Tren Kejadian Bencana: Perbandingan Data Observasi dan Proyeksi Peluang Terjadinya Iklim Ekstrim Bencana

32 Panduan Penyusunan - Kajian Risiko Iklim 4. PENYUSUNAN KAJIAN RISIKO IKLIM Misalkan dari hasil analisis kejadian iklim ekstrim dari data historis, tinggi hujan dengan peluang 0,2 ialah 200 mm. Dengan menggunakan data iklim proyeksi hasil download, ditetapkan besar peluang terjadinya kejadian iklim ekstrim. Untuk analisis ini periode masa depan yang dianalisis ialah untuk periode 2011-2030 dan 2031-2050. Analisis dilakukan dengan cara mengurutkan kembali data proyeksi iklim dari nilai terbesar sampai terkecil. Dari urutan data tersebut, tentukan pada urutan ke berapa tinggi hujan dengan nilai minimal 200 mm. Apabila berada pada urutan ke 5, maka artinya peluang terjadinya ialah 520 = 0,4. Dengan demikian pada masa depan peluang terjadinya hujan yang melewati 200 mm meningkat dari 0,2 menjadi 0,4. Dengan kata lain, frekuensi terjadinya hujan dengan tinggi hujan minimal 200 mm menjadi lebih sering, yaitu dari frekuensi lima tahun sekali menjadi 2-3 tahun sekali.

3. Tren Kejadian Bencana: Perbandingan Data Observasi dan Proyeksi

Untuk menilai apakah frekuensi kejadian iklim ekstrim meningkat atau menurun di masa depan, kita tidak bisa hanya mengandalkan hasil dari satu model. Dibutuhkan banyak model karena setiap model memiliki ketidakpastian tidak pasti benar. Apabila digunakan banyak model dan sebagian besar dari model menyatakan bahwa peluang kejadian bencana meningkat di masa depan, maka semakin besar tingkat kepercayaan bahwa hal itu akan terjadi. Misalkan kita menggunakan 10 model, dan 7 model mengatakan bahwa peluang terjadinya bencana iklim meningkat, maka tingkat kepastian bahwa hal itu akan terjadi tinggi yaitu sekitar 710 x 100 = 70. Contoh analisis tren kejadian bencana akibat perubahan iklim disajikan pada Tabel 4.8. Langkah terakhir adalah dengan menghitung peluang terjadinya bencana. Peluang terjadinya bencana dapat dihitung dengan membagi jumlah model yang memiliki tren kejadian bencana positif dengan total jumlah model yang digunakan untuk setiap skenario. Tabel 4.3 Contoh Tampilan Hasil Pengolahan Data Per Skenario Skenario emisi Model Nilai Peluang Kejadian Iklim melewati batas kritis berdasarkan data Historis Nilai Peluang Kejadian Iklim melewati batas kritis berdasarkan data proyeksi Frekuensi kejadian bencana Peluang Kejadian Bencana SRES A1B Model 1 0.2 0.1 - 46 = 67 Tingkat kepastian meningkatnya kejadian bencana di masa depan sebesar 67 Model 2 0.2 0.3 + Model 3 0.2 0.4 + Model 4 0.2 0.1 - Model 5 0.2 0.5 + Model 6 0.2 0.3 + SRES A2 Model 1 0.2 0.1 - 36 = 50 Tingkat kepastian meningkatnya kejadian bencana di masa depan sebesar 50 Model 2 0.2 0.05 - Model 3 0.2 0.44 + Model 4 0.2 0.1 - Model 5 0.2 0.14 + Model 6 0.2 0.24 + SRES B1 Model 1 0.2 0.1 - 26 = 33 Tingkat kepastian meningkatnya kejadian bencana di masa depan sebesar 33 Model 2 0.2 0.1 - Model 3 0.2 0.12 - Model 4 0.2 0.08 - Model 5 0.2 0.5 + Model 6 0.2 0.4 + Panduan Penyusunan - Kajian Risiko Iklim 33 4. PENYUSUNAN KAJIAN RISIKO IKLIM

4. Peluang Terjadinya Iklim Ekstrim Bencana

Berdasarkan data hasil analisis tren kejadian bencana Tabel 4.8, ditentukan dari hasil perhitungan peluang kejadian iklim ekstrim di atas, maka hasilnya dapat dikategorikan dengan melihat matriks berikut. Tabel 4.4 Matriks Peluang Terjadinya Iklim Ekstrim Nilai peluang Kejadian Bencana Kemungkinan Terjadinya Iklim Ekstrim Sangat Bahaya; Kemungkinan terjadi Sangat Tinggi Bahaya; Kemungkinan ter jadi Tinggi Agak Bahaya; Kemungkinan te rjadi Sedang Kurang Bahaya; Kemungkinan terjadi Rendah Tidak Bahaya; Kemungkinan terjadi Sangat Rendah 0.91 0.66 – 0.90 0.33 – 0.65 0.11 – 0.32 0.10 Latihan lihat lampiran - Training Tools 1: Praktikan bagaimana membuat proyeksi iklim dengan instruksi yang terdapat dalam Training Tools 3: Lakukan langkah-langkah di bawah ini dalam membuat proyeksi iklim. • Tentukan peluang kejadian iklim ekstrim bencana berdasarkan data historis • Hitung peluang kejadian iklim ekstrim berdasarkan data proyeksi • Turunkan tren kejadian iklim ekstrim bencana; dengan membandingkan data historis dan proyeksi TIPS Proyeksi iklim cukup kompleks. Jika perlu ada pendampingan untuk tim kota yang menyusun tugas ini agar selesai, dan lihat masukan dari stakeholder yang mungkin ahli di bidang ini, seperti dari LSM, universitas, dan pihak swasta. Hati-hati untuk tidak mengekstrapolasikan data iklim secara berlebihan dan perhatikan bahwa hasil proyeksi memiliki tingkat ketidakpastian yang tinggi. Gunakan common sense dalam menggunakan data untuk kebutuhan, dengan didampingi oleh pihak yang lebih memahami keterbatasan dari proyeksi iklim. 34 Panduan Penyusunan - Kajian Risiko Iklim 4. PENYUSUNAN KAJIAN RISIKO IKLIM ✻✼ ✽✾✿ ❀ ❁ ✾ ✿ ❂ ❃ ✾ ❄❅ ✻❂ ❆❂ ✿ ❋ ●❍ ❋ ❁ ✾ ✼ ❂ ✿ ❂ ❍ ❋ ❏❋❏ ❄ ❋ ❏❋ ● ❀ ▲ ✼ ❂ ✿ ❂ ❍ ❋❏❋❏ ● ✾❄✾✿ ▼❂ ✿ ❂ ✿ ◆ ✼ ❂ ✿ ❂ ❍ ❋❏❋❏ ✻❂ ❆❂ ❖ ❂ ❂ ✼ ❃ ❄ ❀ ✽ ❋ ❍ ● ❀ ▼❂ ✽✼ ● ❂ ❃ ❂ ❏❋ ▼❂ ❏ ❋ ✿ ❏ ▼ ❋ ▼ ❅ ❏❋ ▲ ❂ ✿ ❁❂ ❏❖ ❂ ❄ ❂ ● ❂ ▼

C. ANALISIS BAHAYA IKLIM

Bahaya merupakan potensi kerugian bagi manusia atau kerusakan tertentu bagi lingkungan atau infrastruktur. Bahaya bersifat spesiik kepada area tertentu. Contohnya hujan deras di area lereng yang tinggi akan menyebabkan longsor, sedangkan untuk daerah sekitar sungai akan menyebabkan bencana banjir. Beberapa contoh dari bahaya akibat perubahan iklim yang sudah dijelaskan lebih rinci di sub-bab 2.2.2 di antaranya: banjir, kekeringan, angin ribut, longsor, badai, dan penyakit vektor. Analisis ini bertujuan untuk mengidentiikasi dampak perubahan iklim yang negatif berupa bencana, mencakup besaran, lokasi, waktu, kemungkinan terjadi, dan sebagainya. Untuk melakukan analisis bahaya dalam kajian risiko perubahan iklim ada dua opsi. Opsi pertama untuk perumusan bahaya adalah dengan menggunakan data sekunder peta bencana dari instansi yang memiliki kewenangan untuk menerbitkan peta tersebut; yang penyusunannya menggunakan proses dan prosedur tersendiri berdasarkan kriteria dan parameter berbeda untuk tiap bahaya bencana. Apabila opsi pertama tidak tersedia maka opsi kedua adalah dengan melakukan analisis bahaya secara kualitatif dengan mengumpulkan data primer. PANDUAN LANGKAH-LANGKAH ANALISIS BAHAYA Seperti yang disebutkan sebelumnya. Langkah ini dilakukan jika opsi pertama ketersediaan peta bencana sebelumnya tidak ada. Analisis bahaya kualitatif mengacu pada data historis terjadinya bahaya atau berdasarkan hasil survey primer dengan masyarakat setempat. Keluaran dari analisis bahaya kualitatif pada dokumen ini adalah tingkat bahaya gabungan yang didapat dari matriks bahaya per bencana untuk tiap kelurahan. Berikut merupakan langkah-langkah untuk melakukan analisis bahaya secara kualitatif: C.1 Identiikasi Bahaya Identiikasi bahaya iklim yang pernah terjadi pada kota dalam 20 tahun terakhir. Apa bahaya iklim yang paling pentingberdampak dan paling sering terjadi? Tujuan dari tahapan pertama ini adalah untuk mengungkapkan peristiwa bahaya iklim yang pernah terjadi di kota, untuk digunakan sebagai kemungkinan terjadinya bahaya tersebut di masa datang. Pengumpulan data dapat melalui kajian historis dokumen laporan dokumen pemerintah, liputan media, FGD, wawancara, atau kuesioner. Untuk menampilkan hasilnya, buatlah dalam bentuk tabel yang mendata bahaya- Identiikasi Bahaya Matriks Bahaya Skor Bahaya Tingkat Bahaya Gabungan Panduan Penyusunan - Kajian Risiko Iklim 35 4. PENYUSUNAN KAJIAN RISIKO IKLIM bahaya yang pernah terjadi, area mana saja yang terdampak, pendudukkomunitas mana yang terdampak kelompok lansia, etnis minoritas, anak-anak, dll beserta populasi terdampak, bagaimana cara mereka terdampak, kurun waktu terjadinya, dampaknya terhadap sistem perkotaan. Sebaiknya mencantumkan informasi sumber atau stakeholder yang mengusulkan bahaya yang diidentiikasi agar mempermudah menindaklanjuti pengumpulan informasi atau klariikasi mengenai bahaya tersebut. C.2 Matriks Bahaya: Kemungkinan terjadi dan Konsekuensi yang ditimbulkan Setelah mendapatkan deskripsi mengenai bahaya di setiap kelurahan atau menyesuaikan batasan administrasi yang disepakati, kemudian kita dapat menentukan tingkatan dari setiap bahaya dengan metode matriks. Matriks bahaya dibentuk dari dua komponen yaitu 1 kemungkinan terjadinya bahaya; dan 2 konsekuensi yang ditimbulkan dengan skala sesuai kebutuhan. Berikut ini merupakan formula untuk menentukan skala konsekuensi, skala kemungkinan, dan tingkatan bahaya. Formula dapat dimodiikasi oleh tim kajian risiko iklim bergantung pada jenis-jenis bahayanya. Skala Kemungkinan Merupakan peluang terjadinya suatu bahaya akibat perubahan iklim dengan menimbang perkiraan perubahan variabel iklim terjadi. Ta b e l 4 . 5 S k a l a K e m u n g k i n a n B a h a y a Sumber: diadaptasi dari ICLEI-OCEANIA, 2008 Skala Kejadian Berulang Kejadian Tunggal Dapat terjadi beberapa kali dalam 1 tahun Peluang terjadi lebih dari 50 Peluang terjadi 50 tapi masih cukup tinggi Peluang terjadi mendekati nol Terjadi sekali dalam 10 tahun Terjadi sekali dalam kurun 25 tahun Hampir pasti Jarang Mungkin 36 Panduan Penyusunan - Kajian Risiko Iklim Skala Konsekuensi Konsekuensi yang dimaksud adalah besarnya kerusakan yang disebabkan suatu kejadian bahaya, bencana dan non-bencana akibat perubahan iklim terhadap kota, khususnya terhadap kapasitas adaptif pemerintah kota dalam menghadapi perubahan iklim. Skala konsekuensi dapat dibagi menjadi tiga, yaitu tidak nyata, menengah, luar biasa katastropik. Tabel 4.6 Penentuan Skala Konsekuensi Bahaya 4. PENYUSUNAN KAJIAN RISIKO IKLIM • Dampak kerusakan hampir tidak ada • Tidak menghalangi pencapaian target pembangunan pemerintah • Tidak membutuhkan tambahan kapasitas tertentu • Tidak membutuhkan biaya tambahan • Dampak kerusakan terjadi di sebagian kecil wilayah kota • Dapat mengganggu pencapaian target pembangunan pemerintah • Membutuhkan tambahan kapasitas tertentu • Membutuhkan biaya tambahan dari anggaran sendiri realokasi • Dampak kerusakan terjadi di sebagian besar wilayah kota • Dapat menghalangi pencapaian target pembangunan pemerintah • Membutuhkan tambahan kapasitas khusus, dalam jangka waktu yang panjang • Membutuhkan biaya tambahan yang sangat besar bantuan pemerintah pusat Tidak Nyata Insigniicant Luar Biasa Katastropik Menengah Skala Keterangan Sumber: Adaptasi ICLEI-OCEANIA, 2008 Penentuan Tingkat Bahaya Dengan memperhatikan hasil dari skala kemungkinan dan skala konsekuensi maka dapat diketahui seberapa besar ancaman suatu bencana terhadap kota. Kajian risiko untuk dampak perubahan iklim akan menggunakan metode kualitatif dengan alat berupa matriks bahaya; dimana tingkat bahaya merupakan kombinasi antara tingkat kemungkinan dan konsekuensi dengan dasar penilaian seperti tercantum dalam matriks berikut. Tabel 4.7 Matriks Penentuan Tingkat Bahaya MATRIKS BAHAYA KEMUNGKINAN KONSEKUENSI Luar Biasa Sangat Bahaya Bahaya Agak Bahaya Hampir Pasti Jarang Mungkin Menengah Bahaya Agak Bahaya Kurang Bahaya Tidak Nyata Agak Bahaya Kurang Bahaya Tidak Bahaya Sumber: Adaptasi dari ICLEI-OCEANIA, 2008 Panduan Penyusunan - Kajian Risiko Iklim 37 4. PENYUSUNAN KAJIAN RISIKO IKLIM C.3 Skoring Bahaya: Konversi tingkatan bahaya ke dalam skoring Skor bahaya dinilai berdasarkan kategori bahaya yang didapat dari matriks bahaya. Tiap kelurahan wilayah akan memiliki beberapa bahaya dengan kategori bahaya yang berbeda-beda. Kategori tersebut perlu dikonversi menjadi suatu nilai untuk proses selanjutnya. Nilai yang ditentukan untuk tiap kategori adalah sebagai berikut: SB Sangat Bahaya = 5; B Bahaya = 4; AB Agak Bahaya = 3; KB Kurang Bahaya = 2; TB Tidak Bahaya = 1. Buatlah tabel dengan kolom pertama merupakan nama Kelurahanwilayah dan kolom lainnya diisi dengan jenis-jenis bahaya atau bencana yang terjadi di kota. Tabel tersebut kemudian diisi dengan skor dari 1 – 5 mengacu pada nilai yang disebutkan di atas untuk setiap bahaya dari setiap kelurahan. Jika dijumlahkan, maka akan terlihat kelurahan mana yang paling terpapar dari bahaya. Tim kota juga dapat memberikan pembobotan terhadap setiap bahaya sebelum skor total dijumlahkan. Jika tim kota ingin memprioritaskan bahaya tertentu, contohnya banjir karena lebih memberikan dampak yang besar dibanding bahaya lainnya, maka bahaya banjir dikalikan dengan bobot yang diberikan lebih besar dibandingkan bobot dari bahaya lainnya. C.4 Tingkat Bahaya Gabungan Tingkat bahaya gabungan dihitung dari total skor bahaya-bahaya untuk tiap kelurahan wilayah. Berdasarkan total nilai tersebut pada akhirnya dilakukan kategorisasi tingkat bahaya gabungan. Kategorisasi tingkat bahaya gabungan merujuk pada rentang yang dibagi menjadi lima kategori. Latihan lihat lampiran - Training Tools 2: Praktekkan bagaimana cara untuk menganalisis bahaya dengan mengikuti langkah-langkah di bawah ini yang juga terdapat dalam Training Tools: 1. Identifikasi bahaya 2. Matriks bahaya • Coba untuk menggunakan skala kemungkinan dan konsekuensi 3. Skoring bahaya 4. Tingkat bahaya gabungan Kelurahan Banjir Kekeringan Longsor Jumlah Skoring Kebon Jeruk 1 2 4 7 Arjasari 2 4 2 8 Campaka 5 3 1 9 Tabel 4.8 Contoh Skoring Bahaya 38 Panduan Penyusunan - Kajian Risiko Iklim 4. PENYUSUNAN KAJIAN RISIKO IKLIM

D ANALISIS KERENTANAN

P◗ ❘❙❚ ❯❱ ❙❚ ❲ ❳ ❙❨❩ P❲ ❬❲ ❚ ❭❪❫❭ ❱ ❙ ◗ ❲ ❚ ❲ ❫❭ ❴❭ ❴ ❨ ❭ ❴❭❪ ❯ ❵ ◗ ❲ ❚ ❲ ❫❭ ❴ ❭ ❴ ❪ ❙❨❙❚ ❛❲ ❚ ❲ ❚ ❜ ◗ ❲ ❚ ❲ ❫ ❭ ❴ ❭ ❴ P ❲ ❬❲ ❝ ❲ ❲ ◗ ❳ ❨❯❘ ❭❫ ❪ ❯❛❲ ❘ ◗ ❪ ❲ ❳ ❲ ❴ ❭ ❛❲ ❴ ❭ ❚ ❴ ❛ ❭ ❛ ❩ ❴ ❭ ❵ ❲ ❚ ❱ ❲ ❴ ❝ ❲ ❨ ❲ ❪ ❲ ❛ Bagian ini untuk mengidentiikasi daerah mana, penduduk mana, dan sistem apa saja yang paling rentan terkena dampak perubahan iklim di kota. Terdapat tiga komponen untuk hal ini – keterparapan - exposure E, sensitiitas – sensitivity S, dan kapasitas adaptif – adaptive capacity AC, yang dapat mendeinisikan kerentanan - vulnerability V. Komponen-komponen tersebut saling berhubungan membentuk suatu formula IPCC, 2007: Kerentanan V = f E, S, AC PANDUAN LANGKAH-LANGKAH ANALISIS KERENTANAN Tahapan-tahapan di bawah ini memberikan nilai terhadap setiap komponen agar selanjutnya dapat ditempatkan dalam pemetaan kota. Kita dapat menghitung setiap komponen tersebut dengan memasukkannya ke dalam formula di atas untuk mengidentiikasi distribusi tingkat kerentanan suatu daerah di satu kota. D.1 Identiikasi dan Kategorisasi Indikator Untuk melihat tingkat kerentanan suatu kota diperlukan data-data kondisi sosial-bioisik yang mewakili keterpaparan, sensitivitas dan kapasitas adaptasi kota tersebut. Indikator dipilih dengan mempertimbangkan ketersediaan, kontinuitas, dan relevansi dari datanya dalam mendeskripsikan tingkat ketiga komponen kerentanan di atas. Indikator pada kajian kerentanan kota dapat ditentukan berdasarkan justiikasi para ahli yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan di kota. Indikator juga harus merupakan data yang dinamis time series, sehingga dapat diukur perubahannya dari waktu ke waktu terlebih dibutuhkan saat meninjau ulang atau memperbaharui kajian kerentanan di masa depan. Seperti yang sempat disebutkan sebelumnya, data-data yang dibutuhkan dapat diperoleh dari instansi- instansi pemerintah atau dari dokumen potensi desa yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik BPS. Selain potensi desa, BPS juga mengeluarkan Data Dalam Angka DDA seperti Kecamatan Dalam Angka yang merupakan himpunan data kelurahan yang tercakup dalam wilayah administrasi kecamatan. Semua data yang telah diperoleh digunakan sebagai masukan untuk menentukan indikator kota. Beberapa contoh dari indikator diantaranya seperti jumlah populasi, tingkat pengangguran, tingkat kemiskinan, dan kapasitas pendidikan. Lihat lampiran presentasi - training tools 1. Pengkategorisasian indikator-indikator akan menyederhanakan proses penghitungan. Komponen keterpaparan dan sensitiitas berkaitan dengan tingkat kerentanan; semakin tinggi tingkat kedua Panduan Penyusunan - Kajian Risiko Iklim 39 4. PENYUSUNAN KAJIAN RISIKO IKLIM komponen ini, maka semakin tinggi pula tingkat kerentanannya. Sebaliknya, semakin tinggi tingkat kapasitas adaptif maka semakin rendah tingkat kerentanannya. Dalam mendeinisikan setiap indikator termasuk ke dalam komponen keterpaparan, sensitiitas, atau kapasitas adaptif, bergantung pada karakteristik dari indikator tersebut di kota anda ikuti deinisi untuk setiap komponen pada sub pembahasan 2.2.3. Tidak ada aturan baku untuk mengidentiikasi indikator termasuk ke dalam komponen keterpaparan, sensitiitas, atau kapasitas adaptif, karena setiap indikator dapat diinterpretasikan berbeda dalam kota yang berbeda. Akan tetapi, indikator-indikator yang biasanya digunakan dalam menentukan tingkat kerentanan kota dapat dilihat pada lampiran presentasi - training tools 1. D.2 Pengolahan Data Terdapat berbagai cara untuk pengolahan data yang digunakan sebagai indikator karena bergantung dari jenis data yang tersedia. Terdapat dua metode yang berbeda untuk mengolah data yaitu menghitung nilai rasio dan memberikan skoring; 1 Menghitung nilai rasio untuk indikator, dengan membagi nilai dari indikator dengan jumlah total nilainya. Sebagai contoh, untuk menemukan nilai rasio dari keluarga miskin dihitung dengan cara jumlah keluarga miskin dibagi jumlah keluarga keseluruhan. Nilai rasionya berkisar dalam rentang 0 – 1; 2 Memberi skor untuk indikator, gunakan skor 1 untuk nilai tertinggi dan 0 untuk nilai terendah. Sebagai contoh, jika indikator yang digunakan adalah kondisi permukaan jalan, berikan skor 1 untuk jalan dengan kualitas terbaik, aspal = 1, semen = 0.75, dan tanah = 0.5. Jika di suatu daerah didominasi oleh jalan tanah, maka nilai dari indikator permukaan jalan di daerah tersebut bernilai 0.5. Lihat lampiran presentasi - training tools 1 D.3 Normalisasi Setiap indikator perlu untuk dinormalisasi jika nilai rasionya lebih besar dari 1 dan lebih rendah dari 0. Hal ini diperlukan agar dapat dibandingkan dengan indikator lainnya. Normalisasi perlu dilakukan sebelum tahapan pembobotan. Untuk memperoleh data yang telah dinormalisasi, kita harus membagi setiap data yang terdapat dalam satu indikator dengan nilai maksimum dari indikator tersebut. Lihat lampiran presentasi - training tools 1 D.4 Pembobotan Setelah menyusun indikator-indikator yang telah dinormalisasikan, diperlukan proses pembobotan untuk membandingkan satu indikator dengan indikator lainnya. Setiap kota mungkin dapat memberikan pembobotan yang berbeda-beda karena memiliki prioritas yang berbeda pula. Sebagai contoh, sektor pertanian untuk suatu kota lebih rendah prioritasnya dibandingkan sektor penyediaan air sehingga memiliki nilai pembobotan yang lebih rendah. Hal ini mungkin dapat berbeda dengan kota lain. Jumlah dari total seluruh pembobotan dalam seluruh indikator harus sama dengan 1 satu. Terdapat beberapa cara untuk menentukan pembobotan dari setiap indikator tersebut diantaranya; 1 Expert judgement, keputusansaran dari tenaga ahli orang yang paling memahami kondisi kota atau; 2 Metode Rangking, keputusan pembobotan indikator ditentukan berdasarkan ketersediaan data, kondisi masa lalu dan proyeksi masa depan tentang kejadian bahaya. Nilai indikator yang sudah dikalikan dengan nilai pembobotannya disebut dengan indikator yang dibobotkan Jumlah dari indikator yang sudah dinormalisasi dan dibobotkan akan menjadi Indeks Keterpaparan dan Sensitiitas IKS dan Indeks Kapasitas Adaptif IKA. 40 Panduan Penyusunan - Kajian Risiko Iklim 4. PENYUSUNAN KAJIAN RISIKO IKLIM Hasil perhitungan Kuadran Kategori Tidak Rentan 1 2 3

4 5

Ano.IKS0, Ano.IKA0, Ano IKS-IKA-0,25 Kurang Rentan Ano.IKS0, Ano.IKA0, Ano IKS+IKA0,25 Agak Rentan Ano IKS+IKA0,25, Ano.IKS+IKA-0,25, Ano IKS-IKA0,25, Ano.IKS-IKA-0,25 Rentan Ano.IKS0, Ano.IKA0, Ano IKS+IKA-0,25 Sangat Rentan Ano.IKS0, Ano.IKA0, Ano IKS-IKA0,25 D.5 Penentuan Kuadran Setelah melakukan perhitungan indikator untuk masing-masing Indeks Keterpaparan dan Sensitiitas IKS dan Indeks Kapasitas Adaptif IKA, maka akan diperoleh nilai IKS dan IKA untuk masing- masing kelurahan menyesuaikan dengan tingkat administrasi yang disepakati. Nilai IKS dan IKA dikalikan dengan bobot masing-masing indikator dan dinormalisasi untuk mendapatkan indeks IKS dan IKA pada rentang 0 – 1. Setelah itu, kedua indeks dikombinasikan untuk menentukan posisi kelurahan dalam kuadran mengikuti ketentuan sebagai berikut: Tabel 4. 9 Kategorisasi Tingkat Kerentanan Berdasarkan Nilai IKS dan IKA Sumber CCROM, 2013 Anomali ialah deviasi dari nilai rata-rata. Nilai rata adalah 0,5. Misalnya nilai IKS sebesar 0,1 untuk menghitung Ano IKS adalah 0,1 – 0,5 ; maka nilai Ano IKS adalah -0,4. • Kuadran 1 = Tingkat keterpaparan dan sensitivitas rendah; kapasitas adaptasi tinggi. • Kuadran 2 = Tingkat keterpaparan dan sensitivitas tinggi; kapasitas adaptasi tinggi. • Kuadran 3 = Tingkat keterpaparan dan sensitivitas; kapasitas adaptasi menengah. • Kuadran 4 = Tingkat keterpaparan dan sensitivitas rendah; kapasitas adaptasi rendah. • Kuadran 5 = Tingkat keterpaparan dan sensitivitas tinggi; kapasitas adaptasi rendah. Panduan Penyusunan - Kajian Risiko Iklim 41 4. PENYUSUNAN KAJIAN RISIKO IKLIM Gambar 4.3 Posisi Kuadran Tingkat Kerentanan Sumber CCROM, 2013 Latihan lihat Training Tools 1: Praktekkan bagaimana cara menurunkan data kerentanan dari data profil kota dengan mengikuti instruksi yang terkandung dalam Training Tools: 1. Hitunglah data kerentanan menggunakan dua metode: a. Metode rasio b. Metode skoring 2. Tentukan nilai maksimum dan minimum untuk mendapatkan batasan 3. Normalisasikan data untuk dibandingkan dengan data lain dari indikator yang berbeda 4. Temukan nilai anomalinya 5. Kategorikan data berdasarkan nilai kerentanannya KUADRAN 2 KUADRAN 1 KUADRAN 4 KUADRAN 5 IKA Tinggi IKA Rendah IKS Tinggi IKS Rendah KUADRAN 3 42 Panduan Penyusunan - Kajian Risiko Iklim 4. PENYUSUNAN KAJIAN RISIKO IKLIM KONDISI SEKARANG PRO YEKSI MASA DEP AN Analisis Kerentanan Analisis Bahaya Analisis Kerentanan Analisis Risiko Masa Depan Analisis Risiko Sekarang Analisis Bahaya Proyeksi Iklim Analisis kerentanan di masa depan dapat menggunakan data saat ini jika tidak bisa diproyeksikan, dengan asumsi, tidak ada perubahan kondisi kota di masa mendatang. Risiko adalah suatu ukuran dari kemungkinan kerusakan maupun kehilangan pada harta benda, lingkungan, maupun manusia, yang dapat terjadi apabila ancaman menjadi kenyataan, termasuk tingkat keparahan yang perlu diantisipasi IPCC, 2007. Secara teknis, risiko merupakan

E. ANALISIS RISIKO

❞❡ ❢❣❤✐ ❥ ❣ ❤ ❦ ❧ ❣♠♥ ❞❦ ♦ ❦ ❤ ♣q r ♣ ❥ ❣❡ ❦ ❤ ❦r ♣ s ♣ s ♠ ♣ s ♣ q✐ t ❡ ❦ ❤ ❦r ♣ s ♣ s q ❣♠❣❤ ✉ ❦ ❤ ❦ ❤ ✈ ❡ ❦ ❤ ❦r ♣ s ♣ s ❞❦ ♦ ❦ ✇ ❦ ❦ ❡ ❧ ♠ ✐ ❢ ♣ r q✐ ✉ ❦ ❢ ❡ q ❦ ❧ ❦ s ♣ ✉ ❦ s ♣❤ s ✉ ♣ ✉ ♥ s ♣ t ❦ ❤ ❥ ❦ s ✇ ❦♠❦ q ❦ ✉ hasil overlay antara bahaya dan kerentanan Affeltranger et al., 2006 dalam Kementerian Lingkungan Hidup, 2010. Kerangka kajian risiko menurut Wisner 2004 dapat dinotasikan sebagai berikut Jones et al., 2004. Risiko = Kemungkinan Kejadian Bahaya x Kerentanan Risiko merupakan produk dari tingkat ancamanbahaya H dan kerentanan V. Analisis ini diperlukan untuk mendapatkan informasi mengenai tingkat risiko bagi masing-masing sektor rentan, kemungkinan risiko tersebut terjadi, dan seberapa besar dampaknya terhadap sistem kota. Gambar 4.4 Konsep Risiko Iklim Panduan Penyusunan - Kajian Risiko Iklim 43 E.1 Analisis Risiko Iklim Saat Ini Untuk memperoleh analisis risiko iklim saat ini, tidak perlu melakukan pengumpulan data lagi, karena analisisnya hanya menggunakan keluaran yang sudah ada, yaitu dari yang telah dilakukan sebelumnya. Analisis risiko ini merupakan overlay antara analisis bahaya dan kerentanan. Metode yang dilakukan untuk melakukan overlay pada dokumen ini ialah metode matriks risiko. Berikut merupakan matriks yang digunakan untuk melakukan overlay . Kategori Risiko SST = Sangat Sangat Tinggi; ST = Sangat Tinggi; T = Tinggi; S = Sedang; R = Rendah; SR = Sangat Rendah; SSR = Sangat Sangat Rendah Kajian risiko kota perubahan iklim juga harus disinkronkan dengan penanggulangan bencana dalam bingkai adaptasi perubahan iklim. Di sini dibutuhkan adanya pemahaman yang utuh antara kedua hal tersebut untuk mengidentiikasi praktik pengurangan risiko dan dampak bencana dalam kerangka adaptasi perubahan iklim. Hal tersebut merupakan hal yang coba disampaikan juga oleh IPCC 2012 dalam dokumen special report . 4. PENYUSUNAN KAJIAN RISIKO IKLIM Kemungkinan Terjadi Ke re n ta n a n Sangat tinggi SST SST SST ST ST ST T T T T S R R R R S S S S S a n g a t Rentan Rentan A g a k Rentan Kurang Rentan T i d a k Rentan Tinggi Sedang Bahaya Rendah Sangat Rendah SR SR SR SSR SSR SSR Tabel 4.10 Matriks Penentuan Tingkat Risiko 44 Panduan Penyusunan - Kajian Risiko Iklim E.2 Analisis Risiko Iklim di Masa Depan Analisis risiko dibentuk dari dua komponen, kerentanan dan bahaya di masa depan. Hasil dari analisis ini adalah untuk menggambarkan risiko iklim di masa depan dalam skala kota. Menilai Kerentanan di Masa Depan Langkah-langkah untuk menghitung kerentanan di masa mendatang sama dengan menghitung kerentanan saat ini, namun data yang digunakan haruslah data yang diproyeksikan untuk tahun tertentu di masa mendatang yang telah ditentukan. Misalnya ingin menganalisis untuk tahun 2020, maka data populasi diproyeksikan untuk tahun tersebut, begitu juga dengan jumlah fasilitas pendidikan, kesehatan, dan sebagainya. Data-data proyeksi ini dapat dilakukan oleh tim sendiri, ataupun bisa mengambil data dari Rencana Tata Ruang Wilayah Kota. Namun, jika kesulitan untuk memproyeksikan data dan terpaksa, maka kita dapat menggunakan data saat ini dengan menyepakati asumsi bahwa tidak ada perubahan yang terjadi di kota. Menilai Bahaya di Masa Depan Perhitungan bahaya di masa mendatang cukup rumit. Pada bagian ini kita akan menggunakan hasil dari bagian sebelumnya, yang merupakan probabilitas iklim yang ekstrim. Probabilitas iklim yang ekstrim membantu kita untuk memprediksi bahaya banjir dan kekeringan di masa depan dalam skala kota. Untuk bahaya lain, berbagai metode lain dapat digunakan; contoh adalah pemodelan untuk penyakit tular vektor dengan mempertimbangkan perubahan iklim. Akan tetapi kekurangan untuk bagian ini, kita tidak bisa membuat peta bahaya masa depan per kelurahankecamatan, karena semua hasil analisis dalam skala kota. 4. PENYUSUNAN KAJIAN RISIKO IKLIM

F. KAPASITAS TATA KELOLA DAN KAPASITAS PELAKU

①② ③ ④⑤⑥ ⑦ ④⑤⑧ ⑨ ④⑩❶①⑧❷⑧⑤ ❸❹❺ ❸⑦ ④② ⑧⑤⑧ ❺ ❸❻❸ ❻ ⑩❸ ❻❸ ❹ ⑥ ❼ ② ⑧⑤⑧ ❺ ❸❻❸ ❻ ❹ ④⑩④ ⑤ ❽ ⑧⑤⑧⑤ ❾② ⑧⑤ ⑧ ❺ ❸ ❻❸❻ ①⑧❷⑧❿⑧ ⑧② ⑨ ⑩⑥ ③ ❸ ❺ ❹ ⑥ ❽ ⑧ ③ ② ❹ ⑧⑨ ⑧❻❸ ❽ ⑧❻ ❸ ⑤ ❻ ❽ ❸ ❽ ❶❻❸ ❼ ⑧ ⑤ ⑦⑧❻ ❿⑧⑩⑧ ❹ ⑧ ❽ Peta kerentanan mungkin tidak bisa mencakup seluruh aspek yang terdapat di dalam kota selama hanya menggunakan data kuantitatif. Informasi lainnya yang dapat menjelaskan aspek lain sehingga bisa menunjukkan kapasitas adaptif kota juga dapat bermanfaat. Info lain yang diperlukan tersebut seperti kapasitas yang ditunjukkan oleh stakeholder atau komunitas, antisipasi serta respon dari pemerintah, kearifan lokal, dan insititusi yang memiliki akses terhadap sistem perkotaan dan juga sistem sosial. Informasi mengenai kapasitas yang lebih rinci dari berbagai macam stakeholder akan lebih membantu nantinya dalam menyusun strategi ketahanan kota CRS – City Resilience Strategy untuk memastikan adanya kolaborasi antara agen-agen dengan kapasitas, keahlian, dan pengalaman yang relevan. Lalu, informasi mengenai kearifan lokal dapat memberikan pengetahuan mengenai cara atau praktik beradaptasi yang mandiri dan sederhana yang telah dilakukan oleh masyarakat lokal dalam Panduan Penyusunan - Kajian Risiko Iklim 45 4. PENYUSUNAN KAJIAN RISIKO IKLIM menghadapi bahaya iklim. Kemudian, informasi mengenai regulasi-regulasi yang terdapat di dalam kota juga perlu dideskripsikan untuk mendukung penyusunan strategi dalam membangun ketahanan kota. PANDUAN LANGKAH-LANGKAH IDENTIFIKASI KAPASITAS PELAKU F.1 Pilihlah institusiorganisasi yang akan dinilai Penilaian kapasitas institusi dapat ditentukan dari 5 – 8 institusi atau organisasi yang memiliki keterkaitan dengan bahaya iklim. Dalam pemilihan institusi diusahakan untuk seimbang antara dinas pemerintah kota, lembaga non-pemerintah, lembaga akademis, LSM, dan organisasi komunitas lainnya. Beberapa contoh dinas pemerintahan yanvg relevan yaitu: Departemen PU, BLH, PDAM, Bappeda, BPBD, dan Dinas Kelautan dan Perikanan. Contoh untuk organisasi kemasyarakatan yang dapat dipilih diantaranya LSM lokal atau organisasi masyarakat lainnya yang bergerak di bidang isu- isu lingkungan, pembangunan, atau penyediaan fasilitas publik seperti air. Kategori lainnya yang dapat dipilih yaitu dari akademisi atau lembaga penelitian, sektor swasta, dll. F.2 Wawancara stakeholder Wawancara dapat dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang standar; metodologi dari penilaian kapasitas organinisasi ini berfokus pada perbedaan kapasitas dari setiap organisasi dalam merespon dampak dari perubahan iklim. Hal ini dapat dilakukan dengan diadakannya pertemuan dengan setiap perwakilan dari organisasi dan mewawancarainya dengan sekumpulan pertanyaan mengenai aktivitas saat ini yang mereka lakukan dan apa saja hambatan untuk mencapai visinya saat ini. Beberapa daftar pertanyaan yang dapat ditanyakan diantaranya: • Apa fungsi dari organisasi ini? Tanyakan apa visi dan misi dari organisasi mereka sehingga dapat menjelaskan ruang lingkup tindakan yang dilakukan di dalam kota. • Apa saja keberhasilan atau pekerjaan terbaik yang pernah dilakukan oleh organisasi tersebut terkait perubahan iklim? Idenya adalah untuk mendata pekerjaan-pekerjaan yang pernah dilakukan dan cerita sukses atau pembelajarannya. • Apa saja bahaya iklim yang paling relevan dengan bidang organisasi ini? Tanyakan bagaimana organisasi berinteraksi dan memberikan dampak terhadap lingkungan sekitar. Mereka TIPS Kota mungkin akan mempertimbangkan untuk memasukkan pemerintah kota lain sebagai stakeholder eksternalnya dalam rangka berkolaborasi. Sebagai contoh, suatu kota terlibat dengan kota lainnya dalam mengelola DAS atau memiliki sister city dalam pembelajaran untuk melindungi wilayah pesisir. Jika dalam bagian ini sudah mencakup informasi yang rinci mengenai kapasitas insititusi, maka dapat digunakan dalam menyusun strategi ketahanan kota. 46 Panduan Penyusunan - Kajian Risiko Iklim 4. PENYUSUNAN KAJIAN RISIKO IKLIM harus mendata bahaya-bahaya akibat perubahan iklim yang paling relevan dengan lingkup pekerjaannya. • Apa saja tantangan yang dirasakan oleh organisasi dalam menghadapi isu-isu yang berkaitan dengan perubahan iklim? Tanyakan tantangan yang dihadapi oleh organisasi baik secara internal maupun eksternal. Tantangan ini harus berhubungan dengan visi misi dan kegiatan yang dilakukan organisasi; hal ini dapat membantu dalam mengidentiikasi cara untuk meningkatkan kapasitas dan efektiitasnya. • Apa tujuan yang harusnya dapat dicapai melalui inisiasi Pengembangan Kapasitas? Kapasitas apa yang ingin ditingkatkan? Tanyakan kepada organisasi tujuan-tujuan yang ingin dicapai jika memiliki peluang untuk mendapatkan pelatihan pengembangan kapasitas yang berhubungan dengan bahaya iklim. F.3 Analisis hasil wawancara Tim peneliti harus dapat menghasilkan analisis SWOT Strength, Weakness, Opportunity, Threat dari setiap organisasi yang diwawancarai. Analisis SWOT harus dapat menjawab pertanyaan dan menilai situasi dari setiap organisasi berikut ini: • Apakah organisasi memiliki kelemahan atau keterbatasan dalam pemahaman? Contohnya kurangnya akses terhadap informasi, teknologi, dan sumber daya. • Apa kekuatan yang dimiliki oleh setiap organisasi? Contohnya hubungan rekanan saat ini, kapasitas stafnya, program, kebijakan, hubungan baik dengan masyarakat atau komunitas, dll. • Apa peluang yang hadir terhadap adanya organisasi? Apakah mengenai inisiasi lain, sumber daya, kapasitas, program nasional yang mungkin bermanfaat bagi mereka? • Apa ancaman yang dihadapi oleh organisasi saat ini? Panduan Penyusunan - Kajian Risiko Iklim 47 NamaNo. Peraturan Lingkup Isi

1. Permen KLHK No.33MenlhkSetjen Kum.132016 tentang pedoman