commit to user 24
3. Tinjauan tentang Tindak Pidana Perkosaan
a. Pengertian Perkosaan
Kejahatan perkosaan dalam kosa kata bahasa Indonesia berasal dari kata perkosaan yang berarti “menundukkan dengan kekerasan, memaksa
dengan kekerasan atau menggagahi”. Berdasarkan pengertian tersebut maka perkosaan mempunyai makna yang luas, yang tidak hanya terjadi pada
hubungan seksual tetapi dapat terjadi dalam bentuk lain seperti pelanggaran hak asasi manusia yang lainnya.
Menurut Soetandyo Wignjo Soebroto yang dimaksud dengan perkosaan adalah suatu usaha melampiaskan nafsu seksual seorang laki-laki
terhadap seorang perempuan yang menurut moral atau hukum yang berlaku adalah melanggar. Dalam pengertian demikian bahwa apa yang dimaksud
perkosaan di satu pihak dapat dilihat sebagai suatu perbuatan yaitu perbuatan seorang secara paksa hendak melampiaskan nafsu seksualnya dan di lain
pihak dapat dilihat sebagai suatu peristiwa pelanggaran norma serta tertib sosial Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, 2001 : 40.
Berdasarkan pengertian perkosaan tersebut di atas, menunjukkan bahwa perkosaan merupakan bentuk perbuatan pemaksaan kehendak laki-laki
terhadap perempuan yang berkaitan atau ditujukan pada pelampiasan nafsu seksual. Perbuatan ini dengan sendirinya baik secara moral maupun hukum
melanggar norma kesopanan dan norma kesusilaan dalam masyarakat. Terhadap hal ini adalah wajar dan bahkan keharusan untuk menjadikan
perbuatan perkosaan sebagai suatu tindak pidana yang diatur bentuk perbuatan dan pemidanannya dalam hukum pidana materiil yang berlaku.
b. Pengaturan Tindak Pidana Perkosaan dalam KUHP
Tindak pidana perkosaan dalam tinjauan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP seperti yang diatur dalam Pasal 285 KUHP yang
sampai sekarang digunakan sebagai pedoman oleh masyarakat dan atau aparat penegak hukum untuk menentukan apakah suatu perbuatan itu dapat dikatakan
commit to user 25
sebagai perbuatan tindak pidana perkosaan atau bukan. Bunyi dari Pasal 285 KUHP adalah :
“Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar pernikahan, diancam
karena melakukan perkosaan, dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun”.
Berdasarkan rumusan tindak pidana perkosaan dalam Pasal 285 KUHP tersebut, dapat diuraikan unsur- unsur tindak pidana perkosaan adalah
sebagai berikut : 1 Perbuatannya : memaksa;
2 Caranya: a dengan kekerasan; Caranya:
b dengan ancaman kekerasan; 3 Seorang perempuan bukan isterinya;
4 Bersetubuh dengan dia Adami Chazawi, 2005 : 63.
Penjelasan unsur-unsur tindak pidana perkosaan di atas sebagai berikut :
1 Yang dimaksud dengan perbuatan memaksa dwingen adalah perbuatan yang ditujukan pada orang lain dengan menekan kehendak orang lain yang
bertentangan dengan kehendak orang lain itu agar orang lain tadi menerima kehendak orang yang menekan atau sama dengan kehendaknya
sendiri Adami Chazawi, 2005 : 63. Berdasarkan pengertian ini pada intinya bahwa memaksa berarti di luar kehendak dari seseorang atau
bertentangan dengan kehendak seseorang tersebut. Satochid Kartanegara menyatakan “perbuatan memaksa ini haruslah ditafsirkan sebagai
perbuatan sedemikian rupa sehingga menimbulkan rasa takut pada orang lain” Leden Marpaung, 1996 : 52. Memaksa dapat dilakukan dengan
perbuatan dan dapat juga dilakukan dengan ucapan. Perbuatan membuat wanita “menjadi terpaksa” bersedia mengadakan hubungan kelamin, harus
dimasukkan dalam pengertian “memaksa” seorang wanita mengadakan
commit to user 26
hubungan kelamin, walaupun yang menanggalkan semua pakaian yang dikenakan oleh wanita adalah wanita itu sendiri.
2 Kekerasan geweld merupakan salah satu cara memaksa dalam Pasal 285 disamping cara memaksa lainnya yaitu dengan menggunakan ancaman
kekerasan. KUHP tidak menjelaskan tentang apa sebenarnya yang dimaksud dengan “kekerasan”, hanya dalam Pasal 89 KUHP yang
merumuskan tentang perluasan arti dari kekerasan. Disebutkan : “Membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan
menggunakan kekerasan” Menurut Adami Chazawi, kekerasan adalah “suatu cara atau upaya berbuat sifatnya abstrak yang ditujukan pada
orang lain yang untuk mewujudkannya disyaratkan dengan menggunakan kekuatan badan yang besar, kekuatan badan mana mengakibatkan bagi
orang lain itu menjadi tidak berdaya secara fisik” Adami Chazawi, 2005 : 65. Selanjutnya yang dimaksud dengan kekerasan dalam Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah: “Setiap perbuatan terhadap seseorang, terutama
perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan atau penelantaran rumah tangga
termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah
tangga”. Mengenai maksud dari ancaman kekerasan bedreiging met geweld, menurut Adami Chazawi diartikan sebagai “ancaman kekerasan
fisik yang ditujukan pada orang, yang pada dasarnya juga berupa perbuatan fisik, perbuatan fisik mana dapat saja berupa perbuatan
persiapan untuk dilakukan perbuatan fisik yang besar atau lebih besar yang berupa kekerasan, yang akan dan mungkin segera dilakukan atau
diwujudkan kemudian bilamana ancaman itu tidak membuahkan hasil sebagaimana yang diinginkan pelaku” Adami Chazawi, 2005 : 65.
Antara kekerasan atau ancaman kekerasan dengan ketidak berdayaan perempuan terdapat hubungan kausal, karena tidak berdaya inilah maka
persetubuhan dalam tindak pidana perkosaan ini dapat terjadi.
commit to user 27
3 Mengenai perempuan bukan isterinya, disini persetubuhan dilakukan terhadap perempuan yang bukan isterinya. Ditentukannya hal tersebut
karena perbuatan bersetubuh dimaksudkan sebagai perbuatan yang hanya dilakukan antara suami dan isteri dalam perkawinan.
4 Menurut M.H. Tirtamidjaja, “mengadakan hubungan kelamin” atau “bersetubuh” berarti persentuhan sebelah dalam kemaluan laki-laki dan
perempuan yang pada umumnya dapat menimbulkan kehamilan, tidak perlu telah terjadi pengeluaran mani dalam kemaluan si perempuan
Leden Marpaung, 1996 : 53. 5 Menurut Kedokteran Forensik, persetubuhan didefinisikan sebagai suatu
peristiwa dimana terjadi penetrasi penis ke dalam vagina, penetrasi tersebut dapat lengkap atau tidak lengkap dan dengan atau tanpa disertai
ejakulasi.
c. Pengaturan Tindak Pidana Perkosaan di Lingkungan Rumah Tangga