Investasi di Sektor Hotel dan Restoran dan Dampaknya Terhadap Perekonomian Kota Cirebon

(1)

I.PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pariwisata adalah salah satu jenis industri baru yang mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi dan penyediaan lapangan kerja, peningkatan penghasilan dan standar hidup serta menstimulasi sektor-sektor produktif lainnya, karena pariwisata sudah menjadi kebutuhan hidup manusia pada umumnya. Semakin sejahtera seseorang maka semakin banyak peluang dan keinginan untuk melakukan kegiatan wisata. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi yang memiliki alam dan pemandangan yang indah serta memiliki berbagai potensi yang dapat diberdayakan, antara lain menyangkut sumber daya alam dan pemanfaatan lahan, sumber daya hutan, sumber daya pesisir dan laut serta sumber daya perekonomian serta keragaman budaya. Letak geografis yang berbatasan dengan DKI Jakarta dan sebelah timur dengan provinsi Jawa Tengah, membuat provinsi Jawa Barat merupakan wilayah strategis untuk mengembangkan terutama sektor pariwisata.

Berdasarkan Tabel 1.1. dapat dilihat bahwa pada tahun 2009 lebih dari 20 juta orang mengunjungi objek wisata di Jawa Barat, tahun 2010 naik menjadi lebih dari 22 juta, meskipun secara keseluruhan jumlah pengunjung objek wisata mengalami kenaikan tahun 2009 jumlah kunjungan wisatawan menunjukkan peningkatan, Kabupaten Subang sebagai kota kunjungan wisatawan terbesar di Jawa Barat sebesar 19,13 persen dari total wisatawan di Jawa Barat diikuti Kota Cirebon sebesar 16,63 persen dari total wisatawan yang mengunjungi provinsi Jawa Barat, dan Kabupaten Bandung menempati urutan ke tiga dengan 12,93 persen dari total wisatawan yang berkunjung di Jawa Barat.

dapat dilihat pada Tabel 1.1. Kota Cirebon yang terletak antara perbatasan antara Jawa Barat dengan Jawa Tengah dan biasa dipakai sebagai kota transit, memiliki berbagai macam wisata dengan berbagai macam jenis wisata yang terdapat di Kota Cirebon seperti


(2)

wisata budaya dan seni, wisata alam, wisata kuliner: nasi jamblang, nasi lengko, tahu gejrot, empal gentong, dan lain-lain dan Kota Cirebon merupakan kota yang memiliki nilai historis yang tinggi dapat dilihat dari adanya sistem kerajaan di Kota Cirebon terdahulu terbukti dengan adanya keraton-keraton yang ada di kota tersebut seperti keraton kanoman dan keraton kasepuhan.

Salah satu sektor yang terkait erat dengan pariwisata adalah sektor hotel dan restoran, imbas dari meningkatnya jumlah pengunjung objek wisata di Kota Cirebon, baik domestik maupun asing adalah meningkatnya tingkat okupansi baik hotel berbintang maupun hotel non berbintang. Sektor hotel dan restoran juga memiliki keterkaitan bukan hanya dengan sektor pariwisata tetapi dengan sektor-sektor lain seperti sektor jasa keuangan dan perdangangan, karena dalam mendukung kegiatan usahanya sektor-sektor ini memerlukan hotel sebagai sarana penunjang untuk tempat menginap maupun tempat meting. Berdasarkan hasil studi sebelumnya menunjukkan bahwa sektor hotel dan restoran memiliki nilai keterkaitan yang tinggi, menurut Putri (2010) sektor hotel dan restoran memiliki nilai keterkaitan tertinggi kedua baik kedepan maupun ke belakang dalam perekonomian Kota Jakarta dan berdasarkan Febriawan (2009) sektor hotel dan restoran memiliki nilai keterkaitan ke depan kedua terbesar di Kota Bandung.

Dengan demikian peningkatan investasi di sektor hotel dan restoran yang memiliki nilai keterkaitan tinggi diharapkan mampu meningkatkan perekonomian daerah, sehingga mampu untuk meningkatkan lapangan kerja serta kesempatan berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah Kota Cirebon dan mampu untuk mendorong dan menggerakkan sektor ekonomi lainnya. Dana yang dimiliki pemerintah yang terbatas maka pemberian investasi akan lebih efektif apabila diberikan pada sektor yang merupakan sektor unggulan di daerah atau suatu wilayah.


(3)

Tabel 1.1. Kunjungan Wisatawan Domestik dan Mancanegara di Jawa Barat Tahun 2008-2010

Jumlah Wisatawan Menurut Asal

Kabupaten/Kota 2008 2009 2010

Domestik Mancanegara Total Persen Domestik Mancanegara Total Persen Domestik Mancanegara Total Persen

Kabupaten

Bogor 15.629 1.890.733 1.906.362 11,00 17.529 2.106.108 2.123.637 9,94 17.739 2.156.198 2.173.937 9,24

Sukabumi 10.800 802.502 813.302 4,69 15.400 1.100.234 1.115.634 5,22 18.827 1.080.589 1.099.416 4,67

Cianjur 80.926 974.672 1.055.598 6,09 105.922 900.765 1.006.687 4,71 105.926 1.044.852 1.150.778 4,89

Bandung 64.400 2.467.652 2.532.052 14,61 70.421 2.852.241 2.922.662 13,68 77.200 2.965.258 3.042.458 12,93

Garut 3.189 409.825 413.014 2,38 4.241 789.241 793.482 3,71 5.189 824.825 830.014 3,52

Tasikmalaya 2.457 502.820 505.277 2,91 2.921 718.121 721.042 3,37 3.457 728.209 731.666 3,11

Ciamis 5.153 90.958 96.111 0,55 6.521 102.242 108.763 0,50 8.253 105.958 114.211 0,48 Sumedang 10.621 397.732 408.353 2,35 11.642 479.214 490.856 2,29 12.621 477.732 490.353 2,08 Subang 44.240 3.430.314 3.474.554 20,05 80.125 4.400.421 4.480.546 20,98 69.140 4.430.314 4.499.454 19,13 Puwakarta 854 49.666 50.520 0,29 1.050 64.890 65.940 0,30 1.072 65.666 66.738 0,28 Karawang 0 106.750 106.750 0,61 0 167.421 167.421 0,78 0 176.750 176.750 0,75

Bekasi 222 8.334 8.556 0,04 398 9.872 10.270 0,04 403 10.334 10.737 0,04

Kota

Bogor 40.242 1.024.423 1.064.665 6,14 42.478 1.242.985 1.285.463 6,02 42.812 1.524.044 1.566.856 6,66 Sukabumi 154 4.776 4.930 0,03 134 8.890 9.024 0,04 174 10.776 10.950 0,04 Bandung 20.071 1.076.589 1.096.660 6,33 24.856 1.284.842 1.309.698 6,13 25.071 1.376.589 1.401.660 5,96

Cirebon 10.068 2.041.597 2.051.665 11,84 10.189 2.515.408 2.525.597 11,82 1.329 3.908.472 3.909.801 16,62

Bekasi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Depok 5.515 1.464.273 1.469.788 8,48 6.421 1.789.241 1.795.662 8,41 7.812 1.864.273 1.872.085 7,96

Cimahi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Tasikmalaya 0 254.886 254.886 1,47 0 408.567 408.567 1,91 0 354.886 354.886 1,50

Banjar 0 8.000 8.000 0,04 0 9.674 9.674 0,04 0 11.000 11.000 0,046

Total 314.541 17.006.502 17.321.043 100 400.248 20.950.377 21.350.625 100 397.025 23.116.725 23.513.750 100


(4)

1.2. Perumusan Masalah

Perekonomian Kota Cirebon masih harus ditingkatkan, karena jika dilihat dari laju pertumbuhan ekonomi Kota Cirebon masih relatif rendah, dengan rata-rata sebesar 5,38 persen selama periode 2006-2008 dibandingkan dengan kota lain di Jawa Barat pada tahun yang sama seperti Kota Bogor, Kota Sukabumi dan Kota Bandung dengan nilai rata-rata masing-masing sebesar 6,06, 6,11 dan 7,85 dan rata-rata laju pertumbuhan ekonomi nasional yaitu sebesar 5,64 persen (Lampiran 24).

Demikian pula dalam hal pendapatan per kapita, pendapatan perkapita Kota Cirebon juga relatif rendah yaitu sebesar Rp.18.052.010 juta-Rp.20.631.977 selama periode 2006-2009 dibandingkan dengan pendapatan perkapita nasional pada tahun yang sama yaitu sebesar Rp.15.033.443-Rp.24.261.805 (Tabel 1.2 dan Tabel 4.2). Jumlah pengangguran Kota Cirebon juga masih relatif tinggi dibandingkan dengan kabupaten/kota lain di Jawa Barat (Tabel 1.3). Dalam hal ini peningkatan investasi di sektor hotel dan restoran yang diharapkan mampu memecahkan masalah mendasar yaitu perannya dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan memperluas kesempatan kerja

Tabel 1.2. Laju Pertumbuhan Ekonomi Nasional dan Pendapatan Perkapita Tahun 2006-2009

Tahun Laju Pertumbuhan Ekonomi (%) PDRB perkapita (juta rupiah)

2006 5,50 15.033.443

2007 6,35 17.509.564

2008 6,01 21.666.747

2009 4,55 24.261.805

Rata-Rata 5,64 19.617.890


(5)

Namun demikian sektor hotel dan restoran di Kota Cirebon, disatu pihak laju pertumbuhan ekonominya relatif tinggi, menempati urutan kelima dari total sepuluh sektor yang ada di Kota Cirebon yaitu sebesar 4,37-6,10 persen dari tahun 2006-2009, sementara kontribusinya di Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sektor hotel dan restoran meskipun meningkat terus dari tahun ke tahun yaitu sebesar 2,27-2,8 persen dari tahun 2006-2009, namun memiliki kontribusi yang relatif kecil (Tabel 1.5). Disisi lain investasi di sektor hotel dan restoran berfluktuasi dan relatif kecil (Tabel 5.14). Tabel 1.3. Angka Pengangguran di Provinsi Jawa Barat Tahun 2006-2009

Jumlah Pengangguran Menurut Asal Kota/

Kabupaten

2006 2007 2008 2009

Angka Pengangguran (Orang) Angka Pengangguran (Orang) Angka Pengangguran (Orang) Angka Pengangguran (Orang) Kabupaten

Bogor 194.902 204.858 193.244 194.221

Sukabumi 117.451 132.795 126.968 77.405

Cianjur 94.797 83.072 78.523 99.888

Bandung 293.148 308.760 298.918 172.899

Garut 84.975 70.140 69.741 75.813

Tasikmalaya 78.955 67.735 60.272 54.444

Ciamis 57.480 48.408 43.592 49.009

Sumedang 38.320 37.665 34.915 50.866

Subang 51.224 48.218 38.941 53.581

Puwakarta 32.485 30.916 28.413 39.096

Karawang 123.830 134.873 121.800 136.572

Bekasi 82.280 77.484 76.390 105.493

Kota

Bogor 51.012 53.251 47.285 90.638

Sukabumi 21.609 19.838 17.638 25.283

Bandung 143.154 148.422 134.992 152.953

Cirebon 118.963 129.336 176.675 221.723

Bekasi 123.304 99.944 97.680 147.410

Depok 75.843 73.000 70.336 71.182

Cimahi 40.454 41.409 38.885 41.723

Tasikmalaya 32.486 37.352 35.132 22.356

Banjar 10.904 11.494 8.614 4.939


(6)

Dengan demikian menjadi pertanyaan apakah sektor hotel dan restoran dapat menjadi leading sektor dan dengan adanya peningkatan investasi di sektor hotel dan restoran, dapatkah memecahkan masalah ekonomi mendasar yaitu perannya dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi mengatasi masalah pengangguran di Kota Cirebon. Peningkatan investasi di sektor yang merupakan sektor unggulan atau leading sektor dimaksudkan agar dana pemerintah yang terbatas akan lebih efisien.

Tabel 1.4. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Cirebon Atas Dasar Harga Konstan 2006-2009 (%)

Sektor 2006 2007 2008 2009

Pertanian 0,18 3,88 4,39 1,88

Pertambangan 0 0 0 0

Industri 3,83 3,45 3,45 0,09

Listrik, Gas dan Air Bersih 4,11 8,52 8,52 9,46

Bangunan 9,84 8,30 8,30 9,32

Perdagangan 2,60 3,00 3,30 3,10

Hotel dan Restoran 4,37 5,15 7,10 6,01

Pengangkutan 4,72 5,01 5,01 2,36

Keuangan 7,96 12,39 12,39 10,96

Jasa 7,81 9,31 9,31 9,40

TOTAL 5,54 6,17 5,64 5,04

Sumber: BPS Kota Cirebon, 2010.

Sehubungan dengan permasalahan di atas, secara detail pertanyaan yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana keterkaitan sektor hotel dan restoran dengan sektor lainnya dalam perekonomian kota Cirebon?

2. Bagaimana multiplier output, pendapatan dan tenaga kerja sektor hotel dan restoran dalam perekonomian Kota Cirebon?

3. Berapa besar dampak investasi sektor hotel dan restoran terhadap sektor-sektor lain dan perekonomian keseluruhan di Kota Cirebon?


(7)

Tabel 1.5. Produk Domestik Regional Bruto Kota Cirebon Atas Dasar Harga Konstan 2000, Menurut Lapangan Usaha Tahun 2005-2010 (juta rupiah)

Sektor

Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 (juta rupiah)

2005 2006 2007 2008 2009

Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %

1 16.251 0,35 17.118 0,33 17.782 0,32 18.546 0,32 18.895 0,31

2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

3 1.881.356 40,6 1.969.304 37,93 2.037.319 36,96 2.109.737 36,23 2,111,556.34 34,52 4 78.990 1,71 88.141 1,7 95.652 1,74 104.856 1,8 114.774 1,88 5 167.806 3,63 197.669 3,81 214.082 3,88 233.172 4 254.896 4,17 6 1.183.503 25,5 1.387.188 26,72 1.510.089 27,39 1.663.773 28,57 1.814.646 29,67 7 104.866 2,27 121.919 2,35 138.428 2,51 156.267 2,68 171.126 2,8 8 733.615 15,8 814.698 15,69 839.266 15,22 796.246 13,67 815.063 13,32 9 178.060 3,85 273.217 5,26 307.061 5,57 346.648 5,95 384.649 6,29 10 284.252 6,14 323.099 6,22 353.188 6,41 394.281 6,77 431.326 7,05 Total 4.628.702 100 5.192.354 100 5.512.869 100 5.823.528 100 6.116.933 100

Sumber: BPS Kota Cirebon, 2010. Keterangan:

1 = Pertanian 6 = Perdagangan

2 = Pertambangan dan Penggalian 7 = Hotel dan Restoran

3 = Industri Pengolahan 8 = Transportasi dan Komunikasi

4 = Listrik, Gas dan Air bersih 9 = Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 5 = Bangunan 10 = Jasa-jasa

1.3 Tujuan Penelitian

1. Menganalisis peran sektor hotel dan restoran ditinjau dari keterkaitan dan struktur permintaan akhir.

2. Menganalisis multiplier output, pendapatan dan tenaga kerja sektor hotel dan restoran dalam perekonomian Kota Cirebon.

3. Menganalisis dampak investasi di sektor hotel dan restoran terhadap perekonomian Kota Cirebon.


(8)

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat untuk :

1. Sebagai bahan masukkan dan informasi bagi para pengambil kebijakan di tingkat daerah kota Cirebon dalam merencanakan dan mengembangkan pariwisata khususnya sektor hotel dan restoran di kota Cirebon.

2. Bagi para pembaca umumnya, dapat memberikan dan membuka wawasan mengenai dampak hotel dan restoran dalam perekonomian kota Cirebon.

3. Sebagai bahan pustaka, informasi dan referensi bagi pihak yang membutuhkan serta sebagai rujukan untuk penelitian selanjutnya.

1.5 Ruang Lingkup

Analisis dalam penelitian ini dilakukan dengan melakukan analisis terhadap data pada Tabel Input-Output Kota Cirebon tahun 2005 dikarenakan belum tersedianya data terbaru sehingga dipakai tabel Input Output Kota Cirebon Tahun 2005. Data yang digunakan berupa data dari Tabel Input-Output Kota Cirebon Tahun 2005 klasifikasi 22 sektor yang kemudian diagregasi sembilan sektor dilakukan untuk melihat keterkaitan sektor hotel dan restoran secara keseluruhan terhadap sektor-sektor perekonomian lainnya.

Data yang dianalisis dari Tabel Input-Output tersebut adalah data transaksi domestik atas dasar harga produsen, agar dapat memberikan kestabilan pada koefisien input yang dihasilkan karena hubungan langsung antarsektor tidak dipengaruhi oleh unsur margin perdagangan dan pengangkutan. Hasil analisis perhitungan penelitian dengan menggunakan software aplikasi I-O Analysis for Practitioners dan Microsoft Excell 2007.

Penelitian ini, ditujukan untuk menganalisis peranan sektor hotel dan restoran dalam pembentukan output, peningkatan pendapatan, serta peningkatan tenaga kerja


(9)

sektor-sektor lain dalam perekonomian dan juga dampak investasi sektor hotel dan restoran terhadap perekonomian Kota Cirebon. Perhitungan dampak investasi tersebut berdasarkan data total investasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) rata-rata per tahun, yakni tahun 2009-2014 yang sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Cirebon (RPJMD). Pengambilan tahun tersebut didasarkan untuk mengetahui besarnya dampak dari investasi di masa depan sebagai salah satu langkah dalam penentuan prioritas suatu sektor.


(10)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1. Sektor Hotel dan Restoran serta Keterkaitannya dengan Sektor Pariwisata 2.1.1.1. Definisi dan Produk Sektor Hotel dan Restoran

Istilah restoran berasal dari bahasa Perancis “ restourant” yang berarti restores of energy atau pemulihan tenaga. Restoran tidak hanya kebutuhan sosial tetapi juga kebutuhan secara biologi. Berbagai macam alasan untuk makan di restoran antara lain melepaskan diri dari kebosanan,untuk bersosialisasi, merasakan makanan yang berbeda yang biasanya disajikan di rumah, dan menghindari pekerjaan yang membosankan di tempat kerja (Ardhiyansyah, 2005). Dengan demikian restoran dapat didefinisikan sebagai suatu usaha yang bergerak dalam bidang jasa pelayanan makanan dan minuman. Menurut Ardiyansyah (2005), restoran adalah suatu tempat atau bangunan yang di organisir secara komersil, yang menyelenggarakan pelayanan dengan baik kepada semua konsumennya baik berupa makanan maupun minuman. Tujuan operasionalnya restoran adalah untuk mencari keuntungan, tetapi membuat puas para konsumennya pun merupakan tujuan operasional restoran yang utama.

Hotel merupakan salah satu penunjang kegiatan pariwisata. Dalam proses perkembangan usaha perhotelan telah mampu memberikan kontribusi dan peranan yang cukup baik bagi terciptanya pariwisata yang nyaman. Daerah tujuan wisata, hotel yang berdiri biasanya merupakan hotel resort atau tempat peristihatan dan rekreasi yang ditunjukan bagi para wisatawan. Hotel adalah suatu usaha yang menggunakan suatu bangunan yang disediakan secara khusus, dimana setiap orang dapat menginap, makan, memperoleh pelayan dan menggunakan fasilitas lainnya dengan pembayaran (BPS Jawa Barat, 2005). Marpaung (2002) mendefinisikan hotel sebagai suatu kegiatan


(11)

usaha yang dikelola dengan menyediakan jasa pelayanan, makanan dan minuman, serta kamar untuk tidur atau istirahat bagi pelaku perjalanan (wisatawan) dengan membayar secara pantas sesuai dengan fasilitas yang ditawarkan tanpa ada perjanjian khusus yang rumit. Restoran merupakan salah satu jenis usaha jasa boga atau pangan yang bertempat di sebagian atau diseluruh bangunan permanen yang dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan, penyimpanan dan penjualan makanan dan minuman bagi masyarakat umum di tempat usahanya. Marpaung (2002) menjelaskan bahwa pada dasarnya kebutuhan konsumen masyarakat akan jasa boga restoran berkaitan dengan tiga hal pokok, yaitu: physical product (makanan dan minuman), psychological product yang mencakup sensual benefit (cuci mata, suasana nyaman), sense of side (kebersihan, kerapihan,dan kesopanan), sense of listening (music), dan yang terakhir kebutuhan akan customer service product (kecepatan,reservasi,kemudahan transaksi).

BPS Provinsi Jawa Barat (2010) secara umum mengkualifikasikan hotel menjadi dua,yaitu: hotel melati, dan hotel berbintang. Ciri khusus hotel berbintang yaitu memiliki restoran sebagai salah satu fasilitas yang disediakan yang pengelolaannya menjadi satu fasilitas yang disediakan yang pengelolaanya menjadi satu dibawah manajemen hotel tersebut dan ditangani dengan lebih profesional oleh divisi yang secara khusus menangani restorannya. Selain itu, ciri khusus lainnya adalah hotel tersebut telah memenuhi persyaratan sebagai hotel berbintang seperti yang ditentukan oleh Dinas Pariwisata Daerah (Disparda). Persyaratan tersebut antara lain:

a. persyaratan fisik seperti lokasi hotel dan kondisi bangunan b. bentuk pelayanan yang diberikan


(12)

d. fasilitas olahraga dan rekreasi lainnya yang tersedia, seperti lapangan tenis, kolam renang dan diskotik

e. jumlah kamar yang tersedia.

Sedangkan untuk kualifikasi hotel melati belum memenuhi persyaratan sebagai hotel berbintang seperti yang ditentukan oleh Disparda.

Menurut BPS Provinsi Jawa Barat (2010), beberapa bidang usaha layanan makanan dan minuman yang dapat dilakukan antara lain sebagai berikut:

1. Layanan komersial dan publik tidak terbatas

a. Hotel : jasa layanan makanan dan minuman di hotel untuk tamu berupa room service, coffee shop, snack bar lounge, fasilitas banquet, restoran prasmanan

b. Restoran biasa : tidak dilengkapi dengan akomodasi lainnya seperti tempat menginap. Biasanya berbeda berdasarkan menu sajian, misalnya restoran Padang, restoran sunda, stake house.

c. Fast Food : mengutamakan kecepatan penyajian, misalnya fried chicken, dan hamburger.

2. Layanan komersial dan publik terbatas.

d. Transport catering: terdapat di alat transportasi publik seperti kereta api, kapal laut, pesawat terbang atau tempat transit bis.

e. Clubs: untuk langganan tertentu seperti kelompok olahraga, politik, sosial. Jarang terdapat di Indonesia, misalnya: Mercintile Club, Hilton Executive Club.

3. Layanan non komersial: usaha makanan dan minuman biasa seperti kantin di perkantoran, layanan rumah sakit, rumah jompo. Saat ini terus mengalami perkembangan.


(13)

Menurut Marpaung (2002), pada dasarnya produk yang ditawarkan oleh sektor hotel dan restoran untuk dikonsumsi adalah berupa produk jasa pelayanan. Lengkapnya fasilitas atau saran yang dimiliki oleh pelaku usaha di sektor ini akan memberikan kepuasan tersendiri, sehingga memungkinkan para pelancong untuk melakukan kunjungan kembali. Usaha perhotelan pada umumnya memiliki bentuk pelayanan yang lebih variatif dibandingkan usaha di bidang restoran.

Beberapa produk yang dimiliki oleh usaha perhotelan dan biasa dinikmati oleh masyarakat luas antara lain adalah sebagai berikut:

1. Produk terlihat, diantaranya adalah kamar (tempat menginap), makanan dan minuman (coffe break, bar,service room), laundry (jasa pencucian), meeting room, sarana olahraga (kolam renang, fitness centre), perawatan kecantikan (spa, beauty centre, yoga), rekreasi ringan (cuci mata, taman untuk anak-anak), hiburan (karaoke, diskotik), toko kerajinan tangan (handycraft, souvenir), toko jajanan lokal/daerah dan contoh produk lainnya.

2. Produk tak terlihat, diantaranya keamanan, pemeliharaan kebersihan dan kesehatan, keramah tamahan, kenyamanan, suasana santai dan informasi pariwisata.

Usaha jasa restoran sebenarnya tidah berbeda jauh dengan produk usaha perhotelan, namun biasanya hanya menyediakan produk yang lebih sedikit variasinya. Produk-produk tersebut diantaranya makanan dan minuman, tempat rekreasi anak-anak (taman), ruang pertemuan, hiburan ringan (musik), suasana santai serta fasilitas pengunjung lainnya.

Menurut Cooper (1999) pariwisata adalah serangkaian kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh perorangan,keluarga atau kelompok dari tempat tinggal asalnya ke berbagai tempat lain dengan tujuan melakukan kunjungan wisata dan bukan untuk


(14)

bekerja atau mencari penghasilan di tempat tujuan. Kunjungan yang dimaksud bersifat sementara dan pada waktunya akan kembali pada tempat tinggal semula. Hal tersebut memiliki dua elemen penting yaitu, perjalanan itu sendiri dan tempat sementara di tempat tujuan dengan berbagai aktivitas wisatawanya.

Menurut Sihite (2000) istilah pariwisata bersal dari bahasa sanksekerta yang secara etimologi bahasa berasal dari dua suku kata yaitu pari dan suku kata wisata. Pari berarti banyak atau berkali-kali, berputar-putar atau lengkap, sedangkan wisata berarti perjalanan yang dilakukan berkali-kali.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan dijelaskan bahwa kepariwisataan adalah seluruh kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antar wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan, pemerintah, pemerintah daerah, dan pengusaha. Definisi-definisi sebelumnya memperlihatkan bahwa pariwisata adalah menyangkut alasan dan tujuan dalam melakukan perjalanan.

Pariwisata sebagai Industri Menurut Hasan (2008) membicarakan industri tentunya tidak terlepas dan membicarakan batasan pengertian pariwisata itu sendiri. Pariwista sebagai industri atau lebih dikenal dengan istilah “ Industri Pariwisata” belum dijumpai pengertiannya dalam peraturan perundangan di Indonesia. Namun demikian para ahli kepariwisataan telah merumuskan pengertian pariwisata tentang industri pariwisata. Industri pariwisata adalah keseluruhan rangkaian dan usaha menjual barang jasa yang diperlukan wisatawan, selama wisatawan melakukan perjalanan wisata sampai kembali ke tempat asalnya. Industri pariwisata dalam pengertian lain adalah yang berupa seluruh kegiatan pariwisata yang utuh.


(15)

2.1.1.2. Keterkaitan Sektor Hotel dan Restoran dengan Pariwisata dan Sektor Lainnya

Menurut Kartawan (2008), dunia internasional sepakat bahwa pariwisata merupakan salah satu industri yang paling potensial dan mampu memberikan nilai devisa yang sangat besar dalam menghadapi era milenium ketiga ini. Industri pariwisata dianggap sebagai industri terbesar di dunia karena pasarnya yang luas mencakup seluruh dunia dan tidak mengenal batas usia. Dalam kegiatannya, industri pariwisata dibagi menjadi lima bidang pokok, yaitu : hotel dan restoran, tour and travel, transportasi, pusat wisata dan souvenir, serta bidang pendidikan kepariwisataan. Terus berkembangnya industri pariwisata akan menciptakan kondisi usaha pada sektor hotel dan restoran lebih kondunsif, artinya tingkat kunjungan pada hotel dan restoran akan semakin meningkat sehingga akan mempengaruhi perkembangan sektor hotel dan restoran.

Besarnya kontribusi sektor hotel dan restoran dapat dilihat dari tingkat konsumsi masyarakat pada sektor ini. Semakin tinggi tingkat konsumsi masyarakat pada sektor hotel dan restoran maka makin besar pula kontribusi yang diberikan oleh sektor hotel dan restoran terhadap perekonomian regional tersebut. Dari sisi pendapatan sektor hotel dan restoran memberikan kontribusi pada pariwisata melalui pajak, retribusi dan penghasilan, sementara dari sisi ketenagakerjaan melalui tenaga kerja pelayan, kebersihan, keamanan dan tenaga lainnnya.

Kontribusi sektor usaha perhotelan dan restoran merupakan sarana pendukung pengembangan pariwisata di daerah tersebut. Tingginya tingkat kunjungan wisatawan ke tempat wisata diharapkan akan mempengaruhi tingginya kunjungan wisatawan ke hotel dan restoran. Baiknya tingkat pelayanan dan kepuasan wisatawan akan memberikan kesan yang menyenangkan terhadap pariwisatanya, sehingga memungkinkan kembalinya para wisatawan untuk berkunjung.


(16)

2.1.2. Investasi dan Pembangunan Ekonomi Daerah

2.1.2.1. Kaitan Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi adalah proses terjadi kenaikan produk nasional bruto rill atau pendapatan nasional rill. Jadi perekonomian dikatakan tumbuh atau berkembang bila terjadi pertumbuhan output rill. Output total rill suatu perekonomian bisa juga tetap konstan atau mengalami penurunan sepanjang waktu. Ini berarti perekonomian statis atau mengalami penurunan (stagnasi). Perubahan ekonomi meliputi baik pertumbuhan, statis ataupun stagnasi pendapatan nasional rill. Penurunan merupakan perubahan negatif, sedangkan pertumbuhan merupakan perubahan positif. Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang. Ada tiga aspek yang perlu diperhatikan yaitu proses, output perkapita dan jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses, bukan suatu gambaran ekonomi pada suatu saat. Disini dapat dilihat aspek dinamis dari suatu perekonomian, yaitu melihat bagaimana perekonomian berkembang atau berubah dari waktu ke waktu ( Hermawan, 2000).

Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan kenaikan output per kapita. Ada dua sisi hal yang perlu diperhatikan yaitu sisi output totalnya dan sisi jumlah penduduknya. Output per kapita adalah output total dibagi jumlah penduduk. Jadi proses kenaikan output per kapita harus dianalisa dengan jalan melihat apa yang terjadi dengan output total di satu pihak dan jumlah penduduk di lain pihak. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. (Lincolin, 1999). Ada beberapa teori-teori modern dalam teori pertumbuhan, yaitu :


(17)

1.Harrod – Domar

Teori Harrod – Domar adalah perkembangan langsung dari teori makro Keynes jangka pendek menjadi suatu teori makro jangka panjang. Aspek utama yang dikembangkan dari teori Keynes adalah aspek yang menyangkut peranan investasi dalam jangka panjang. Dalam teori Keynes, pengeluaran investasi mempengaruhi permintaan agregat tetapi tidak mempengaruhi penawaran agregat. Harrod – Domar melihat pengaruh investasi dalam perspektif waktu yang lebih panjang. Menurut kedua ekonom ini, pengeluaran investasi tidak hanya mempunyai pengaruh (lewat proses multiplier) terhadap permintaan agregat, tetapi juga terhadap penawaran agregat melalui pengaruhnya terhadap kapasitas produksi.

Sumber : Carlos, 2007

Gambar 2.1. Model Harrod Domar

Gambar 2.1. Menjelaskan fungsi produksi dari Harrod - Domar atau H-D, yang menggambarkan hubungan antara modal dan tenaga kerja. Sumbu tegak pada gambar 1,

Modal N1 N

2

K

2

K

1

0

L

1

L

2 Tenaga


(18)

menunjukkan jumlah modal dan sumbu datar menunjukkan jumlah tenaga kerja. Modal dan tenaga kerja tidak dapat saling menggantikan satau sama lain. Misal untuk memproduksi sebesar N1 diperlukan modal sebesara K1 dan tenaga kerja sebanyak L1, demikian pula untuk memproduksi sebesar N2, diperlukan modal sebesar K2 dan tenaga kerja sebesar L2 dan seterusnya.

2.Robert Solow

Robert Solow mengembangkan model pertumbuhan ekonomi yang sekarang sering disebut dengan nama model pertumbuhan Neo Klasik. Model Solow memusatkan perhatianya pada pertumbuhan penduduk, akumulasi kapital, kemajuan teknologi dan output saling berinteraksi dalam proses pertumbuhan ekonomi. Kerangka umum dari model Solow mirip dengan model Harrod-Domar, tetapi model Solow-Swan lebih luwes karena :

a. Menghindari masalah ketidakstabilan yang merupakan ciriwarranted rate of growth dalam model Harrod-Domar.

b. Bisa lebih luwes digunakan untuk menjelaskan masalah-masalah distribusi pendapatan. Keluwesan ini terutama disebabkan oleh karena Solow dan Swan menggunakan bentuk fungsi produksi yang lebih mudah dimanipulasikan secara aljabar. Berdasarkan Solow melukiskan secara diagram pola pertumbuhan steady state yang bisa terjadi berdasarkan Gambar 2.2. garis lurus yang melalui titik original adalah fungsi nk. Sedangkan kurva lainnya menggambarkan fungsi, sf(k). Garis ini ditarik sedemikian rupa sehingga menunjukkan produktifitas marginal kapital yang semakin menurun. Pada titik pertemuan dua kurva itu, nk = sf(k) dan dk/dt = 0. Pada waktu dk/dt = 0, rasio kapital-tenaga kerja adalah konstan dan stok kapital harus diperluas sama besar dengan laju pertumbuhan tenaga kerja, n. Serentak rasio kapital tenaga kerja k tercapai, ia akan dipertahankan dan kapital beserta tenaga kerja akan tumbuh secara


(19)

proporsional. Dengan mengasumsikan return to scale sebagai konstan, output riil juga akan tumbuh dalam laju relatif n yang sama, dan output tenaga kerja per individu akan konstan.

Sumber : Mankiw, 2008

Gambar 2.2. Model Solow

Rasio kapital-tenaga kerja, k, akan berperilaku jika ada perbedaan antara i dan ir

(investasi aktual dan investasi yang diinginkan). Jika i >

i

r, ini berarti pertumbuhan

kapital lebih cepat dibandingkan tenaga kerja, akibatnya k akan meningkat. Sebaliknya jika yang terjadi i <

i

r , menunjukkan pertumbuhan kapital lebih lambat daripada

pertumbuhan tenaga kerja, maka k akan turun. Kenaikan ataupun penurunan dari k tersebut semuanya akan menuju kepada k* yang merupakan rasio kapital-tenaga kerjapada steady state. Oleh karena pada steady state, k*, dk/dt = 0, ini berarti pada saatk1 < k* maka dk/dt > 0. Sedangkan untuk k2 > k* maka dk/dt < 0.

Berapapun nilai rasio kapital-tenaga kerja sebelumnya, sistem itu akan berkembang ke arah keadaan pertumbuhan berimbang dalam laju yang alamiah. Apabila stok kapital sebelumnya di bawah rasio keseimbangan, kapital dan output


(20)

akantumbuh lebih cepat dari tenaga kerja sampai rasio keseimbangan tercapai. Jika rasio sebelumnya di atas nilai keseimbangan, kapital dan output akan tumbuh lebih lambat daripada tenaga kerja. Pada dasarnya pertumbuhan output selalu terletak diantara pertumbuhan tenaga kerja dan pertumbuhan kapital.

2.1.2.2. Pembangunan Daerah

Masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang berdasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan (endogenous development) dengan menggunakan potensi sumberdaya manusia, kelembagaan, dan sumber daya fisik secara lokal (daerah). Orientasi ini mengarahkan kita kepada pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan merangsang kegiatan ekonomi.

Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Dalam upaya untuk mencapai tujuan tesebut, pemerintah daerah dan masyarakat harus secara bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah beserta daerah beserta partisipasi masyarakatnya dan dengan dengan menggunakan sumberdaya yang ada harus menafsir potensi sumberdaya yang diperlukan untuk merancang dan membangun perekonomian daerah. (Lincolin Arsyad, 1999).

Pembangunan daerah suatu daerah dapat berupa pembangunan wilayah yang meliputi perkotaan dan pedesaan sebagai pusat dan lokasi kegiatan sosial ekonomi dari wilayah tersebut dan. pembangunan sektoral. Pencapaian sasaran pembangunan nasional dilakukan melalui berbagai kegiatan pembangunan sektoral yang dilaksanakan


(21)

daerah dengan menyesuaikan kondisi dan potensi daerah tersebut dan dilihat sektor mana di daerah tersebut yang merupakan sektor unggulan sehingga apabila sektor unggulan yang dikembangkan maka anggaran pemerintah yang terbatas akan lebih efisien.

2.1.3. Pengertian Sektor Unggulan

Sektor unggulan adalah sektor yang dipengaruhi oleh keberadaan faktor anugerah (endowment factors). artinya sektor tersebut dapat berkembang lebih lanjut melalui kegiatan investasi dan menjadi tumpuan kegiatan ekonomi. Kriteria sektor unggulan sangat bervariasi.Hal ini didasarkan atas seberapa besar peranan sektor tersebut dalam perekonomian daerah(BPS, 2010), diantaranya :

1. Sektor unggulan tersebut memiliki laju pertumbuhan yang tinggi, yang artinya harus mampu menjadi penggerak utama pembangunan perekonomian dan dapat memberikan kontribusi yang signifikan pada peningkatan produksi, pendapatan maupun pengeluaran.

2. Sektor unggulan tersebut memiliki angka penyerapan tenaga kerja yang relatif besar.

3. Sektor unggulan tersebut memiliki keterkaitan antar sektor yang tinggi baik ke depan maupun ke belakang, dan dengan sektor unggulan lain ataupun dengan sektor ekonomi lainnya.

4. Sektor unggulan tersebut mampu menciptakan nilai tambah yang tinggi.

5. Sektor unggulan mampu bersaing dengan sektor yang sejenis dari wilayah lain di pasar nasional maupun internasional, baik dalam harga produk sektor tersebut, biaya produksi,kualitas pelayanan maupun aspek-aspek lainnya.

Metode yang biasa dipakai dalam menentukan sektor unggulan ialah metode metode Location Quotient (LQ), shift share dan Input-Output. Location Quotient (LQ)


(22)

merupakan suatu metode untuk menghitung perbandingan relatif sumbangan nilai tambah sebuah sektor di suatu daerah (Kabupaten/Kota) terhadap sumbangan nilai tambah sektor yang bersangkutan dalam skala provinsi atau nasional, jika LQi>1 mengindikasikan ada kegiatan ekspor di sektor tersebut atau sektor basis (B), sedangkan LQi < 1 disebut sektor nonbasis (NB).

Sedangkan Analisis Shift Share adalah analisis yang bertujuan untuk menentukan kinerja atau produktivitas kerja perekonomian daerah dengan membandingkannya dengan daerah yang lebih besar (regional atau nasional), bila suatu daerah memperoleh kemajuan sesuai dengan kedudukannya dalam perekonomian nasional, maka akan dapat ditemukan adanya shift (pergeseran) hasil pembangunan perekonomian daerah. Analisis Shift Share melihat nilai Proportional Shift (PS) dan Differential Shift (DS), nilai PS yang positif menunjukkan bahwa sektor tersebut tumbuh relatif lebih cepat dibandingkan sektor yang sama di daerah lain atau memiliki keuntungan lokasional yang baik, sedangkan jika PS dan DS negatif menunjukkan bahwa sektor ekonomi tersebut memiliki kontribusi yang sedikit bagi pertumbuhan ekonomi wilayahnya.

Dalam studi ini menggunakan model Input-Output sebagai alat analisis untuk melihat sektor unggulan di suatu daerah, Dalam model Input-Output yang merupakan sektor unggulan ialah sektor yang memiliki nilai keterkaitan antar sektor yang tinggi baik ke belakang maupun ke depan, mampu menciptakan nilai tambah yang tinggi dan memiliki angka penyerapan tenaga kerja yang relatif besar.

2.1.4. Model Input-Output

Tabel Input-Output (I-O) digunakan untuk mendeskripsikan suatu industri dalam suatu perekonomian tetapi juga mencakup bagaimana cara mendeskripsikan perubahan-perubahan struktur tersebut (Glasson,1977). Tujuan utama dari model I-O


(23)

adalah untuk menjelaskan besarnya arus industri/intersektor sehubungan dengan tingkat produksi masing-masing sektor. Dalam aplikasinya,model ini didasarkan atas model keseimbangan umum.

Terjadinya intergrasi ekonomi yang kuat, menyeluruh, dan berkelanjutan diantara seluruh sektor ekonomi menjadi kunci keberhasilan pembangunan ekonomi. Dengan kata lain, tidak akan mungkin suatu sektor ekonomi akan terus dapat berkembang dengan mengandalkan kekuatan sektor itu sendiri. Oleh karena itu, sangat diperlukan adanya keterkaitan yang baik antara setiap sektor yang ada sehingga dapat mencapai pertumbuhan ekonomi yang positif.

Model input-output (I-O) merupakan salah satu model yang dapat memaparkan dengan jelas bagaimana interaksi antara pelaku ekonomi. Model ini diperkenalkan oleh Wassily Leontief pada tahun 1930-an. Melalui model ini dapat ditunjukan seberapa besar keterkaitan antarsektor dalam perekonomian.). Sistem ekonomi yang dimaksud dapat diterapkan berupa sistem suatu bangsa atau dunia. Kemudian, model I-O juga digunakan dalam analisis hubungan antarsektor di dalam suatu wilayah. Dalam model I-O pengaruh interaksi ekonomi dapat diklasifikasikan kedalam tiga jenis yaitu : (1) pengaruh langsung, (2) pengaruh tidak langsung, (3) pengaruh total. Pengaruh langsung ialah pengaruh yang secara langsung dirasakan oleh suatu sektor yang outputnya digunakan sebagai input dari produksi sektor yang bersangkutan. Sementara pengaruh tidak langsung merupakan pengaruh tidak langsung yang dirasakan oleh suatu sektor yang outputnya tidak digunakan sebagai input dari produksi sektor yang bersangkutan.

Tabel I-O sebagai alat analisis kuantitatif dalam perekonomian, mampu memberikan gambaran yang menyeluruh dalam analisis ekonomi. Tabel I-O merupakan tabel yang menyajikan gambaran informasi dalam bentuk matriks baris dan kolom yang menggambarkan transaksi barang dan jasa serta keterkaitan antara suatu sektor dengan


(24)

sektor lainnya. Isian sepanjang baris Tabel I-O menunjukkan pengalokasian output yang dihasilkan oleh suatu sektor untuk memenuhi permintaan antara dan prmintaan akhir. Selain itu isian pada baris nilai tambah menunjukkan komposisi penciptaan nilai tambah sektoral.sedangkan isian sepanjang kolom menunjukkan struktur input yang digunaan oleh masing-masing sektor dalam proses produksi, baik yang berupa input antara maupun input primer.

Tabel I-O dalam memberikan gambaran menyeluruh antara lain terkait dengan beberapa hal berikut:

1. Struktur perekonomian suatu wilayah yang mencakup output dan nilai tambah masing-masing sektor

2. Struktur input antara yaitu transaksi penggunaan barang dan jasa antar sektor-sektor produksi

3. Struktur penyediaan barang dan jasa, baik berupa produksi dalam negeri maupun barang impor yang berasal dari luar wilayah tersebut

4. Struktur permintaan barang dan jasa, baik itu berupa permintaan oleh berbagai sektor produksi maupun permintaan untuk konsumsi,investasi, dan ekspor.

Penggunaan model I-O telah dikembangkan scara luas dan sangat berguna dalam meneliti keadaan ekonomi suatu wilayah. Beberapa kegunaan analisis I-O dalam penelitian perekonomian suatu wilayah antara lain:

1. Memperkirakan dampak permintaan akhir terhadap output, nilai tambah, impor, penerimaan pajak dan penyerapan tenaga kerja di berbagai sektor

2. Mengetahui sektor-sektor yang pengaruhnya paling dominan terhadap pertumbuhan ekonomi dan sektor–sektor yang paling peka terhadap pertumbuhan ekonomi


(25)

3. Menggambarkan perekonomian suatu wilayah dan mengidentifikasikan karakteristik struktur. perekonomian suatu wilayah

4. Analisis perubahan harga,yaitu dengan melihat pengaruh secara langsung dan tidak langsung dari perubahan harga input terhadap output

5. Melihat komposisi penyediaan dan penggunaan barang dan jasa terutama dalam analisis terhadap kebutuan impor dan kemungkinan subsitusinya.

2.1.4.1. Asumsi dan Keterbatasan Model Input-Output

Model Input-Output didasarkan atas beberapa asumsi dalam penyusunannya. Asumsi-asumsi tersebut diantaranya adalah :

1. Homogenitas, yang berarti suatu komoditas hanya dihasilkan secara tunggal oleh suatu sektor dengan susunan yang tunggal dan tidak ada subsitusi output diantara berbagai sektor

2. Linearitas, yaitu fungsi produksi bersifat besifat linear dan homogen. Artinya perubahan suatu tingkat output selalu didahului oleh perubahan pemakaian input yang proporsional

3. Akvitas ialah suatu prinsip dimana efek total dari pelaksanaan produksi diberbagai sektor dihasilkan oleh masing-masing sektor secara terpisah. Hal ini berarti bahwa semua pengauh di luar sistem input-output diabaikan.

Model Input-Output memiliki beberapa keterbatasan dalam penggunaanya. Keterbatasan-keterbatasan tersebut diantaranya adalah :

1. Memerlukan biaya yang besar dalam penyusunannya

2. Semakin banyak agregasi yang dilakukan terhadap sektor-sektor yang ada maka semakin banyak informasi ekonomi yang terperinci tidak terungkap

3. Koefisien teknis diasumsikan tetap selama periode analisis sehingga teknologi yang digunakan oleh sektor-sektor ekonomi dalam kegiatan produksinya


(26)

dianggap konstan. Akibatnya perubahan kuantitas dan harga input akan selalu sebanding dengan perubahan kuantitas dan harga output.

2.1.4.2. Struktur Tabel Input-Output

Menurut Glasson (1977), format dari tabel Input-Output terdiri dari suatu kerangka matriks berukuran “n x n” dimensi yang dibagi menjadi empat kuadran dan tiap kuadran mendeskripsikan suatu hubungan tertentu.

Tabel 2.1. Kerangka Penyajian Tabel Input-Output.

Sumber : BPS, 2005.

Berdasarkan tabel di atas, empat kuadran yang terdapat dalam suatu tabel Input-Output diberi nama kuadran I, II, III, dan IV. Simbol-simbol di dalam tanda kurung menunjukkan ukuran (ordo) matriks pada kuadran yang bersangkutan. Simbol pertama adalah banyaknya baris dan simbol kedua adalah banyaknya kolom.

Kuadran pertama (Intermediate Quadrant) menunjukkan transaksi antara, yaitu transaksi barang dan jasa yang digunakan dalam proses produksi. Kuadran ini memberikan informasi mengenai saling ketergantungan antar sektor produksi dalam suatu perekonomian. Dalam analisis Input-Output, kuadran ini memiliki peranan yang sangat penting karena kuadran inilah yang menujukkan keterkaitan antarsektor ekonomi dalam melakukan proses produksinya.

Kuadran kedua (Final Demand Quadrant) menunjukkan permintaan akhir (final demand) dan impor, serta menggambarkan penyediaan barang dan jasa. Penggunaan barang dan jasa bukan untuk proses produksi digolongkan sebagai permintaan akhir. Permintaan akhir ini biasanya terdiri atas konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, investasi, dan ekspor.

Kuadran I Kuadran II

(nxn) (nxm)

Kuadran III Kuadran IV

(pxn) (pxm)


(27)

Kuadran ketiga (Primary Input Quadrant) memperlihatkan pembelian input yang dihasikan di luar sistem produksi oleh sektor-sektor dalam kuadran antara. Kuadran ini terdiri dari upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak tak langsung netto. Jumlah keseluruhan nilai tambah ini akan menghasilkan produk domestik bruto (nilai tambah bruto) yang dihasilkan oleh wilayah tersebut.

Kuadran keempat (Primary Input-Final Demand Quadrant) merupakan kuadran input primer permintaan akhir atau input primer yang langsung didistribusikan ke sektor-sektor permintaan akhir, dan menunjukkan transaksi langsung antara kuadran input primer dengan permintaan akhir tanpa melalui sistem produksi atau kuadran antara. Informasi di kuadran empat ini bukan merupakan tujuan pokok, sehingga dalam penyusunan tabel Input-Output seringkali diabaikan.

Matriks-matriks yang disajikan dalam tabel Input-Output dibedakan sesuai dengan sifat dan jenis transaksinya. Untuk memperjelas gambaran mengenai penyajian tabel Input-Output, berikut ini diberikan ilustrasi tabel Input-Output dalam perekonomian yang terdiri dari n sektor produksi, yaitu sektor 1,2,………n. Ilustrasi tabel Input-Output dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Ilustrasi Tabel Input-Output Alokasi Output

Struktur Input

Permintaan Antara

Sektor Produksi Permintaan Akhir Jumlah Output

1 2 3

Input Antara

Sektor Produksi

1 X11 X12 X13 F1 X1

2 X21 X22 X23 F2 X2

3 X31 X32 X33 F3 X3

Input Primer V1 V2 V3

Jumlah Input X1 X2 X3

Sumber : BPS, 2005.

Pada Tabel 2.2, untuk menghasilkan output X1,sektor (1) membutuhkan input dari sektor (1), (2), dan (3) masing-masing sebesar X11, X21, dan X31. Input primer yang


(28)

dibutuhkan sebesar V1. Gambaran di atas menunjukkan bahwa susunan angka-angka dalam bentuk matriks memperlihatkan suatu jalinan yang saling terkait diantara beberapa sektor. Isian angka sepanjang baris (horizontal) memperlihatkan bagaimana output suatu sektor dialokasikan, sebagian untuk memenuhi permintaan antara sebagian lagi untuk memenuhi permintaan akhir.

Isian angka menurut kolom (vertikal) menunjukkan pemakaian input antara maupun input primer yang disediakan oleh sektor lain untuk kegiatan produksi suatu sektor. Dalam tabel Input-Output terdapat suatu patokan yang sangat penting yaitu jumlah output suatu sektor harus sama dengan jumlah inputnya.

Apabila Tabel 2.2 dilihat secara baris maka alokasi output secara keseluruhan dapat ditulis dalam bentuk persamaan aljabar berikut:

X11 + X12 + … + X1n + F1 = X1

X21 + X22 + … + X2n + F2 = X2 . . . . . . . . . . . . . . .

Xn1 + Xn2 + … + Xnn + Fn = Xn...(2.1)

dan secara umum persamaan di atas dapat dirumuskan kembali menjadi: i

Xij + Fi = Xi ; untuk i = 1, 2, 3 dan seterusnya...(2.2)

j =i

dimana Xij adalah banyaknya output sektor i yang dipergunakan sebagai input oleh sektor j dan Fi adalah permintaan akhir terhadap sektor i serta Xi adalah jumlah output

sektor i.

Sebaliknya jika Tabel 2.2 tersebut dibaca secara kolom, terutama di sektor produksi, angka-angka itu menunjukkan susunan input suatu sektor. Dengan mengikuti cara-cara membaca seperti secara baris di atas, maka persamaan secara aljabar menurut kolom dapat dituliskan menjadi:


(29)

X11 + X21 + … + Xn1 + V1 = X1

X12 + X22 + … + Xn2 + V2 = X2 . . . . . . . . . . . . . . .

X1n + X2n + … + Xnn + Vn = Xn ...(2.3)

dan secara ringkas dapat ditulis menjadi: i

Xij + Vj = Xj ; untuk j = 1, 2, 3 dan seterusnya...(2.4)

i =i

Keterangan :

Xij = output sektor i yang digunakan sebagai input sektor j Fi = permintaan akhir terhadap sektor i

Xi = total output sektor i

Vj = input primer (nilai tambah bruto) dari sektor j

Xj = total input sektor j

Berdasarkan persamaan (2.1) di atas, jika diketahui matriks koefisien teknologi, aij sebagai berikut:

j ij ij

X x

a  ...(2.5) dan jika persamaan (2.5) disubstitusikan ke persamaan (2.1) maka didapat persamaan (2.6) sebagai berikut:

11X1 + 12X2 + … + 1nXn + F1 = X1

21X1 + 22X2 + … + 2nXn + F2 = X2 . . . . . . . . . . . . . . .


(30)

Jika dituliskan dalam bentuk matriks, maka didapatkan : 11 12 ... 1n X1 F1 X1 21 21…… 2n X2 F2 X2 ... ... + ... = ...

n1 n2 ... nn Xn Fn Xn

A X + F = X

AX + F = X atau (I - A) X = F atau X = (I - A)-1 F...(2.7) Dimana:

I = matriks identitas yang elemennya memuat angka satu pada diagonalnya dan nol pada selainnya

F = permintaan akhir X = jumlah output (I-A) = matriks Leontief

(I - A)-1 = matriks kebalikan Leontief

Dari persamaan (2.7) di atas terlihat bahwa output setiap sektor memiliki hubungan fungsional terhadap permintaan akhir, dengan (I - A)

-1

sebagai koefisien antaranya. Matriks kebalikan Leontief ini mempunyai peranan penting sebagai alat analisis ekonomi karena menunjukkan adanya saling keterkaitan antara tingkat permintaan akhir terhadap tingkat produksi.

2.1.4.3. Analisis Keterkaitan

Konsep keterkaitan merupakan suatu konsep yang biasa digunakan sebagai dasar perumusan strategi pembangunan ekonomi melalui adanya peninjauan terhadap keterkaitan antar sektor dalam perekonomian. Terdapat dua jenis konsep keterkaitan dalam yaitu keterkaitan ke belakang (backward linkage) yang menunjukan hubungan keterkaitan antar sektor dalam pembelian terhadap total pembelian input yang digunakan dalam proses produksi dan keterkaitan ke depan (forward linkage) yang


(31)

menunjukan hubungan antar sektor dalam penjualan terhadap total penjualan output yang dihasilkan.

Dengan menggunakan konsep keterkaitan ini maka dapat diketahui besarnya pertumbuhan suatu sektor yang dapat menstimulasi pertumbuhan sektor lainnya melalui proses induksi. Koefisien langsung dalam model I-O dapat menunjukan adanya keterkaitan langsung antar sektor perekonomian dalam pembelian dan penjualan input antara. Sedangkan matriks kebalkan Leontief atau yang disebut juga koefisien keterkaitan dapat menunjukan adanya keterkaitan langsung dan tidak langsung. Matriks ini mengandung informasi yang penting tentang struktur perekonomian suatu wilayah.

2.1.4.4. Analisis Dampak Penyebaran

Analisis ini merupakan analisis lanjutan yang menggunakan matriks kebalikan. Analisis ini membandingkan nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung yang telah dikalikan dengan jumlah sektor yang ada dengan total nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung di semua sektor. Hal tersebut perlu dilakukan karena indeks keterkaitan langsung dan tidak langsung baik ke depan ataupun ke belakang yang telah diuraikan belum memadai untuk digunakan sebagai landasan pemilihan sektor kunci. Analisis dampak penyebaran terbagi menjadi dua bagian yaitu kepekaan penyebaran dan koefisien penyebaran.

2.1.4.5 Analisis Multiplier

Dalam Model Input-Output terdapat tiga jenis analisis multiplier yang menggunakan koefisien teknis sebagai dasar perhitungannya, yaitu :

1. Multiplier output

Multiplier output dihitung dalam per unit perubahan output sebagai efek awal, yaitu kenaikan atau penurunan output sebesar satu unit satuan moneter.


(32)

2. Multiplier pendapatan

Penggandaan ini mengukur peningkatan pendapatan akibat adanya perubahan output dalam perekonomian.

3. Multiplier tenaga kerja

Penggandaan ini menunjukan adanya perubahan pada tenaga kerja yang disebabkan oleh perubahan awal dari sisi output.

Multiplier Tipe I dan II dapat mengukur efek dari output, pendapatan, dan tenaga kerja masing-masing sektor perekonomian yang disebabkan karena adanya perubahan dalam jumlah output, pendapatan, dan tenaga kerja yang ada di suatu wilayah.

2.2. Tinjauan Studi Sebelumnya

Penelitian mengenai peran dan keterkaitan suatu sektor dalam perekonomian dengan menggunakan analisis Input-Output telah banyak dilakukan, diantaranya yaitu penelitian terhadap seluruh sektor perekonomian, penelitian terhadap salah satu sektor dalam perekonomian seperti pertanian, industri pengolahan, perdagangan dan hotel, jasa-jasa dan lain sebagainya.Setiap penelitian umumnya memiliki tujuan yang sama yaitu mempelajari keterkaitan langsung ke depan (direct forward linkage), keterkaitan langsung ke belakang (direct backward linkage), keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan, dan keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang dan juga multiplier effect pendapatan, output dan tenaga kerja. Berdasarkan dari tiga referensi penelitian terdahulu yaitu Febriawan (2009), dan Agnes (2010), dan Putri Nilam (2010) didapatkan adanya persamaan dalam hasil dari penelitian yang mereka lakukan. Kedua penelitian tersebut menggunakan metode analisis Input-Output.

Penelitian mengenai sektor hotel dan restoran telah banyak dilakukan, karena sektor hotel dan restoran merupakan sektor dengan tingkat kontribusi tinggi terhadap perekonomian dikarenakan semua sektor menikmati sektor hotel dan restoran dalam


(33)

usahanya dan memiliki nilai keterkaitan yang tinggi. Beberapa penelitian mengenai sektor hotel dan restoran antara lain:

Penelitian yang dilakukan oleh Febriawan (2009) dalam skripsinya menganalisis tentang peranan sektor hotel dan restoran dalam perekonomian Kota Bandung. Tabel I-O Kota Bandung tahun 2003 yang digunakan dalam penelitian ini menyatakan bahwa sektor hotel dan restoran dalam pembentukan permintaan antara relatif kecil dibandingkan dengan sektor lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar output dari kedua sektor ini sebagai input oleh sektor lain dalam berproduksi, dalam penelitian ini dikemukakan bahwa nilai keterkaitan ke depan lebih besar dibandingkan nilai keterkaitan ke belakang yaitu sebesar 1,4751, sedangkan nilai multiplier digunakan untuk melihat dampak dari permintaan akhir output sektor Hotel dan restoran terhadap output, pendapatan dan tenaga kerja rumah tangga (Tabel 2.4).

Secara keseluruhan, sektor hotel dan restoran memiliki keterkaitan langsung dan tidak langsung yang tinggi baik sektor pengguna input maupun output, sehingga dapat dikatakan bahwa sektor ini dapat diandalkan untuk mendorong sektor-sektor lain baik hulu maupun hilirnya. Pada keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan nilai terbesarnya ditempati oleh sektor jasa-jasa. Sedangkan pada keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang, sektor pertanian yang memiliki nilai terbesar.

Penelitian yang dilakukan Putri Nilam (2010), yaitu tentang Peranan Sektor Pariwisata terhadap Perekonomian Kota Jakarta dengan menggunakan Tabel I-O Indonesia Tahun 2006. Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa sektor Restoran ternyata lebih mampu mendorong pertumbuhan atau pembentukan output sektor-sektor yang menjadi penyedia input sektor hotel dan restoran (sektor hulu) dibandingkan terhadap sektor-sektor yang menggunakan outputnya (sektor hilirnya),


(34)

Hal ini terlihat dari Sektor Hotel dan restoran memiliki nilai keterkaitan ke depan secara langsung sebesar 0.00897, dan secara langsung dan tidak langsung sebesar 2.13285. Adapun untuk keterkaitan ke belakang secara langsung sebesar 0,303 dan secara langsung dan tidak langsung sebesar 2,418. Hasil analisis multiplier output, pendapatan dan tenaga kerja dapat dilihat pada (Tabel 2.4).

Penelitian yang dilakukan Agnes (2010) menunjukkan bahwa sektor hotel dan restoran mampu mempengaruhi sektor hilirnya. Dapat dilihat dari nilai keterkaitan ke depan yaitu sebesar 2,5432 dibandingkan nilai keterkaitan ke belakang sebesar 1.3213. Hasil analisis multiplier output, pendapatan dan tenaga kerja dapat dilihat pada (Tabel 2.4).

Sedangkan berdasarkan hasil analisis keterkaitan sektor hotel dan restoran maka dapat dilihat bahwa keterkaitan output langsung ke depan sektor hotel dan restoran yang memiliki nilai paling besar adalah subsektor jasa-jasa, kemudian untuk nilai keterkaitan output langsung dan tidak langsung ke depan sektor hotel dan restoran yang paling besar juga diduduki oleh sektor jasa-jasa. Untuk keterkaitan ke belakang sektor hotel dan restoran yang memiliki nilai paling besar dalam keterkaitan langsung ke belakang adalah subsektor industri pengolahan, kemudian untuk keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang terbesar juga diduduki oleh subsektor pertanian.

Tabel 2.3. Hasil Penelitian Terdahulu Tentang Keterkaitan

Penelitian Keterkaitan ke Depan Keterkaitan ke Belakang

No Kota Tahun Langsung

Langsung dan tidak Langsung

Langsung Langsung dan tidak Langsung 1 Bandung 2009 0,3238 1,4751 0,0869 1,0994 2 Jakarta 2010 0,0089 2,1328 0,3030 2,4182 3 Jakarta 2010 0,4324 2,5432 0,0982 1,3213 Sumber : Agnes, 2010 ; Febriawan, 2009 dan Putri, 2010.

Penelitian Ida (2007) melakukan penelitian di lokasi yang sama yaitu Kota Cirebon yaitu tentang Peranan Sektor Industri Pengolahan terhadap Perekonomian Kota Cirebon dengan menggunakan Tabel I-O tahun 2005, dari penelitian ini Sektor Hotel


(35)

dan restoran memiliki nilai keterkaitan ke depan yang besar yang artinya mampu mempengaruhi sektor hilirnya yaitu sebesar 2,3645, Dan penelitian tentang sektor hotel dan restoran sendiri dan dampak investasi belum pernah diteliti di Kota Cirebon.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Putri antara lain: (1) penelitian ini berlokasi di Kota Cirebon, sedangkan penelitian Rahayu berlokasi di Kota Jakarta; (2) sektor yang diteliti dalam penelitian ini ialah hanya sektor hotel dan restoran, sedangkan pada penelitian Putri, pariwisata dalam penelitian ini terdiri dari subsektor restoran, subsektor hotel, subsektor transportasi dan komunikasi, subsektor jasa biro perjalanan wisata dan subsektor jasa hiburan.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Febriawan ialah penelitian ini berlokasi di Kota Cirebon, sedangkan penelitian Febriawan berlokasi di Kota Bandung, dan dalam penelitian ini menggunakan analisis dampak investasi yang diberikan pada sektor hotel dan restoran.

Tabel 2.4. Hasil Penelitian Terdahulu Tentang Multiplier

Penelitian Multiplier

No Lokasi dan

Sektor Tahun

Output Pendapatan Tenaga Kerja Tipe I Tipe II Tipe I Tipe II Tipe I Tipe II

1

Kota Bandung Hotel Restoran

2009 1,741 1,099 2,229 1,961 2,007 1,089 3,0259 1,6418 1,786 1,086 2,5093 1,4781 2 Kota Jakarta Hotel Restoran

2010 1,1140 1,3034 1,620133 1,703450 1,0700 1,2900 1,425122 1,718048 1,0998331,158195 1,473046 1,395649

3

Kota Bandung Hotel

Restoran

2010 1,740 1,103 2,3429 1,2085 1,655 1,147 2,0382 1,4130 1,8655 1,0952 2,8925 1,1505 Sumber : Agnes, 2010 ; Febriawan, 2009 dan Putri, 2010.

Hasil penelitian yang sudah ada tentang hotel dan restoran memiliki hasil yang sama dengan penelitian ini yaitu dari nilai keterkaitan ke depan yang lebih tinggi dibandingkan ke belakang baik langsung maupun tidak langsung yaitu sebesar 1,948 dan lansung dan tidak langsung sebesar 3,706 dibandingkan nilai keterkaitan langsung ke belakang sebesar 0,0741 dan langsung dan tidak langsung sebesar 1,233, karena


(36)

produk sektor hotel dan restoran berupa jasa, dan semua sektor memakai jasa sektor hotel dan restoran dalam kegiatannya.

2.3 Kerangka Pemikiran Operasional

Seiring dengan semakin berkembangnya Kota Cirebon dengan citra sebagai kota wisata, maka kondisi tersebut menjadikan kunjungan wisatawan ke Kota Cirebon cenderung mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari tahun ke tahun. Hal ini mengakibatkan semakin pesat pula perkembangan sektor hotel dan restoran yang merupakan saran pendukung kegiatan berwisata di Kota Cirebon. Keberadaan sektor hotel dan restoran tentunya didukung oleh sektor lain sebagai pendukung, sehingga antara sektor hotel dan restoran dengan sektor lain terdapat suatu hubungan keterkaitan. Setiap perubahan pada sektor hotel dan restoran, misalnya perubahan pada permintaan akhir akan memiliki dampak pada sektor lain. Begitu pula apabila terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja pada sektor hotel dan restoran, hal ini akan berdampak juga pada peningkatan penyerapan tenaga kerja total pada sektor perekonomian, oleh karena itu semakin meningkatnya penyerapan tenaga kerja sektor hotel dan restoran di Kota Cirebon diharapkan akan memberikan dampak positif pula pada peningkatan penyerapan tenaga kerja total di seluruh sektor perekonomian Kota Cirebon.

Untuk melakukan analisis mengenai dampak dan keterkaitan sektor hotel dan restoran dalam perekonomian Kota Cirebon digunakan suatu metode analisis Input-Output (I-O). Melalui analisis ini pula dapat diketahui peranan sektor hotel dan restoran yang dilihat berdasarkan pembentukan struktur permintaan dan penawaran, konsumsi rumah tangga dan pemerintah, ekspor dan impor, dan nilai tambah bruto. Dalam penelitian ini, analisis yang digunakan antara lain. Berdasarkan penjelasan sebelumnya maka dapat disusun alur kerangka dalam penelitian ini sebagai berikut:


(37)

Gambar 2.3. Skema Kerangka Pemikiran Konseptual. Analisis Multiplier Analisis

Keterkaitan Analisis Input Output

Analisis Struktur Permintaan Akhir

Permasalahan Ekonomi Kota Cirebon - Pengangguran

- Investasi di Sektor Hotel dan Restoran relatif kecil dan berfluktuasi

Pembangunan Daerah

Dampak Investasi Sektor Hotel dan Restoran Dalam Perekonomian Kota Cirebon

Pembangunan Sektoral Pembangunan Wilayah

Pembangunan Sektor hotel dan Restoran


(38)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan memilih lokasi Kota Cirebon. Hal tersebut karena Kota Cirebon merupakan salah satu kota tujuan wisata di Jawa Barat dan didasarkan pada letak Kota Cirebon yang berada antara perbatasan Jawa Barat dan Jawa Tengah sehingga memiliki nilai dan fungsi yang strategis. Waktu Penelitian dilaksanakan di kota Cirebon dari bulan Februari 2011 hingga Juli 2011 yang meliputi pengumpulan data-data sekunder dari instansi terkait, pengolahan data, analisis data dan penulisan dalam bentuk skripsi.

Pemilihan lokasi dan sektor dilakukan dengan mempertimbangkan sektor hotel dan retoran memiliki peranan penting sebagai sarana pendukung pariwisata seiring dengan berkembangnya Kota Cirebon sebagai kota tujuan wisata, tersedianya Tabel Input-Output Kota Cirebon dan belum ada penelitian skripsi mengenai sektor hotel dan restoran di kota Cirebon.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder berupa Tabel Input-Output Kota Cirebon Tahun 2005, dan dikumpulkan dari berbagai sumber, antara lain: Badan Pusat Statistik (BPS) Pusat, BPS Jawa Barat, BPS Kota Cirebon, Badan Perencanaan Daerah (Bapedda), Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar), Dinas Tenaga Kerja (Disnaker), Dinas pendapatan Daerah (Dispenda) Kota Cirebon. Selain itu data pendukung lainnya diperoleh dari sumber-sumber yang relevan dengan topik penelitian, baik sumber cetak maupun elektronik. Data pokok yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data yang berasal dari Tabel Input-Output Kota Cirebon tahun 2005.


(39)

3.3. Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan dalam studi ini menggunakan Model Input-Output (I-O). Model I-O dapat digunakan sebagai alat pengambilan keputusan dalam perencanaan pembangunan sektoral. Dari hasil analisis I-O dapat diputuskan sektor-sektor mana saja yang dijadikan sebagai leading sector dalam pembangunan ekonomi. Suatu sektor yang terindikasi sebagai pemimpin dianggap memiliki kemampuan daya sebar dan kepekaan yang sangat tinggi dalam suatu perekonomian, sehingga efek yang diberikannya bersifat berganda.

Tabel I-O yang sudah tersedia maka dapat diketahui peranan sektor hotel dan restoran terhadap pembentukan output, nilai tambah bruto, dan permintaan akhir. Untuk mengetahui peranan peranan sektor hotel dan restoran sebagai sektor penyedia input maupun sektor pemakai input serta mengetahui dampak yang ditimbulkan peranan sektor hotel dan restoran terhadap perekonomian Kota Cirebon dapat dikaji berdasarkan analisis keterkaitan dan multiplier. Dalam melakukan pengolahan data, penelitian ini didukung oleh program Input-Output Analisis for Practitioners (IOAP) dan Microsoft Excel. Dengan menggunakan model I-O terdapat beberapa analisis yang dilakukan yang akan dijelaskan sebagai berikut :

3.3.1. Analisis Keterkaitan

Analisis keterkaitan digunakan untuk melihat keterkaitan antar sektor. Keterkaitan ini terdiri dari, keterkaitan langsung ke depan, keterkaitan langsung ke belakang, keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan, serta keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang. Keterkaitan ke depan digunakan untuk melihat derajat keterkaitan antara suatu sektor yang menghasilkan output yang digunakan sebagai input di sektor lain. Keterkaitan ke belakang digunakan untuk melihat derajat keterkaitan suatu sektor terhadap sektor lain yang memasok input.


(40)

1. Keterkaitan Langsung Ke Depan

Keterkaitan langsung ke depan menunjukkan akibat suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menggunakan sebagian output sektor tersebut secara langsung per unit kenaikan permintaan total

Keterkaitan tipe ini dirumuskan sebagai berikut :

... (1) Dimana : F (d)i = keterkaitan langsung ke depan sektor i

= unsur matriks koefisien teknis n = jumlah sektor

2. Keterkaitan Langsung Ke Belakang

Keterkaitan langsung ke belakang menunjukkan akibat suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut secara langsung per unit kenaikan permintaan total.

Keterkaitan tipe ini dirumuskan sebagai berikut :

... .(2) Dimana : B (d)j = keterkaitan langsung ke belakang sektor i

= unsur matriks koefisien teknis n = jumlah sektor

3. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Depan

Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan menunjukkan akibat dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menggunakan output bagi sektor tersebut secara langsung maupun tidak langsung per unit kenaikan permintaan total. Keterkaitan tipe ini dirumuskan sebagai berikut :

... .(3) Dimana :

F (d + i)i = keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan sektor i

ij = unsur matriks kebalikan Leontief terbuka n = jumlah sektor


(41)

4. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang

Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang menunjukkan akibat dari suatu sektor yang diteliti terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung per unit kenaikan permintaan total.

Keterkaitan tipe ini dirumuskan sebagai berikut :

... .(4) Dimana :

B (d + i)j = keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang sektor i

ij = unsur matriks kebalikan Leontief terbuka n = jumlah sektor

3.3.2. Analisis Dampak Penyebaran

Indeks keterkaitan langsung dan tidak langsung baik ke depan maupun ke belakang belum memadai jika dipakai sebagai landasan pemilihan sektor-sektor kunci. Indikator-indikator tersebut tidak dapat diperbandingkan antar sektor karena peranan permintaan akhir setiap sektor tidak sama. Oleh karena itu, kedua indeks tersebut harus dinormalkan dengan cara membandingkan rata-rata dampak seluruh sektor. Analisis ini disebut dengan analisis dampak penyebaran yang dibagi menjadi dua, yaitu koefisien penyebaran dan kepekaan penyebaran.

1. Koefisien Penyebaran (Daya Penyebaran Ke Belakang/Daya Menarik)

Konsep koefisien penyebaran (daya penyebaran ke belakang/daya menarik) bermanfaat untuk mengetahui distribusi manfaat dari pengembangan suatu sektor terhadap perkembangan sektor-sektor lainnya melalui mekanisme transaksi pasar input. Konsep ini sering juga diartikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk meningkatkan pertumbuhan industri hulunya. Sektor j dikatakan mempunyai koefisien penyebaran yang tinggi apabila Pdj mempunyai nilai lebih besar dari satu, dan sebaliknya jika nilai


(42)

Pd

j lebih kecil dari satu. Rumus yang digunakan untuk mencari nilai koefisien penyebaran adalah :

Dimana :

= koefisien penyebaran sektor j = unsur matriks kebalikan Leontief n = jumlah sektor

2 .Kepekaan Penyebaran (Daya Penyebaran Ke Depan/Daya Mendorong)

Konsep kepekaan penyebaran (daya penyebaran ke depan/daya mendorong) berguna untuk mengetahui tingkat kepekaan suatu sektor terhadap sektor-sektor lainnya melalui mekanisme pasar output. Konsep ini sering juga diartikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk mendorong pertumbuhan produksi sektor-sektor lain yang memakai input dari sektor ini. Sektor i dikatakan mempunyai kepekaan penyebaran yang tinggi apabila nilai Sd

i lebih besar dari satu, dan sebaliknya jika nilai Sdi lebih kecil dari satu. Rumus yang digunakan untuk mencari nilai kepekaan penyebaran adalah :

Dimana :

= kepekaan penyebaran sektor i = unsur matriks kebalikan Leontief n = jumlah sector

3.3.3. Analisis Pengganda (Multiplier)

Berdasarkan matriks kebalikan Leontief, baik untuk model terbuka ( ij ) maupun untuk model tertutup ( *ij ) dapat ditentukan nilai-nilai dari pengganda output,


(43)

pendapatan dan tenaga kerja berdasarkan rumus yang tercantum dalam tabel 3.1 berikut:

Tabel 3.1. Rumus Pengganda Output, Pendapatan, dan Tenaga Kerja

Nilai

Pengganda

Output Pendapatan Tenaga Kerja

Efek Awal 1 hi ei

Efek Putaran Pertama ∑iaij ∑iaij hi ∑iaij ei

Efek Dukungan

Industri ∑

i ij -1-∑iaij ∑i ij hi - hi - ∑iaij hi ∑i ij ei - ei - ∑iaij ei

Efek Induksi

Konsumsi

∑i *ij - ∑i ij ∑i *ij hi - ∑i ij hi ∑i *ij ei - ∑i ij ei

Efek Total ∑i *iji *ijhi ∑i *ij ei

Efek Lanjutan ∑i *ij - 1 ∑i *ij hi - hi ∑i ij ei - ej

Sumber: Daryanto, 2010

dimana: aij = koefisien output

hi = koefisien pendapatan rumah tangga ei = koefisien tenaga kerja

ij = matriks kebalikan Leontief terbuka

*ij = matriks kebalikan Leontief tertutup

Sedangkan untuk melihat hubungan antara efek awal dan efek lanjutan per unit pengukuran dari sisi output, pendapatan, dan tenaga kerja, maka dihitung dengan menggunakan rumus pengganda tipe I dan tipe II sebagai berikut:

Tipe I = efek awal + efek putaran pertama + efek dukungan industri efek awal

Tipe II = efek awal + efek putaran pertama + efek dukungan industri + efek konsumsi

efek awal

Koefisien Pendapatan ( )

Koefisien pendapatan rumah tangga merupakan suatu bilangan yang menunjukkan besarnya jumlah pendapatan yang diterima oleh pekerja yang diperlukan untuk menghasilkan satu unit output. Koefisien pendapatan dirumuskan sebagai berikut:


(44)

dimana: hi = koefisien pendapatan sektor i

Si = jumlah upah dan gaji sektor i

Xi = jumlah output total sektor i

Koefisien Tenaga Kerja (ei)

Koefisien tenaga kerja merupakan suatu bilangan yang menunjukkan besarnya jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk menghasilkan satu unit output. Koefisien tenaga kerja dapat dirumuskan sebagai berikut:

e

i= Ti X

i

dimana: ei = koefisien tenaga kerja sektor i

Ti = jumlah tenaga kerja sektor i

Xi = jumlah output total sektor i

3.3.4 Analisis Dampak Investasi di Sektor Hotel dan Restoran

Walaupun dengan menggunakan analisis Input-Output dapat dihitung dan dianalisis peranan sektor hotel dan restoran terhadap perkonomian Kota Cirebon tahun 2005, tetapi akan lebih lengkap dengan mengamati dampak dari analisis investasi sektor hotel dan restoran terhadap pengembangan sektor hotel dan restoran di Kota Cirebon. Dalam penelitian ini, untuk rumus perhitungan mengenai dampak investasi dapat dilihat dibawah ini :

a) Dampak Terhadap Pembentukan Output


(45)

dimana :

= dampak terhadap pembentukan output = dampak terhadap pendapatan rumah tangga = investasi sektoral

= matriks kebalikan Leontief terbuka = koefisien pendapatan

3.4. Konsep dan Definisi Operasional

Konsep dan definisi menjelaskan konsep serta definisi dari Hotel dan Restoran, output, transaksi antara, permintaan akhir (pengeluaran rumah tangga, pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap, perubahan stok, ekspor dan impor) dan input primer (upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak tak langsung netto) yang sesuai dengan Tabel Input-Output (Daryanto, 2010).

1. Pariwisata

Pariwisata dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, yang diantaranya termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata, serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut. Dalam penelitian ini mencakup hotel, restoran, transportasi dan komunikasi, jasa biro perjalanan wisata, serta jasa hiburan dan rekreasi.

2. Output

Output adalah seluruh nilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor-sektor produksi dengan memanfaatkan faktor produksi yang tersedia di suatu wilayah (negara, provinsi, dan sebagainya) dalam periode tertentu tanpa memperhatikan asal-usul pelaku produksi maupun usahanya. Sepanjang kegiatan produksinya dilakukan pada wilayah yang bersangkutan maka produksinya dihitung sebagai


(46)

bagian dari output wilayah tertentu. Oleh karena itu, output sering dikatakan sebagai produk domestik. Unit usaha yang produksinya berupa barang outputnya merupakan hasil perkalian kuantitas produksi barang yang bersangkutan dengan harga produsen per unit barang tersebut. Unit usaha yang bergerak di bidang jasa, outputnya merupakan nilai penerimaan dari jasa yang diberikan kepada pihak lain.

3. Input Antara

Input antara adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk barang dan jasa yang digunakan habis dalam proses produksi. Komponen input antara lain terdiri dari barang tidak tahan lama dan jasa yang dapat berupa hasil produksi dalam negeri atau impor. Barang tidak tahan lama, adalah barang yang habis dalam sekali pakai, atau barang yang umur pemakaiannya kurang dari satu tahun. Contoh dari input antara adalah bahan baku, bahan penolong, jasa perbankan dan sebagainya, sedangkan balas jasa untuk pegawai (upah dan gaji) dimasukkan ke dalam input primer. Penilaian dari barang dan jasa yang digunakan berdasarkan transaksi atas dasar harga pembeli, yaitu harga yang dibayarkan pada saat menggunakan barang dan jasa tersebut.

4. Input Primer

Input primer adalah balas jasa atas pemakaian faktor-faktor produksi yang terdiri dari tenaga kerja, tanah, modal dan kewiraswastaan. Input primer disebut juga nilai tambah bruto dan merupakan selisih antara nilai output dengan input antara.

a.Upah dan Gaji

Upah dan gaji mencakup semua balas jasa dalam bentuk uang maupun barang dan jasa kepada tenaga kerja yang ikut dalam kegiatan produksi selain pekerja keluarga yang tidak dibayar.


(1)

Lampiran 21. Dampak Investasi Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perubahan Pembentukan Output Kota Cirebon Tahun 2005 (juta rupiah) Sektor

Output

Sebelum Investasi Sesudah Investasi Besarnya Perubahan

Output Nilai Persen Nilai Persen

Pertanian 15.421 0,2 3.020.240 0,810 3.004.819

Industri pengolahan 4.136.317 47,6 184.298.315 49,397 180.161.998 Listrik,gas dan air

bersih 82.345 0,9 2.595.832 0,696 2.513.487

Bangunan 0 0,000 0 0,00 0

Pedagang besar dan

eceran 8.448 0,1 2.205.288 0,591 2.196.840

Hotel dan Restoran 141.594 1,6 102.670.252 27,519 102.528.658

angkutan dan

komunikasi 346.165 4,0 16.166.095 4,333 15.819.930

keuangan ,persewaan, jasa

perusahaan 2.893.945 33,3 27.101.473 7,264 24.207.528 Jasa sosial dan

kemasyarakatan serta jasa-jasa

lainnya 1.074.622 12,4 35.036.314 9,391 33.961.692


(2)

106 Lampiran 22. Dampak Investasi Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perubahan

Pendapatan Kota Cirebon Tahun 2005 (juta rupiah) Sektor

Pendapatan Sebelum

Investasi Sesudah Investasi

Besarnya Perubahan Pendapatan Nilai Persen Nilai Persen

Pertanian 67 0,093 11.818 0,112 11.818

Industri

pengolahan 11.255 15,64 479.486 4,533 479.475

Listrik,gas dan

air bersih 3.906 5,428 122.728 1,160 122.724

Bangunan 6481 9,007 168.291 1,591 168.285

Pedagang besar

dan eceran 15.967 22,190 427.149 4,038 427.133

Hotel dan

Restoran 11.871 16,497 8.615.268 81,450 8.615.256

angkutan dan

komunikasi 11.893 16,528 555.404 5,251 555.392

keuangan ,persewaan,

jasa perusahaan 6.265 8,706 58.671 0,555 58.664

Jasa sosial dan kemasyarakatan serta jasa-jasa

lainnya 4.251 5,907 138.593 1,310 138.589


(3)

Lampiran 23. Dampak Investasi Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perubahan Tenaga Kerja Kota Cirebon Tahun 2005 (orang)

Sektor Tenaga Kerja

Sebelum Investasi Sesudah Investasi Besarnya Perubahan Tenaga Kerja Nilai Persen Nilai Persen

Pertanian

Industri

pengolahan 6.890 27,898 16.293.538 22,676 16.286.648 Listrik,gas dan

air bersih 604 2,445 18.979 0,026 18.375

Bangunan 998 4,040 12.678 0,018 11.680

Pedagang besar

dan eceran 2.649 10,725 865.469 1,204 862.820

Hotel dan

Restoran 6.165 24,962 54.474.289 75,813 54.468.124

angkutan dan

komunikasi 1.664 6,737 77.709 0,108 76.045

keuangan ,persewaan, jasa

perusahaan 3.283 13,293 30.744 0,043 27.461

Jasa sosial dan kemasyarakatan serta jasa-jasa

lainnya 2.444 9,895 79.682 0,111 77.238


(4)

108 Lampiran 24. Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat Tahun 2006-2008 (%)

Kota/ Kabupaten

Laju Pertumbuhan Ekonomi

2006 2007 2008 Rata-Rata (%)

Kabupaten :

Bogor 5,95 6,05 5,58 5,80

Sukabumi 3,92 4,19 3,89 4,06

Cianjur 2,34 4,18 4,04 3,87

Bandung 5,85 5,92 5,30 5,65

Garut 4,11 4,76 4,69 4,35

Tasikmalaya 4,01 4,33 4,02 3,94

Ciamis 3,84 5,01 4,94 4,55

Sumedang 4,17 4,64 2,14 4,44

Subang 2,45 4,85 4,74 5,24

Puwakarta 3,87 3,90 4,99 4,00

Karawang 7,52 6,15 6,22 5,55

Bekasi 5,99 6,14 6,07 6,06

Kota :

Bogor 6,03 6,09 5,98 6,06

Sukabumi 6,23 6,51 6,11 6,11

Bandung 7,83 8,24 8,17 7,85

Cirebon 5,54 6,17 5,64 5,38

Bekasi 6,07 6,44 5,94 5,90

Depok 6,65 6,95 6,51 6,71

Cimahi 4,82 5,03 4,77 4,70

Tasikmalaya 5,11 5,98 5,70 5,16

Banjar 4,71 4,93 4,82 3,82

TOTAL 5,10 5,55 5,25 5,20


(5)

DANI PRIYO UTOMO. Investasi di Sektor Hotel dan Restoran dan Dampaknya Terhadap Perekonomian Kota Cirebon (dibimbing oleh YETI LIS

PURNAMADEWI).

Kota Cirebon merupakan lima besar kota tujuan wisata di Provinsi Jawa Barat, kondisi ini didukung oleh letak geografis dan banyaknya wisata di Kota Cirebon. Salah satu sektor yang terkait erat dengan pariwisata adalah sektor hotel dan restoran. Imbas dari meningkatnya jumlah pengunjung objek wisata di Kota Cirebon, baik domestik maupun asing adalah meningkatnya tingkat okupansi baik hotel berbintang maupun hotel non berbintang. Sektor hotel dan restoran selain terkait dengan sektor pariwisata tetapi juga memiliki keterkaitan yang tinggi dengan sektor lainnya terbukti dari hasil studi sebelumnya. Dengan demikian peningkatan investasi di sektor hotel dan restoran diharapkan mampu meningkatkan perekonomian daerah dan mengurangi pengangguran.

Perekonomian Kota Cirebon masih harus ditingkatkan, karena jika dilihat dari laju pertumbuhan ekonomi maupun pendapatan per kapita, masih relatif rendah; sementara pengangguran Kota Cirebon juga masih relatif tinggi. Sektor hotel dan restoran di Kota Cirebon, di satu pihak memiliki laju pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi; sementara kontribusinya di Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) meskipun meningkat terus dari tahun ke tahun (2006-2009), relatif kecil. Di sisi lain investasi di sektor hotel dan restoran berfluktuasi dan relatif kecil.

Berdasarkan masalah dan latar belakang tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Menganalisis peran sektor hotel dan restoran ditinjau dari keterkaitan dan struktur permintaan akhir, (2) Menganalisis multiplier output, pendapatan dan tenaga kerja sektor hotel dan restoran dalam perekonomian Kota Cirebon, (3) Menganalisis dampak investasi di sektor hotel dan restoran terhadap perekonomian Kota Cirebon.

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu Tabel Input-Output Kota Cirebon Tahun 2005 klasifikasi 22 sektor yang diagregasi menjadi 9 sektor. Dalam studi ini menggunakan dua metode analisis yakni analisis deskriptif dan analisis Input-Output (I-O). Pengolahan data dengan menggunakan bantuan software I-O Analysis for Practitioners dan Microsoft

Excell 2007.

Kontribusi sektor hotel dan restoran dalam perekonomian Kota Cirebon terhadap pembentukan permintaan total, permintaan akhir, permintan antara dan output sektoral menempati urutan kelima dari sepuluh sektor perekonomian Kota Cirebon. Sektor hotel dan restoran ditinjau dari konsumsi pemerintah dan konsumsi rumah tangga menempati urutan kelima dan keempat, sementara dalam hal pembentukan nilai tambah bruto dan struktur investasi menempati urutan ketiga dan keenam, serta untuk ekspor netto menempati urutan kelima. Berdasarkan hasil analisis keterkaitan khususnya kepekaan penyebaran dan koefisien penyebaran sektor hotel dan restoran memiliki nilai yang relatif tinggi,


(6)

menempati urutan kedua dan keempat dari sembilan sektor perekonomian. Sektor hotel dan restoran memiliki nilai kepekaan penyebaran yang lebih besar dari nilai koefisien penyebaran yaitu sebesar 2,36 dan 1,20.

Sektor hotel dan restoran juga memiliki nilai multiplier yang relatif tinggi, khususnya untuk multiplier output dan multiplier pendapatan. Multiplier output sektor hotel dan restoran untuk tipe I dan tipe II menempati urutan kedua dari sembilan sektor yang ada di perekonomian Kota Cirebon, setelah sektor pedagang besar dan eceran. Sementara untuk multiplier pendapatan, sektor hotel dan restoran baik tipe I dan tipe II menempati urutan ketiga dari sembilan sektor, setelah sektor pertanian dan industri pengolahan. Namun demikian apabila dilihat dari multiplier tenaga kerja, sektor hotel dan restoran memiliki nilai yang relatif kecil baik untuk tipe I dan tipe II. Kedua multiplier tenaga kerja tersebut menempati urutan kelima dari sembilan sektor perekonomian di Kota Cirebon.

Berdasarkan nilai keterkaitan dan multiplier sektor hotel dan restoran yang relatif tinggi, maka peningkatan investasi di sektor tersebut mampu meningkatkan perekonomian Kota Cirebon baik secara total maupun secara sektoral. Peningkatan investasi di sektor hotel dan restoran mampu meningkatkan output, pendapatan dan tenaga kerja, dengan kenaikan tertinggi secara nominal terjadi pada peningkatan output, sedangkan dari sisi persentase terjadi pada peningkatan tenaga kerja.

Pemerintah daerah Kota Cirebon terutama Bappeda apabila berkeinginan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan mengurangi pengangguran yang ada di Kota Cirebon, maka sektor hotel merupakan sektor potensial untuk mencapai tujuan tersebut. Berdasarkan hasil analisis multiplier dapat diketahui bahwa sektor hotel dan restoran mempunyai nilai yang relatif tinggi untuk masing-masing nilai pengganda, dengan demikian sektor hotel dan restoran merupakan salah satu sektor prioritas yang dapat dijadikan acuan untuk peningkatan pertumbuhan ekonomi di Kota Cirebon. Pemerintah diharapkan dapat memperbaiki fasilitas serta sarana dan prasarana penunjang subsektor ini, seperti perbaikan sarana pariwisata sebagai subsektor penunjang sektor ini.