2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan atau
sumbangan pemikiran bagi Bappeda dalam pelaksanaan otonomi daerah di Kota Bukittinggi.
3. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
baik secara langsung maupun tidak langsung bagi kepustakaan Departemen Ilmu Administrasi Negara.
I.5 Kerangka Teori
Teori adalah serangkaian asumsi, konsep, defenisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan
hubungan antar konsep dan kerangka teori disusun sebagai landasan berpikir untuk menunjukkan perspektif yang digunakan dalam memandang fenomena
sosial yang menjadi objek penelitian Singarimbun, 1995: 37. Kerangka teori adalah bagian dari penelitian, tempat peneliti memberikan
penjelasan tentang hal-hal yang berhubungan dengan variabel pokok, sub variabel atau pokok masalah yang ada dalam penelitian Arikunto, 2002:92.
Berdasarkan rumusan diatas, maka dalam kerangka teori ini penulis akan mengemukakan teori, gagasan dan pendapat yang akan dijadikan titik tolak
landasan berpikir dalam penelitian ini. Adapun kerangka teori dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
I.5.1 Teori Desentralisasi
Selama beberapa dekade terakhir terdapat minat yang terus meningkat terhadap desentralisasi diberbagai pemerintahan dunia ketiga. Banyak negara telah
melakukan perubahan struktur organisasi pemerintahan ke arah desentralisasi. Menurut Conyers, minat terhadap desentralisasi ini juga senada dengan
kepentingan yang semakin besar dari berbagai badan pembangunan internasional. Mengenai desenntralisasi, Soenobo Wirjosoegito memberikan definisi
sebagai berikut: “Desentralisasi adalah penyerahan wewenang oleh badan-badan umum
yang lebih tinggi kepada badan-badan umum yang lebih rendah untuk secara mandiri dan berdasarkan pertimbangan kepentingan sendiri mengambil keputusan
pengaturan dan pemerintahan, serta struktur wewenang yang terjadi dari itu.” dalam Wirjosoegito, 2004:32.
Selanjutnya DWP.Ruiter mengungkapkan bahwa menurut pendapat umum desentralisasi terjadi dalam 2 dua bentuk, yaitu desentralisasi teritorial dan
fungsional, yang dijabarkan sebagai berikut: “Desentralisasi teritorial adalah memberi kepada kelompok yang
mempunyai batas-batas teritorial suatu organisasi tersendiri, dengan demikian memberi kemungkinan suatu kebijakan sendiri dalam sistem keseluruhan
pemerintahan. Sedangkan desentralisasi fungsional adalah memberi kepada suatu kelompok yang terpisah secara fungsional suatu organisasi sendiri , dengan
demikian memberikan kemungkinan akan suatu kebijakan sendiri dalam rangka sistem pemerintahan. Berkaitan dengan desentralisasi teritorial dan fungisional,
C.W. Van Der Pot dalam bukunya yang berjudul Handhoek van Nederlandse Staatrech berpendapat: “Desentralisasi akan didapat apabila kewenangan
mengatur dan mengurus penyelenggaraan pemerintah tidak semata-mata dilakukan oleh pemerintah pusat central government, melainkan juga oleh
kesatuan-kesatuan pemerintah yang lebih rendah yang mandiri zelfanding, bersifat otonomi teritorial dan fungsional. http:www.publik.brawijaya.ac.id
Dengan demikian, sistem desentralisasi mengandung makna pengakuan tertentu kebijaksanaan pemerintah terhadap potensi dan kemampuan daerah
dengan melibatkan wakil-wakil rakyat di daerah dengan menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan dan melatih diri menggunakan hak yang
seimbang dengan kewajiban masyarakat yang demokratis. Dan sisi lain, pendapat Robert Reinow juga menjelaskan dalam buku Introduction to Government,
mengatakan bahwa ada 2 dua alasan pokok dari kebijaksanaan membentuk pemerintahan di daerah. Pertama, membangun kebiasaan agar rakyat
memutuskan sendiri sebagian kepentingannya yang berkaitan langsung dengan mereka. Kedua, memberi kesempatan kepada masing-masing komunitas yang
mempunyai tuntutan yang bermacam-macam untuk membuat aturan-aturan dan programnya sendiri.
Menurut Bagir Manan, dasar-dasar hubungan antara pusat dan daerah dalam kerangka desentralisasi ada 4 empat macam, yaitu:
1. Dasar-dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara.
2. Dasar pemeliharaan dan pengembangan prinsip-prinsip pemerintaha
asli 3.
Dasar Kebhinekaan 4.
Dasar negara hukum dalam Manan, 1998:16 I.5.2 Peranan
Peranan berasal dari kata peran, berarti sesuatu yang menjadi bagian atau memegang pimpinan yang terutama Poerwadarminta, 1995:735. Peranan
menurut Levinson sebagaimana dikutip oleh Soejono Soekamto 1992:238, Peranan adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan individu yang
penting bagi struktur sosial masyarakat, peranan meliputi norma-norma yang dikembangkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat,
peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan.
Menurut Biddle dan Thomas, peran adalah serangkaian rumusan yang membatasi perilaku-perilaku yang diharapkan dari pemegang kedudukan
tertentu.. Dengan berbagai penjelasan tentang pengertian dari sebuah peran, maka
penjelasan secara sederhana mengenai Teori Peran dapat dikaji terhadap hubungan sosial antar manusia dalam kehidupan sehari-hari yang menerangkan
adanya model dan kualitas dari hubungan antar manusia tersebut dan manusia menduduki fungsi yang bermacam-macam. Dalam hubungan antar manusia
terdapat seorang pemimpin dan bawahan, pemerintah dan masyarakatnya, dan lain sebagainya Teori Peran, terdapat pada www.mail-archive.com, diakses pada 28
Februari 2012. Sehingga menurut Teori Peran dalam kajiannya terhadap hubungan antar
manusia ini, sebenarnya dalam pergaulan sosial itu sudah ada skenario atau peran- peran yang telah disusun oleh masyarakat, yang mengatur apa dan bagaimana
peran setiap orang dalam pergaulannya. Kemudian sama halnya dengan kehidupan perpolitikan antar negara atau
dalam dunia internasional, dapat kita lihat dari Teori Peran yang didasarkan pada analisis politik. Pemikiran John Wahlke, tentang Teori Peran memiliki dua
kemampuan yang berguna bagi analisis politik. Ia membedakan peran berdasarkan pada aktor yang memainkan peranan tersebut, yaitu peran yang dimainkan oleh
aktor politik dan peran oleh suatu badan atau institusi Mohtar,1999:115. Ia menunjukkan bahwa aktor politik umumnya berusaha menyesuaikan tindakannya
dengan norma-norma perilaku yang berlaku dalam peran yang dijalankannya. Sedangkan ia mendeskripsikan peranan institusi secara behavioral, dimana model
teori peran menunjukkan segi-segi perilaku yang membuat suatu kegiatan sebagai institusi. Kerangka berpikir teori peran juga memandang individu sebagai seorang
yang bergantung dan bereaksi terhadap perilaku orang lain. I.5.3 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Bappeda
Arah pembangunan yang terencana dengan baik dan dinamis sangat dipengaruhi adanya peran serta masyarakat maupun unsur-unsur dalam
masyarakat yang secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam penyelenggaraan pemerintahan. Hal ini jelas di atur dalam UU Nomor 25 tahun
2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional yang menjelaskan bahwa tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana
pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara pemerintah perangakat daerah dipusat
dan daerah dengan melibatkan masyarakat. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah adalah staf yang bertugas
membantu kepala daerah dalam menentukan kebijaksanaan di bidang perencanaan pembangunan serta memberikan penelitian atas pelaksanaan pembangunan di
daerah.
Berdasarkan Permendagri 572007 tentang Juknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Bappeda adalah
sebagai unsur perencana penyelenggaraan pemerintahan, melaksanakan tugas: 1.
Perumusan kebijakan perencanaan daerah, 2.
Koordinasi penyusunan rencana yang memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan masing-masing satuan
kerja perangkat daerah. Untuk pencapaian sasaran dengan baik yang nantinya akan menjadi hasil
akhir, maka Badan Perencanaan Pembangunan Daerah harus memiliki tahapan yang harus dilaksanakan. Adapun yang menjadi tahapan Bappeda adalah sebagai
berikut: 1.
Penyusunan rencana a. Penyusunan rancangan rencana pembangunan daerah.
b. Musyawarah perencanaan pembangunan daerah. c. Rancangan akhir rencana pembangunan daerah.
2. Pengendalian pelaksanaan rencana
Pada tahapan ini Kepala Daerah menghimpun dan menganalisis hasil pemantauan pelaksanaan rencana pembangunan dari masing-masing
SKPD sesuai dengan tugas dan kewenangannya. 3.
Evaluasi pelaksanaan rencana a.
Kepala Bappeda menyusun evaluasi rencana pembangunan berdasarkan hasil evaluasi pimpinan SKPD.
b. Hasil evaluasi menjadi bahan bagi penyusunan rencana pembangunan
daerah untuk periode berikutnya.
I.5.4 Perencanaan Pembangunan Ekonomi