Kelayakan Finansial Komoditas Padi dan Hortikultur... 30

8. Faktor Berpengaruh terhadap Land rent pada 8 Pola Tanam... 33

9. Persamaan Hasil Analisis Regresi Berganda dengan Land rent sebagai Fungsi Tujuan pada 8 Pola Tanam... 34

10.Faktor Berpengaruh terhadap Produksi pada 8 Pola Tanam... 39

11.Persamaan Hasil Analisis Regresi Berganda dengan Produksi sebagai Fungsi Tujuan pada 8 Pola Tanam...40


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman Teks

1. Peta Administrasi Kecamatan Pacet... 11

2. Peta Administrasi Kecamatan Warungkondang... 12 3. Diagram Alir Penelitian... 14


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman Teks

1. Nilai Output-Input dan Land Rent Usahatani pada Delapan Pola Tanam... 49 2. Hasil Analisis Kelayakan Finansial pada Delapan Pola Tanam...50 3. Hasil Analisis Regresi Berganda dengan Land Rent sebagai Fungsi

Tujuan...58 4. Hasil Analisis Regresi Berganda dengan Produksi sebagai Fungsi

Tujuan... 60 5. Kuesioner untuk Lahan Sawah...62


(17)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sumberdaya lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia karena setiap kegiatan manusia selalu melibatkan sumberdaya lahan. Salah satu komponen penyusun sumberdaya lahan adalah tanah. Penggunaan sumberdaya lahan khususnya untuk aktivitas pertanian pada umumnya ditentukan oleh kemampuan lahan atau kesesuaian lahan (Sitorus, 2004). Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuannya akan menimbulkan masalah yang sulit diatasi seperti terjadinya degradasi lahan dan munculnya lahan-lahan kritis.

Nilai ekonomi sumberdaya lahan atau land rent atau sewa tanah/lahan secara sederhana dapat didefinisikan sebagai suatu surplus ekonomi yaitu merupakan kelebihan nilai produksi total di atas biaya total. Land rent juga dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kualitas fisik lahan, lokasi dan sistem lingkungan di sekitarnya. Semakin besar nilai output yang dihasilkan dari suatu lahan, maka land rent yang diperoleh juga semakin tinggi.

Kabupaten Cianjur merupakan salah satu daerah di Propinsi Jawa Barat yang memiliki iklim yang sejuk karena lokasinya berada di antara dua gunung besar di Propinsi Jawa Barat, yaitu Gunung Gede dan Gunung Salak. Mayoritas matapencaharian masyarakat di Kabupaten Cianjur adalah sebagai petani. Sayur-sayuran dan beras Pandan Wangi merupakan dua komoditas yang sudah sangat terkenal di berbagai daerah terutama di kawasan Jabotabek. Hasil produksi sayuran maupun beras Pandan Wangi banyak dijumpai terutama di daerah


(18)

Jabotabek bahkan tersebar sampai ke Propinsi Jawa Tengah dan Propinsi Jawa Timur. Kecamatan Pacet merupakan kawasan agropolitan yang baru terbentuk. Kawasan ini memiliki komoditas unggulan yaitu hortikultur atau sayur-sayuran. Dilihat dari luasan area yang ada, usahatani hortikultur cenderung terpusat di lokasi tertentu. Hal ini berkaitan erat dengan syarat tumbuh sayuran yang memerlukan persyaratan khusus terutama suhu sehingga hanya lokasi tertentu saja yang sesuai untuk budidaya sayuran. Kajian untuk komoditas padi, berlokasi di Kecamatan Warungkondang. Kecamatan Warungkondang merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Cianjur yang mempunyai komoditas unggulan beras jenis Pandan Wangi.

Sesuai dengan konsep ekonomi lahan, penggunaan tertinggi dan terbaik adalah keadaan dimana penggunaan lahan tersebut dapat memberikan keuntungan optimum kepada petani. Untuk itu dilakukan penelitian mengenai perbandingan nilai land rent antara lahan komoditas hortikultur dan padi. Selain itu, diharapkan juga agar petani dapat memperoleh informasi tentang penggunaan lahan yang menghasilkan keuntungan optimal tanpa harus menimbulkan kerusakan pada lingkungan sekitar.

1.2. Tujuan

1. Membandingkan nilai land rent dari lahan yang dibudidayakan dengan komoditas hortikultur dan padi.

2. Menganalisis kelayakan finansial komoditas hortikultur dan padi.

3. Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai land rent dan produksi pada masing-masing komoditas.


(19)

1.3. Hipotesis

1. Penggunaan lahan untuk tanaman hortikultur memberikan keuntungan yang lebih besar daripada penggunaan lahan untuk komoditas padi.

2. Budidaya tanaman hortikultur mempunyai kelayakan finansial yang lebih baik dari budidaya tanaman padi.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi land rent dan produksi untuk masing-masingkomoditas adalah produksi dan harga jual.


(20)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Lahan dan Karakteristik Lahan

Menurut Sitorus (2004), lahan merupakan bagian dari bentang lahan (landscape) yang mencakup pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi, relief, hidrologi termasuk keadaan vegetasi alami yang semuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan. Penggunaan lahan adalah setiap bentuk intervensi (campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik secara material maupun spiritual (Arsyad, 1989). Sementara itu, karakteristik lahan (land characteristic) adalah sifat lahan yang dapat diukur atau diestimasi, misalnya lereng, tekstur tanah, kedalaman efektif tanah, dan sebagainya (Sitorus, 2004).

2.2. Kesesuaian Lahan, Tipe Penggunaan Lahan dan Evaluasi Lahan

Kesesuaian lahan adalah kecocokan suatu lahan untuk suatu tipe penggunaan lahan tertentu. Kesesuaian lahan juga didefinisikan sebagai penggambaran tingkat kecocokan sebidang lahan untuk suatu penggunaan komoditas tertentu. Kesesuaian lahan dibedakan menjadi dua bagian yaitu kesesuaian lahan aktual dan kesesuaian lahan potensial. Kesesuaian lahan aktual adalah kesesuaian lahan terhadap bentuk penggunaan lahan hanya didasarkan pada keadaan yang ada sekarang tanpa adanya perbaikan, sedangkan kesesuaian lahan potensial adalah kesesuaian lahan setelah diadakan perbaikan terhadap faktor penghambat utama (Sitorus, 2004). Menurut Hardjowigeno, et al. (1999) istilah klasifikasi kesesuaian lahan identik dengan hasil pembandingan dari jenis


(21)

penggunaan lahan dengan kualitas yang dikombinasikan dengan hasil analisis input-output, cost-benefit dan analisis sosial-ekonomi. Kesesuaian lahan juga dibedakan menjadi dua macam, yaitu kesesuaian lahan bersifat kualitatif dan kesesuaian lahan bersifat kuantitatif. Kesesuaian lahan kualitatif adalah kesesuaian lahan yang didasarkan pada pemadanan kriteria masing-masing kelas kesesuaian lahan dengan sifat-sifat lahannya, sedangkan kesesuaian lahan kuantitatif adalah kesesuaian lahan yang ditentukan berdasar pada angka-angka nilai masing-masing karakteristik lahan. Kesesuaian lahan kuantitatif sering disebut juga pendekatan parametrik. Kesesuaian lahan kuantitatif biasanya termasuk didalamnya adalah analisis ekonomi, dengan mempertimbangkan aspek pengelolaan dan produktivitas lahan.

Tipe penggunaan lahan (land utilization type) atau penggunaan lahan secara terinci adalah tipe penggunaan lahan yang dirinci sesuai dengan syarat-syarat teknis untuk suatu daerah dengan keadaan fisik dan sosial ekonomi tertentu. Tipe penggunaan lahan dapat terdiri dari : (1) hanya satu jenis tanaman, atau (2) lebih dari satu jenis tanaman. Tipe penggunaan lahan ini dibedakan menjadi dua, yaitu : (a) tipe penggunaan lahan ganda (multiple land utilization type), dan (b) tipe penggunaan lahan majemuk (compound land utilization type). Tipe penggunaan lahan ganda adalah penggunaan lahan dengan lebih dari satu jenis sekaligus, dimana masing-masing jenis memerlukan input, syarat-syarat dan memberikan hasil yang berbeda. Tipe penggunaan lahan majemuk adalah penggunaan lahan dengan lebih dari satu jenis, tetapi untuk tujuan evaluasi dianggap sebagai satu satuan (Sitorus, 2004). Penggunaan lahan yang berbeda mungkin dilakukan dalam waktu yang berbeda (misalnya dalam rotasi tanaman)


(22)

atau dalam waktu yang sama tetapi ditempat yang berbeda dalam satuan lahan yang sama (misalnya sistem pertanian campuran atau mixed farming).

Evaluasi sumberdaya lahan pada dasarnya adalah proses untuk menduga potensi sumberdaya lahan untuk berbagai penggunaan. Evaluasi sumberdaya lahan pada dasarnya membutuhkan keterangan-keterangan yang menyangkut tiga aspek utama yaitu : lahan, penggunaan lahan dan aspek ekonomi. Menurut Hardjowigeno, et al. (1999), dalam kegiatan evaluasi lahan harus memperhatikan aspek ekonomi, sosial serta lingkungan dan berkaitan dengan perencanaan tataguna lahan.

Fungsi dan manfaat mendasar dari evaluasi lahan adalah (1) memberikan pengertian tentang hubungan-hubungan antara kondisi lahan dan penggunaannya, (2) memberikan informasi kepada perencana tentang berbagai perbandingan dan alternatif pilihan penggunaan yang diharapkan dapat berhasil, (3) menilai kesesuaian lahan bagi suatu penggunaan tertentu dan (4) memprediksi konsekuensi-konsekuensi dari perubahan penggunaan lahan yang akan dilakukan. Terdapat tiga tahapan dasar dalam proses evaluasi sumberdaya lahan, yaitu (1) penentuan karakteristik lahan; (2) penentuan kualitas lahan dan penyusunan kriteria; (3) penetapan kesesuaian lahan atau kemampuan lahan atau nilai lahan.

2.3. Kapasitas Penggunaan Lahan dan Aspek Ekonomi Sumberdaya Lahan

Kapasitas penggunaan lahan sangat erat hubungannya dengan pengertian sewa ekonomi lahan (land rent). Pengertian dari kapasitas penggunaan lahan itu sendiri meliputi kemampuan relatif dari sebidang lahan untuk menghasilkan surplus pendapatan di atas biaya penggunaan. Kapasitas penggunaan lahan


(23)

mempunyai dua komponen utama, yaitu (1) keterjangkauan atau aksesibilitas dan (2) kualitas sumberdaya lahan (Sitorus, 2004).

Dalam teori ekonomi sumberdaya lahan, sewa lahan merupakan salah satu konsep penting (Barlowe, 1986). Sewa lahan dapat dibedakan menjadi dua yaitu :

1. Sewa lahan (contract rent) sebagai pembayaran dari penyewa kepada pemilik, dimana pemilik melakukan kontrak sewa dalam jangka waktu tertentu.

2. Keuntungan usaha (economic rent atau land rent) yaitu merupakan surplus pendapatan diatas biaya produksi atau harga input tanah yang memungkinkan faktor produksi tanah dapat dimanfaatkan dalam proses produksi.

Menurut Barlowe (1986), land rent juga dianggap sebagai suatu surplus nilai produk atau total pendapatan setelah dikurangi total biaya. Pada dasarnya, land rent adalah pendapatan bersih yang diperoleh suatu pelaku ekonomi melalui kegiatan yang dilakukan pada suatu unit ruang, dengan tingkat teknologi dan efisiensi manajemen tertentu dalam kurun waktu selama satu tahun. Faktor-faktor penentu land rent dibedakan atas empat macam yaitu (1) faktor alamiah (Ricardian Rent), (2) faktor lokasi (Thunenian Rent), (3) faktor modal (Value Theory of Capital Investment) dan (4) faktor tenaga kerja (Value Theory of Labor Investment).

2.4. Jenis-Jenis Komoditi

2.4.1. Bawang Daun (Allium fistulosum L)

Bawang daun tumbuh dan berproduksi dengan baik pada ketinggian 1000-1200 m dpl, suhu optimum berkisar antara 190-240 C dan kelembaban udara


(24)

antara 80%-90%. Kondisi tanah yang paling baik untuk bawang daun tumbuh dan berproduksi optimum adalah tanah yang gembur, subur, kaya bahan organik, drainase dan aerasi baik dengan tingkat kemasaman tanah (pH) antara 6.5-7.5 (Rukmana, 1995). Menurut Lingga (1986), tanaman bawang daun membutuhkan pupuk Nitrogen lebih banyak dibandingkan dengan tanaman yang lain. Bawang daun memerlukan 600 kg/ha ZA, 300 kg/ha urea, dan pupuk kandang sebesar 10-15 ton/ha.

2.4.2. Caisin (Brassica chinensis)

Brassica chinensis L. varietas parachinensis (caisin) memiliki nama umum Flowering white cabbage, Mock Pak Choi. Di Indonesia dikenal sebagai sawi hijau atau sawi kembang. Caisin membutuhkan tanah yang subur, gembur dan banyak mengandung humus untuk pertumbuhan yang optimal. Tanah liat berpasir dengan drainase yang baik atau tanah liat berlempung sangat cocok untuk pertanaman caisin dan produksi dapat meningkat. Kemasaman tanah (pH) yang baik untuk caisin berkisar antara 5.5–6.5. Pertumbuhan caisin sangat cepat sehingga membutuhkan air yang cukup untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Suhu optimum untuk pertumbuhan caisin adalah 130-210 C.

Caisin membutuhkan pupuk kandang dan pupuk buatan agar dapat berproduksi tinggi. Pupuk kandang yang diperlukan berkisar 10-15 ton/ha dan pupuk buatan yang dibutuhkan adalah 60 kg /ha-110 kg/ha N, 40-60 kg/ha P2O5 dan 80-100 kg/ha K2O (Prosea, 1991).


(25)

2.4.3. Wortel (Daucus carota L)

Wortel merupakan tanaman dwimusim yang tumbuh di daerah berhawa sejuk dengan ketinggian antara 1000-2000 m dpl, dengan kisaran temperatur 120 -230 C, dan dengan suhu optimum untuk tumbuh adalah 160-180 C. Persyaratan kebutuhan tanah untuk budidaya wortel adalah : kedalaman tanah minimum 30 cm dan optimum > 75 cm; struktur tanah berlempung sampai berpasir; konsistensi gembur; permeabilitas sedang, drainase agak cepat sampai sedang dan pH berkisar antara 5.2- 8.2. Sedangkan untuk pH optimum berkisar antara 6.0-7.0.

Kebutuhan pupuk kandang untuk tanaman wortel adalah 15 ton/ha. Sedangkan kebutuhan pupuk anorganik, antara lain pupuk urea 50 kg/ha, pupuk TSP 100 kg/ha, pupuk KCl 100 kg/ha (Lingga, 1986).

2.4.4. Padi (Oryza sativa)

Tanaman padi tergolong tumbuhan yang membutuhkan air dalam jumlah cukup banyak (water plant) (Siregar, 1981). Tanaman padi umumnya merupakan tanaman semusim dengan 4 fase pertumbuhan yaitu fase vegetatif cepat, vegetatif lambat, reproduktif dan pemasakan. Secara garis besar, tanaman padi dibedakan atas dua bagian yaitu bagian vegetatif (akar, batang dan daun) dan bagian generatif (malai yang terdiri dari bulir-bulir daun bunga) (Anonymous, 1983).

Habitat padi meliputi wilayah dataran rendah beriklim panas sampai lembab hingga wilayah dengan elevasi > 2700 m dpl. Tanaman padi dapat berproduksi dengan baik pada daerah yang memiliki curah hujan tinggi. Selain itu faktor kelembaban tanah, tekstur tanah yang berlempung, tanah kaya akan bahan


(26)

organik dan struktur yang stabil juga menentukan produksi padi (Moormann dan van Breemen, 1978).

2.5. Analisis Finansial

Analisis finansial dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai kelayakan finansial usahatani. Adapun dalam unit usaha, sumber-sumber yang digunakan dalam kegiatan tersebut meliputi, barang-barang modal, bahan baku, tenaga kerja, dan waktu. Menurut Gittinger (1986) salah satu cara untuk melihat kelayakan finansial adalah dengan metode cash flow analysis. Alasan penggunaan metode cash flow analysis dikarenakan adanya pengaruh waktu terhadap nilai uang selama kegiatan usaha berlangsung.

Ukuran kriteria kelayakan yang biasa dipakai adalah NPV (Net Present Value), IRR (Internal Rate of Return) dan BCR (Benefit Cost Ratio). Selain itu BEP (Break Even Point) digunakan untuk mengetahui titik impas.

2.6. Analisis Regresi Berganda

Analisis regresi berganda digunakan untuk membuat model pendugaan terhadap nilai suatu parameter dari variabel penjelas yang diamati. Uji taraf nyata (uji-t) dilakukan pada selang kepercayaan 95% dengan menggunakan data land rent dan produksi. Data yang diuji akan berbeda nyata jika memiliki nilai p • 0.05 dan tidak berbeda nyata jika nilai p > 0.05.


(27)

III. BAHAN DAN METODE

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan mulai bulan Februari sampai dengan Agustus 2005. Secara umum kegiatan penelitian dibagi atas 5 tahap, yaitu (1) studi pustaka dan pembuatan proposal, (2) pengumpulan data, baik data sekunder (data yang sudah tersedia dalam bentuk jadi) maupun data primer (data lapang), (3) analisis data, (4) interpretasi hasil analisis data dan (5) penulisan skripsi.

Lokasi penelitian bertempat di delapan desa di Kecamatan Pacet yaitu Desa Batulawang, Cibodas, Cimacan, Ciputri, Palasari, Sindangjaya, Sindanglaya dan Sukatani dan di enam desa di Kecamatan Warungkondang yaitu Desa Bunikasih, Bunisari, Ciwalen, Jambudipa, Sukawangi, dan Tegallega. Kedua kecamatan tersebut terletak di Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian tertera pada Gambar 1 dan 2.


(28)

3.2. Bahan dan Alat

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer berupa kuesioner dari responden dan data sekunder dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Cianjur berupa data Potensi Desa (PODES) tahun 2001 serta Peta Rupa Bumi Kabupaten Cianjur.

Peralatan yang digunakan adalah seperangkat komputer, alat tulis, dan perangkat lunak (software) yang terdiri dari Microsoft Excel 2000, Statistica Versi 6.0 dan Arc View Versi 3.2.

3.3. Jenis Data, Pengumpulan Data dan Sumber Data

Data primer diperoleh melalui wawancara dengan 80 responden yang dipilih dari petani yang mengusahakan tanaman hortikultur di Kecamatan Pacet dan petani yang mengusahakan tanaman padi di Kecamatan Warungkondang.


(29)

Masing-masing kelompok petani dipilih secara acak 40 petani sebagai responden sehingga secara keseluruhan responden berjumlah 80 petani. Tujuan penelitian, jenis data, pengumpulan data, sumber data dan teknik analisis data tertera pada Tabel 1.

Tabel 1. Jenis Data, Pengumpulan Data, Sumber Data, dan Teknik Analisis Data

No. Tujuan Penelitian Jenis

Data Sumber Data Teknik Analisis Data 1

Menghitung nilai land rent dari lahan yang dibudidayakan dengan komoditas hortikultura dan padi

Data primer

Wawancara,

Kuesioner Analisis Land rent 2 Menganalisis kelayakan finansial

hortikultura dan padi

Data primer

Wawancara,

Kuesioner Analisis Kelayakan Finansial 3

Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai landrent pada masing-masing komoditas. Data primer Wawancara, Kuesioner Multiple Regression (Forward stepwise)

Tabel 2 berisi rincian jenis-jenis komoditas dari masing-masing pola tanam dan jumlah masing-masing responden untuk setiap pola tanam.

Tabel 2. Pola Tanam, Intensitas Tanam dan Jumlah Responden Pola Tanam Jenis Komoditas Intensitas Pertanaman

(Cropping Intensity, CI)

Jumlah Responden

I Padi-padi 2 40

II Pokcoy-Wortel-Bawang daun 4 5 III Wortel-Bawang daun-Caisin 4 7 IV Horinso-Kaelan 3 5 V Caisin-Lobak-Bit gula 3 6 VI Wortel-Bawang daun 4 5 VII Wortel-Caisin 4 5 VIII Bawang daun-Caisin 4 7

Dari Tabel 2 dapat dilihat ada delapan pola tanam, dimana tujuh diantaranya merupakan pola tanam hortikultur atau tumpang sari (pola tanam II-VIII) yang berada di Kecamatan Pacet sedangkan untuk pola tanam I (padi-padi) berada di Kecamatan Warungkondang. Intensitas Pertanaman atau Cropping Intensity merupakan frekuensi penanaman yang dilakukan petani dalam kurun


(30)

waktu setahun, misalnya pola tanam I (padi-padi) dalam jangka waktu setahun, petani menanam padi sebanyak dua kali.

Pada diagram alir penelitian (Gambar 3), langkah pertama yang dilakukan adalah entry data primer. Data primer tersebut berupa data produksi pertanian, yaitu luas tanam, benih, pupuk, pestisida, tenaga kerja, pajak, alat, nilai sisa alat, dan produksi. Kemudian dari data produksi pertanian tersebut mulai dilakukan teknik analisis data. Teknik analisis data yang digunakan antara lain analisis land rent, analisis kelayakan finansial dan analisis regresi berganda. Analisis land rent dan analisis kelayakan finansial menggunakan software Microsoft Excel sedangkan untuk analisis regresi berganda menggunakan software Statistica.

Data Primer (kuesioner)

Entry Data

Data Produksi Pertanian

Benih

Luas Tanam

Pupuk Pestisida

Tenaga Kerja

Pajak Alat

Produksi Nilai Sisa Alat

Teknik Analisis Data

Analisis Land rent

Nilai Land rent

Analisis Regresi Berganda Metode Forward Stepwise

Analisis Kelayakan Finansial

NPV, IRR, Net BCR,

Gross BCR, dan BEP

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap

nilai land rent dan produksi


(31)

Land rent =

{

(

)

(

)

(

)

}

lahan m B H P B H P B H P 2 3 3 3 2 2 2 1 1

1× − + × − + × −

Land rent =

{

(

)

(

)

(

)

}

lahan m B H P B H P B H

P n n n

2 2 2 2 1 1

1× − + × − + + × −

3.4. Analisis Data 3.4.1. Analisis Land rent

Land rent adalah nilai keuntungan yang diperoleh dengan melakukan aktivitas tertentu pada suatu luasan lahan selama kurun waktu satu tahun. Manfaat ekonomi dari suatu lahan umumnya dapat dinilai dari pendapatan bersih per m2 lahan per tahun untuk penggunaan tertentu.

Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut :

atau

dimana P1/P2 : volume output produksi ke-1/2 H1/H2 : harga output ke-1/2

B1/B2 : input produksi ke-1/2

3.4.2. Analisis Kelayakan Finansial a. NPV (Net Present Value)

NPV menghitung nilai sekarang dari aliran kas yaitu merupakan selisih antara present value (PV) manfaat dan present value (PV) biaya. Nilai bersih sekarang akan menggambarkan keuntungan dan layak dilaksanakan jika mempunyai nilai positif.

Rumus dari NPV adalah :

=

+

=

n t t

i

Ct

Bt

NPV


(32)

dimana :

Bt : manfaat sosial kotor suatu proyek pada tahun ke-t;

Ct : biaya sosial kotor sehubungan dengan proyek pada tahun ke-t; n : umur ekonomis dari proyek;

t : tahun proyek;

i : social opportunity cost of capital, yang ditunjuk sebagai social discount rate.

Jika NPV > 1, maka usaha tersebut layak untuk diusahakan; NPV < 1, usaha tersebut tidak layak untuk diusahakan dan jika NPV = 0, maka usaha tersebut cenderung impas, dimana besaran penerimaan hanya bisa digunakan biaya untuk menutupi biaya yang ditanggung.

b. BCR (Benefit Cost Ratio)

Benefit Cost Ratio merupakan tingkat besarnya tambahan manfaat setiap tambahan satu rupiah pengeluaran bersih. BCR dibedakan menjadi dua yaitu Net Benefit Cost Ratio dan Gross Benefit Cost Ratio. Net BCR merupakan angka perbandingan antara jumlah present value yang positif (sebagai pembilang) dengan jumlah present value yang negatif (sebagai penyebut).

Rumus dari Net BCR adalah :

dimana B : benefit/keuntungan (Rp) C : cost/biaya (Rp)

Net B/C =

= − + + − n t t t i Ct Bt i Ct Bt

1 ( ) (1 )

) 1 ( )

( untuk Bt-Ct > 0


(33)

Gross BCR adalah jumlah present value arus benefit (sebagai pembilang) dengan jumlah present value arus biaya (sebagai penyebut). Rumus dari Gross BCR adalah :

Jika Net BCR/Gross BCR > 1, maka usaha tersebut layak untuk dilaksanakan karena mendatangkan keuntungan; jika Net BCR/Gross BCR < 1, usaha tersebut tidak layak untuk diusahakan karena bila diusahakan akan mengalami kerugian; jika Net BCR/Gross BCR = 0, maka usaha tersebut tidak mendatangkan keuntungan dan tidak mengalami kerugian.

c. IRR (Internal Rate of Return)

Internal Rate of Return adalah nilai diskonto yang membuat NPV dari kegiatan usaha sama dengan nol. Nilai IRR adalah tingkat bunga maksimum yang dapat dibayar oleh kegiatan usaha tersebut untuk sumberdaya yang digunakan atau pengembalian modal usahatani pada tingkat suku bunga tertentu.

Rumus dari IRR adalah :

dimana i’ : tingkat discount rate pada saat NPV positif; i’’ : tingkat discount rate pada saat NPV negatif; NPV’ : nilai NPV positif;

NPV’’ : nilai NPV negatif. IRR = i' + (i' ' - i' )

) (NPV NPV

V NP ′′ − ′ ′

Gross B/C =

= + + n t t t i Ct i Bt

1 (1 )

) 1 (


(34)

Bila nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku saat analisis, maka usahatani tersebut layak untuk diusahakan. Artinya bahwa laju pertumbuhan manfaat lebih besar daripada laju pertumbuhan modal. Sebaliknya, bila nilai IRR lebih kecil dari tingkat suku bunga maka usahatani tersebut tidak layak untuk diusahakan.

d.BEP (Break Event Point)

Break event point atau titik impas adalah keadaan dimana suatu usaha tidak memperoleh laba dan tidak mengalami kerugian. BEP juga dapat didefinisikan sebagai periode waktu tersingkat yang diperlukan oleh suatu usaha untuk mencapai titik impas, dan nilai investasi terkecil yang diperlukan untuk dapat mengoperasikan usaha secara ekonomis. BEP terkait dengan (1) tolerable time/waiting time preference, yaitu tingkat kesabaran menunggu, dan ini tergantung pada jenis kebutuhannya, baik itu harian, mingguan, dan sebagainya dan (2) resources capability, yaitu kapasitas minimal untuk mengusahakan suatu sumberdaya. Analisis BEP digunakan untuk mengetahui jangka waktu pengembalian modal atau investasi suatu kegiatan usaha atau sebagai penentu batas produksi minimal suatu kegiatan usaha harus menghasilkan atau menjual produknya agar tidak mengalami kerugian. Menurut definisi tersebut keadaan impas terjadi bila jumlah pendapatan sama dengan jumlah biaya (laba = biaya = 0).

Persamaannya adalah sebagai berikut : 0 = cx – bx – a


(35)

dimana c : harga jual per satuan; x : jumlah produk yang dijual; b : biaya variabel per satuan; a : biaya tetap.

3.4.3. Analisis Regresi Berganda

Analisis regresi berganda (Multiple Regression Analysis) adalah metode statistik yang digunakan untuk merumuskan model pendugaan variabel tujuan (dependent variable) terhadap variabel-variabel penjelas (explanatory variable) lain yang diamati. Analisis regresi berganda variabel penjelas dan variabel tujuan yang bersifat kuantitatif. Persamaan yang dihasilkan dari model regresi berganda harus memenuhi beberapa asumsi di bawah ini :

1. E

( )

εi =0,untuk setiap ,i dimana i =1,2,...,n,artinya rata-rata kesalahan pengganggu (standard error) adalah nol.

2. Kov

(

εii

)

=0,ij, artinya kovarian

(

εii

)

=0, dengan kata lain tidak ada autokorelasi antar pengganggu kesalahan (standard error).

3. Var

( )

εi2 =σ2, untuk setiap ,i dimana i =1,2,...,n, artinya setiap kesalahan pengganggu memiliki varian yang sama.

4. Kov

(

εi,x1i

)

=Kov

(

εi,x2i

)

=0,artinya kovarian kesalahan pengganggu memiliki varian yang sama dengan setiap peubah bebas tercakup dalam persamaan linear berganda.

5. Tidak ada multikolinearitas, artinya tidak ada hubungan linear yang eksak antara peubah-peubah penjelas atau variabel-variabel penjelas saling bebas (orthogonal).


(36)

6. εi=N

(

0;σ2

)

, kesalahan pengganggu menyebar normal dengan rata-rata nol dan varian σ2.

Persamaan umum model regresi berganda adalah :

n n

o AX A X

A

Y = + 1 1+...+ , dimana :

Y : Fungsi tujuan/peubah yang diduga (dependent variable)

o

A : Nilai konstanta/koefisien fungsi regresi (intercept)

X : Variabel penjelas/ variabel yang diduga (independent variable)

n

A : Nilai konstanta/koefisien variabel penjelas fungsi regresi

Umumnya variabel-variabel penjelas merupakan kombinasi dari variabel kategorikal dan kontinu, maka diperlukan beberapa metode khusus untuk menghasilkan model yang memiliki satu peubah-peubah terbaik. Beberapa metode yang dimaksud antara lain : standard, forward stepwise, dan backward stepwise. Pada penelitian ini digunakan metode forward stepwise, yang mana prinsip dasarnya adalah mengurangi banyaknya peubah di dalam fungsi tujuan dengan cara menyisipkan peubah penjelas satu per satu hingga diperoleh persamaan regresi yang paling baik.

Uji taraf nyata (uji-t) dilakukan pada selang kepercayaan 95% dengan menggunakan data penerimaan, biaya dan land rent. Data yang diuji akan berbeda nyata jika memiliki nilai p-level • 0.05 dan tidak berbeda nyata jika nilai p-level > 0.05

Peubah yang digunakan dalam analisis regresi berganda dengan land rent sebagai fungsi tujuan pada berbagai pola tanam tertera pada Tabel 3. Dalam Tabel 3, ada sepuluh peubah yang digunakan dalam analisis land rent.


(37)

Peubah-peubah tersebut memiliki satuan yang sama yaitu dalam Rupiah sehingga tidak perlu dilakukan normalisasi atau standarisasi terlebih dahulu.

Tabel 3. Peubah Analisis Regresi Berganda pada Fungsi Land rent

Sedangkan satuan pada peubah-peubah pada Tabel 4 dan Tabel 5 berbeda-beda, oleh karena itu perlu adanya standarisasi terlebih dahulu sebelum dianalisis. Peubah analisis regresi berganda dengan produksi sebagai fungsi tujuan pada pola tanam padi tertera pada Tabel 4 dengan sepuluh peubah dan pada pola tanam hortikultur tertera pada Tabel 5 dengan delapan peubah.

Tabel 4. Peubah Analisis Regresi Berganda pada Fungsi Produksi Padi Nama Peubah Kode Satuan pada respon

Land rent y Rp/m2/tahun Luas tanam x1 ha

Benih x2 Rp/kg

Pupuk x3 Rp/kg

Pestisida x4 Rp/L

Tenaga kerja x5 Rp/orang

Pajak x6 Rp/tahun

Alat x7 Rp/buah

Produksi x8 Rp/kg

Sisa alat x9 Rp/buah

Nama Peubah Kode Satuan pada respon Produksi y kg/ha

Luas tanam x1 ha

Benih x2 kg/ha

Sewa traktor x3 Rp

Upah benih x4 Rp

Pajak x5 Rp/tahun

Alat x6 buah

Tenaga kerja x7 orang/ha

Pupuk x8 kg/ha


(38)

Tabel 5. Peubah Analisis Regresi Berganda pada Fungsi Produksi Hortikultur Nama Peubah Kode Satuan pada respon

Produksi y kg/ha Luas tanam x1 ha

Benih x2 kg/ha

Pupuk x3 kg/ha

Pestisida x4 L/ha

Tenaga kerja x5 orang/ha

Alat x6 buah


(39)

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

4.1. Kecamatan Pacet

4.1.1. Keadaan Geografi dan Topografi

Wilayah Kecamatan Pacet secara administratif termasuk wilayah Utara Kabupaten Cianjur, dengan batas-batas :

Sebelah Barat : Kabupaten Sukabumi Sebelah Timur : Kecamatan Sukaresmi Sebelah Utara : Kabupaten Bogor Sebelah Selatan : Kecamatan Cugenang

Luas Kecamatan Pacet adalah 112.04 km2 dengan ketinggian 1000–1500 meter diatas permukaan laut dengan kemiringan lereng 8-15 %. Sedangkan karakteristik topografi yang terdapat di Kecamatan Pacet berupa perbukitan berelief halus.

4.1.2. Iklim dan Jenis Tanah

Jenis iklim di Kecamatan Pacet didominasi oleh tipe iklim Afa. Iklim tipe Afa ini merupakan iklim hujan tropis tanpa periode kering yang nyata, selalu basah, suhu udara rata-rata bulan terdingin lebih besar dari 180 C dan bulan terpanas lebih besar dari 220 C. Rata-rata curah hujan di daerah Pacet mencapai 3186 mm per tahun. Kecamatan Pacet juga memiliki jumlah bulan basah terbesar di Kabupaten Cianjur yaitu 10.6 bulan.

Tanah di wilayah Pacet termasuk ke dalam jenis tanah andosol, dimana tanah jenis ini cukup subur karena berasal dari lahar Gunung Gede yang bersifat basal dan intermedier.


(40)

4.1.3. Kependudukan

Jumlah penduduk Kecamatan Pacet pada tahun 1998 sebesar 159271 jiwa yang terdiri dari 88293 laki-laki dan 86788 perempuan, kemudian meningkat sebesar 3.3 % pada tahun 2001 sehingga jumlah penduduk menjadi 175081 jiwa. Kepadatan penduduk di kecamatan Pacet pada tahun 2001 adalah 1563 jiwa / km2 (BPS Cianjur, 2001).

4.1.4. Pertanian

Pertanian di Kecamatan Pacet telah berkembang sangat pesat terutama untuk komoditi hortikultura atau sayur mayur. Desa-desa yang menjadi penghasil hortikultura antara lain Ciputri, Ciherang, Sukatani, Sindangjaya, Batu Lawang, dan Ciloto. Pemasaran hasil sayuran ini paling banyak dipasarkan untuk kota-kota besar, seperti Jakarta dan Bandung, sedangkan untuk skala lokal dipasarkan ke Kabupaten Cianjur.

Selain pertanian hortikultura, terdapat pula budidaya bunga yang dihasilkan dari seluruh desa (14 desa) di Kecamatan Pacet. Bunga yang dihasilkan berupa bunga hias serta bunga potong yang bibitnya berasal dari Jakarta sedangkan pemasarannya ke kota-kota besar yaitu Jakarta, Bogor dan Bandung.

4.2. Kecamatan Warungkondang

4.2.1. Keadaan Geografi dan Topografi

Wilayah Kecamatan Warungkondang secara administratif termasuk wilayah Utara Kabupaten Cianjur, dengan batas-batas :


(41)

Sebelah Timur : Kecamatan Cibeber Sebelah Utara : Kecamatan Cugenang Sebelah Selatan : Kecamatan Campaka

Luas Kecamatan Warungkondang adalah 95.35 km2 dengan ketinggian 101-500 meter diatas permukaan laut dengan kemiringan lereng 8-15 %. Karakteristik topografi pada Kecamatan Warungkondang sama dengan Kecamatan Pacet, yaitu perbukitan berelief halus.

4.2.2. Iklim dan Jenis Tanah

Iklim di Kecamatan Warungkondang juga memiliki tipe yang sama dengan iklim di Kecamatan Pacet, yaitu tipe iklim Afa. Sedangkan untuk curah hujan, wilayah ini memiliki rata-rata curah hujan yang paling rendah di Kabupaten Cianjur yaitu sekitar 1247 mm per tahun.

Jenis tanah di Kecamatan Warungkondang adalah Latosol. Tanah Latosol terbentuk dari proses latosolisasi yang merupakan pengendapan seskuioksida.

4.2.3. Kependudukan

Jumlah penduduk di Kecamatan Warungkondang pada tahun 2001 adalah sebesar 103357 jiwa, terdiri dari 52316 laki-laki dan 51041 perempuan dengan peningkatan penduduk sebesar 3.4 % (1998-2001).

Kepadatan penduduk di wilayah ini pada tahun 2001 adalah 1084 jiwa/km2 (BPS Cianjur, 2001).

4.2.4. Pertanian

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang paling berpotensi di Kecamatan Warungkondang, terutama untuk produksi padi. Jenis beras


(42)

yang paling terkenal di Warungkondang adalah beras Pandan Wangi yang memiliki ciri biji padi yang besar dan wanginya seperti pandan. Penghasil beras Pandan Wangi tersebar di empat desa, yaitu : Desa Ciwalen, Jambudipa, Bunisari, dan Bunikasih.

Sektor pertanian yang lain adalah pertanian palawija yaitu berupa tomat, cabe keriting, sawi, dan jagung. Pertanian palawija terdapat di desa yang terletak pada ketinggian > 600 m, yaitu di Desa Tegallega, Songgom, Bunikasih, Mekarwangi, Kebon Peuteuy, Gekbrong, serta Cikahuripan.


(43)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Perbandingan Land rent antara Padi dan Hortikultur

Land rent padi atau nilai sewa ekonomi lahan untuk komoditas padi diperoleh dari selisih nilai rataan jumlah penerimaan dengan nilai rataan jumlah pengeluaran per m2 per tahun. Hasil penelitian dari 40 responden petani di Kecamatan Warungkondang didapatkan nilai land rent pada pola tanam I sebesar Rp. 517.23 per m2 per tahun.

Berbeda dengan komoditas padi yang bersifat monokultur, perolehan nilai land rent untuk komoditas hortikultur dibedakan berdasarkan pada pola tanam karena dalam satu luasan lahan di Kecamatan Pacet terdapat berbagai jenis tanaman yang dibudidayakan. Pola tanam tersebut dibedakan menjadi tujuh, yaitu : pola tanam II (Pokcoy, Wortel dan Bawang daun), pola tanam III (Wortel, Bawang daun dan Caisin), pola tanam IV (Horinso dan Kaelan), pola tanam V (Caisin, Lobak dan Bit gula), pola tanam VI (Wortel dan Bawang daun), pola tanam VII (Wortel dan Caisin) dan pola tanam VIII (Bawang daun dan Caisin). Nilai land rent untuk masing-masing pola tanam per m2 per tahun berturut-turut adalah : Rp 7081.30; Rp 5240.79; Rp 17304.36; -Rp 2992.82; Rp 5333.85; Rp 7781.63; Rp 459.30 (Tabel 6). Hasil menunjukkan bahwa sebagian besar pola tanam memiliki nilai land rent yang lebih tinggi dibandingkan dengan land rent untuk komoditi padi, terkecuali untuk pola tanam V dan pola tanam VIII, dimana nilai land rent justru lebih rendah daripada nilai land rent untuk komoditi padi bahkan pada pola tanam V land rent bernilai negatif yang artinya dalam jangka waktu setahun petani


(44)

justru mengalami kerugian (Tabel 6). Penyebab rendahnya nilai land rent pada pola tanam V (Caisin, Lobak dan Bit gula) dikarenakan masih terjadinya praktek “tata niaga tengkulak” sehingga petani kecil tidak memiliki akses pemasaran untuk hasil panennya. Selain itu mungkin karena adanya fluktuasi harga yang bervariasi untuk setiap komoditas yang ditanam dan tempat penjualan hasil panen yang jauh dari lokasi pasar yang membutuhkan ongkos transportasi yang cukup besar sehingga dapat mengurangi keuntungan yang didapat.

Tabel 6. Nilai Land rent pada Berbagai Pola Tanam

Pola Tanam Jenis-jenis Komoditas Nilai Land rent ( Rp/m2/tahun) Pola Tanam I Padi-padi 517.23 Pola Tanam II

Pokcoy-Wortel-Bawang daun 7081.30 Pola Tanam III

Wortel-Bawang daun-Caisin 5240.79 Pola Tanam IV

Horinso-Kaelan 17304.36 Pola Tanam V

Caisin-Lobak-Bit gula -2992.82 Pola Tanam VI

Wortel-Bawang daun 5333.85 Pola Tanam VII

Wortel-Caisin 7781.63 Pola Tanam VIII Bawang daun-Caisin 459.30

5.2. Kelayakan Finansial Komoditas Padi dan Hortikultur 5.2.1. Internal Rate of Return (IRR)

Suatu bentuk usahatani dikatakan layak jika nilai IRR yang diperoleh lebih besar dari tingkat suku bunga yang sedang berlaku pada saat itu. Penghitungan IRR kali ini menggunakan tingkat suku bunga sebesar


(45)

12% per tahun atau sekitar 0.01 per bulan. Nilai IRR untuk pola tanam I, II, IV, dan VII menunjukkan bahwa usahatani tersebut dapat dikatakan layak karena nilai IRRnya (0.12; 0.16; 0.34; 0.22) • tingkat suku bunga yang berlaku (0.12) atau dengan kata lain petani yang mengusahakan pola tanam tersebut mengalami keuntungan. Sebaliknya pola tanam III, V, VI, dan VIII justru nilai IRRnya lebih rendah dibandingkan dengan suku bunga yang berlaku atau dapat dikatakan usahatani pada pola tanam tersebut tidak layak diusahakan terutama pada pola tanam V yang IRRnya bernilai negatif dikarenakan masih adanya praktek para tengkulak sehingga petani mengalami kerugian. Jika usahatani dengan nilai IRR lebih kecil dari tingkat suku bunga yang berlaku masih diusahakan maka yang akan mengalami kerugian yang semakin besar. Analisis IRR juga merupakan salah satu persyaratan yang diajukan oleh pihak bank apabila petani ingin mengajukan kredit bergantung dari fluktuasi suku bunga. Hasil analisis IRR, NPV, BCR, dan BEP untuk padi dan hortikultur tertera pada Lampiran 2.

5.2.2. Net Present Value (NPV)

Hasil analisis NPV disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 ini menggunakan suku bunga yang sedang berlaku sekarang yaitu sekitar 12% per tahun atau 0.01 per bulan. Penghitungan NPV khusus untuk pola tanam hortikultur menggunakan suku bunga per bulan yaitu sebesar 1% karena dalam kurun waktu satu tahun terjadi tiga sampai empat kali musim tanam. Jadi, bila penghitungan NPV dilakukan dengan suku bunga yang dihitung per tahun yaitu sebesar 12% maka hasil NPV yang didapatkan pada


(46)

perhitungan tidak mewakili pola tanam yang terjadi beberapa kali dalam setahun.

Hasil analisis menunjukkan bahwa hampir semua usahatani pada berbagai pola tanam memiliki NPV positif (>0), kecuali untuk pola tanam V dimana NPVnya bernilai negatif. Pola tanam V dengan jenis komoditi caisin, lobak dan bit gula NPVnya bernilai negatif dikarenakan hasil panen yang didapatkan oleh petani dijual ke tengkulak dengan harga yang sangat murah atau bahkan jauh di bawah standar harga yang seharusnya sehingga dapat dipastikan para petani akan mengalami kerugian. Usahatani yang dikembangkan pada pola tanam V juga dapat dikatakan tidak layak untuk diusahakan. Untuk usahatani dengan nilai NPV > 0, usahatani tersebut layak untuk dikembangkan karena akan mendatangkan keuntungan bagi petani. Jika analisis IRR merupakan syarat penting yang diperlukan untuk para petani yang ingin mengajukan kredit ke bank, maka NPV adalah ukuran bagi para petani sendiri untuk memperkirakan modal usaha ataupun skala usaha yang akan dikembangkan.

Tabel 7. Hasil Analisis Kelayakan Finansial Komoditas Padi dan Hortikultur

Pola Tanam

Discount Rate /

bulan IRR NPV Gross BCR

Net

BCR BEP

I 0.01 0,12 3805542,28 1,79 0,79 1,03 II 0.01 0,16 61824866,72 1,79 0,79 0,97 III 0.01 0,10 43912220,26 1,56 0,56 1,06 IV 0.01 0,34 156381399,59 3,37 2,37 0,39 V 0.01 -0,04 -34599060,02 0,87 -0,13 -50,81 VI 0.01 0,07 42966342,70 1,42 0,42 1,27 VII 0.01 0,22 69227655,94 2,56 1,56 0,51 VIII 0.01 0,02 2264218,85 1,11 0,11 2,18


(47)

5.2.3. Benefit Cost Ratio (BCR)

BCR menunjukkan manfaat bersih yang diperoleh setiap penambahan satu rupiah pengeluaran bersih. BCR dapat dibedakan menjadi dua, yaitu Net BCR dan Gross BCR. Sesuai dengan kriteria yang ada, yaitu jika nilai Net BCR/Gross BCR > 1 maka usaha tersebut layak diusahakan dan sebaliknya tetapi bila nilai Net BCR/Gross BCR = 0 maka usaha tersebut tidak mendatangkan keuntungan ataupun kerugian.

Hasil penghitungan Net BCR dan Gross BCR yang dilakukan menunjukkan bahwa hampir semua usahatani layak untuk diusahakan kecuali pada usahatani dengan pola tanam V nilai Net BCR/Gross BCR < 1.

5.2.4. Break Event Point (BEP)

Analisis BEP digunakan untuk mengetahui jangka waktu pengembalian modal atau investasi suatu kegiatan usaha. Semakin kecil BEP berarti usahatani tersebut semakin baik untuk diusahakan karena waktu untuk mencapai suatu titik impas atau titik pengembalian modal akan semakin cepat. Nilai BEP terkecil adalah 0.39 yaitu pada pola tanam IV, sedangkan nilai BEP terbesar pada pola tanam VIII yaitu sebesar 2.18. Dalam hal ini, terkait dengan tolerable time/waiting time preference, maka dapat diartikan bahwa pada pola tanam IV waktu yang dibutuhkan untuk pola tanam tersebut mencapai titik impas atau titik balik modal adalah selama 0.39 tahun atau kurang lebih 4.68 bulan (0.39*12) atau dibulatkan menjadi 5 bulan sedangkan bila terkait dengan resources capability maka dengan mengusahakan pola tanam IV pada luasan lahan sebesar 0.39 ha


(48)

maka petani baru mendapatkan titik impas. Begitu juga seterusnya dengan pola tanam yang lain. Sedangkan untuk pola tanam V nilai BEPnya sangat rendah bahkan jauh dibawah rata-rata yaitu -50.81. Bila nilai BEP semakin besar, maka jangka waktu pengembalian investasi atau modal akan semakin lama dan sebaliknya. Jika hal ini dibiarkan terus menerus, maka pendapatan petani akan semakin menurun sehingga akan berpengaruh terhadap tingkat pendapatan.

5.2.5. Pola Tanam yang Layak Diusahakan

Hasil analisis IRR, NPV dan BCR menunjukkan bahwa pola tanam I, II, IV, dan VII layak untuk diusahakan. Hipotesis yang menyatakan bahwa budidaya tanaman hortikultur mempunyai kelayakan finansial yang lebih baik dari budidaya padi ditolak, karena ada beberapa pola tanam hortikultur justru tidak layak untuk diusahakan. Jenis analisis finansial yang harus digunakan oleh petani apabila ingin mengajukan kredit ke bank adalah IRR sedangkan untuk mengetahui apakah usaha tani yang dijalankan mendatangkan keuntungan atau tidak maka analisis finansial yang harus dilakukan adalah NPV.

5.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nilai Land rent Komoditas Padi dan Hortikultur

Hasil analisis faktor-faktor yang berpengaruh pada tingkat kepercayaan 95% terhadap nilai land rent tertera pada Tabel 8.


(49)

Tabel 8. Faktor Berpengaruh terhadap Land rent pada 8 Pola Tanam

Faktor berpengaruh Pola Tanam

Positif Negatif

I Produksi Tenaga kerja, pupuk, alat, pestisida, pajak, dan benih II Alat dan luas tanam Pestisida

III Luas tanam, produksi dan sisa alat Pestisida dan benih IV Produksi Pestisida dan pajak

V Produksi Pestisida, pupuk dan pajak VI Produksi dan pajak Benih

VII Produksi dan pestisida Tenaga kerja

VIII Produksi dan luas tanam Tenaga kerja, pupuk dan pajak

Uraian untuk masing-masing faktor akan dikemukakan berikut ini :

a.Luas Tanam

Hasil analisis pada Tabel 8 menunjukkan faktor luas tanam hanya berpengaruh pada pola tanam II, III dan VIII. Luas tanam juga mempunyai pengaruh yang positif terhadap nilai land rent yang diperoleh. Luas tanam berpengaruh positif terhadap nilai land rent berarti bahwa luas tanam mampu meningkatkan nilai land rent atau dengan kata lain dengan penambahan luas tanam sebesar 1 m2 dapat meningkatkan nilai land rent sejumlah koefisien yang ditunjukkan pada persamaan pada Tabel 9. Tetapi dari antara tiga pola tanam, yang berpengaruh nyata hanya pola tanam II artinya luas tanam pada pola tanam II mampu meningkatkan nilai land rent yang secara statistik nyata sedangkan untuk pola tanam III dan VIII tidak dapat meningkatkan nilai land rent yang secara statistik tidak nyata. Berpengaruh nyata atau tidaknya luas tanam dapat dilihat dari p-levelnya (Lampiran 3), jika p-level yang diperoleh • 0.05 maka suatu peubah


(50)

penjelas dapat dikatakan mempengaruhi terhadap peubah tujuan atau peubah respon.

Sebagai contoh, untuk pola tanam II yang berpengaruh nyata, dengan adanya penambahan luas tanam sebesar 1 m2 maka nilai land rent akan meningkat sebesar Rp 0.103/m2/tahun.

Tabel 9. Persamaan Hasil Analisis Regresi Berganda dengan Land rent sebagai Fungsi Tujuan pada 8 Pola Tanam

b.Benih

Benih merupakan faktor yang berpengaruh negatif terhadap nilai land rent pada pola tanam I, III dan VI. Faktor benih pada ketiga pola tanam tersebut jelas berpengaruh nyata terhadap nilai land rent yang didapat, karena p-levelnya bernilai • 0.05. Berpengaruh negatif memiliki pengertian yang berkebalikan dengan berpengaruh positif, yaitu peubah bebas justru menurunkan peubah respon atau dalam hal ini menurunkan nilai land rent.

Pola

Tanam Persamaan R

2

I y = -0.005x2 – 0.047x3 – 0.008x4 – 0.256x5 - 0.010x6 - 0.019x7 + 0.990x8

0.999

II y = 0.103x1 - 1.256x6 + 0.441x7 0.999

III y = 0.013x1 - 0.271x2 - 0.505x4 + 0.575x8 + 0.036x9 0.999

IV y = -0.174x4 - 0.141x6 + 1.194x8 0.999

V y = -0.581x3 - 0.326x4 - 0.007x6 + 0.195x8 0.999

VI y = -0.381x2 + 0.028x6 + 1.267x8 0.999

VII y = 0.056x4 - 0.215x5 + 1.153x8 0.999


(51)

Harga benih yang mahal atau jauh diatas standar harga yang ditetapkan merupakan salah satu penyebab faktor benih berpengaruh negatif terhadap nilai land rent. Harga benih mahal dengan kualitas yang rendah dapat menyebabkan peningkatan biaya produksi yang dapat merugikan petani karena para petani membeli benih dengan harga tinggi tetapi hasil yang didapat tidak seperti yang diharapkan sehingga produksi dan keuntungan pun ikut menurun yang akhirnya berpengaruh terhadap nilai land rent yang semakin rendah.

c.Pupuk

Pupuk berpengaruh negatif terhadap pola tanam I, V dan VIII, tetapi hanya pada pola tanam I dan V, pupuk berpengaruh negatif nyata. Bila suatu tanaman membutuhkan pupuk dalam jumlah yang cukup banyak maka akan berimbas pada biaya produksi yang semakin besar sehingga nilai land rent semakin rendah. Kemungkinan lain pupuk berpengaruh negatif diduga karena tidak adanya respon dari tanaman yang diberi pupuk atau pupuk yang diberikan jenisnya tidak cocok dengan yang dibutuhkan tanaman yang sedang diusahakan.

d.Pestisida

Tabel 8 menunjukkan bahwa pestisida merupakan faktor yang paling banyak berpengaruh negatif terhadap nilai land rent. Pestisida memiliki pengaruh negatif pada pola tanam I, II, III, IV dan V. Sebaliknya, untuk pola tanam VII pestisida justru memiliki pengaruh positif terhadap nilai land rent. Pada pola tanam I, II, III, IV, dan V, pestisida berpengaruh negatif nyata terhadap penurunan nilai land rent sedangkan pada pola tanam


(52)

VII walaupun pestisida berpengaruh positif tetapi secara statistik tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan nilai land rent.

Pemberian pestisida pada tanaman seharusnya meningkatkan hasil produksi karena dengan adanya pemberian tersebut hama ataupun penyakit yang menyerang dapat diatasi sehingga tidak menurunkan produksinya. Dalam hal pestisida yang diberikan malah menurunkan produksi, diduga dikarenakan dosis yang diberikan terlalu banyak atau pestisida yang diberikan tidak cocok sehingga dapat menimbulkan keracunan atau bahkan berakibat kematian yang berimbas pada rendahnya produksi dan keuntungan.

e. Tenaga Kerja

Tenaga kerja merupakan faktor kelima yang memiliki pengaruh negatif terhadap nilai land rent. Tenaga kerja hanya berpengaruh negatif nyata secara statistik terhadap pola tanam I dan VII, sedangkan untuk pola tanam VIII tenaga kerja tidak berpengaruh nyata secara statistik terhadap penurunan nilai land rent. Semakin banyaknya tenaga kerja yang dibutuhkan maka semakin besar pula biaya yang dikeluarkan untuk membayar upah tenaga kerja. Hal ini dapat menyebabkan biaya produksi semakin besar, sehingga keuntungan yang didapat semakin kecil dan akhirnya berimbas pada nilai land rent yang diperoleh akan semakin rendah pula.

f. Pajak

Faktor pajak memiliki pengaruh negatif terhadap pola tanam I, IV, V, VIII dan berpengaruh positif hanya pada pola tanam VI. Pajak hanya


(53)

berpengaruh negatif nyata pada pola tanam I, IV dan V sedangkan untuk pola tanam VI pajak juga berpengaruh positif nyata. Bila pajak yang dikenakan semakin tinggi maka biaya yang dikeluarkan untuk membayar juga semakin besar akibatnya terjadi penurunan nilai land rent maka pajak berpengaruh negatif. Dalam hal pajak berpengaruh positif, mungkin pengaruhnya secara tidak langsung. Dua kemungkinan pajak berpengaruh tidak langsung yang bersifat positif dilihat dari aksesibilitas dan kualitas lahan yang ada. Bila suatu lahan dekat dengan jalan atau mempunyai lokasi yang dekat dengan pasar, maka pajak yang dikenakan akan semakin besar tetapi keuntungannya petani tidak perlu mengeluarkan ongkos transportasi untuk menjual panennya. Begitu juga dengan kualitas lahan yang ada, semakin subur lahan maka pajak yang dikenakan juga semakin besar tetapi hasil yang didapat dari lahan subur tersebut juga memberikan keuntungan yang besar.

g.Alat

Alat tidak banyak berpengaruh pada beberapa jenis pola tanam yang diteliti hanya pada pola tanam I dan II. Pada pola tanam I, alat berpengaruh negatif nyata sedangkan pada pola tanam II alat berpengaruh positif nyata. Alat berpengaruh negatif nyata disebabkan umur produktivitas yang sudah lewat batas atau rusak sehingga tidak dapat digunakan semaksimal mungkin sedangkan alat berpengaruh positif nyata diduga karena dengan adanya sarana pengolahan atau alat pertanian yang masih layak digunakan, para petani menjadi tertolong dalam mengusahakan tanamannya atau mungkin dengan alat tersebut petani tidak perlu untuk


(54)

mempekerjakan orang sehingga dapat menurunkan biaya produksi, akibatnya nilai land rent yang diperoleh juga tinggi.

h.Produksi

Produksi merupakan faktor yang paling banyak memiliki pengaruh positif terhadap nilai land rent pada berbagai pola tanam yang ada. Hampir semua pola tanam memiliki produksi sebagai peubah positif kecuali pola tanam II. Produksi tidak berpengaruh terhadap nilai land rent pada pola tanam II tetapi untuk pola tanam I, III, IV, V, VI, VII, dan VIII produksi justru berpengaruh positif nyata terhadap nilai land rent. Dapat dipastikan bahwa semakin besar produksi maka semakin tinggi pula keuntungan yang didapat. Jika keuntungan yang diperoleh semakin tinggi maka nilai land rent akan semakin tinggi juga.

i. Sisa Alat atau Penyusutan Alat

Sisa alat atau penyusutan alat hanya berpengaruh positif nyata pada pola tanam III. Nilai sisa alat yang dihitung berdasarkan data produktivitas atau umur pakai sarana pengolahan pertanian secara tidak langsung ikut berpengaruh terhadap peningkatan nilai land rent pada pola tanam III sebesar Rp 0.036 /m2/tahun.

R-square yang diperoleh dari hasil analisis regresi berganda dengan metode Forward Stepwise untuk pola tanam I sampai pola tanam VIII menunjukkan nilai yang sama yaitu sebesar 0.999 atau 99%, yang artinya bahwa model yang dipergunakan dapat menerangkan keragaman data sebesar 99%. Nilai R-square semakin mendekati 100% maka hasil analisis dengan menggunakan model tersebut dapat dikatakan mewakili


(55)

keragaman dari hampir seluruh data yang digunakan. Nilai R-square yang hampir mendekati 100% juga dapat berarti bahwa model yang digunakan yaitu Forward Stepwise relatif tepat untuk menganalisis data tersebut.

Hasil analisis regresi berganda metode Forward Stepwise menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap land rent tidak hanya produksi dan harga jual melainkan ada beberapa faktor yang lain yaitu benih, pupuk, pestisida, tenaga kerja, alat, pajak, dan nilai sisa alat. Oleh karena itu, hipotesis yang diberikan ditolak karena ternyata masih banyak faktor lain yang berpengaruh terhadap land rent.

5.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Komoditas Padi dan Hortikultur

Hasil analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi padi dan hortikultur tertera pada Tabel 10. Persamaan hasil regresi berganda dengan produksi sebagai fungsi tujuan tertera pada Tabel 11.

Tabel 10. Faktor yang Berpengaruh terhadap Produksi pada Delapan Pola Tanam

Faktor berpengaruh Pola

Tanam Positif Negatif

I Luas tanam, benih, upah benih, pajak, dan alat

Sewa traktor, tenaga kerja, pupuk, dan pestisida

II Luas tanam Pupuk dan pestisida III Luas tanam, pupuk dan pestisida Pajak dan alat IV Tenaga kerja dan alat Pajak

V - Alat

VI Benih, pajak dan alat -

VII Pestisida dan alat Luas tanam VIII Luas tanam -


(56)

Tabel 11. Persamaan Hasil Analisis Regresi Berganda dengan Produksi sebagai Fungsi Tujuan pada Delapan Pola Tanam

Pola

Tanam Persamaan R

2

I y = 0.557x1 + 0.089x2 – 0.079x3 + 0.100x4 + 0.116x5 + 0.185x6 – 0.190x7 – 0.016x8 – 0.120x9

0.533

II y = 1.144x1 – 0.211x3 – 0.007x4 0.999

III y = 0.393x1 + 0.232x3 + 0.999x4 – 0.369x6 – 0.684 x7 0.999

IV y = 0.689x5 + 0.786x6 – 0.329x7 0.999

V y = -0.622x6 0.387

VI y = 2.079x2 + 0.685x6 + 1.274x7 0.999

VII y = -0.189x1 + 0.849x4 + 0.131x6 0.997

VIII y = 0.867x1 0.752

Uraian untuk masing-masing faktor akan dikemukakan berikut ini :

a.Luas Tanam

Luas tanam merupakan faktor yang berpengaruh positif pada pola tanam I, II, III, dan VIII akan tetapi berpengaruh negatif pada pola tanam VII. Luas tanam berpengaruh positif berarti bahwa semakin luas lahan yang digunakan untuk menanam, maka jumlah benih yang ditanam juga semakin besar sehingga produksi yang didapat juga besar yang akhirnya berdampak pada keuntungan yang lebih besar, sebaliknya semakin kecil luasan lahan yang digunakan untuk menanam maka hasil yang didapat juga semakin rendah yang akhirnya berdampak negatif pada produksi. Luas tanam berpengaruh positif nyata terhadap produksi hanya pada pola tanam I dan VIII. Seperti yang sudah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya, berpengaruh positif nyata mempunyai pengertian bahwa dengan adanya penambahan sejumlah koefisien faktor atau peubah bebas tersebut mampu meningkatkan produksi yang secara statistik nyata tetapi jika peubah


(57)

tersebut berpengaruh positif tidak nyata maka penambahan sejumlah faktor tidak memberikan peningkatan yang nyata secara statistik Pengaruh negatif luas tanam pada pola tanam VII tidak nyata terhadap produksi. Sebagai contoh, dengan penambahan luas tanam sebesar 1 m2 pada pola tanam VII tidak nyata menurunkan nilai produksi sebesar 0.246 kg/ha/tahun.

b.Benih

Pada pola tanam I benih berpengaruh positif tidak nyata (p -levelnya 0.529) (Lampiran 4) sedangkan pada pola tanam VI, benih justru berpengaruh positif nyata (p-level 0.024). Dengan adanya penambahan benih sebesar 1 kg/ha pada pola tanam VI dapat meningkatkan hasil produksi sebesar 2.079 kg/ha/tahun. Benih berpengaruh positif apabila semakin banyak benih yang ditanam, maka produksi yang didapat juga semakin besar sebaliknya bila benih yang ditanam sedikit maka produksi yang didapat juga kecil.

c. Sewa Traktor dan Upah Pembenihan

Sewa traktor dan upah pembenihan merupakan biaya produksi yang hanya terdapat pada pola tanam I (padi-padi). Upah pembenihan berpengaruh positif tidak nyata terhadap produksi sedangkan sewa traktor juga berpengaruh negatif tidak nyata terhadap produksi. Upah pembenihan merupakan upah atau biaya yang dikeluarkan untuk membayar jasa para pekerja yang membantu dalam penanaman benih. Pada umumnya petani besar yang sering menggunakan jasa pekerja ini karena lahannya yang luas tidak memungkinkan petani tersebut seorang diri mengerjakan. Sewa traktor kebanyakan yang menggunakan jasa ini adalah para petani yang


(58)

lahannya luas tetapi tidak mempunyai traktor sehingga mereka menyewa traktor untuk beberapa hari kemudian membayar sewanya.

d.Pupuk

Pada pola tanam II, pupuk secara statistik berpengaruh negatif nyata pada taraf 5% menurunkan produksi. Hal ini diduga disebabkan pupuk yang diberikan tidak sesuai dengan jenis unsur hara yang sedang dibutuhkan oleh tanaman tersebut, misalnya tanaman tersebut defisiensi unsur Ca, tetapi yang ditambahkan justru pupuk KCl sehingga tidak mempengaruhi produksi karena penambahan pupuk tidak mengatasi defisiensi yang dialami oleh tanaman tersebut. Pada pola tanam III, pupuk berpengaruh positif tidak nyata terhadap produksi. Jadi setiap penambahan pupuk mengakibatkan kenaikan produksi yang secara statistik tidak nyata.

e. Pestisida

Pada pola tanam III dan VII, pestisida merupakan peubah bebas yang berpengaruh positif sedangkan pada pola tanam I dan II pestisida berpengaruh negatif. Pestisida hanya berpengaruh positif nyata pada pola tanam III, artinya dengan penambahan pestisida sebesar 1 L/ha akan meningkatkan produksi sebesar 0.999 kg/ha/tahun. Pestisida dapat berpengaruh positif terhadap produksi apabila pemakaiannya tidak melebihi dosis atau aturan pakai karena jika pemakaian terlalu berlebih dapat berakibat negatif terhadap produksi karena dapat menyebabkan keracunan bagi tanaman bahkan kematian.


(59)

f. Tenaga Kerja

Pada pola tanam IV, tenaga kerja merupakan peubah positif nyata sedangkan pada pola tanam I tenaga kerja berpengaruh negatif tidak nyata terhadap produksi. Dengan adanya penambahan tenaga kerja sebanyak 1 orang/ha/tahun dapat meningkatkan produksi sebesar 0.689 kg/ha/tahun. Dapat diasumsikan bahwa dengan adanya tenaga kerja maka pekerjaan akan menjadi semakin terspesifikasi (khusus) sehingga para pekerja dapat berkonsentrasi penuh terhadap tugasnya masing-masing, misalnya untuk pengolahan dipekerjakan 8 orang, pembenihan 7 orang, pemeliharaan 5 orang. Adanya distribusi atau pembagian tugas yang jelas dapat menyebabkan peningkatan produksi karena semua pekerjaan lebih terinci untuk dikerjakan.

g.Pajak

Pajak berpengaruh positif pada pola tanam I dan berpengaruh positif nyata pada pola tanam VI serta berpengaruh negatif nyata pada pola tanam III dan IV. Apabila biaya yang dikeluarkan untuk membayar pajak semakin besar maka kemungkinan produksi menurun karena biaya-biaya lain seperti untuk membeli pupuk, pestisida akan teralihkan hanya untuk membayar biaya pajak yang tinggi. Sebagai akibatnya tanaman akan tumbuh dalam keadaan yang seminimal mungkin dengan dosis pupuk yang pas-pasan atau bahkan tanpa pupuk sehingga tanaman tidak dapat berproduksi tinggi. Beda halnya bila pajak berpengaruh positif nyata dalam meningkatkan produksi. Mungkin secara tidak langsung dalam jangka waktu yang cukup lama, pajak yang dibayarkan para petani benar-benar


(60)

digunakan oleh pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan mereka dengan cara memperbaiki ataupun membangun sarana prasarana yang menunjang produksi pertanian, contohnya pembangunan irigasi atau seperti pada pembahasan sebelumnya, dilihat dari aksesibilitas dan kualitas lahan. Semakin dekat dengan pasar dan semakin subur lahan tersebut maka keuntungan yang didapat juga semakin besar dengan kompensasi pajak yang dibayarkan juga semakin tinggi.

h.Alat

Alat merupakan peubah yang paling banyak berpengaruh pada produksi baik berpengaruh positif maupun negatif. Alat berpengaruh positif pada pola tanam I, IV, VI, dan VII dan berpengaruh negatif pada pola tanam III dan V. Penggunaan alat pada pola tanam IV berpengaruh positif nyata terhadap peningkatan produksi sedangkan pada pola tanam yang lain alat tidak berpengaruh positif nyata terhadap produksi. Sarana pertanian berupa cangkul, parang, traktor dapat membantu para petani untuk mengolah lahannya dan memelihara tanamannya sehingga mereka tidak perlu bersusah payah untuk mempekerjakan orang dan dapat menghemat biaya produksi. Selain itu, dengan dibantu dengan alat-alat pertanian, petani juga mendapat keuntungan yang lain yaitu efisiensi waktu.

Nilai R-square yang diperoleh pada fungsi tujuan produksi tidak sebesar dengan nilai R-square pada fungsi tujuan land rent. Pola tanam V memiliki nilai R-square yang paling rendah dibandingkan dengan pola tanam yang lain, yaitu 0.387 atau sekitar 38.7%. Hal ini berarti bahwa model Forward Stepwise hanya mampu menerangkan keragaman data


(61)

pada pola tanam V sebesar 38.7%. Dengan kata lain metode Forward Stepwise kurang tepat digunakan untuk menganalisis data yang ada.

Hasil analisis regresi berganda metode Forward Stepwise menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap fungsi tujuan produksi tidak hanya harga jual saja melainkan ada beberapa faktor yang lain yaitu benih, pupuk, pestisida, tenaga kerja, alat, dan pajak. Oleh karena itu, hipotesis yang diberikan ditolak karena ternyata masih banyak faktor lain yang berpengaruh terhadap produksi.


(62)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Nilai land rent dari lahan yang dibudidayakan dengan komoditas hortikultur dengan 7 pola tanam berkisar dari –Rp 2.992,82 sampai dengan Rp 17.304,36. Sedangkan untuk komoditas padi nilai land rentnya sebesar Rp 517,23. Dari ke-7 pola tanam hortikultur, nilai land rent paling tinggi adalah pola tanam IV yaitu sebesar Rp 17.304,36 dan nilai land rent paling kecil adalah pola tanam V yaitu sebesar –Rp 2.992,82.

2. Hasil analisis kelayakan finansial (IRR, NPV dan BCR) pada komoditi padi menunjukkan bahwa pola tanam I (Padi-padi) layak untuk diusahakan sedangkan untuk pola tanam hortikultur menunjukkan bahwa pola tanam yang layak untuk dikembangkan adalah pola tanam II, IV dan VII.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai land rent adalah luas tanam, benih, pupuk, pestisida, tenaga kerja, pajak, alat, produksi, dan nilai sisa alat atau nilai penyusutan alat. Faktor produksi merupakan peubah yang berpengaruh positif pada peningkatan nilai land rent pada hampir seluruh pola tanam hortikultur sedangkan pestisida dan pajak merupakan peubah negatif yang mempengaruhi penurunan nilai land rent pada sebagian besar pola tanam hortikultur.

4. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi adalah luas tanam, benih, pupuk, pestisida, tenaga kerja, alat, pajak. Selain itu untuk produksi padi ada dua faktor lagi yang berpengaruh terhadap produksi


(63)

yaitu sewa traktor dan upah pembenihan. Luas tanam dan alat berpengaruh positif terhadap produksi pada setengah dari pola tanam hortikultur, sementara itu tidak ada satupun faktor yang mendominasi dalam penurunan produksi.

6.2. Saran

1. Berdasarkan nilai land rent yang diperoleh dan dari hasil analisis kelayakan finansial, maka pola tanam yang mendatangkan keuntungan adalah pola tanam I, II, IV, dan VII. Keempat pola tanam tersebut disarankan dapat dikembangkan untuk peningkatan pendapatan petani. 2. Dalam upaya peningkatan land rent maka faktor-faktor seperti benih,

pupuk, pestisida, alat, tenaga kerja, pajak, produksi, dan nilai sisa alat perlu diperhatikan sedangkan untuk peningkatan produksi, faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah benih, pupuk, pestisida, tenaga kerja, dan alat. Faktor-faktor tersebut disarankan perlu mendapat perhatian khusus dari petani supaya dalam pengelolaan usaha tani dapat dilakukan secara optimal sehingga bisa meningkatkan land rent dan produksi.


(64)

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 1983. Cara Bercocok Tanam Padi, Palawija, Sayur-sayuran. Satuan Pengendalian Bimas, Departemen Pertanian. Jakarta.

Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor.

Barlowe, R. 1986. Land Resource Economics. The Economics of Real Estate. Fourth Edition. Prentice Hall. Englewood Cliffs. New Jersey.

BPS. 2001. Potensi Desa Kabupaten Cianjur. Cianjur.

Gittinger, J.P. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-proyek Pertanian. Edisi Kedua. Terjemahan UI Press. Jakarta.

Hardjowigeno, S, Widiatmaka, A.Yogaswara. 1999. Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tataguna Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.

Lingga, P. 1986. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta.

Moormann, F. R and N. van Breemen. 1978. Rice : Soil, Water, Land. International Rice Research Institute, Los Banos, Philippine.

PROSEA. 1994. Plant Resources of South East Asia. No. 8 Vegetables. PROSEA Foundation, Bogor, Indonesia.

Rukmana, R. 1995. Bawang Daun. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Siregar, H. 1981. Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. Sastra Hudaya. Jakarta. Sitorus, S.R.P. 2004. Pengembangan Sumberdaya Lahan Berkelanjutan. Edisi


(65)

(66)

(67)

STUDI PERBANDINGAN LAND RENT ANTARA LAHAN

KOMODITAS HORTIKULTUR DENGAN PADI DAN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

(Studi Kasus : Kecamatan Pacet dan KecamatanWarungkondang,

Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat)

Oleh

Ineke Ongkowijoyo

A24101118

PROGRAM STUDI ILMU TANAH

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(68)

STUDI PERBANDINGAN LAND RENT ANTARA LAHAN

KOMODITAS HORTIKULTUR DENGAN PADI DAN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

(Studi Kasus : Kecamatan Pacet dan Kecamatan

Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat)

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

Ineke Ongkowijoyo

A24101118

PROGRAM STUDI ILMU TANAH

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(69)

SUMMARY

INEKE ONGKOWIJOYO. The Comparative Study of Land Rent of Horticulture and Rice Commodities and Factors Affecting it (Study Case : Kecamatan Pacet and Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Province of West Java) (Under supervision of SANTUN R P SITORUS and DYAH RETNO PANUJU)

Simply, land rent or economic rent can be defined as an economic surplus which is the surplus production over totally cost. Based on economic rent concept, the highest and the best use of land is a condition where the land could optimize the profit. The aims of this research are (1) comparing land rent of horticulture and rice commodities, (2) carrying out financial analysis of horticulture and rice commodities and (3) determining factors that affecting land rent and production of both commodities.

This research was located in Kecamatan Pacet and Kecamatan Warungkondang. The main commodities in both of Kecamatan are horticulture, which is divided into seven patterns of cultivation and rice. In this research, prime data is mostly used. The prime data are acquired from interview using questionaire on 80 farmers (40 rice farmers and 40 horticulture farmers). It was employed land rent analysis, financial analysis and multiple regression analysis.

Land rent analysis of horticulture commodities results show that land rent values ranging from –Rp. 2.992,82 to Rp. 17.304,36, whereas the land rent for rice commodity is Rp 517,23. Financial analysis results show that rice commodity suitable to be developed are rice, horticulture with pattern of cultivation II (Pokcoy-Carrot-Leek), IV (Horinso and Kaelan) and VII (Carrot and Chinese Cabbage), respectively. Factors which affect land rent are acreage of planting, seeds, fertilizers, labours, taxes, tools, production, and reduced value of tools.


(1)

RINGKASAN

INEKE ONGKOWIJOYO. Studi Perbandingan Land Rent antara Lahan Komoditas Hortikultur dengan Padi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya (Studi Kasus : Kecamatan Pacet dan Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat) (Dibawah bimbingan SANTUN R P SITORUS dan DYAH RETNO PANUJU)

Land rent atau sewa tanah/lahan secara sederhana dapat didefinisikan sebagai surplus ekonomi yaitu merupakan kelebihan nilai produksi diatas biaya total. Sesuai dengan konsep ekonomi lahan, penggunaan tertinggi dan terbaik adalah keadaan dimana penggunaan lahan tersebut dapat memberikan keuntungan optimum kepada petani. Penelitian ini bertujuan antara lain : (1) membandingkan nilai land rent dari lahan yang dibudidayakan dengan komoditas hortikultur dan padi, (2) menganalisis kelayakan finansial komoditas hortikultur dan padi dan (3) menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai land rent dan produksi pada masing-masing komoditas.

Lokasi penelitian bertempat di Kecamatan Pacet dan Kecamatan Warungkondang. Komoditas utama dari kedua kecamatan tersebut berupa hortikultur yang dibagi menjadi tujuh pola tanam dan padi. Data yang digunakan berupa data primer yaitu wawancara dan kuesioner dari 80 petani responden (40 petani responden padi dan 40 petani responden hortikultur). Analisis data yang digunakan adalah analisis land rent, analisis kelayakan finansial dan analisis regresi berganda.

Dari hasil analisis land rent untuk komoditas hortikultur diperoleh nilai dari kisaran –Rp. 2.992,82 – Rp. 17.304,36, sedangkan untuk nilai land rent komoditas padi sebesar Rp 517,23. Hasil analisis kelayakan finansial (IRR, NPV dan BCR) menunjukkan bahwa komoditas padi layak untuk diusahakan


(2)

sedangkan untuk pola tanam hortikultur menunjukkan bahwa pola tanam II (Pokcoy-Wortel-Bawang daun), IV (Horinso dan Kaelan) dan VII (Wortel-Caisin) layak untuk dikembangkan. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap nilai land rent adalah luas tanam, benih, pupuk, pestisida, tenaga kerja, pajak, alat, produksi, dan nilai sisa alat. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi adalah luas tanam, benih, pupuk, pestisida, tenaga kerja, pajak, alat, sewa traktor, dan upah penanaman bibit.


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Studi Perbandingan Land rent antara Lahan Komoditas Hortikultur dengan Padi dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya (Studi Kasus : Kecamatan Pacet dan Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat)

Nama Mahasiswa : Ineke Ongkowijoyo Nomor Pokok : A24101118

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Ir.Santun R.P.Sitorus Ir.Dyah Retno Panuju NIP. 130 367 082 NIP. 132 158 766

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr NIP. 130 422 698


(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Surabaya, Jawa Timur pada tanggal 26 Januari 1983, dari pasangan Bapak Gondo Wijoyo dan Ibu Maria Sumiyati sebagai anak sulung dari tiga bersaudara.

Riwayat pendidikan penulis dimulai ketika memasuki TK Kristus Raja II di Surabaya pada tahun 1987. Kemudian penulis memasuki jenjang pendidikan dasar di SDK Kristus Raja II Surabaya dan lulus pada tahun 1995. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Domenico Savio Semarang selama tiga tahun. Selanjutnya, pada tahun 1998 penulis belajar di SMU Sedes Sapientiae Semarang dan berhasil menamatkannya pada tahun 2001. Penulis diterima menjadi mahasiswa di Departemen Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri) sejak tahun 2001.

Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah beberapa kali menjadi asisten antara lain pada mata kuliah Bioteknologi Tanah dan mata kuliah Dasar-dasar Perencanaan Pengembangan Wilayah.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yesus atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis diberikan kesabaran dan kesehatan untuk menyelesaikan seluruh rangkaian penelitian dan penyusunan skripsi berjudul “Studi Perbandingan Land rent antara Lahan Komoditas Hortikultur dengan Padi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya”.

Rasa hormat, ucapan terima kasih, dan penghargaan penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Santun R.P.Sitorus selaku Pembimbing Akademik dan Pembimbing Skripsi I atas segala bimbingan, arahan, dan bantuannya selama penulis melaksanakan penelitian dan menyelesaikan skripsi ini. Ungkapan terima kasih juga tak lupa penulis sampaikan kepada Ir. Dyah Retno Panuju selaku Pembimbing Skripsi II atas konsultasi, saran-saran, dan masukan-masukannya.

Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Papa dan Mama tercinta yang telah memberikan kasih sayangnya dan kesabarannya dari kecil hingga beranjak dewasa. Adik-adikku, Ivone dan Irene atas canda dan tawanya.

2. Prasetyo Sutrisno yang telah membuat hidupku menjadi lebih indah dan berwarna.

3. Teman-temanku yang selalu ada di saat suka dan duka selama empat tahun ini : Endang, Rika, Imasy, Sari, Arlette, Agus, Willy, Mohung, Tilla, Amanda, Farah.


(6)

4. Keluarga Mahasiswa Katolik IPB terutama Kak Puthut dan Kak Mustika, yang telah membuatku mampu bertahan di IPB dan mampu menghadapinya semua hal dengan baik.

5. Staf Bagian Perencanaan Pengembangan Sumberdaya Lahan : Mbak Mia dan Mbak Dian atas konsultasinya dan peminjaman skripsi.

Penulis sadar bahwa karya kecil ini masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik, saran, dan masukan yang membangun dari semua pihak. Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi yang memerlukannya.

Bogor, Desember 2005