34
sebagai penegak hukum dan keadilan memberikan putusan yang sesuai dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat.
Oleh karena itu dalam banyak kasus, maka putusan pengadilan sesungguhnya tidak lebih dari sebuah akumulasi dari proses ketidakadilan
baik dalam perkara-perkara perdata, perkara pidana serta perkara administrasi negara bahkan beberapa tahun terakhir telah merambat ke
Pengadilan Agama. Celakanya ketika putusan-putusan itu dimintakan banding atau kasasi yang diharapkan lebih mencerminkan rasa keadilan,
justru Pengadilan Tinggi atau Mahkamah Agung dalam putusannya banyak yang mengambil alih putusan-putusan Pengadilan tingkat pertama
begitu saja untuk dikuatkan atau ditolak tanpa alasan dan pertimbangan hukum.
2.1.9. Karut Marut Hukum dan Peradilan di Indonesia
Barangkali episode carut marut bangsa ini memang sedang dalam wujudnya yang paling kasat mata. Lelah, capek, frustrasi, dan melemahkan
semangat adalah efek langsung yang nyata bagi orang yang peduli apayang akan terjadi terhadap bangsa ini di masa depan. Imajinasi tentang
masa depan bangsa, saat ini sudah merupakan hal yang langka. Sejarah revolusi 1945 pernah memberikan inspirasi pada bangsa ini bahwa
imajinasi masa depan pernah menjadi satu gagasan yang diperjuangkan bersama. Konteks tumbuhnya negara bangsa di periode tersebut
menjadikan ide-ide menentukan nasib sendiri, perjuangan melawan kolonialisme, dan keinginan menyejajarkan identitas bangsa dalam
35
pergaulan dunia tumbuh subur dalam pergumulan gagasan yang bersemi dalam kelompok-kelompok kritis yang sadar bergerak melakukan
perubahan. Tetapi perubahan yang berasal dari inspirasi revolusi 1945 adalah cerita masa lalu.
Perubahan yang terjadi di Indonesia khususnya dalam satu dekade terakhir telah melahirkan ruang lingkup negara, identitas kebangsaan,
sistem politik, dinamika ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi hingga pergeseran perilaku budaya yang jauh lebih kompleks. Pasca periode
reformasi 1998 perubahan-perubahan dalam berbagai berbagai dimensi kemasyarakatan dan kenegaraan telah melahirkan situasi kompleks yang
tidak bisa dirangkum dalam satu lafal generalisasi. Lima kali suksesi kepemimpinan telah menciptakan satu tatanan politik yang kompleks khas
Indonesia sebagai buah dari perebutan dan pertarungan politik. Sistem presidensial yang ambigu karena kekhawatiran guncangan di parlemen.
Sistem hukum dan perundang-undangan yang tumpang tindih karena tidak jelasnya prioritas perubahan. Sistem pendidikan yang tidak menyentuh
esensi perubahan. Dinamika informasi dan komunikasi yang hadir dalam hitungan detik. http:www.inilah.comnewsreadcitizen-
journalism20091107177867periode-carut-marut-harus-dilewati Penegakkan hukum di Indonesia sudah lama menjadi persoalan
serius bagi masyarakat di Indonesia. Bagaimana tidak, karena persoalan keadilan telah lama diabaikan bahkan di fakultas-fakultas hukum hanya
diajarkan bagaimana memandang dan menafsirkan peraturan perundang-
36
undangan. Persoalan keadilan atau yang menyentuh rasa keadilan masyarakat diabaikan dalam sistem pendidikan hukum di Indonesia.
Hal ini menimbulkan akibat-akibat yang serius dalam konteks penegakkan hukum. Para hakim yang notabene merupakan produk dari
sekolah-sekolah hukum yang bertebaran di Indonesia tidak lagi mampu menangkap inti dari semua permasalahan hukum dan hanya melihat dari
sisi formalitas hukum. Sehingga tujuan hukum yang sesungguhnya malah tidak tercapai.
Kebenaran formil, kebenaran yang berdasarkan bukti-bukti surat, adalah kebenaran yang ingin dicapai dalam proses persidangan perdata.
Namun, tujuan ini tentunya tidak hanya melihat keabsahan dari suatu perjanjian, tetapi juga harus dilihat bagaimana keabsahan tersebut dicapai
dengan kata lain proses pembuatan perjanjian justru menjadi titik penting dalam merumuskan apa yang dimaksud dengan kebenaran formil tersebut.
Namun, pengadilan ternyata hanya melihat apakah dari sisi hukum surat- surat tersebut mempunyai kekuatan berlaku yang sempurna dan tidak
melihat bagaimana proses tersebut terjadi. Persoalan diatas makin kompleks, ketika aparat penegak hukum
hakim, jaksa, polisi, advokat juga mudah atau dimudahkan untuk melakukan berbagai tindakan tercela dan sekaligus juga melawan hukum.
Suatu tindakan yang terkadang dilatarbelakangi salah satunya oleh alasan rendahnya kesejahteraan dari para aparat penegak hukum tersebut kecuali
mungin advokat. Namun memberikan gaji yang tinggi juga tidak menjadi
37
jaminan bahwa aparat penegak hukum tersebut tidak lagi melakukakn tindakan tercela dan melawan hukum, karena praktek-praktek melawan
hukum telah menjadi bagian hidup setidak merupakan pemandangan yang umum dilihat sejak mereka duduk di bangku mahasiswa sebuah fakultas
hukum. Harapan terwujudnya pemerintahan yang good governance dan
terlaksananya pemberantasan korupsi sebagaimana disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam salah satu amanatnya, bahkan
harapan rakyat Indonesia, sampai hari ini tampaknya masih sia-sia. Ini karena ulah para penegak hukum Indonesia yang masih dapat diatur oleh
seorang Anggodo Pelita, Rabu 4 November 2009. Dalam bahasa pasaran, masalah tersebut sungguh memalukan. Karena itu, dengan terbongkarnya
tuduhan kriminalisasi terhadap KPK, mengindikasikan bahwa sebagian dari para penegak hukum di Indonesia merupakan sosok yang tidak
berkarakter dan tidak berjati diri, tidak berakhlaq mulia. http:www.pelita.or.idbaca.php?id=82635
2.2. Kerangka Berpikir