Gambaran Dinamika Diskusi
56
Print Circuit Port PCP, sehingga ketika dijual kepada
perusahaan besar, semua produknya harus melalui tahap penghalusan lagi. Oleh karena itu saya khawatir dengan data Pak
Harry yang menunjukkan bahwa industri kecil tidak mempunyai masalah dalam teknik produksi, padahal kenyataan di lapangan
sangat berbeda. Sebagai contoh untuk memotivasi riset dan development
di Malaysia, ada sistem intensif yang cukup bagus dan terbukti telah berhasil. Prosesnya adalah riset yang dilakukan
oleh suatu perusahaan akan dianggap sebagai saving oleh pemerintah.
Mengenai masalah subcontracting, umumnya pembayaran dilakukan oleh perusahaan besar setiap tiga bulanan --sangat
lambat untuk sebuah perusahaan subcontracting. Artinya melalui sistem pembayaran semacam itu secara tidak langsung usaha kecil
telah mensubsidi usaha besar. Ada penemuan menarik dari Pak Zainuddin tentang sistem kupon. Jadi ada baiknya jika BUMN
atau main contractor yang memberikan order kepada pengusaha kecil itu mengeluarkan kupon, sehingga kupon tersebut bisa cepat
diserahkan ke bank untuk segera dicairkan atau dengan sistem
„anjak piutang’. Ini penting untuk diperhatikan agar fenomena subsidi dari usaha kecil kepada usaha besar bisa dihilangkan.
Ditujukan kepada Harry Seldadyo Menurut data BI bahwa sekarang ini 54 dana KUK ini tersalur
pada kredit sektor lain-lain sektor perumahan, investasi, atau kredit lain-lain yang jumlahnya dibawah 5 juta, sedangkan kredit
untuk sektor perdagangan cenderung turun. Jadi yang banyak itu adalah kredit konsumtif. Dulu ada base line survey BI yang
mendefinisikan permintaan sebagai fungsi dari interest rate dan pertumbuhan ekonomi regional. Ternyata yang signifikan itu
hanya pertumbuhan ekonomi regional, sedangkan interest rate di Indonesia itu tidak berpengaruh apa-apa karena untuk
mendapatkan kredit mahal saja sudah susah, apalagi kredit murah.
Pemberdayaan dan Replikasi Aspek Finansial Usaha Kecil di Indonesia
57
4. Bambang Soetrisno PHBK - BI Jawa Barat
Mengenai cara penyaluran kredit melalui individu atau kelompok, sepertinya tidak perlu untuk didikotomiskan. Maksudnya, kita
tidak perlu mencari kelemahan ataupun kekuatan masing-masing. Untuk bank sendiri, jauh lebih baik jika bisa memberikan kredit
secara individu, tetapi kendalanya menurut AKATIGA terbagi dua, yaitu mereka yang tidak mampu mengakses ke bank dan bank
yang tidak mampu mengakses mereka. Jadi menurut saya, jika memang individunya sudah mampu, sebaiknya bank memberikan
kredit secara individual. Skema kredit kelompok itu hanya digunakan bila bank tidak mampu mengakses nasabah, atau
sebaliknya. Namun ada hal yang perlu diperhatikan yaitu harus dilakukan upaya untuk menurunkan biaya transaksi kredit dari
kedua belah pihak supaya biayanya tidak melebihi biaya bunga pinjaman itu sendiri. Sedangkan untuk memperkecil jumlah risiko
bisa digunakan sistem tanggung renteng. Dan jika kita berbicara tentang risiko kredit kecil dan kredit besar, dari BI sendiri
diberikan indikasi bahwa risiko kredit kecil ini lebih besar dilihat dari segi tunggakkan.
Saya pikir dengan adanya ketentuan BI yang mengharuskan semua bank untuk mengalokasikan 20 pagu kreditnya kepada usaha
kecil bisa dipandang sebagai suatu force untuk menekan bank- bank swasta agar mau terjun ke kredit kecil. Apabila lebih dari itu,
bank-bank tersebut juga akan berpikir apa maunya pemerintah dengan over regulated. Kemudian ada satu hal tentang besaran
kredit, bahwa jika kita melihat jumlah KUK yang semakin turun akan dianggap bahwa perbankan kita tidak cukup sportif terhadap
usaha kecil. Sejauh ini apakah ada survey yang mempertanyakan berapa persen sebetulnya kebutuhan riil dari kredit kecil ini
patokan pemerintah 20 juga kemungkinan hanya merupakan rekaan saja dan bagaimana realita yang terjadi di lapangan?
Gambaran Dinamika Diskusi
58
Respons Presentator 1. Harry Seldadyo CESS
Pada tabel 2 makalah saya, ditunjukkan bahwa modal merupakan komponen yang paling dibutuhkan oleh usaha kecil dan usaha
rumah tangga, yang menjadi masalah di sini ialah bahwa kredit hanya merupakan small fraction dari suatu usaha. Sebenarnya
saya sangat skeptis dengan apa yang terdapat dalam tabel tersebut, misalnya manajemen. Dari tenaga kerja yang berjumlah antara 15
- 19 orang tersebut tidak ada yang mengakui ada masalah dengan manajemen, padahal konsep management apa yang akan dipilih
oleh suatu perusahaan sangat penting, dan akan menentukan pertumbuhan perusahaan selanjutnya. Yang kedua, pengalaman di
lapangan memperlihatkan bahwa usaha kecil tidak terlalu memperhatikan masalah kompetisi yang mungkin ketat dan kita
ketahui bahwa jika struktur dalam ekonomi mikro itu jumlah usahanya banyak, teknologinya rendah, pasarnya mendekati
persaingan sempurna, maka persaingannya pasti tinggi. Untuk perusahaan besar, umumnya mereka mempunyai akses terhadap
capital
dan teknologi, sehingga mudah untuk mengubah produk, pasar, dsb.
Dalam penggolongan usaha kecil, perlu dipertimbangkan jangan sampai intervensi yang dilakukan oleh sebuah instansi atau
lembaga mengalami distorsi yang tidak perlu. Misalnya untuk kasus kredit, jika ada satu subsidi pada suatu kredit dan lainnya
tidak, maka orang pasti akan memilih kredit yang bersubsidi dan ini tidak mendidik. Dalam pola kelompok, subsidi ini bisa
digunakan untuk menekan transaction cost, tapi ini juga sangat tergantung pada swadaya masyarakatnya itu sendiri. Dengan
demikian harus diperhitungkan intervention cost-nya, kira - kira bagaimana perbandingannya dengan individual cost-nya.
Saya kira BPS sudah memiliki kualitas tertentu dalam pengumpulan data, sehingga kita tidak perlu mempermasalahkan
lagi dari segi metodologinya, tapi yang penting itu adalah introspeksi hasilnya. Apabila introspeksi ini kita lakukan, jelas
banyak hal yang bisa kita coverage. Hanya yang menjadi masalah