BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian
4.1.1. Gambaran Umum Harian Kompas
Kompas adalah nama surat kabar Indonesia yang berkantor pusat di Jakarta. Kompas adalah bagian dari Kelompok Kompas Gramedia. Selain
versi cetak, Kompas juga memiliki edisi online yang berisi berita-berita yang diperbarui secara aktual.
Ide awal penerbitan harian ini datang dari Jenderal Ahmad Yani, yang mengutarakan keinginannya kepada Frans Seda untuk menerbitkan
surat kabar yang berimbang, kredibel, dan independen. Frans kemudian mengemukakan keinginan itu kepada dua teman baiknya, P.K. Ojong
1920-1980 dan Jakob Oetama. Ojong langsung menyetujui ide itu dan menjadikan Jakob Oetama sebagai editor in-chief pertamanya.
Awalnya harian ini diterbitkan dengan nama Bentara Rakyat. Atas usul Presiden Sukarno, namanya diubah menjadi Kompas, sebagai media
pencari fakta dari segala penjuru. Kompas mulai terbit pada tanggal 28 Juni 1965 berkantor di
Jakarta Pusat dengan tiras 4.800 eksemplar. Sejak tahun 1969, Kompas merajai penjualan surat kabar secara nasional. Pada tahun 2004, tiras
hariannya mencapai 530.000 eksemplar, khusus untuk edisi Minggunya malah mencapai 610.000 eksemplar. Pembaca koran ini mencapai 2,25
juta orang di seluruh Indonesia. Seperti kebanyakan surat kabar yang lain,
44
45
harian Kompas dibagi menjadi tiga halaman bagian, yaitu bagian depan yang memuat berita nasional dan internasional, bagian berita bisnis dan
keuangan, serta bagian berita olahraga.
4.1.2. Sejarah Kompas
Sebuah buku telah lahir. Buku sejarah. Sejarah pers, khususnya Kompas, sebuah harian yang terbit untuk pertama kalinya 28 Juni 1965.
Pendirinya adalah dwitunggal, Petrus Kanisius Ojong dan Jakob Oetama. Ojong telah meninggal 27 tahun lalu, sedangkan Jakob masih sehat wal
afiat. Semoga beliau panjang usia. Buku ini diterbitkan Penerbit Buku Kompas PBK. Orang
menyebutnya penerbit Kebo, merujuk pada logo perusahaan penerbitan yang berlambang seekor kerbau dimana di atasnya bertengger seorang
bocah angon penggembala yang sedang meniup seruling. Kantor PBK berada di samping kiri Gedung Kompas Gramedia lama, berbaur dengan
rumah-rumah penduduk. Ada beberapa rekan yang memplesetkan PBK menjadi Penerbit
Buku Kliping. Ada benarnya, sebab beberapa buku merupakan dokumentasi dari ribuan artikel yang pernah dimuat di Harian Kompas,
khususnya yang memberi inspirasi dan memompa semangat dan gairah berkiprah.
Tetapi tidak semua dari kliping. Ada buku-buku yang murni ditulis memang untuk menjadi buku. Ditulis secara serius, bukan hasil kliping.
Salah satunya adalah buku Kompas, dari Belakang ke Depan: menulis
46
dari dalam. Diterbitkan baru seminggu lalu dan mungkin baru beberapa hari lewat saja menghias rak-rak toko buku.
Inilah buku sejarah Kompas terkomplit yang pernah terbit. Selain bercerita mengenai kelahirannya, buku ini juga menceritakan jatuh-
bangun, kisah sukses, sampai strategi bertahannya yang unik. Frans M. Parera, salah seorang penyumbang tulisan tidak harus malu mengatakan
jurnalisme kepiting untuk strategi bertahan Kompas yang menjadikan harian ini tetap eksis bertahan.
August Parengkuan, seorang sesepuh Kompas dalam buku itu mengatakan, Bagi Pak Jakob, Kompas harus terbit kembali. bukan saja
agar para karyawan bisa terus bekerja tetapi yang penting tetap mempunyai medium untuk menyampaikan gagasan, pemikiran, dan ide-
ide baik kepada pemerintah maupun ke masyarakat. Jadi tidak perlu gagah-gagahan seakan-akan menjuadi pahlawan karena berseberangan
dengan pemerintah, tulis August, tetapi satu minggu sesudahnya semua orang lupa pernah ada koran bernama Kompas.
Sejumlah penulis memberi konstribusi dalam penulisan buku ini, antara lain St Sularto, Mamak Sutamat, Ninok Leksono, Suryopratomo,
Agung Adiprasetyo, dan Arbain Rambey. Jakob memberi sambutan dalam buku ini. Buku dihiasi foto-foto lawas dari dokumentasi foto yang tidak
atau belum pernah dipublikasikan. Unsur mengejutkan dan mencengangkan sudah pasti ada saat melihat foto-foto yang disunnting
Arbain ini. Buku memuat pula kartun GM Sudarta yang dikenal sangat
47
menyentil dan mengena itu, juga ada ilustrasi dua halaman penuh sosok PK Ojong dan Jakob Oetama karya Jitet.
Buku ini tentu saja memberi inspirasi bagi siapapun, dari orang pers, mahasiswa, atau masyarakat umum yang ingin lebih kenal dekat
Kompas. Dari buku ini kita bisa belajar bagaimana cara mempertahankan diri, penanaman karakter baik, integritas dan loyalitas, juga bisa tahu
bahwa membangun sebuah kerajaan bisnis seperti yang bisa dilihat sekarang ini tidaklah semudah membalik telapak tangan. Perlu waktu 42
tahun untuk membangunnya. Sedangkan orang yang ingin menjatuhkan sekaligus menghancurkan Kompas, tidak perlu menunggu selama itu.
Buku ini tidak hanya wajib dibaca oleh 246 wartawan Kompas atau seluruh karyawannya yang berjumlah 953 orang data 2007 dan kerabat
serta keluarganya, juga oleh sekitar 5.000an karyawan yang bernaung di bawah bendera KKG, tetapi oleh mereka yang ingin mendalami nilai-nilai
sebuah kejuangan dan semangat survive sebuah harian bernama Kompas.
4.2. Penyajian Data