4. Maksim Cara Maxim of Manner Maksim cara mengharuskan penutur untuk menyampaikan informasi dengan
cara yang tepat, tidak bertele-tele, berurutan, dan jauh dari keambiguan. Maksim cara lebih menggarisbawahi tentang tata cara penyediaan informasi. Dengan
demikian dapat dikatakan maksim cara akan sangat dipengaruhi oleh maksim- maksim yang sudah ada sebelumnya. Berikut adalah contoh ujaran yang yang
mengandung maksim cara. d
Ayah: ibu sedang masak apa? Ibu: Ibu sih masih belum mau makan batu atau pasir, jadinya ibu malam
ini masak sayur dan ikan saja. Dari tuturan yang disampaikan oleh ibu, terlihat bahwa jumlah informasi
yang diberikan oleh ibu sangat berlebihan. Bahkan ibu memberikan jawaban yang tidak langsung menjawab ayah. Ibu menjelaskan terlebih dahulu bahwa dia tidak
mempunyai keinginan untuk memakan pasir dan batu. Tata cara ibu untuk menjawab pertanyaan merupakan cara yang tidak ringkas. Melihat keadaan ini
maka ujaran tersebut adalah ujaran yang melanggar maksim cara.
2.3.3 Prinsip Kesantunan Leech
Prinsip kesantunan merupakan bagian dari konsep retorika interpersonal yang muncul dalam ujaran. Jika prinsip kerjasama fokus pada informasi dituturkan
kepada lawan tutur, maka prinsip kesantunan terfokus pada tuturan sebagai bentuk etiket penutur kepada lawan tutur dalam mengujarkan sesuatu. Prinsip kesantunan
dirancang oleh Leech untuk menjelaskan bahwa ada kalanya penuturan sesuatu
tidak hanya terikat pada fungsi dan maknanya saja. Hal ini kembali lagi kepada faktor konteks situasi yang mengikat tuturan yang muncul dalam peristiwa tutur
tertentu. Pengaruh interpersonal yang melekat pada interlokutor akan menjadi penentu penggunaan prinsip kesantunan. Terdapat enam maksim yang masuk ke
dalam prinsip kesantunan sebagaimana ditulis oleh Leech 1983.
1. Maksim Kebijaksanaan Tact Maxim Maksim ini menggariskan bahwa penuturan sesuatu difokuskan untuk
meminimalkan kerugian orang lain dan memaksimalkan keuntungan bagi orang lain. Wijana 1996: 56 menyatakan bahwa dalam maksim kebijaksanaan semakin
panjang sebuah tuturan maka semakin sopan pula tuturan tersebut. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tuturan “saya mohon anda berkenan untuk
datang ke rumah saya” akan jauh lebih santun dibandingkan dengan ujaran “datang ke rumah saya”
2. Maksim Kemurahan Hati Generosity Maxim Maksim kemurahan hati atau maksim kedermawanan Wijana, 1996: 57
mewajibkan setiap peserta ujaran untuk memaksimalkan kerugian bagi diri sendiri dan meminimalkan keuntungan bagi diri sendiri. T
uturan “anda harus meminjami saya uang” adalah tuturan yang tidak mengikuti kaidah maksim kedermawanan.
Penutur mendapatkan keuntungan akibat tuturan tersebut sementara petutur mendapatkan kerugian.
3. Maksim Penghargaan Approbatin Maxim Maksim penghargaan atau maksim penerimaan biasanya muncul dalam
bentuk kalimat ekspresif. Kalimat dengan fungsi ekspresif diharapkan mampu memenuhi maksim penghargaan dimana peserta penuturan berujar untuk
memaksimalkan rasa hormat kepada orang lain dan meminimalkan rasa tidak homat kepada orang lain
. Penutur yang mengujarkan “Suaramu bagus sekali” merupakan penutur yang memenuhi maksim penghargaan karena ujarannya
bermaksud untuk memuji suara lawan tutur. Sebagai balasannnya, tuturan yang akan mengikuti maksim peng
hargaan adalah ujaran seperti “Suara saya tidak sebagus itu.” Tuturan yang muncul dengan mempertimbangkan maksim
penerimaan akan selalu memberikan masukan positif kepada lawan bicara.
4. Maksim Kerendahan Hati Modesty Maxim Maksim kerendahan hati Wijana 1996: 58 merupakan maksim yang
mengharuskan peserta dalam sebuah peristiwa tutur mengujarkan ujaran yang memaksimalkan ketidakhormatan pada diri sendiri dan meminimalkan rasa homat
pada diri sendiri. Tuturan “Bantuan anda sangat berarti bagi saya” merupakan tuturan yang bermaksud untuk memberikan pujian atau rasa hormat kepada lawan
tu tur. Ujaran berupa “Bantuan saya tidak ada apa-apanya” merupakan balasan
yang sesuai dengan maksim kerendahan hati karena penutur meminimalkan rasa hormat pada diri sendiri.
5. Maksim Kecocokan Agreement Maxim Maksim kecocokan mengharuskan partisipan dalam persitiwa tutur untuk
memaksimalkan pemufakatan dan kecocokan antara mereka dan meminimalkan ketidakcocokan di antara mereka. Wijana 1996: 60 mengutarakan bahwa dalam
maksim kecocokan partisipan tuturan tidak harus senantiasa sepenuhnya setuju dengan pendapat lawan tuturnya. Jika seorang penutur melontarkan
“saya tidak suka jeruk” maka jawaban berupa “saya juga, hanya suka yang manis saja”
merupakan ujaran yang memenuhi maksim pemufakatan. Secara parsial, lawan tutur setuju dengan ujaran sebelumnya. Untuk itulah, ujaran yang masih
menunjukkan bahwa penutur berusaha untuk setuju dengan lawan tuturnya dapat digolongkan ujaran yang sesuai dengan maksim kecocokan.
6. Maksim Simpati Sympathy Maxim Maksim simpati mendorong penutur dan lawan tutur dalam sebuah persitiwa
tutur untuk mengujarkan tuturan yang memaksimalkan rasa simpati, dan meminimalkan rasa antipati Wijana 1996: 60. Jika salah satu partisipan dalam
percakapan mendapatkan kesuksesan makna lawan tutur semestinya memberikan ucapan selamat. Sebaliknya, jika lawan tutur mengalami kesusahan atau musibah,
maka penutur semestinya mengucapkan perasaan sedih atau rasa belasungkawa. Untuk itu ujaran “selamat atas kelahiran putra pertamamu Jono” merupakan
ujaran yang mengikuti maksim simpati untuk pengalaman baik yang dialami oleh lawan tutur.
2.4 Model Penelitian
Tindak Tutur Tuturan Orang Tua dan
Pendekatan deskriptif- kualitatif
Supernanny Pragmatik
Teori Tindak Tutur Austin 1962, Searle
1975, dan Levinson 1983
Teori Prinsip Kerjasama Grice 1975 Teori