M. Zainuddin Yayasan Mitra Usaha

Gambaran Dinamika Diskusi 52 Jabar Ventura, teman-teman kami dari LSM di Jakarta sudah membentuk suatu konsorsium LSM bagi pengembangan modal ventura, hanya kebetulan Jabar belum sempat dihubungi. Harapan Pak Thoha supaya YMU menjadi besar semoga dikabulkan Allah SWT. Untuk itu diperlukan suatu skala ekonomi yang besar untuk kelangsungan hidup YMU, tetapi kami ingin besar bersama rakyat. Contohnya begini, pada sebuah BPR di Bandung kami mengambil porsi besar yaitu sebesar 60 dari saham, karena partner memang tidak mempunyai uang. Untuk sebuah BPR, minimum modal adalah 200 juta rupiah, kurang dari itu akan sulit untuk berkembang. Akan tetapi, kesepakatan pada bulan Februari yang lalu diputuskan bahwa kami tidak akan menambah modal saham. Setoran saham untuk memenuhi modal dasar dipersilahkan untuk diambil oleh LSM mitra dengan cara mengkonfersikan deviden menjadi tambahan saham. Yang kedua dipersilahkan untuk pegawai bank dan KSM untuk juga dikonfersikan seperti Pak Bambang mengilustrasikan Insentif Pengembalian Tepat Waktu IPTW bagi kredit yang tepat menjadi saham. Dan itu butuh waktu. Namun, kami mengambil sikap tidak akan menambah, dan saham kami akan kami jual justru pada saat kinerja perusahaan sedang bagus-bagusnya. Pada kasus BPR di Bandung ini, pada bulan ke-7 sudah mencapai BEP, dan pada bulan ke-14 BI sudah memberikan predikat sebagai BPR sehat. Contoh lain adalah pada kasus pembiayaan ekspor barang kerajinan dari koperasi Manunggal Karsa. Kami bersama pengurus mengkalkulasikan harga, dan ternyata mereka mendapat untung bersih 20. Mereka mendapat modal dari kami sebesar 4 untuk dikembalikan dan mereka masih menerima 16; yang 2 persennya kami gunakan untuk biaya pendampingan dan 2persennya lagi adalah market rate untuk kami sendiri. Yang ingin saya tegaskan bahwa core bussines kami adalah di investasi dan tentu saja sebuah yayasan boleh berinvestasi. Akan tetapi, untuk mengelola bisnis seperti itu kami harus mendirikan sebuah PT. Sekarang kami mempunyai PT Mitra Kotama Inti yang bergerak di bidang Pemberdayaan dan Replikasi Aspek Finansial Usaha Kecil di Indonesia 53 jasa konsultasi ekonomi dan manajemen. Bahkan sekarang kami sedang dalam proses diskusi -- dengan pengacara -- mengenai pendirian PT Mitra Investindo yang akan mewadahi kegiatan investasi kami, sehingga kami tidak bisa lari dari pajak dan semua itu butuh waktu yang tidak singkat. Sessi Kedua Dalam kesempatan ini berbicara : 1. Ir. Isono Sadoko, MA, MIEA dan Dra. Erna Ermawati Chotim AKATIGA

2. Ir. Harry Seldadyo dan Dr. Mangara Tambunan CESS

3. Dr. Thee Kian Wie PEP-LIPI

Pertanyaan: 1. Gunawan Wiradi AKATIGA Apa yang dimaksud dengan memperkuat usaha kecil itu? Apakah berarti memberdayakan rakyat atau dengan kata lain usaha kecil yang dibina harus menjadi besar atau menjadi usaha yang kecil tapi kuat? Menurut saya partisipasi pertama yang harus kita teliti mengacu kepada masalah demand. Artinya, pasar kredit tersebut harus kita kenal dulu, sebab berdasarkan penelitian ternyata tidak semua pengusaha kecil memerlukan kredit. Dan jika kita memaksa mereka semua untuk mengambilnya, itu adalah sikap yang salah. Sikap ini dikenal dengan istilah an ethic of moderation. Hal ini menunjukkan bahwa kita masih belum punya peta. Masalah kredit ini telah lama ada sejak zaman politik etis. Frans, direktur utama PT. BCW menengahi dua aliran yang sedang bentrok antara Boeke, seorang pejabat keuangan dan guru besar di Leiden, dengan Hongred, seorang pamong praja dan guru besar di Amsterdam. Yang satu mengatakan bahwa ekonomi itu bisa dilaksanakan di desa dan satu lagi mengatakan tidak. Frans sendiri Gambaran Dinamika Diskusi 54 mengikuti aliran pertanian, yaitu pertama yang harus dilakukan adalah meneliti dulu suatu masalah dan selanjutnya baru membuat tipologi. Sebagai contoh, jika memberi kredit di Klaten, bunganya harus diberikan per tiga bulan, karena panennya juga tiga bulan sekali. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pasar itu diciptakan oleh pelakunya, sehingga dalam meneliti pasar demand harus sangat hati-hati.

2. Kawi Budiono PUPUK-Bandung

Seperti kita ketahui bahwa pada tanggal 29 Desember 1995 telah keluar UU tentang usaha kecil dan mau tak mau kita harus setuju dengan definisi usaha kecil di situ. Sebenarnya saya setuju dengan tipologi, tetapi jika kita memakai istilah usaha kecil maka batasannya adalah UU tersebut. Karena saya kurang setuju dengan definisi usaha kecil yang ada dalam undang-undang tersebut, sebaiknya kita membuat sebuah subkatagori yang acuannya tetap ke UU, misalnya industri kecil teknis modern seperti serat fiber. Ditujukan kepada Thee Kian Wie Sejak dulu saya mengikuti kajian Pak Thee, biasanya kajian tersebut mengacu pada sebuah kebijakan yang kemudian makin lama pikiran-pikiran pembaruannya dengan kondisi yang ada semakin jauh. Sepuluh tahun yang lalu tulisan Pak Thee tentang industri subkontrak masih memiliki harapan besar karena pemerintah sendiri masih membahas tentang itu, tetapi ternyata realisasinya malah gagal. Pertanyaan saya adalah sejauh mana Pak Thee memiliki akses diajak untuk merumuskan kebijakan industri di Indonesia? Jika Pak Thee memang diajak untuk merumuskan kebijakan tersebut, seberapa jauh masukan-masukan Pak Thee yang telah berhasil diadopsi atau diadaptasikan dalam kebijakan-kebijakan pemerintah?