KONTEKS DEFINISI DAN KONSEP DASAR ELEMEN DASAR BUILDING BLOCKS KAJIAN RISIKO IKLIM PENYUSUNAN KAJIAN RISIKO IKLIM REKOMENDASI UNTUK MENDUKUNG PROSES 5 Penetapan Peluang Kejadian Iklim Ekstrim dari Pengolahan Data Historis

Panduan Penyusunan - Kajian Risiko Iklim I DAFTAR ISI DAFTAR ISI I DAFTAR TABEL II DAFTAR GAMBAR III GLOSARIUM IV

1. KONTEKS

1

1.1 Ketahanan Kota Terhadap Perubahan Iklim 1

1.2 Tujuan dari Dokumen CRA

3 1.3 Proses Penyusunan Dokumen CRA dan CRS 4

2. DEFINISI DAN KONSEP DASAR

6

2.1 D einisi yang Berkaitan dengan Konsep Umum

6 2.1.1 Fenomena Perubahan Iklim 6 2.1.2 Adaptasi Perubahan Iklim 6 2.1.3 Ketahanan 6

2.2 Deinisi Konsep yang Berhubungan dengan Kajian Risiko Iklim 7

2.2.1 Risiko 7 2.2.2 Bahaya 8 2.2.3 Kerentanan 9

2.3 Kajian Risiko Iklim: Tidak Ada Framework yang Standar 10

3. ELEMEN DASAR BUILDING BLOCKS KAJIAN RISIKO IKLIM

14

3.1 Kajian Risiko Iklim dalam Sistem Perencanaan dan Pemerintahan

15 3.2 Tim Kota 15

3.3 Tim Kajian Risiko Iklim Risk Assessment Team

17 3.4 Shared Learning DialoguesKonsultasi Publik 18

3.5 Pengumpulan Data : Sumber dan Metode

21

4. PENYUSUNAN KAJIAN RISIKO IKLIM

24

A. Proil Kota 25

A.1 Informasi Umum 26 A.2 Aspek Fisik dan Lingkungan 26 A.3 Aspek Sosial 26 A.4 Aspek Ekonomi 26 B Fenomena Perubahan Iklim 27 B.1 Kondisi Iklim Saat Ini 27 B.2 Proyeksi Iklim 28 II Panduan Penyusunan - Kajian Risiko Iklim C Analisis Bahaya Iklim 34 C.1 Identiikasi Bahaya 34 C.2 Matriks Bahaya 35 C.3 Skoring Bahaya 37 C.4 Tingkat Bahaya Gabunga 37 D Analisis Kerentanan 38 D.1 Identiikasi dan Kategorisasi Indikator 38 D.2 Pengolahan Data 39 D.3 Normalisasi 39 D.4 Pembobotan 39 D.5 Penentuan Kuadran 40 E Analisis Risiko 42 E.1 Analisis Risiko Iklim Saat Ini 43 E.2 Analisis Risiko Iklim di Masa Depan 44 F Kapasitas Tata Kelola dan Kapasitas Pelaku 44 F.1 Pilihlah InstitusiOrganisasi yang Akan di Nilai 45 F.2 Wawancara Stakeholder 45 F.3 Analisis Hasil Wawancara 46

5. REKOMENDASI UNTUK MENDUKUNG PROSES

50

5.1 Bagaimana

Cara Menyusun Dokumen? 50

5.2 Bagaimana

Cara Membuat Dokumen Advokasi? 52 5.3 Mengupdate Kajian Risiko Iklim 53 DAFTAR TABEL Tabel 2. 1 Daftar Bahaya Meteorologi 8 Tabel 3. 1 Peran Kelompok Stakeholder dalam Tim Kota 16 Tabel 4. 1 Skenario dalam Proyeksi Iklim Kota 30 Tabel 4. 2 Hubungan Nilai Peluang dan Periode Ulang Kejadian Iklim 31 Tabel 4. 3 Contoh Tampilan Keluaran Hasil Pengolahan Data Per Skenario 32 Tabel 4. 4 Matriks Peluang Terjadinya Iklim Ekstrim 33 Tabel

4. 5

Skala Kemungkinan Bahaya 35 Tabel 4. 6 Penentuan Skala Konsekuensi Bahaya 36 Tabel 4. 7 Matriks Penentun Tingkat Bahaya 36 Tabel

4. 8

Contoh Skoring Bahaya 37 Tabel 4. 9 Kategorisasi Tingkat Kerentanan Berdasarkan Nilai IKS dan IKA 40 Tabel 4. 10 Matriks Penentuan Tingkat Risiko 43 Tabel 4. 11 Contoh Kajian Peraturan-Peraturan 47 DAFTAR ISI Panduan Penyusunan - Kajian Risiko Iklim III DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Konsep Umum Kajian Risiko Iklim 7 Gambar 4.1 Tahapan Menyusun Kajian Risiko Iklim Risk Assessment 24 Gambar

4.2 Skenario

SRES 30 Gambar 4.3 Posisi Kuadran Tingkat Kerentanan 41 Gambar

4.4 Konsep

Risiko Iklim 42 DAFTAR ISI IV Panduan Penyusunan - Kajian Risiko Iklim GLOSARIUM ACCCRN Asian Cities Climate Change Resilience Network – Jejaring Ketahanan Kota-Kota Asia terhadap Perubahan Iklim Jejaring kota-kota di 6 negara Indonesia, India, Thailand, Bangladesh, Filipina, dan Vietnam untuk menghasilkan contoh-contoh praktik bagaimana kota dengan tantangan urbanisasi yang pesat, serta dengan kondisi penduduk di tingkat pendapatan menengah ke bawah, mampu membangun kota yang berketahanan terhadap berbagai dampak dari perubahan iklim. ARUP, 2014 Adaptasi Proses penyesuaian terhadap kondisi iklim aktual atau kondisi iklim di masa mendatang terhadap dampaknya. Di dalam sistem manusia, adaptasi bertujuan untuk menghindari bahaya yang bersifat moderat danatau memanfaatkan peluang yang ada. Di dalam sistem alam, adaptasi berbentuk intervensi dari manusia yang dapat memfasilitasi penyesuaian terhadap kondisi iklim yang diharapkan dan dampaknya. IPCC, 2014 CBVA Community Based Vulnerability Assessment Kajian Kerentanan Berbasis Masyarakat CRA Climate Risk Assessment – Kajian Risiko Iklim. Merupakan dokumen yang memberikan panduan mengenai bagaimana cara menilai kerentanan suatu kota, bahaya iklim yang dihadapi, serta risiko yang dimiliki sebagai dampak dari perubahan iklim. CRA Guidelines ACCCRN, 2015 CRS City Resilience Strategy – Strategi Ketahanan Kota. Merupakan dokumen perencanaan kota yang menggambarkan roadmap spesiik, rincian strategi, dan rencana aksi adaptasi perubahan iklim, serta menyediakan dasar-dasar untuk proyek intervensi di masa depan dan aktivitas-aktivitas untuk meningkatkan ketahanan kota terhadap dampak perubahan iklim. Keterpaparan Exposure Kondisi dan keberadaan aset-aset seperti penduduk, mata pencaharian, spesies, ekosistem, sumber daya lingkungan, infrastruktur, ekonomi, sosial, atau budaya di daerah-daerah yang mungkin terpengaruh atau terdampak. IPCC, 2014 Bahaya Hazard Potensi terjadinya bencana akibat ulah manusia atau alam yang dapat mengakibatkan kehilangan jiwa, kecelakaan, atau dampak lainnya seperti kerusakan dan kehilangan tempat tinggal, infrastruktur, pelayanan sosial serta sumber daya lingkungan. Berkaitan dengan perubahan iklim, hal ini mengacu pada kejadian isik yang berhubungan dengan iklim. IPCC, 2014 Panduan Penyusunan - Kajian Risiko Iklim V G GLOSARIUM FGD Focus Group Discussion . Diskusi kelompok yang berfokus pada satu tema tertentu ICCSR Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap . Acuan atau arahan dari Bappenas yang disusun secara sektoral dalam menghadapi isu perubahan iklim dan dipublik asikan pada tahun 2010. IPCC Intergovernmental Panel on Climate Change atau Panel Antarpemerintah Tentang Perubahan Iklim adalah suatu panel ilmiah yang terdiri dari para ilmuwan dari seluruh dunia untuk mengevaluasi risiko perubahan iklim akibat aktivitas manusia, dengan meneliti semua aspek berdasarkan pada literatur teknisilmiah yang telah dikaji dan dipublikasikan. LSM NGO Non-Government Organization atau Lembaga Swadaya Masyarakat RAN-API Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim RAN-API merupakan dokumen rencana pembangunan nasional yang disusun dalam periode 2013- 2025 untuk membantu publik dalam mempersiapkan upaya beradaptasi terhadap dampak perubahan iklim. RAN-MAPI Rencana Aksi Nasional Mitigasi Adaptasi Perubahan Iklim RAN-MAPI merupakan dokumen rencana pembangunan nasional yang dapat membantu publik dalam mempersiapkan upaya untuk melakukan aksi mitigasi dan adaptasi terhadap dampak perubahan iklim. Ketahanan Resilience Kapasitas stakeholder , sistem, atau kelembagaan untuk secara dinamis dan efektif merespon dampak dari perubahan iklim yang berupa guncangan dan tekanan. Asian Cities Climate Change Resilience Network , 2009. Risiko Risk Risiko adalah kemungkinan kerusakan maupun kehilangan pada jiwa, harta benda danatau lingkungan yang dapat terjadi apabila ancaman dari bahaya menjadi kenyataan, termasuk tingkat keparahan yang perlu diantisipasi. IPCC, 2007 VI Panduan Penyusunan - Kajian Risiko Iklim GLOSARIUM SLD Shared Learning Dialogue, merupakan wadah untuk saling berbagi pengetahuan antar pemangku kepentingan dan merupakan proses untuk mengidentiikasi kendala dan peluang untuk beradaptasi terhadap perubahan iklim, dengan memahami kompleksitas kondisi perkotaan. ISET, 2013 UCCR Urban Climate Change Resilience – Ketahanan Kota terhadap Perubahan Iklim Upaya untuk menghadapi perubahan dan ketidakpastian menggunakan berbagai sumber daya dan kemampuan yang memungkinkan pembangunan untuk tetap berfungsi dan berjalan di tengah dampak- dampak perubahan iklim yang terjadi ISET, 2013. Kerentanan Vulnerability Kecenderungan untuk terkena dampak negatifkerugian. Kerentanan meliputi berbagai konsep termasuk sensitivitas, keterpaparan terhadap bahaya, dan kurangnya kapasitas untuk menghadapi serta beradaptasi. IPCC, 2014 Panduan Penyusunan - Kajian Risiko Iklim 1 1. KONTEKS Intergovernmental Panel on Climate Change IPCC melaporkan bahwa rata-rata suhu permukaan bumi meningkat sebanyak 0.76˚C selama 150 tahun dan akan terus meningkat hingga mencapai 4˚C dalam tahun 2100. Peningkatan suhu tersebut menyebabkan perubahan pola curah hujan, cuaca ekstrim, dan kenaikan muka air laut dan berakibat pada beberapa bahaya iklim. Beberapa bahaya yang berkaitan dengan perubahan iklim meliputi banjir, longsor, dan kekeringan dalam periode yang lebih lama. Bahaya ini menyebabkan dampak negatif juga terhadap hal-hal lain seperti ketahanan pangan, ketersediaan air, dan perkembangan penyakit vektor. Seluruh hal tersebut tentu tidak terlepas dari mata pencaharian, aset properti, infrastruktur, dan lain sebagainya yang terkait dengan pembangunan. Tanpa adanya langkah apapun untuk menghadapi situasi tersebut, bukan tidak mungkin kondisinya akan semakin memburuk di masa depan. Di waktu yang sama, dunia sedang mengalami proses urbanisasi yang pesat. Hasil laporan dari World Bank menyatakan bahwa populasi perkotaan akan meningkat dari 3,5 miliar penduduk menjadi 5 miliar di tahun 2030, yang mencakup 23 dari total populasi dunia. Fenomena migrasi dari perdesaan ke perkotaan akan lebih banyak terjadi di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Penduduk miskin perkotaan merupakan yang paling banyak tinggal di daerah rawan dan memiliki keterbatasan terhadap sumber daya dalam mengatasi bencana. Oleh karena itu, penduduk miskin perkotaan akan menjadi pihak yang paling rentan dan dipaksa untuk mampu beradaptasi dengan dampak perubahan iklim.

1.1 Ketahanan Kota Terhadap Perubahan Iklim

Istilah Ketahanan Kota terhadap Perubahan Iklim lebih dikenal di dunia internasional dengan istilah Urban Climate Change Resilience UCCR. The Institute for Social and Environmental Transition ISET, sebuah lembaga penelitian mendeinisikan UCCR sebagai upaya untuk menghadapi perubahan dan ketidakpastian menggunakan berbagai sumber daya dan kemampuan yang memungkinkan pembangunan untuk tetap berfungsi dan berjalan di tengah dampak-dampak perubahan iklim yang terjadi ISET, 2013. Melalui konsep Urban Climate Resilience Planning Framework UCRPF, ketahanan dideinisikan dengan bagaimana sistem perkotaan, agen sosial, dan tata kelola berinteraksi untuk ‘menyerap gangguan dan belajar dari gangguan’ dalam menghadapi dampak dari perubahan iklim. Sistem perkotaan adalah “apa” saja yang akan dikelola baik itu infrastruktur dan ekosistem; agen adalah “siapa” saja yang dapat membuat keputusan dan kemudian bertindak berdasarkan keputusannya baik itu organisasi dan perorangan; dan institutiontata kelola merupakan pedoman “bagaimana” suatu tindakan diperbolehkan atau dilarang hukum, peraturan, perundang-undangan, dan struktur. Ketika kota mengalami kejadian bencana, hal yang penting adalah bagaimana sistem pelayanan di kota dapat tetap berfungsi, bisa pulih dan beradaptasi dengan cepat. Ini dipengaruhi oleh kapasitas dari kota tersebut berdasarkan leksibilitasnya termasuk pengetahuan dan pengalaman dari peristiwa sebelumnya, kemampuan mengelola kapasitas dan kemampuan untuk mengalihkan sebagian sistem yang mengalami kerusakan, serta kemampuan menghindari efek bola salju snowball effect. Hal ini juga bergantung kepada interdependensi dari sistem itu sendiri. Kegagalan dari sistem yang kritis seperti energi dan ketersediaan air, contohnya, dapat memberikan dampak terhadap sistem lainnya seperti pelayanan kesehatan. 2 Panduan Penyusunan - Kajian Risiko Iklim Analisis hubungan dan keterkaitan diantara sistem perkotaan, para pelaku, dan sistem tata kelola dapat menentukan ketahanan suatu kota. Keterkaitan dan hubungan saling ketergantungan yang positif diantara ketiga komponen tersebut dan juga pembelajaran yang terus terjadi dapat meningkatkan ketahanan kota itu sendiri. Asian Cities Climate Change Resilience Network ACCCRN – Jejaring Ketahanan Kota-Kota Asia Terhadap Perubahan Iklim Saat ini berbagai isu yang berkaitan dengan perubahan iklim dan pembangunan perkotaan banyak menarik perhatian baik pihak masyarakat, komunitas, pemerintah, dan swasta private sector. ACCCRN merupakan kegiatan yang diinisiasi oleh Rockefeller Foundation yang berjalan dari tahun 2008 sampai tahun 2016. ACCCRN bertujuan untuk membangun jaringan ketahanan kota-kota Asia terhadap dampak perubahan iklim melalui fokus pendanaan dan kegiatan dengan perhatian kepada kebutuhan masyarakat yang miskin dan rentan. Di awal, ACCCRN bekerja di 10 kota dengan jumlah penduduk berkisar 2 juta jiwa yang mencakup di Gorakhpur, Indore dan Surat India, Semarang dan Bandar Lampung Indonesia, Hat Yai dan Chiang Rai Thailand, Da Nang, Quy Nhon, dan Can Tho Vietnam, dan saat ini masih terus berkembang. Dampak perubahan iklim terparah kemungkinan besar akan terjadi di kawasan perkotaan karena perkotaan merupakan lokasi terkonsentrasinya penduduk, sumber daya dan infrastruktur World Bank, 2008. Di Indonesia, diperkirakan sekitar 67.5 dari total populasi akan tinggal di area perkotaan pada tahun 2025 dan sebagian besar penduduk perkotaan di Indonesia tinggal di daerah pesisir sehingga rentan terhadap bencana banjir, kenaikan muka air laut, dll UN-Habitat, 2012. Urbanisasi yang pesat memberikan tekanan terhadap pelayanan perkotaan seperti penyediaan air bersih, sanitasi, sistem kesehatan, kelistrikan, dan infrastruktur transportasi. Selain itu, urbanisasi juga memberikan tekanan sosial seperti jumlah angka pengangguran yang terkonsentrasi di area perkotaan dan terus meningkat dari 55,2 di tahun 2008 menjadi 60,2 di tahun 2012 Depnakertrans, 2012. Mercy Corps Indonesia berdiri sejak tahun 1999 merupakan implementer untuk program ACCCRN di Indonesia. Beberapa lingkup kerja Mercy Corps Indonesia selain untuk program adaptasi perubahan iklim yaitu pengembangan ekonomi, kesehatan, sanitasi, dan pengurangan risiko bencana. Program ACCCRN mencoba untuk mencapai tiga hal, di antaranya: • Pengembangan kapasitas: Meningkatkan kapasitas untuk merencanakan, mencari peluang pendanaan, berkordinasi, dan melaksanakan strategi ketahanan terhadap perubahan iklim. • Mengembangkan jejaring untuk pengetahuan dan pembelajaran: Berbagi pengalaman dan pengetahuan praktik dalam membangun ketahanan kota terhadap perubahan iklim urban climate change resilience . Agen para pelaku merupakan kunci terpenting karena merekalah yang membuat keputusan berdasarkan motivasi dan informasi yang berbeda-beda, dan memiliki kapasitas untuk mengantisipasi isu-isu dan memvisualisasikan solusi berdasarkan pengalamannya. Tindakan-tindakan para pelaku bersifat dinamis meskipun sistem bersifat tetap dari waktu ke waktu. Para pelaku yang memiliki kapasitas pelengkap-seperti dunia usaha dengan sumber daya inansial dan kelompok masyarakat dengan kekuatan untuk mengorganisir dapat meningkatkan ketahanan kota melalui kolaborasi antar pelaku. Reformasi tata kelola sangat penting dilakukan untuk meningkatkan ketahanan dari sistem perkotaan karena dapat juga melatih para pelaku kota untuk dapat bertindak lebih leksibel. Tata kelola yang mendukung kebijakan terkait dengan inklusivitas gender, contohnya, dapat menurunkan marginalisasi sosial dan meningkatkan kapasitas dari para pelaku untuk membangun ketahanan. 1. KONTEKS Panduan Penyusunan - Kajian Risiko Iklim 3 1. KONTEKS • Perluasan dan peningkatan: Memperkuat ketahanan di kota-kota yang telah berpartisipasi, dan memperluas dampak melalui replikasitransfer praktek kepada kota baru dan stakeholder yang beragam Dokumen ini menyediakan bagian dari proses, penjelasan bagaimana kajian risiko iklim CRA dan strategi ketahanan kota CRS dapat disusun berdasarkan pengalaman dan pembelajaran mengenai ‘apa yang bekerja’ dan ‘apa yang dibutuhkan’ untuk terus berimprovisasi.

1.2 Tujuan dari Dokumen CRA

Panduan Kajian Risiko Iklim CRA Guideline ini menyediakan arahan dan langkah-langkah panduan mengenai bagaimana cara mengidentiikasi dan mendeskripsikan kajian risiko iklim di kota-kota. Hal ini dimulai dengan mendeinisikan elemen dasar building blocks yang sederhana mengenai kerentanan dengan kompleksitas yang dapat bertambah sesuai dengan konteks lokal kota. Tujuan dari proses ini adalah mengembangkan dokumen dasar untuk memahami kondisi kota terkait dengan dampak dari perubahan iklim yang terjadi. Hal ini memerlukan penilaian terhadap tren masa lalu, saat ini, dan masa depan dan mengidentiikasi siapa dan apa yang akan terpapar di kota ditambah adanya dampak negatif dari urbanisasi, serta mengeksplor elemen-elemen apa saja yang lebih rentan dan kurang rentan. Dokumen ini juga akan memberikan penjelasan mengenai sumber daya yang dapat digunakan untuk merekomendasikan langkah-langkah untuk beradaptasi, meliputi pengetahuan dari komunitas, data-data kota, dan proyeksi iklim. Semuanya diharapkan dapat membantu menginformasikan solusi untuk kota dalam merespon perubahan iklim. Dokumen CRA Climate Risk Assessment berisi mengenai kondisi kota yang dilihat dari analisis kerentanan dan analisis bencana iklim sehingga menunjukkan risiko perubahan iklim yang memberi dampak pada kota tersebut. Dokumen ini dapat menunjukkan lokasi-lokasi yang rawan atau yang membutuhkan peningkatan kapasitas kota terhadap bahaya perubahan iklim. Konteks kajian di sini juga meliputi aspek sosial, lingkungan, ekonomi, dan pemerintahan yang dinilai tingkat kerentanan dan responnya. Tujuan utama dari kajian risiko iklim adalah untuk menyediakan informasi mengenai proil, pola, dan perubahan risiko, agar ke depannya dapat digunakan untuk mendeinisikan prioritas, menentukan strategi alternatif, atau memformulasikan strategi sebagai respon baru. Kajian risiko iklim memiliki beberapa tujuan diantaranya: • Menyediakan gambaran umum mengenai kerentanan kota, bahaya iklim yang berpotensi di kota, serta • kecenderungannya dalam memberikan dampak terhadap perkembangan kota dan sistem perkotaan; • Menilai kapasitas yang dimiliki kota serta kesenjangannya gap dengan kerentanan serta dengan bahaya iklim yang berpotensi terjadi di kota tersebut; • Memberikan dasar untuk tindakan-tindakan spesiik yang dapat diambil di dalam sektor prioritas, • komunitas atau lokalitas di dalam Strategi Ketahanan Kota City Resilience Strategy; • Menetapkan informasi-informasi dasar mengenai risiko yang kemudian dapat ditinjau kembali secara berulang dan menginformasikannya terhadap proses perencanaan dan penganggaran oleh pemerintah. 4 Panduan Penyusunan - Kajian Risiko Iklim

1.3 PROSES PENYUSUNAN DOKUMEN CRA DAN CRS

1. KONTEKS SLD 1 Pengenalan CRA Membentuk Tim Penyusun Penyusunan Kebutuhan Data CRA Workshop Penyusunan CRA Menyusun dan Melengkapi CRA SLD 2 Review CRA Finalisasi CRA SLD 3 Pengenalan CRS Penyusunan Kebutuhan Data CRS Workshop Penyusunan CRS Perencanaan Partisipatif Diskusi dan Penyusunan Strategi secara partisipatif SLD 4 Review Strategi dengan para expert konsultasi publik Penyusunan Rencana Aksi Finalisasi CRS Panduan Penyusunan - Kajian Risiko Iklim 5 DEFINISI DAN KONSEP DASAR 6 Panduan Penyusunan - Kajian Risiko Iklim 2. DEFINISI DAN KONSEP DASAR Bagian ini akan menjelaskan tentang konsep kunci dan deinisi dari adaptasi perubahan iklim serta isu- isu ketahanan dalam konsep umum dan spesiik dalam hubungannya dengan kajian risiko iklim. Hal ini akan membantu tim kota untuk memahami ide dari isu-isu dan hubungannya dengan opininya sendiri mengenai apa yang sedang terjadi di kotanya. 2.1 Deinisi yang Berkaitan dengan Konsep Umum 2.1.1 Fenomena Perubahan Iklim Intergovernmental Panel on Climate Change IPCC mendeinisikan perubahan iklim sebagai perubahan yang terjadi terhadap iklim dari waktu ke waktu, baik itu karena faktor alam maupun dampak dari aktiitas manusia. United Nations Framework Convention on Climate Change UNFCC menambahkan bahwa perubahan iklim yang berkaitan secara langsung maupun tidak langsung dengan aktiitas manusia mampu merubah komposisi dari atmosir bumi yang mengakibatkan perubahan variasi iklim dan dapat diamati dan dibandingkan selama kurun waktu tertentu. Dalam pedoman ini, perubahan iklim mengacu pada adanya perubahan dari hasil observasi dan hasil proyeksi terhadap komponen iklim rata-rata bumi suhu udara, curah hujan, dll.

2.1.2 Adaptasi Perubahan Iklim

Adaptasi perubahan iklim adalah proses penyesuaian dan respon terhadap dampak perubahan iklim dari kondisi iklim aktual atau di masa depan. Di dalam sistem manusia, adaptasi bertujuan untuk menghindari bahaya yang bersifat moderat danatau termasuk memanfaatkan peluang yang ada. Di dalam sistem alam, adaptasi yang berbentuk intervensi dari manusia dapat memfasilitasi penyesuaian terhadap kondisi iklim yang diharapkan dan dampaknya IPCC, 2014.

2.1.3 Ketahanan

Ketahanan adalah kapasitas dari individu, komunitas, dan sistem untuk bertahan, beradaptasi, dan berkembang dalam menghadapi tekanan dan bencana shocks stresses, dan juga bertransformasi ketika kondisi membutuhkannya Rockefeller Foundation, 2013. Shocksfast onset bencana merupakan dampak perubahan iklim yang terjadi secara cepat contohnya bajir, gelombang panas, angin topan, dan cuaca ekstrim lainnya. Stressslow onsettekanan merupakan dampak perubahan iklim yang terjadi secara perlahan-lahan contohnya kenaikan muka air laut, perubahan waktu periode musim. Sementara itu, IPCC 2007 mendeinisikan ketahanan sebagai kemampuan dari sistem sosial dan ekologi untuk menyerap gangguan, kemampuan untuk mengorganisasikan secara mandiri, dan kemampuan untuk beradaptasi terhadap tekanan dan perubahan. Ketahanan membuat individu, komunitas, dan sistem dapat mempersiapkan dengan lebih baik untuk bertahan dari peristiwa isik – baik alam maupun buatan – dan dapat bangkit kembali dengan lebih cepat dan lebih kuat dari tekanan dan bencana shocks stresses tersebut. PERSENTASI SLIDE MENGENAI KONSEP KUNCI DAN DEFINISI TERSEDIA DI DALAM TRAINING TOOLS 0.1 Panduan Penyusunan - Kajian Risiko Iklim 7

2.2 Deinisi Konsep yang Berhubungan dengan Kajian Risiko Iklim Climate Risk Assessment

Dalam tujuan untuk menilai risiko, klariikasi mengenai konsep umum yang berhubungan dengan risiko iklim berikut ini dapat membantu untuk memahami dengan lebih baik terhadap konsep dan aplikasinya: Secara komprehensif, pengembangan framework mengenai kajian risiko iklim climate risk assessment terbagi kedalam 4 tahapan. Tahap pertama merupakan analisis mengenai perubahan iklim atau analisis iklim kota; analisis ini menggambarkan fenomena perubahan iklim di kota. Tahap kedua yaitu analisis bahaya dari dampak perubahan iklim yang dihadapi oleh masyarakat, tahap ketiga adalah analisis kerentanan kota, dan tahap keempat adalah analisis risiko yang merupakan overlay dari hasil tahap kedua dan ketiga. Setelah menghasilkan analisis risiko iklim kemudian dilanjutkan dengan penyusunan strategi dan aksi adaptasi untuk merespon dampak perubahan iklim yang terjadi dalam dokumen selanjutnya yaitu dokumen strategi ketahanan kotacity resilience strategy CRS.

2.2.1 Risiko

Risiko dideinisikan sebagai suatu ukuran dari kemungkinan kerusakan jiwa, harta benda danatau lingkungan, yang dapat terjadi apabila ancaman menjadi kenyataan, termasuk tingkat keparahan yang diantisipasi dari konsekuensi terhadap manusia IPCC, 2007. Risiko merupakan hasil overlay antara bahaya dan kerentanan Affeltranger et al., 2006 dalam Kementerian Lingkungan Hidup, 2010. Kerangka kajian risiko menurut Wisner 2004 dapat dinotasikan sebagai berikut Jones et al., 2004. Risk = f Bahaya, Kerentanan Terdapat perbedaan yang jelas antara risiko bencana dan risiko iklim. Risiko di dalam framework bencana dibedakan berdasarkan setiap bahayanya. Komponen kerentanan dalam risiko bencana terdiri dari indikator sederhana, seperti populasi dan kepadatan bangunan. Berbeda dengan framework bencana, risiko iklim menggabungkan banyak indikator yang dapat dikategorisasikan. 2. DEFINISI DAN KONSEP DASAR FENOMENA PERUBAHAN IKLIM ANALISIS KERENTANAN ANALISIS BAHAYA ANALISIS RISIKO Strategi Aksi Adaptasi CRS Gambar 2. 1 Konsep Umum Kajian Risiko Iklim 8 Panduan Penyusunan - Kajian Risiko Iklim 2. DEFINISI DAN KONSEP DASAR

2.2.2 Bahaya

Bahaya merupakan potensi kerugian bagi manusia atau kerusakan tertentu bagi lingkungan hidup yang dapat memberikan dampak yang merugikan terhadap elemen-elemen yang rentan dan terpapar IPCC, 2012. Meskipun dalam waktu yang sama, bahaya sering disamakan dengan pengertian risiko, namun perlu diperjelas bahwa bahaya merupakan komponen dari risiko dan tidak sama dengan risiko itu sendiri IPCC, 2012. Peristiwa isik dapat menjadi bahaya ketika elemen sosial atau sumber daya lingkungan yang mendukung kesejahteraan dan keamanan manusia terpapar terhadap dampak yang merugikan dan terjadi di bawah kondisi ketika mereka mudah terkena dampaknya. Dengan demikian, bahaya merupakan ancaman atau potensi terjadinya dampak yang merugikan, bukan peristiwa isik itu sendiri IPCC, 2012. Terdapat dua jenis bahaya, bahaya geologis dan bahaya meteorologis. Akan tetapi bahaya yang dipertimbangkan dalam kajian risiko iklim adalah bahaya meteorologis yang disebabkan oleh faktor perubahan iklim. Di bawah ini merupakan daftar contoh-contoh dari bahaya meteorologis. Tabel 2. 1 Daftar Bahaya Meteorologi Tipe Bahaya Parameter Utama Ti d a k L a n g su n g n o n -b e n c a n a Gagal tanam panen Produksi pertanian, hasil panen, lahan pertanian Penyakit tular vektor Curah hujan, temperatur, tingkat pengaruh ISPA La n g su n g b e n c a n a Kebakaran hutan Banjir Curah hujan, SLR, jenis tanah, perubahan tata guna lahan, kenaikan muka air laut Longsor Curah hujan, temperatur, jenis tanah, perubahan tata guna lahan Kekeringan Curah hujan, temperatur, jenis tanah, perubahan tata guna lahan, jumlah run-off, populasi, tata guna lahan, akuifer geometric, permeabilitias, ketersediaan air Angin ribut Abrasi Genangan Angin topan, La Nina, gelombang pasang, SLR Panduan Penyusunan - Kajian Risiko Iklim 9 2. DEFINISI DAN KONSEP DASAR Daerah yang berbeda akan terpapar oleh bahaya iklim yang berbeda pula; hal ini akan bergantung pada kondisi geograis, jenis permukiman, demograi, dan jenis infrastruktur. Penting untuk mengidentiikasi daerah mana yang paling terpapar untuk dijadikan prioritas dimana bahaya iklim akan memberikan dampak yang paling besar.

2.2.3 Kerentanan

Kerentanan dalam pengertian umumnya mengacu pada potensi untuk mengalami kerugian. Akan tetapi, tidak jarang kerentanan diidentiikasi dan dideinisikan melalui sudut pandang spesiik secara sektoral atau tematik, misalnya hanya berfokus pada lingkungan, ketahanan pangan, gender, dll. Dalam membangun Urban Climate Change Resilience UCCR – ketahanan kota terhadap dampak perubahan iklim, dibutuhkan pendeinisian konsep kerentanan dalam sudut pandang target atau dalam hal ini masyarakat yang terdampak. Ini dibutuhkan agar masyarakat nantinya dapat terlibat dan memahami apa tantangan yang mereka hadapi sebenarnya. Terlebih lagi, ancaman dari perubahan iklim dapat beragam pada masing-masing kota sehingga setiap daerah memiliki isu kerentanan yang berbeda- beda pula dan tidak tidak bisa disamakan dengan daerah lainnya. Dalam konteks perubahan iklim, IPCC 2007 mendeinisikan kerentanan sebagai tingkatan dimana suatu sistem rawan, dan tidak mampu mengatasi dampak dari perubahan iklim, termasuk kaitannya dengan variabilitas iklim dan iklim ekstrim. Konteks kerentanan dapat dilihat pada berbagai skala dan aspek yang berbeda dalam masyarakat seperti rumah tangga, lingkungan, kota, negara, dan sektor ekonomi atau sektor sosial. Dalam cara yang lebih mudah, kerentanan dapat dideinisikan sebagai kondisi isik, sosial, ekonomi di suatu daerah yang mungkin dapat terkena dampak dari bahaya perubahan iklim. Dengan demikian, meskipun terdapat suatu daerah dengan lokasi administratif dan area rawan bencana yang sama, tetapi kondisi dan tingkat kerentanannya belum tentu sama. Sebagai contoh, jika suatu daerah berada di lereng bukit, daerah tersebut mungkin termasuk ke dalam daerah yang sangat terpapar dari bencanabahaya, akan tetapi tidak dalam kondisi yang rentan jika seluruh populasi penduduknya memiliki tingkat penghasilan yang tinggi sehingga memiliki kemampuan untuk membangun tempat tinggal dengan fondasi yang kuat, dan didukung infrastruktur tahan bencana longsor yang memadai. Kerentanan terdiri dari tiga komponen yaitu keterpaparan, sensitivitas, dan kapasitas adaptif. Dalam contoh ilustrasi di atas, daerah lereng tinggi mengindikasikan komponen keterpaparan, jenis perumahan mengindikasikan komponen sensitiitas, dan tingkat pendapatan fasilitas publik mengindikasikan komponen kapasitas adaptif. Kerentanan V = f E, S, AC 10 Panduan Penyusunan - Kajian Risiko Iklim 2. DEFINISI DAN KONSEP DASAR Komponen Keterpaparan E, sangat tergantung dari fungsi geografis berdasarkan variasi iklim yang dapat menyebabkan bencana. Contohnya, penduduk yang tinggal di lereng bukit lebih rawan terkena longsor, sedangkan yang tinggal di pesisir memiliki peluang terekspos lebih tinggi terhadap kenaikan permukaan air laut. Komponen Sensitivitas S, sejauh mana suatu kota dipengaruhi oleh bencana akibat perubahan iklim. Dampaknya bisa langsung dirasakan oleh masyarakat namun ada juga yang tidak langsung dirasakan. Contohnya, masyarakat yang sama-sama tinggal di tepi sungai, namun memiliki perbedaan tipe rumah, ada yang rumahnya non-permanen kayu, seng, ada juga yang permanen batu bata. Tipe rumah non-permanen lebih rawan sensitif karena lebih mudah terbawa arus banjir. Komponen Kapasitas Adaptif AC, kemampuan kota untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan iklim dengan mengurangi potensi kerusakan, memanfaatkan sumber daya dan kesempatan yang ada atau dengan mengatasi konsekuensinya. Sebagai contoh, penduduk dengan tingkat penghasilan yang tinggi akan semakin memiliki kemampuan untuk mengatasi konsekuensi dan merespon perubahan iklim atau setelah bencana iklim terjadi.

2.3 Kajian Risiko Iklim: Tidak Ada Framework yang Standar

Sebelum dilakukan pengumpulan data, ruang lingkup analisis penting untuk disusun. Kota-kota yang memiliki tingkat kompleksitas yang tinggi perlu mempertimbangkan kerentanan kota baik kota tersebut sudah memiliki kapasitas dan pendanaan, maupun tidak. Kajian risiko iklim dapat disebut sebagai landasan dari penelitian kota yang berketahanan terhadap perubahan iklim Urban Climate Change Resilience , yang dapat direvisi tahunan atau kapanpun sesuai kebutuhan. Pemahaman dalam membangun UCCR akan meningkatkan justiikasi untuk melaksanakan aksi-aksi mitigasi maupun adaptasi perubahan iklim di dalam pembangunan dan juga pengarusutamaan di dalam lingkup pemerintahan. Mengingat bahwa ada beberapa pilihan metode dalam menyelesaikan kajian risiko iklim, mulai dari kajian risiko iklim yang sederhana hingga ke tingkat kedetilan dan kedalaman yang lebih, maka kota perlu menyesuaikan metode yang dipilih dengan kondisi kota itu sendiri. Hal ini bergantung pada sumber daya yang dimiliki oleh kota meliputi kapasitas sumber daya manusia, ketersediaan waktu, ketersediaan data, dan tingkat kepentingan dalam menyusun analisis yang mendalam. Kajian risiko iklim dapat bersifat informatif di tingkat-tingkat tertentu, meskipun sesederhana apapun bentuknya. Walaupun dimulai dengan penilaian berbasis komunitas community-based assessment, pembelajarannya dapat diaplikasikan dalam tingkat kota. Penilaian secara sektoral juga dapat menghantarkan kota untuk memperoleh tujuan yang sama. Panduan Penyusunan - Kajian Risiko Iklim 11 2. DEFINISI DAN KONSEP DASAR Penyusunan kajian risiko iklim akan sangat bergantung pada ukuran kota dan jenis informasi yang tersedia. Kajian tersebut bisa dibuat dalam skala cakupan wilayah yang berbeda, seperti di tingkat kecamatan atau kelurahan. Memilih salah satu skala dari yang lain akan sangat mempengaruhi jenis analisis dan jenis kesimpulan yang dapat ditarik dari penilaian. Salah satu cara terbaik untuk memutuskan cakupan dan metode yang dipilih adalah dengan mengevaluasi seberapa besar ukuran kota; dalam kasus kota-kota kecil, dengan kecamatan yang sedikit, lebih baik untuk melakukan penilaian di level kelurahan. Jika ukuran kota sangat besar, dengan banyak kelurahan, pilihan yang terbaik adalah untuk melakukan penilaian di tingkat kecamatan. Terdapat berbagai macam pendekatan dan teknik untuk kajian risiko iklim mulai dari penilaian berdasarkan indikator nasional atau global hingga pendekatan partisipatori di tingkat lokal., Semuanya memiliki fungsi dan tujuan yang berbeda tetapi dapat digunakan selama dapat mencapai tujuan utama dan kebutuhan kota dari kajian risiko iklim IPCC, 2012. Pendekatan kuantitatif untuk menilai risiko perlu dilengkapi dengan pendekatan kualitatif untuk melihat kompleksitas dan aspek tangible maupun intangible risiko dari dimensi yang berbeda. Sistem yang kompleks dengan mencakup variabel yang banyak isik, sosial, budaya, ekonomi, dan lingkungan perlu memperhatikan variasi metode yang relevan dan terintegrasi. 12 Panduan Penyusunan - Kajian Risiko Iklim 2. DEFINISI DAN KONSEP DASAR Panduan Penyusunan - Kajian Risiko Iklim 13 ELEMEN DASAR KAJIAN RISIKO IKLIM 14 Panduan Penyusunan - Kajian Risiko Iklim 3. ELEMEN DASAR BUILDING BLOCKS KAJIAN RISIKO IKLIM Kajian risiko iklim CRA harus dapat mengkomunikasikan secara efektif risiko prioritas suatu kota untuk menghadapi dampak perubahan iklim. Ini berguna untuk mendukung upaya fasilitasi keterlibatan pemerintah dan berbagai stakeholder yang merepresentasikan kota dalam membangun UCCR. Agar dapat memberikan informasi yang bisa digunakan oleh kota-kota, maka identiikasi terhadap elemen dasar dari kajian risiko iklim perlu dilakukan. Jika pengidentiikasian ini tidak dilakukan dengan tepat, maka kajian risiko iklim akan cenderung diabaikan dari waktu ke waktu. Elemen dasar yang diperlukan dalam penyusunan kajian risiko iklim Climate Risk Assessment ada lima elemen yaitu : Perlu dipahami bahwa elemen dasar dan tahapan penyusunan kajian risiko iklim yang akan dijelaskan dalam pedoman ini didasari oleh kondisi pembangunan kota yang berketahanan di kota-kota Indonesia dengan konteks struktur pemerintahannya saat ini. Dengan demikian jika rekomendasi dalam pedoman ini akan diaplikasikan di luar konteks yang telah disebutkan, maka perlu dilakukan penyelarasan dengan konteks baru. 1. Sistem Perencanaan Pemerintahan 2. Tim Kota 3. Tim CRA 4. SLD 5. Pengumpulan Data 1. Sistem perencanaan pemerintahan, yaitu mengidentiikasi kedudukan kajian risiko iklim dalam mekanisme pembangunan kota untuk mencapai pengarusutamaan isu adaptasi perubahan iklim dalam pembangunan daerah. 2. Tim kota, yaitu suatu kelompok kerja yang merepresentasikan seluruh stakeholder di perkotaan mulai dari pemerintah, masyarakat, LSM, akademisi, dan dunia usaha. 3. Tim penyusun CRA, yaitu kelompok lebih kecil yang memiliki fokus untuk menyusun dokumen kajian risiko iklim secara teknis dan operasional. 4. SLD, atau shared learning dialogue merupakan wadah untuk berkomunikasi dan berdiskusi antar seluruh pemangku kepentingan di kota terkait penyusunan kajian risiko iklim. 5. Pengumpulan data, meliputi metode-metode yang digunakan untuk mengumpulkan data-data yang dibutuhkan dalam menganalisis termasuk sumber data yang diperoleh serta cara pengumpulan datanya. Panduan Penyusunan - Kajian Risiko Iklim 15 3. ELEMEN DASAR BUILDING BLOCKS KAJIAN RISIKO IKLIM

3.1 Kajian Risiko Iklim dalam Sistem Perencanaan dan Pemerintahan

Salah satu dari tujuan disusunnya kajian risiko iklim adalah agar perubahan iklim dapat diarusutamakan mainstreamed ke dalam mekanisme pembangunan. Dengan demikian, salah satu elemen dasar dari kajian risiko iklim adalah dengan memanfaatkan sistem perencanaan dan pemerintahan yang sesuai pada tempatnya. Dari hasil pembelajaran sebelumnya, terlihat bahwa kota-kota yang cenderung berhasil dalam menyusun kajian risiko iklim memiliki motivasi dan tingkat partisipasi pemerintah kota yang tinggi. Oleh karena itu jika kota-kota dari awalnya kurang memiliki tingkat ketertarikan terhadap isu perubahan iklim itu sendiri, maka akan sulit untuk mencapai keberhasilan penyusunan kajian tersebut. Sebagai informasi, di antara negara-negara yang terlibat dalam program ACCCRN, terdapat sistem dan struktur pemerintahan yang berbeda-beda sehingga membutuhkan pendekatan yang berbeda pula. Proses ACCCRN harus dapat leksibel dalam berbagai sistem dan struktur pemerintahan, tetapi juga tetap dibutuhkan dukungan aktif dari pemerintah itu sendiri.

3.2 Tim Kota

Tim kota dalam konteks ini adalah tim manajemen eksekutif yang bertanggung jawab untuk mengimplementasikan program ketahanan perubahan iklim di kotanya, bisa dibentuk baru ataupun menggunakan tim kota yang sudah ada yang relevan. Di Indonesia, tim kota city team sering disebut sebagai ‘kelompok kerja’ seperti contohnya Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Pokja AMPL, Kelompok Kerja Perumahan dan Kawasan Permukiman Pokja PKP, dsb. Secara struktur, sangat direkomendasikan untuk memiliki dasar hukum biasanya dengan keberadaan SK Surat Keputusan dari pemerintah daerah setempat dan harus merepresentasikan elemen pemerintahan dengan unsur berbagai SKPD Satuan Kerja Perangkat Daerah seperti Bappeda, BLH, dan sebagainya, serta merepresentasikan LSM lokal atau kelompok masyarakat, universitas, atau bahkan sektor swasta. Tim kota untuk mengimplementasikan program ketahanan perubahan iklim sendiri di kota-kota sering disebut dengan Pokja Ketahanan Perubahan Iklim. PANDUAN LANGKAH-LANGKAH MEMBENTUK TIM KOTA

A. KENALI STAKEHOLDER. Salah satu komponen kunci dari stakeholder yang harus ikut serta

dalam Tim Kota adalah pemerintah. Komponen pemerintah bisa meliputi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Bappeda, Badan Lingkungan Hidup BLH, Dinas Kesehatan, Dinas Perikanan dan Kelautan, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Tata Ruang, Badan Penanggulangan Bencana Daerah BPBD, Dinas Sosial, dan lainnya sesuai dengan konteks kebutuhan kota. Selain itu, komponen stakeholder juga sebaiknya berasal dari sektor lain seperti akademisi, lembaga non-pemerintah seperti LSM, serta tidak menutup kemungkinan adanya representatif dari dunia usaha. Keragaman ini dibutuhkan karena isu perubahan iklim perlu dipikirkan secara bersama- sama mengingat dampaknya yang bisa ditanggapi berbeda-beda juga oleh berbagai komponen stakeholder tersebut. Ini juga untuk mendorong kapasitas yang lebih beragam dan sekaligus merepresentasikan komunitas tertentu yang terkait dan tertarik dengan isu perubahan iklim. Contohnya, pimpinan komunitas, dan lembaga penelitian atau tim dari universitas yang dapat mengaplikasikan bidang keilmuan yang relevan dengan isu kota. Tim kota harus dapat mereleksikan berbagai kepentingan, kekuatan untuk mengambil keputusan, dan saling melengkapi kapasitas yang dibutuhkan untuk menyusun dokumen termasuk dokumen kajian kerentanan CRA dan strategi ketahanan kota CRS. 16 Panduan Penyusunan - Kajian Risiko Iklim 3. ELEMEN DASAR BUILDING BLOCKS KAJIAN RISIKO IKLIM TIPS • Cari champion yang proaktif Seoran g “champion” adalah orang yang proaktif dan memiliki passion dan otoritas untuk membawa kerja tim kota terus maju. Para champion menjadi salah satu hal yang membedakan tim yang hanya memenuhi kriteria, dan suatu tim yang menciptakan perubahan signifikan. Para champion harus dibimbing mengenai pengetahuan ketahanan terhadap perubahan iklim baik mengenai konsep maupun aplikasinya. • Tim kota yang inklusif Untuk membangun ketahanan kota terhadap perubahan iklim, tim kota harus bersifat inklusif dan memanfaatkan pengetahuan dari pemimpin dan anggota komunitas. Keterlibatan mereka akan meningkatkan kemungkinan program-program ketahanan kota relevan dan tercapai dengan baik. • Saling berbagi Tim kota dari seluruh Indonesia harus bisa terhubung dan dapat saling berbagi pembelajaran dan pengalaman. Tim kota juga dapat menerima manfaat dengan membuat hubungan jejaring dengan pihak dari luar wilayah, negara, dan internasional yang juga fokus kepada urbanisasidalam konteks perubahan iklim dan ketahanan kota. Kelompok Stakeholder Peran Pemerintah Merumuskan dan melaksanakan kebijakan; Mengoordinasikan fungsi dan peran antar lembaga; Menyediakan akses data pemerintahan; Melakukan proses penganggaran daerah LSM NGO Memberikan keahlian pendampingan di masyarakat; Menyediakan kapasitas pelaksanaan teknis di lapangan; Melaksanakan fungsi advokasi, monitoring dan evaluasi ; Akademisi Menyediakan keahlian penelitian atau pengetahuan pada bidang tertentu; Memberikan peningkatan kapasitas materi atau teknis pada bidang tertentu; Memberikan fasilitasi pada forum diskusi sesuai kebutuhan; Membantu proses publikasi melalui hasil penelitian atau pendokumentasian pembelajaran, serta monitoring dan evaluasi suatu aksi; Dunia Usaha Menyediakan sumber pendanaan alternatif; Menyediakan peluang kolaborasi dengan mekanisme kerjasama lainnya;

B. IDENTIFIKASIKAN LEADING AGENCY.

Dalam tim kota, dibutuhkan fungsi koordinasi yang baik mengingat keragaman komponen stakeholder yang ada. Berdasarkan pengalaman sebelumnya, Bappeda dan BLH sering kali menjadi stakeholder kunci yang dianggap memiliki kapasitas untuk mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan terkait perubahan iklim di kota. Bappeda memiliki kapasitas untuk mengkoordinasikan SKPD-SKPD di kota dan mengintegrasikan perencanaan perubahan iklim ke dalam proses perencanaan kota. Di sisi lain, BLH sering lebih diasosiasikan dengan isu-isu perubahan iklim sehingga dianggap cocok untuk mengoordinir kegiatan-kegiatan yang terkait. Setiap kota dapat memiliki leading agency yang berbeda-beda tergantung pada struktur pemerintahan dan kebijakan kotanya sendiri. Tabel 3. 1 Peran Kelompok Stakeholder dalam Tim Kota Panduan Penyusunan - Kajian Risiko Iklim 17 3. ELEMEN DASAR BUILDING BLOCKS KAJIAN RISIKO IKLIM

C. MENDEFINISIKAN STRUKTUR.

Tahapan ini bergantung pada kebutuhan dan komposisi dari tim kota. Salah satu bentuk struktur dari tim kota yang berhasil yaitu terdiri dari tim eksekutif kecil tim teknis dengan adanya peran dari pemimpin yang aktif dan juga terdapat tim yang lebih besar yang lebih berperan sebagai penasehat advisory. Sekali lagi, setiap kota dapat memiliki bentuk struktur yang berbeda-beda tergantung pada kebijakan kotanya sendiri.

D. MEMFORMALKAN PARTISIPASI. Leading agency harus mengirimkan surat undangan yang formal

kepada SKPD-SKPD yang turut berpartisipasi di tim kota. Tim kota juga harus dapat mengidentiikasi alat birokrasi yang dapat melegalkanmemformalkan tim kota di dalam struktur pemerintahan. Jika diperlukan, tambahkan persetujuan atau himbauan dari pimpinan kota Walikota yang akan mewajibkan anggota-anggota dari tim kota untuk fokus bekerja di tim kota.

E. PAHAMI GAP KAPASITAS

Kapasitas dari tim kota merupakan faktor penting penentu keberhasilan program. Tim kota memerlukan berbagai sumber daya yang dapat membantu mereka untuk mengkaji, mengembangkan aktivitas, rencana, pendanaan, dan mengidentiikasi peluang pendanaan untuk implementasi strategi-strategi ketahanan kota terhadap dampak perubahan iklim. Ketika gap kapasitas teridentiikasi, maka tim kota juga harus dapat mengidentiikasi langkah-langkah selanjutnya untuk menutup gap dan meningkatkan kapasitas tim. Kapasitas yang dimaksud bisa mencakup pengetahuan, keahlian, keterampilan dalam membangun jaringan networking, sarana dan prasarana, dll.

F. TENTUKAN JADWAL.

Untuk memastikan adanya pertemuan dan keterlibatan rutin dari tim kota, buatlah jadwal pertemuanrapat yang teratur contoh setiap 3-6 bulan sekali untuk tim penasehat dan 1 bulan sekali untuk tim eksekutif. Jika ingin mengikuti model tim eksekutif kota, pertemuan harus dijadwalkan baik itu untuk tim eksekutif maupun untuk tim penasehat. Tim kota mungkin akan membutuhkan keterlibatan dari setiap perwakilan SKPD untuk secara konsisten hadir dan berpartisipasi dalam setiap pertemuan.

G. BUATLAH MEKANISME DISEMINASI.

Stakeholder-stakeholder yang sudah diidentiikasi akan membutuhkan informasi mengenai kerentanan kota terhadap perubahan iklim dan diskusi yang sedang berjalan mengenai bagaimana hal tersebut berdampak terhadap kota sehingga mereka dapat terlibat dalam diskusi untuk menentukan solusi-solusinya. Maka dari itu, tim kota perlu mengembangkan mekanisme untuk mendiseminasikan informasi kepada mereka. Hal ini dapat dilakukan melalui pembentukan milis mailing list, penyebaran publikasi, menambahkan info terbaru di websitesosial media lainnya jika ada, atau melalui adanya pertemuan untuk menyebarkan informasi secara berkala. Anggota dari tim kota juga dapat memberikan persentasi atau paparan, yang berfokus pada program kerja yang dilakukan oleh setiap SKPD pemerintah atau institusi terkait melalui adanya SLD Shared Learning Dialogue.

3.3 Tim Kajian Risiko Iklim Risk Assessment team

Tim penyusun Kajian Risiko Iklim dapat diambil dari anggota Tim Kota yang sudah terbentuk. Sebaiknya, mereka yang memiliki dedikasi dan kemampuan teknis yang lebih dapat diarahkan untuk menghasilkan kajian risiko iklim tersebut. Kemampuan tersebut meliputi kemampuan mengumpulkan, mengorganisasikan, dan menganalisis data, serta kemampuan dalam mengartikulasikan temuan- temuan. Maka dari itu tim penyusun harus mampu mengelola informasi dari berbagai stakeholder kota, seperti pemerintah kota, anggota parlemen, organisasi masyarakat, dan masyarakat umum. Anggota 18 Panduan Penyusunan - Kajian Risiko Iklim 3. ELEMEN DASAR BUILDING BLOCKS KAJIAN RISIKO IKLIM dari tim kajian risiko iklim harus bisa menulis, mengartikulasikan, dan mendiseminasikan informasi dari hasil temuannya secara jelas. Hal yang penting bahwa tim kota juga harus memiliki pengalaman dengan isu-isu pembangunan, administrasi publik, perubahan iklim, dan perencanaan perkotaan. Di bawah ini merupakan kemampuan-kemampuan yang penting untuk dimiliki oleh tim kajian risiko iklim: • Kemampuan untuk mengumpulkan data dari berbagai instansi pemerintahan dan juga mengumpulkan sumber-sumber data lainnya yang relevan. • Kemampuan untuk menstandarisasikan dan mensintesiskan data dari sumber data-data numerik dan dipresentasikan dalam bentuk peta serta format lainnya, yang dapat dikomunikasikan secara sederhana dan efektif kepada stakeholder lain. • Kemampuan untuk memilih dan mewawancarai stakeholder-stakeholder serta memfasilitasi FGD Focus Group Discussion atau SLD dengan keterlibatan kelompok dari komunitas yang beragam. • Kemampuan untuk mereview dokumen perencanaan dan penganggaran pemerintah serta regulasi dan kebijakan yang ada. • Kemampuan untuk menganalisis dan mensintesiskan informasi ke dalam dokumen.

3.4 SHARED LEARNING DIALOGUESKONSULTASI PUBLIK

SLD merupakan sebuah metode untuk membagikan informasi dan mengumpulkan masukan dari stakeholder internal maupun eksternal dalam suatu kota. Beberapa stakeholder tersebut contohnya seperti tenaga ahli, pemerintah, universitas, LSM, pihak swasta, dan kelompok komunitas. SLD harus bisa mendorong diskusi untuk berbagi pengetahuan sektoral dari peserta forum dalam rangka untuk meningkatkan realibilitas dan relevansi kajian kerentanan. Dengan begitu, kualitas dan efektiitas dari pembuatan keputusan akan lebih meningkat. Proses SLD juga dapat membantu memecahkan batasan-batasan sosial yang dapat menyebabkan suatu kelompok tertentu memiliki perspektif yang sempit terhadap kelompok lainnya. Bentuk dari SLD bisa bermacam-macam mulai dari pertemuan seperti rapat, workshop, pameran, atau acara kreatif lainnya. TIPS Tim Kajian risiko iklim bisa terdiri dari individu-individu yang berasal dari pemerintah kota, akademisi, LSM lokal, dan individu yang kompeten. Pemerintah kota bisa memimpin proses ini atau menyederhanakan tugas ini, dengan suatu panduan yang mereka berikan kepada lembaga atau universitas yang mengerjakannya. Panduan Penyusunan - Kajian Risiko Iklim 19 3. ELEMEN DASAR BUILDING BLOCKS KAJIAN RISIKO IKLIM PANDUAN LANGKAH-LANGKAH • Pilihlah tim kendali. Dari tim kota, pilihlah tim kendali atau pengontrol untuk mengorganisasikan SLD. Tim kendali ini bertanggung jawab untuk merancang dan mengelola proses SLD. • Bentuklah SLD Pertama. Tim kendali harus menentukan prioritas dari topik-topik SLD berdasarkan kebutuhan kota. Beberapa contoh misalnya: • SLD 1: Pengenalan program dan mendeinisikan terminologi kunci dan memahami komponen-komponen dari penilaiain risiko. Pertemuan pertama harus bisa memberikan pemahaman kepada seluruh partisipan mengenai proses kajian risiko iklim dan kenapa hal tersebut penting dilakukan. • SLD 2: Meninjau kembali dan mendiskusikan hasil-hasil dari draft kajian risiko yang sudah disusun. • SLD 3: Mengembangkan strategi-strategi dan pilot project untuk merespon hasil dari kajian risiko iklim dan mengidentiikasi peluang untuk mengarusutamakan strategi-strategi tersebut ke dalam perencanaan daerah. • Tentukan peran. Tentukan peran dari tim kendali mencakup siapa yang akan memimpin dan memfasilitasi pertemuan, dan siapa yang bertugas menjadi sekretarisnotulensi. Perwakilan dari tim kendali yang memiliki peran-peran tersebut harus konsisten menjalankan perannya selama proses SLD. Tim kota dapat mengimprovisasi proses dan bentuk dari SLD berdasarkan kebutuhan kota, alokasi dana, dan ketersediaan waktu dari tim kota dan stakeholder terkait. • Identiikasi partisipan. Berdasarkan topik yang telah ditentukan, perlu diidentiikasi tenaga ahli lokal, nasional dan bisa juga dari internasional untuk memfasilitasi dan berpartisipasi dalam setiap SLD. Partisipan tersebut bisa meliputi pemimpin komunitas lokal, pemerintah kota, atau akademisi dari universitas. Walikota atau pejabat kota lainnya jika perlu untuk diundang dalam salah satu pertemuan untuk dapat mendelegasikan tugas dan tanggung jawabnya. • Pastikan adanya dukungan penuh dari berbagai lembaga. Dukungan dari berbagai lembaga penting untuk diberikan secara resmi untuk memastikan bahwa setiap orang memahami proses kajian risiko iklim dan memiliki kemauan untuk berkolaborasi. • Penyelenggaraan SLD. Selenggarakan SLD sesuai dengan tanggal, waktu, dan agenda untuk SLD yang telah disosialisasikan kepada para partisipan sebelumnya. Pada saat penyelenggaraan SLD ini diharapkan para partisipan sudah mempersiapkan bahan untuk didiskusikan sesuai agenda yang telah ditentukan. • Diseminasikan hasil. Tentukan strategi yang tepat dan efektif untuk mensosialisasikan hasil dari SLD, paling tidak untuk memastikan pemangku kepentingan dan publik yang terkait memahami keberadaan kajian risiko iklim tersebut. Metode diseminasi bisa dilakukan dengan menyelenggarakan suatu forum atau melalui media komunikasi publikasi seperti pamlet, website pemerintah, radio, televisi, atau koran lokal. Akan tetapi sebelumnya perlu dipastikan terlebih dahulu bahwa seluruh partisipan dalam SLD sudah memahami ruang lingkupnya. 20 Panduan Penyusunan - Kajian Risiko Iklim 3. PRINSIP DASAR BUILDING BLOCKS KAJIAN RISIKO IKLIM Panduan Penyusunan - Kajian Risiko Iklim 21 3. PRINSIP DASAR BUILDING BLOCKS KAJIAN RISIKO IKLIM

3.5 Pengumpulan Data : Sumber dan Metode

Sebelum mengumpulkan data, perlu disusun ruang lingkup analisis. Pengumpulan sumber data statistik, pemetaan dan dokumen relevan lainnya dari berbagai lembaga merupakan hal yang penting untuk dilakukan. Pengumpulan data harus dimulai paling awal dan membutuhkan koordinasi dari antar lembaga. Metode dalam pengumpulan data bisa beragam, bergantung pada jenis-jenis data yang diperlukan. Dalam kasus ini, sebagian besar data dikumpulkan dari survei terhadap instansi-instansi. Dokumen-dokumen di bawah ini dibutuhkan untuk mendukung penyusunan kajian risiko iklim yang komprehensif dan tersedia di berbagai lembaga pemerintahan yang berbeda-beda. Data-data dapat berbentuk hard copy maupun soft copy. Ketersediaan dalam bentuk soft copy akan mempermudah proses penyusunan kajian. Lalu dalam membuat peta dibutuhkan ile dalam bentuk GIS Geographic Information System yang membutuhkan program ArcGIS, ArcView, QGIS ataupun program lainnya untuk mengoperasikannya. • Kota dalam Angka dari Badan Pusat Statistik BPS; • Kecamatan dalam Angka dari Badan Pusat Statistik BPS; • Potensi Desa PODES dari Kelurahan atau Badan Pusat Statistik tahun terbaru; • Survei Sosial Ekonomi Daerah SUSEDA dari Badan Perencanaan Daerah jika tersedia; • Dokumen Mitigasi Bencana dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah jika tersedia; • Status Lingkungan Hidup Daerah SLHD dari Badan Lingkungan Hidup Daerah tahun terbaru; • Data Kemiskinan dari Badan Pusat Statistik tahun terbaru; • Rencana Tata Ruang Wilayah Kota dari Badan Perencanaan Daerah; • Batas Administrasi KelurahanKecamatan ile .shp atau .dwg untuk penggunaan GIS; • Data Curah Hujan dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geoisika 20 tahun terakhir; • KNMI Climate Explorer dapat ditemukan dengan analisis di: http:climexp.knmi.nl ; akan dibahas pada bagian pembahasan selanjutnya. TIPS SLD harus bisa memfasilitasi kebutuhan terhadap informasi mengenai ACCCRN dan kajian kerentanan risiko iklim. Hal ini dapat membantu mendorong partisipasi dan rasa memiliki dari partisipan. Terkadang stakeholder akan mengirimkan perwakilan yang berbeda untuk datang pada setiap SLD. Jika memungkinkan, cobalah untuk tetap mempertahankan perwakilan yang sama dalam berpartisipasi pada setiap SLD untuk memastikan bahwa mereka familiar dengan terminologi dan konsep. Hal ini akan meningkatkan pemahaman serta pembuatan keputusan. 22 Panduan Penyusunan - Kajian Risiko Iklim PENYUSUNAN KAJIAN RISIKO IKLIM 24 Panduan Penyusunan - Kajian Risiko Iklim Dalam menyusun kajian risiko, tim kota harus memahami keseluruhan proses dan bagaimana satu tahapan berkaitan dengan tahapan lainnya. Penjelasan singkat untuk para trainer disediakan dalam Training Tools CRA 0.2 terlampir dan penjelasan untuk setiap tahapan dijelaskan dalam Training Tools CRA 1 – 7 terlampir. Training tools untuk latihan praktik juga disediakan untuk tim kota.

4.1 Langkah-Langkah Menyusun Kajian Risiko Iklim

Kajian risiko iklim dirancang untuk menganalisis dan membangun pemahaman mengenai kerentanan terhadap perubahan iklim guna mendukung dan memberi informasi dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan di suatu kota. Tujuan utama dari pendekatan kajian risiko iklim adalah untuk menyediakan informasi mengenai proil, pola, dan perubahan risiko dengan tujuan untuk mendeinisikan prioritas, memilih alternatif strategi, atau memformulasikan respon strategi baru IPCC, 2012. Kajian risiko iklim distrukturkan sebagai suatu proses identiikasi dan deskripsi yang terdiri dari dua komponen yaitu bahaya dan kerentanan . Proses ini dimulai dengan mengumpulkan dan menganalisis data untuk membentuk framework dan konteks penilaian assessment, dan juga menilai kondisi kerentanan saat ini. Tahapan berikutnya adalah melihat kondisi di masa depan; seperti skenario prediksi di masa depan yang berhubungan dengan bagaimana kondisi kerentanan dan risiko iklim mungkin dapat berubah dari waktu ke waktu. Metodologi untuk menyusun penilaian ini disimpulkan dalam diagram berikut. Gambar 4. 1 Tahapan Menyusun Kajian Risiko Iklim Risk Assessment 4. PENYUSUNAN KAJIAN RISIKO IKLIM ❇ ✁✂ ✄☎✆✂ ✄✝ ✞✂ ✟✠❇ ✝ ✡ ✝ ✄ ☛☞ ✌ ☛ ✆ B.1 Kondisi Iklim Saat Ini B.2 Proyeksi Iklim ✂ ✝✄✝✌ ☛ ❊ ☛ ❊ ✟ ☛ ❊ ☛☞ ☎ E.1 Analisis Risiko Iklim Saat Ini E.2 Analisis Risiko Iklim di Masa Depan ❉ ✝✄ ✝✌ ☛ ❊ ☛ ❊ ☞✂ ✟ ✂ ✄✍ ✝✄ ✝✄ D.1 Idenfikasi Kategorisasi Indikator D.2 Pengolahan Data D.3 Normalisasi D.4 Pembobotan D.5 Penentuan Kuadran ❈ ✝✄✝✌ ☛ ❊ ☛ ❊ ❇✝✡ ✝ ✎ ✝ C.1 Idenfikasi Bahaya C.2 Matriks Bahaya C.3 Skoring Bahaya C.4 Tingkat Bahaya Gabungan A.1 Informasi Umum A.2 Aspek Fisik dan Lingkungan A.3 Aspek Sosial A.4 Aspek Ekonomi ✝ ✞ ✟☎ ✁☛ ✌ ☞ ☎✍✝ F.1 Pemilihan instusiorganisasi yang akan dinilai F.2 Wawancara stakeholder terpilih F.3 Analisis hasil wawancara ✁ ☞ ✝✞ ✝ ❊ ☛ ✍ ✝ ❊ ☛ ✄ ❊ ✍ ☛ ✍✠ ❊ ☛ ❉ ✝✄ ✆✝ ❊ ✎ ✝✟✝ ☞ ✝✍ Panduan Penyusunan - Kajian Risiko Iklim 25 4. PENYUSUNAN KAJIAN RISIKO IKLIM TAHAPAN DALAM MENYUSUN KAJIAN RISIKO IKLIM RISK ASSESSMENT

A. PROFIL KOTA

Merupakan gambaran kondisi umum wilayah perkotaan yang dapat dideskripsikan berdasarkan gambaran kondisi isik dan lingkungan perkotaan, kondisi sosial perkotaan, dan kondisi ekonomi perkotaan. Proil kota dapat diperoleh dari dokumen- dokumen perencanaan pembangunan kota maupun dokumen statistik perkotaan.

D. ANALISIS KERENTANAN

Merupakan gambaran kondisi internal perkotaan dalam menghadapi dampak perubahan iklim. Analisis ini dilakukan dengan menentukan indikator- indikator dan komponen kerentanan wilayah yaitu indikator keterpaparan E, sensitiitas S, dan kapasitas adaptif AC.

B. FENOMENA PERUBAHAN IKLIM

Merupakan analisis kondisi iklim perkotaan di masa kini dan masa yang akan datang untuk memprediksi bahaya yang akan terjadi jika kondisi iklim berubah. Kondisi iklim di masa yang akan datang diperoleh dengan melakukan proyeksi iklim.

E. ANALISIS RISIKO

Risiko merupakan hasil overlay antara bahaya dan kerentanan Affeltranger et al., 2006. Maka, pada tahap ini dilakukan overlay dari hasil analisis pada langkah C dan langkah D.

C. ANALISIS BAHAYA

Pada tahap ini mengidentiikasi bahaya iklim langsung maupun tidak langsung yang terjadi di perkotaan berdasarkan karakter, besaran, dan dampaknya di masa kini dan masa yang akan datang dengan mengacu pada historis terjadinya bencana.

F. KAPASITAS INSTITUSI DAN MASYARAKAT

Pada bagian ini menjelaskan terkait kapasitas adaptasi yang dimiliki oleh perkotaan saat ini baik dari elemen institusi, maupun masyarakat dalam menghadapi dampak perubahan iklim. Tahapan-tahapan tersebut dapat dimodiikasi menjadi check list panduan implementasi analisis kajian risiko iklim berdasarkan elemen dasar dan persiapan sebelumnya.

A. PROFIL KOTA

Perubahan iklim tidak terbatas pada batasan administrasi kotadaerah. Beberapa dimensi solusi yang ditawarkan akan terbatas pada batasan administrasi suatu daerah, akan tetapi yang lainnya mungkin berkaitan dengan wilayah yang lebih luas seperti aliran sungai lintas wilayah. Proil mengenai kondisi iklim mikro pada tingkat lokal seperti kerapatan bangunan, kondisi vegetasi, kondisi tanah ✏✑ ✒✓✔ ✕✖ ✓✔ ✗ ✘ ✓✙✚ ✏✗ ✛✗ ✔ ■✜✢■ ✖ ✓ ✑ ✗ ✔ ✗ ✢■ ✣ ■ ✣ ✙ ■ ✣ ■✜ ✕ ✤✑ ✗ ✔ ✗ ✢■ ✣ ■ ✣ ✜ ✓✙✓✔ ❑ ✗ ✔ ✗ ✔ ✥ ✑ ✗ ✔ ✗ ✢ ■ ✣ ■ ✣ ✏ ✗ ✛✗ ✦✗ ✗ ✑ ✘ ✙✕✒ ■✢ ✜ ✕ ❑ ✗ ✒ ✑ ✜ ✗ ✘ ✗ ✣ ■ ❑ ✗ ✣ ■ ✔ ✣ ❑■ ❑ ✚ ✣ ■ ✤ ✗ ✔ ✖ ✗ ✣ ✦ ✗ ✙ ✗ ✜ ✗ ❑ juga tidak boleh terlupakan. Bagian lain dari proil kota adalah ringkasan mengenai kecenderungan dan perubahan paling besar dalam aspek ekonomi, lingkungan, demograi, dan sosial. Berikut ini merupakan informasi yang dibutuhkan untuk mendeskripsikan proil kota. 26 Panduan Penyusunan - Kajian Risiko Iklim 4. PENYUSUNAN KAJIAN RISIKO IKLIM A1. Informasi umum. TIPS Lihat bagian sumber data untuk membantu mencari informasi data yang dibutuhkan tersebut. Ingat, bahwa daftar data disini belum lengkap Jika anda menemukan data lainnya yang belum disertakan di pedoman ini, sertakanlah pada dokumen CRA kota anda. Lengkapi informasi spesiik seperti koordinat kota, unit administratif, area, dan pemetaan dalam skala wilayah dan juga skala kota, sertakan tabel mengenai informasi dasar mengenai kota. Jelaskan pula mengenai kondisi politikpemerintahan seperti periode pemerintahan kota saat ini dan batasan administratif kota yang lebih rinci jumlah kecamatan, kelurahan, RW, RT, dll. A.2 Aspek Fisik dan Lingkungan. Meliputi kondisi isik buatan dan isik alam dari kota. Proil lingkungan mencakup deskripsi mengenai sungai utama, topograi, luasan ruang terbuka hijau, serta karakter isik alam lainnya. Proil isik buatan mencakup deskripsi mengenai pelayanan dasar yang terdapat di kota. Data- data infrastruktur dari PLN, PDAM dan Pekerjaan Umum, mendeskripsikan cakupan area yang dilayani oleh pelayanan dasar publik di kota. Informasi tersebut harus bisa mendeskripsikan secara numerik dan visual berapa banyak penduduk kota yang dapat mengakses pelayanan dasar tersebut dan juga sebaran geograis penduduk kota. Pelayanan publik meliputi akses terhadap sanitasi, air bersih, listrik, dan pengelolaan limbah padat. Informasi tersebut disertai dengan peta yang menggambarkan distribusi dari pelayanan dasar tersebut. A.3 Aspek Sosial. Meliputi kondisi demograi, pendidikan, dan kesehatan. Kondisi demograi memberikan gambaran mengenai populasi saat ini di kota. Jika memungkinkan, disediakan dalam bentuk tabel dan peta dari jumlah populasi dalam tingkat kelurahankecamatan dan dibuat pertumbuhan rata-rata penduduk dalam kurun waktu 20 tahun terakhir untuk diproyeksikan dalam 20 hingga 30 tahun yang akan datang. Akses terhadap pendidikan dan kesehatan juga merupakan hal yang penting untuk mendeskripsikan akses terhadap pelayanan dasar. Beberapa data yang menarik seperti rata-rata ketidakhadiran partisipasi sekolah, distribusi daerah yang terkena wabah penyakit, dan lokasi dari pusat-pusat pelayanan kesehatan dan pendidikan dapat ditampilkan jika tersedia. A.4 Aspek Ekonomi. Meli puti kondisi ekonomi dan kemiskinan. Proil ekonomi kota menggambarkan sektor-sektor ekonomi yang berbeda-beda yang berkontribusi terhadap ekonomi kota dalam bentuk diagram lingkaran, dan juga mendeskripsikan sektor ekonomi yang paling berperan besar dalam ekonomi kota. Data yang dapat digunakan untuk mendeskripsikan kondisi tersebut adalah data PDRB Pendapatan Domestik Regional Bruto. Untuk tiga sektor ekonomi utama, jelaskan mengapa sektor tersebut berperan besar terhadap kota dan jelaskan pula kecenderungannya di masa lalu dan saat ini apakah meningkat atau menurun. Untuk proil kemiskinan, kumpulkan data mengenai jumlah keluarga miskin di kota dan hubungkan data tersebut dengan jumlah keluarga total di kota untuk mendapatkan proporsi tingkat kemiskinannya. Jika tersedia informasi mengenai distribusi jumlah keluarga miskin, data tersebut harus dipetakan untuk menggambarkan konsentrasi daerah miskin. Jelaskan dimana saja daerah-daerah yang terdapat keluarga miskin di kota. Panduan Penyusunan - Kajian Risiko Iklim 27 4. PENYUSUNAN KAJIAN RISIKO IKLIM Contoh data proil kota yang dapat digunakan untuk menilai kerentanan kota diantaranya: 1. Peta area kota dengan format dasar GIS .shp atau yang lainnya 2. Data Potensi Desa 3. Data lainnya: a. Data Millennium Development Goals MDG’s kota. Target MDG’s tahun 2015 atau target Sustainable Development Goals SDG’s untuk setelah tahun 2015 b. Dokumen perencanaan yang berlaku di kota: RPJMD, RTRW, RPJPD, master plan, dll. Prioritaskan target dan faktor-faktor apa saja yang menyebabkan hal tersebut tidak tercapai c. Data Ruang Terbuka Hijau d. Data Provinsi dalam Angka dan data Kabupaten dalam Angka e. Data jumlah pengguna PDAM, cakupan pelayanan dalam beberapa tahun dan rencana penambahan pengguna serta cakupan pelayanannya f. Dan lain-lain

B. FENOMENA PERUBAHAN IKLIM

✧★ ✩✪✫ ✬ ✭ ✪✫ ✮ ✯ ✪✰✱ ✧✮ ✲✮ ✫ ✳✴✵ ✳ ✭ ✪★ ✮ ✫ ✮ ✵ ✳✶✳ ✶ ✰ ✳✶✳✴ ✬ ✷ ★ ✮ ✫ ✮ ✵ ✳ ✶✳✶ ✴ ✪ ✰✪✫ ✸✮ ✫ ✮ ✫ ✹ ★ ✮ ✫ ✮ ✵ ✳✶ ✳✶ ✧✮ ✲✮ ✺ ✮ ✮ ★ ✯ ✰ ✬ ✩ ✳✵ ✴ ✬✸ ✮ ✩ ★ ✴ ✮ ✯✮ ✶✳ ✸ ✮ ✶ ✳ ✫ ✶ ✸ ✳ ✸ ✱ ✶ ✳ ✷ ✮ ✫ ✭✮ ✶ ✺ ✮ ✰ ✮ ✴ ✮ ✸ Pada bagian fenomena perubahan iklim dapat dijelaskan dengan mendeskripsikan kondisi iklim saat ini yang terjadi di perkotaan. Keluaran dari analisis ini dapat berupa graik yang menjelaskan rata-rata suhu, suhu maksimum, dan rentang suhu harian yang B.1 Kondisi Iklim Saat Ini terjadi di perkotaan saat ini atau dalam kurun waktu tertentu misalnya 10 tahun terakhir berdasarkan data historis yang tersedia. Data-data yang dikumpulkan dapat diperoleh dari data sekunder yang terdapat dalam dokumen statistik kota maupun dari data-data atau dokumen BMKG. Berikut ini beberapa data terkait iklim yang dapat menjelaskan kondisi iklim perkotaan: 1. Jumlah Hari Hujan per tahun, dapat menghasilkan analisis perkembangan jumlah hari hujan di perkotaan setiap tahunnya serta menganalisis dampaknya terhadap kegiatan atau aktiitas penduduk. Sebagai contoh, jumlah hari hujan yang luktuatif berdapak negative terhadap aktivitas perekonomian kota terutama di sektor pertanian yang sangat bergantung pada intensitas hujan. 2. Curah Hujan per tahun, sama seperti data jumlah hari hujan dapat menghasilkan analisis perkembangan curah hujan dalam beberapa tahun terakhir serta dampaknya terhadap aktivitas di sektor-sektor yang sangat bergantung atau berdampak dari intensitas hujan. 3. Suhu Rata-Rata per tahun, menunjukkan perubahan dan perkembangan suhu rata-rata tahunan yang terjadi di perkotaan serta dapat menganalisis dampaknya terhadap sektor-sektor tertentu. Sebagai contoh suhu rata-rata yang semakin meningkat berpengaruh terhadap sektor kesehatan, sektor air bersih, serta sektor pertanian seperti terjadinya perubahan musim panen dan kegagalan panen. 28 Panduan Penyusunan - Kajian Risiko Iklim 4. PENYUSUNAN KAJIAN RISIKO IKLIM B.2 Proyeksi Iklim Bagian kedua pada fenomena perubahan iklim yaitu analisis proyeksi iklim yang dapat memperkirakan kejadian iklim ekstrim yang akan terjadi di perkotaan pada masa yang akan datang. Tahapan pertama dalam proyeksi iklim adalah menganalisis kecenderungan kondisi iklim dalam skala makro: di tingkatan regional dan nasional. Kecenderungan perubahan iklim di tingkat regional untuk Indonesia mengacu pada wilayah Asia Tenggara. Sementara dalam konteks kota, maka iklim makro mengacu pada kondisi iklim tingkat nasional atau mengacu pada apa yang terjadi terhadap iklim di Indonesia. Penting untuk memeriksa ketersediaan sumber data karena kecenderungan perubahan iklim dapat berubah. Berikut ini beberapa kecenderungan kondisi iklim di tingkat regional berdasarkan data dari Laporan Penilaian ke-4 IPCC 2007: • Terjadi peningkatan kejadian iklim ekstrim seperti gelombang panas dan curah hujan yang tinggi. • Terjadi peningkatan suhu rata-rata, yang dibuktikan dengan semakin bertambahnya jumlah siang yang panas dan malam yang hangat dibandingkan siang dan malam yang dingin diantara tahun 1961 dan 1998. • Keanekaragaman hayati di tingkat regional terpapar oleh penambahan suhu rata-rata. • Keterpaparan terhadap ENSO El Niño Southern Oscillation, atau dikenal dengan “El Nino” dan “La Nina”. Di Indonesia, perubahan iklim diproyeksikan memberikan dampak: • Menghangatnya suhu udara yang terus meningkat dari 0.2 ke 0.3 C per dekade. • Adanya sedikit peningkatan curah hujan tahunan di sebagian besar pulau-pulau di Indonesia, terutama di bagian utara. • Terjadi penundaan pergantian musim tahunan hingga 30 hari. Oleh karena itu perlu untuk merubah fokus kecenderungan iklim ke tingkatan kota, sehingga bisa menganalisis kecenderungan dan proyeksi iklim di kota. Proyeksi iklim dapat diperoleh dari data meteorologi untuk kota, seperti curah hujan dan pola perubahan suhu permukaan dalam 20 hingga 30 tahun terakhir, dan membandingkan data tersebut dengan model iklim, sehingga kita dapat melihat iklim kota di masa depan melalui data iklim global di masa depan downscale. Hal yang mungkin membingungkan yaitu terkait dengan perubahan cuaca di periode yang pendek variabel iklim dengan perubahan iklim dalam periode waktu yang panjang. Cuaca dapat berubah setiap tahun di daerah tertentu; sebagai contoh, di suatu daerah memiliki musim hujan yang panjang, tetapi hal ini tidak menjamin akan terjadi secara periodik terus menerus. Tren iklim dibuktikan dalam periode yang panjang, seperti periode 20 hingga 30 tahun. Dengan demikian sangat penting untuk mendapatkan data historis. Kasus-kasus pengecualian jika tidak terdapat data historis di kota tersebut, dapat menggunakan proyeksi iklim tingkat nasional atau regional. Panduan Penyusunan - Kajian Risiko Iklim 29 4. PENYUSUNAN KAJIAN RISIKO IKLIM Jika memungkinkan, kumpulkan informasi historis dan pengetahuan dari berbagai stakeholder mengenai tren iklim yang terjadi sebanyak mungkin, seperti pola musim hujan, suhu, kenaikan muka air laut, dan angin. Tujuannya bukan untuk memprediksi cuaca tetapi untuk meningkatkan pemahaman terhadap rentang skenario cuaca yang memungkinkan berdasarkan ketersediaan informasi. Apa yang anda perlu ketahui sebelum membuat proyeksi iklim? Model Iklim Model iklim merupakan gambaran dari kejadian iklim yang mencakup berbagai aspek dari terjadinya iklim tersebut, seperti curah hujan, temperatur, dsb. Model iklim yang sering digunakan untuk kajian perubahan iklim adalah GCM Global Climate Model. Pada dokumen ini, model iklim didapat dari ClimeXP www.climex.knmi.com. Model ini menjadi preferensi yang sering digunakan karena kemudahan akses untuk memperoleh hasil analisis model iklim yang dibutuhkan tersedia secara online. Dengan adanya model iklim, kita dapat meramalkan kondisi iklim di masa depan berdasarkan skenario iklim yang kita pilih. Skenario tersebut digunakan untuk menganalisis bagaimana kondisiaktivitas kehidupan masa kini akan mempengaruhi emisi di masa depan. SKENARIO IKLIM - SRES Special Report on Emissions Scenarios SRES merupakan laporan khusus yang dikeluarkan oleh IPCC Intergovernmental Panel on Climate Change pada tahun 2001 untuk mengambarkan berbagai kemungkinan skenario perubahan tingkat emisi yang dapat terjadi di masa depan. Model-model sirkulasi global seperti GCM Global Climate Model digunakan untuk mengetahui kemungkinan perubahan iklim yang akan terjadi akibat adanya peningkatan emisi GRK sesuai dengan skenario yang disusun oleh IPCC. Dalam SRES, skenario emisi GRK dikelompokkan berdasarkan sistem pembangunan dan kerjasama yang dikembangkan oleh berbagai negara. Ada dua skenario sistem pembangunan yaitu A dan B. Skenario A lebih menitikberatkan pada pembangunan ekonomi, sedangkan skenario B lebih menitikberatkan pada kepentingan kondisi ekologi atau lingkungan. Kemudian pola kerjasama dikelompokan menjadi dua yaitu pola 1, kerjasama global berjalan dengan baik sehingga kesenjangan pembangunan antara negara baik dari sisi teknologi dan lain-lain tidak terlalu signiikan, sedangkan pola 2 kerjasama lebih bersifat regional. Pada pola 2 ini transfer teknologi, kerjasama ekonomi dan lainnya antara negara maju dan negara berkembang tidak berjalan baik. Jadi secara umum, skenario emisi dapat dikelompokkan menjadi empat yaitu A1, A2, B1, dan B2 seperti gambar di atas. Scenario A1 dibagi menjadi tiga berdasarkan penggunaan teknologi dan bahan bakar fosil. Selain itu ada skenario emisi antara seperti skenario A1B, yaitu antara skenario A1 dan Skenario yaitu Antara skenario A1. Namun ada suatu keadaan khusus di mana suatu negara menitikberatkan pembangunan ekonominya, namun karena adanya alih teknologi yang baik dan penggunaan teknologi yang ramah lingkungan rendah emisi, dsb, skenario tersebut adalah skenario A1B. Maka, skenario yang digunakan untuk analisis dalam dokumen ini adalah skenario A1B, skenario A2, dan skenario B1. 30 Panduan Penyusunan - Kajian Risiko Iklim G a m b a r 4 . 2 S k e n a r i o S R E S Sumber: IPCC, 2000 SRES belum mempertimbangkan kebijakan global untuk penurunan emisi gas rumah kaca. Maka dari itu, dalam IPCC 5th Assessment Report , dikeluarkan skenario baru, yaitu RCP Representative Concentration Pathways . RCP merupakan skenario yang sudah mempertimbangkan target global agar perubahan iklim yang terjadi tidak melebihi suhu 2°C. PANDUAN LANGKAH-LANGKAH PROYEKSI IKLIM Terdapat 4 langkah utama untuk membuat analisis bahaya perubahan iklim dengan skenario SRES, yaitu: 1 Penetapan peluang kejadian iklim ekstrim dari pengolahan data iklim historis; 2 Pengolahan data iklim proyeksi KMNI-GCM; 3 Membandingkan hasil pengolahan data curah hujan observasi dan proyeksi; 4 Menghitung peluang terjadinya iklim ekstrim.

1. Penetapan Peluang Kejadian Iklim Ekstrim dari Pengolahan Data Historis

Untuk menentukan periode ulang atau peluang terjadinya kejadian iklim ekstrim yang dapat menimbulkan bencana, diperlukan data historis yang panjang. Semakin panjang rentang data historis maka akan semakin handal hasil analisis yang dihasilkan. Menurut WMO World Meteorological Organization , panjang data ideal untuk analisis peluang ialah 30 tahun. Untuk mengetahui tinggi hujan yang dapat menimbulkan bencana, maka diperlukan informasi tentang kejadian bencana, baik waktu terjadi maupun intensitasnya. Dengan analisis statistik akan dapat ditetapkan pada kondisi iklim yang seperti apa bencana iklim biasanya terjadi. Misalkan diketahui bahwa hari-hari dimana banjir besar terjadi pada bulan dengan curah hujan wilayah di atas 300 mm. Apabila dari data seri 30 tahun kita mendapatkan hujan bulanan yang tingginya di 4. PENYUSUNAN KAJIAN RISIKO IKLIM GLOBALISASI REGIONALISASI A1 A2 B2 B1 ENVIROMENTAL POPULATION ECONOMY TECHNOLOGY LAND-USE ECONOMIC D R I V I N G F O R C E S AGRICULTURE REGIONAL GLOBAL A 2 A 1B A 1B 1 Ta b e l 4 . 1 Skenario Dalam Proyeksi Iklim Kota ENERGY Skenario SRES Kategori Emisi Emisi Tinggi Emisi Sedang Emisi Rendah Stabilisasi Karbon Tahun 2100 Tidak mencapai stabilisasi 750 ppm 550 ppm kondisi ideal Panduan Penyusunan - Kajian Risiko Iklim 31 4. PENYUSUNAN KAJIAN RISIKO IKLIM atas 300 mm terjadi 3 kali, maka dapat dikatakan bahwa periode ulang terjadinya ialah sekali dalam 10 tahun atau peluangnya 0.1 330. Dengan deinisi ini, apabila peluang terjadinya P suatu kejadian becana iklim 0.2, maka periode ulang dihitung dengan cara 1P atu 10.2 = 5. Jadi artinya becana tersebut biasanya terjadi lima tahun sekali atau bisa juga disebut bencana iklim dengan siklus 5 tahunan Tabel 4.7. Tabel 4.2 Hubungan Nilai Peluang dan Periode Ulang Kejadian Iklim Dalam kajian ini, analisis penetapan tinggi hujan yang dapat menimbulkan bencana tidak dilakukan. Namun digunakan asumsi, bahwa tinggi hujan yang periode ulang 5 dan 10 tahun sekali akan menimbulkan bencana iklim sedang dan besar. Untuk mendapatkan tinggi hujan dengan peluang kejadian seperti Tabel 4.7 di atas, dilakukan dengan cara mengurutkan data historis dari nilai yang terbesar sampai nilai terkecil. Tinggi hujan terendah dengan peluang ulang kejadian sekali lima tahun 20 akan berada pada urutan data yang ke 0,2 x 30 = 6 dari nilai terbesar, sedangkan yang periode ulang kejadian sekali 10 tahun akan berada pada urutan data ke 0,1 x 30 = 3 dari nilai terbesar. Karena data diurut dari terbesar sampai terkecil, maka data tinggi hujan ini merupakan tinggi hujan yang dapat menimbulkan banjir sedang dan besar. Untuk mendapatkan tinggi hujan yang menimbulkan bencana kekeringan, maka peluang yang digunakan ialah nilai peluang sebaliknya yaitu 1,0 – 0,2 = 0,8 dan 1,0 – 0,1 = 0,9. Artinya, tinggi hujan yang akan menimbulkan bencana kekeringan sedang dan berat akan berada pada urutan data ke 0,8 x 30 = 24 dan 0,9 x 30 = 27 dari yang terbesar dari atas. Nilai hujan yang diperoleh tersebut dapat dideinisikan sebagai tinggi hujan batas kritis yang berpotensi menimbulkan bencana iklim. 2 . P e r h i t u n g a n P e l u a n g K e j a d i a n I k l i m E k s t r i m d a r i D a t a P r o y e k s i K M N I - G C M Untuk mendapatkan peluang kejadian bencana masa depan, diperlukan data iklim proyeksi yang dapat diperoleh dari model-model iklim yang dijalankan dengan menggunakan berbagai skenario emisi yang dijelaskan pada sub-bab sebelumnya. Dalam kajian ini digunakan skenario emisi A1B, B1 dan A2 yang merepresentasikan skenario emisi sedang, rendah dan tinggi. Data proyeksi iklim dari ke tiga skenario diperoleh dari situs www.climexp.knmi.nl penjelasan rinci dapat dilihat di lampiran - Modul Pelatihan. Data yang tersedia di situs ialah data proyeksi tahun 2011 sampai 2050 data 40 tahun. 20 10.2 = 5 -- Terjadi 1 x dalam 5 tahun 10.1 = 10 -- Terjadi 1 x dalam 10 tahun 10 Peluang Periode Ulang 32 Panduan Penyusunan - Kajian Risiko Iklim 4. PENYUSUNAN KAJIAN RISIKO IKLIM Misalkan dari hasil analisis kejadian iklim ekstrim dari data historis, tinggi hujan dengan peluang 0,2 ialah 200 mm. Dengan menggunakan data iklim proyeksi hasil download, ditetapkan besar peluang terjadinya kejadian iklim ekstrim. Untuk analisis ini periode masa depan yang dianalisis ialah untuk periode 2011-2030 dan 2031-2050. Analisis dilakukan dengan cara mengurutkan kembali data proyeksi iklim dari nilai terbesar sampai terkecil. Dari urutan data tersebut, tentukan pada urutan ke berapa tinggi hujan dengan nilai minimal 200 mm. Apabila berada pada urutan ke 5, maka artinya peluang terjadinya ialah 520 = 0,4. Dengan demikian pada masa depan peluang terjadinya hujan yang melewati 200 mm meningkat dari 0,2 menjadi 0,4. Dengan kata lain, frekuensi terjadinya hujan dengan tinggi hujan minimal 200 mm menjadi lebih sering, yaitu dari frekuensi lima tahun sekali menjadi 2-3 tahun sekali.

3. Tren Kejadian Bencana: Perbandingan Data Observasi dan Proyeksi