pembelajar yang independen dan belajar mandiri self-regulated Arends 2008: 45. Sedangkan keuntungan dari media pembelajaran kartu pintar antara lain: a
siswa dapat belajar dan maju sesuai dengan kecepatan masing-masing, b dapat mengulangi materi dalam media cetakan, siswa akan mengikuti urutan pikiran
secara logis, c perpaduan teks dan gambar dalam halaman cetak dapat menambah daya tarik, d dapat memperlancar pemahaman informasi yang disajikan dalam
dua format, verbal dan visual, e siswa akan berpartisipasi atau berinteraksi dengan aktif, f materi tersebut dapat direproduksi secara ekonomis Arsyad 2011:
38. Sehingga, dengan keterampilan guru sebagai pendidik siswa yang meningkat, akan meningkatkan pula aktivitas siswa dalam pembelajaran dan hasil belajar
siswa sebagai alat ukur pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran.
4.2.2 Implikasi Hasil Penelitian
Implikasi hasil penelitian ini adalah berupa peningkatan kualitas pembelajaran IPA melalui model Problem Based Instruction dengan media kartu
pintar siswa kelas IV SDN Patemon 01 yang meliputi tiga variabel, yaitu keterampilan guru, aktivitas siswa, dan hasil belajar.
4.2.2.1 Implikasi Teoritis
Hasil penelitian ini memperkuat hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya mengenai penerapan model Problem Based
Instruction dengan media kartu pintar. Selain itu hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pengembangan untuk memperbaiki kualitas
pembelajaran IPA menggunakan model pembelajaran inovatif. Hasil penelitian pada pembelajaran IPA melalui penerapan Model Problem Based Instruction
dengan media kartu pintar pada siswa kelas IV SD Negeri Patemon 01 menunjukkan adanya peningkatan pada keterampilan guru, aktivitas siswa, dan
hasil belajar siswa dalam setiap siklus pembelajarannya. 4.2.2.2
Implikasi Praktis Berdasarkan hasil pengamatan yang dilaksanakan pada pembelajaran
siklus I, siklus II, dan siklus III terdapat peningkatan. Hasil observasi keterampilan guru dalam pembelajaran menunjukkan terjadinya peningkatan
perolehan skor pada tiap siklus yang telah dilaksanakan. Skor yang diperoleh pada siklus I pertemuan 1 adalah 20 dengan kriteria cukup, meningkat pada pertemuan
2 dengan perolehan skor 23 kriteria cukup. Sehingga diperoleh skor untuk siklus I adalah 21,5 dengan kriteria cukup. Kemudian meningkat pada siklus II pertemuan
1 dengan skor 25 kriteria baik, pertemuan 2 dengan skor 29 dengan kriteria baik. Sehingga perolehan skor pada siklus II adalah 27 dengan kriteria baik. Dan pada
siklus III perolehan skor pertemuan 1 menjadi 28 yang termasuk dalam kriteria baik, pada pertemuan 2 memperoleh skor 33 dengan kriteria baik. Sehingga,
perolehan skor pada siklus III meningkat dengan skor 30,5 kriteria baik. Hasil observasi aktivitas
siswa juga menunjukkan peningkatan dalam pada tiap siklusnya.
Jumlah skor aktivitas siswa pada siklus I pertemuan 1 adalah 20,7 kriteria cukup, sedangkan pada pertemuan 2 dengan skor 23 kriteria cukup.
Sehingga, diperoleh skor aktivitas siswa pada siklus I adalah 21,85 dengan kriteria cukup. Siklus II pertemuan 1 memperoleh skor 23 dengan kriteria cukup,
meningkat pada pertemuan 2 dengan perolehan skor 25,6 kriteria baik. Sehingga diperoleh skor siklus II adalah 24,35 dengan kriteria baik. Siklus III pertemuan 1
memperoleh skor 29,3 dengan kriteria baik, meningkat pada pertemuan 2 dengan skor 33 kriteria sangat baik. Sehingga perolehan skor siklus III adalah 31,2
dengan kriteria baik. Berdasarkan hasil tes evaluasi yang telah dilaksanakan pada setiap siklus,
terjadi peningkatan di setiap siklusnya. Pada siklus I diperoleh nilai rata-rata siswa 65,7 dengan ketuntasan klasikal sebesar 55,41 atau 21 dari 37 orang siswa
mengalami ketuntasan belajar sedangkan 14 orang siswa belum tuntas. Kemudian pada pelaksanaan tindakan siklus II perolehan rata-rata hasil belajar siswa
meningkat menjadi 74,3 dengan ketuntasan klasikal sebesar 67,6 yang berarti 25 dari 37 orang siswa mengalami ketuntasan belajar. Selanjutnya siklus III
memperoleh rata-rata nilai hasil belajar sebesar 76,4 dengan ketuntasan klasikal meningkat menjadi 81 yang berarti 30 dari 7 orang siswa mengalami ketuntasan
belajar. 4.2.2.3
Implikasi Paedagogis Hasil penelitian ini memperkuat hasil penelitian sebelumnya mengenai
penerapan model Problem Based Instruction pada pembelajaran IPA. Sehingga guru dapat dapat merancang strategi pelaksanaan pembelajaran yang dapat
memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran serta menawarkan cara dan prosedur baru untuk memperbaiki serta meningkatkan profesionalisme dalam
proses belajar mengajar di kelas. Dalam penerapan model Problem Based Instruction guru dapat memberikan contoh permasalahan dalam kehidupan sehari-
hari kepada siswa untuk mengorientasikan siswa pada masalah, sehingga guru dilatih untuk bersikap terbuka dan kreatif terhadap permasalahan dalam kehidupan
sehari-hari serta selektif terhadap permasalahan yang ada untuk dapat diangkat dalam pembelajaran. Melalui kegiatan pemecahan masalah, guru dilatih untuk
teliti dalam memberikan pertanyaan yang menantang bagi siswa untuk mengembangkan rasa ingin tahu siswa meningkat. Melalui kegiatan membuat
hipotesis, guru dilatih untuk mendorong siswa aktif menyampaikan ide-ide dan menerima ide-ide secara terbuka, dengan cara memberikan pertanyaan yang
membuat siswa memikirkan tentang kekuatan hipotesis dan solusi mereka serta kualitas informasi yang telah mereka kumpulkan. Dengan kegiatan pengembangan
hasil karya, guru dilatih untuk lebih kreatif dalam mengembangkan berbagai hasil karya sesuai dengan materi dan tujuan pembelajaran.
Penerapan Problem Based Instruction dengan media kartu pintar pada pembelajaran IPA memberikan kesempatan siswa untuk mempelajari berbagai
permasalahan kontekstual dalam kehidupan sehari-hari. Untuk memecahkan masalah, siswa dikondisikan untuk belajar secara berkelompok dan melalui
berbagai kegiatan dalam proses pembelajaran misalnya penyelidikan dan diskusi. Hal ini dimaksudkan agar siswa dapat berdiskusi dengan sesama anggota
kelompoknya untuk memecahkan permasalahan yang dimunculkan oleh guru dan memberikan rasa ketergantungan yang positif kepada siswa agar siswa dapat
menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan kemampuan berfikir tingkat tinggi, serta membentuk sikap kreatif, kritis, dan percaya diri. Kegiatan
bekerja sama dalam kelompok adalah kegiatan penyelidikan terhadap permasalahan untuk dikaji solusi pemecahannya. Melalui kegiatan ini,
dimaksudkan agar siswa memperoleh pemahaman yang lebih bermakna tentang
materi yang sedang dipelajari serta siswa dapat berperan sebagai orang dewasa yang melakukan penyelidikan untuk menumbuhkan sikap ilmiah. Kegiatan
selanjutnya yaitu memberikan penghargaan atau apresiasi terhadap pekerjaan siswa, guru memfasilitasi siswa untuk memamerkan hasil pekerjaan mereka
berupa laporan, maupun produk dalam bentuk lain yang bersifat visual seperti poster, gambar, dan lain-lain. Sehingga, dapat menumbuhkan kreativitas pada
siswa dan membuat siswa menjadi percaya diri serta berkualitas learning to be. Dalam menganalisis dan evaluasi pemecahan masalah, siswa dilatih untuk dapat
menganalisis dan mengevaluasi proses berpikirnya maupun keterampilan investigatif dan keterampilan intelektual yang mereka gunakan. Sehingga, dengan
berbagai aktivitas siswa yang dilakukan akan lebih membentuk siswa yang aktif, kreartif, brpikir tingkat tinggi, membentuk sikap bersosialisasi dengan positif.
Bagi sekolah, penelitian pembelajaran IPA melalui model Problem Based Instruction dengan media kartu pintar dapat dijadikan sebagai upaya yang dapat
menumbuhkan kerja sama antar guru yang berdampak positif pada kualitas pembelajaran di sekolah serta dapat memberikan kontribusi yang lebih baik dalam
perbaikan pembelajaran untuk meningkatkan kualitas pembelajaran IPA khususnya di Sekolah Dasar. Dengan adanya peningkatan kualitas pembelajaran
IPA melalui model Problem Based Instruction dengan media kartu pintar, maka dapat menjadi referensi untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah.
254
BAB V PENUTUP