Jamu Tradisional Kerangka Pikir

sebagai perilaku untuk mencegah penyakit pada tahap belum menunjukkan gejala asymptomatic stage. Menurut Skinner perilaku kesehatan healthy behavior diartikan sebagai respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit, dan faktor- faktor yang mempengaruhi kesehatan seperti lingkungan, makanan, minuman dan pelayanan kesehatan. Dengan kata lain, perilaku kesehatan adalah semua aktivitas atau kegiatan seseorang, baik yang dapat diamati observable maupun yang tidak dapat diamati unobservable, yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. Pemeliharaan kesehatan ini mencakup mencegah atau melindungi diri dari penyakit dan masalah kesehatan lain, meningkatkan derajat kesehatan, dan mencari penyembuhan apabila sakit atau terkena masalah kesehatan.

2.3. Jamu Tradisional

Terdapat banyak terminologi dari jamu tradisionl sebagai fok us dari obyek penelitian ini. Obat tradisional dan oba t herbal di Indonesia selama ini dikenal dengan nama “jamu” dan izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan BPOM RI juga menggolongkan ob at tradisional dalam jamu N ing Harmanto dan M. Ahkam Subroto, 2007. Sedangkan World Health Organizatation WHO mengemukakan bahwa jamu dapat disebut sebagai obat jika telah dikonsumsi secara turun temurun Universitas Sumatera Utara minimal selama tiga generasi dan telah terbukti aman dan berkhasiat untuk penyembuhan penyakit berdasarkan pengalaman. Yuliarti 2008 mengutip dari Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor :HK.00.05.4.1380 menyebutkan bahwa jamu adalah bahan atau ramuan ba han yang berupa bahan tumbuhan, ba han hewan, ba han mineral, sediaan sarian atau galenik, atau campuran dari bahan tersebut, yang secara turun menurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Sedang menurut Suharmiati 2003, jamu adalah obat tradisional yang di dasarkan pada jenis obat atau ramuan secara tradisional yang dibuat atas pengalaman yang secara turun – temurun, dan dikabarkan kepada khalayak luas baik secara lisan maupun secara tertulis. 2.4. Manfaat Jamu Tradisional 2.4.1. Menjaga Kebugaran Tubuh Menurut N urheti Yuliarti 2008, berbagai jenis jamu memiliki fungs i unt uk menjaga kebugaran tubuh termasuk menjaga vitalitas, menghilangkan rasa tidak enak di badan yang mengganggu kebugaran tubuh misalnya: lemah, letih serta capek – capek.

2.4.2. Menjaga Kecantikan

Beberapa jenis jamu juga berfungsi menjaga dan meningkatkan kecantikan. Beberapa hal termasuk disini diantaranya adalah menyuburkan rambut, melembutkan kulit, memutihkan kulit, menghilangkan bau badan serta bau mulut, dan sebagainya. Universitas Sumatera Utara

2.4.3. Mencegah Penyakit

Manfaat jamu yang paling di kenal di masyarakat adalah untuk mengobati penyakit. Sehubungan dengan mahalnya biaya pengobatan, jamu mulai diminati sebagai pengganti obat medis. Berbagai jenis jamu mulai dipercayai untuk mengobati berbagai jenis penyakit misalkan asam urat, asma, batu ginjal, bronchitis dan lainnya. 2.5. Personal Hyg iene dan Sanitas i Pe mbuatan Ja mu Tradisional 2.5.1. Personal hygiene Hygiene pada dasarnya merupakan usaha kesehatan preventif atau pencegaha n pe nyakit yang menitik beratkan kegiatannya pada kesehatan perseorangan Personal hygiene maupun usaha kesehatan lingk ungan fisik dimana orang berada. Reksosubroto, 1990 menjelaskan bahwa personal hygiene memegang peran penting untuk mencegah terjadinya pencemaran agent penyakit dalam proses pembuatan jamu tradisional sesuai dengan prinsip - prinsip sanitasi makanan. Penerapan personal hygiene pada proses pembuatan jamu tradisional adalah relatif sama dengan proses pengolahan makanan dan minuman karena pada dasarnya jamu tradisonal juga merupaka n bahan yang diko nsumsi masyaraka t. Kebersihan pr ibadi adalah hal yang secara langsung berhubungan dalam proses mempersiapkan dan mengolah sampai dengan pengangkutan dan pemasaran jamu tradisional, yang kesemuanya menuntut untuk senantiasa terjaga kebersihannya. Hal ini sejalan dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 659MENKESSKX1991 Tentang Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik Universitas Sumatera Utara CPOTB yang menekankan pentingnya paktek - praktek sanitasi dan hygiene pada setiap tahap pembuatan obat tradisional untuk menjamin terpenuhinya persyaratan kesehatan. Upaya hygiene dan sanitasi dalam pembuatan obat tradisional harus dilakukan terhadap personalia, bangunan, peralatan, bahan, proses pembuatan, pengemasan dan setiap hal yang dapat merupakan sumber pencemaran produk. Depkes 2004 menyebutkan beberapa upaya yang merupakan bagian dari usaha personal hygiene penjamah makanan: Seperti perlakuan yang perlu dikerjakan oleh penjamah makanan, dalam proses pe mbuatan jamu tardisional juga harus berupa ya untuk mencegah pencemaran terhadap prod uksi jamu. Personal hygi ene yang harus dipe rhatika n meliput i : 1. Tangan dan bagian-bagiannya harus selalu dijaga kebersihannya. Kuku dipotong pendek, sebab sela - sela kuku dapat terkumpul kotoran dan menjadi sarang atau sumber kuman penyakit yang berpotensi mencemari makanan dan minuman. Disamping itu, kuku yang panjang sulit untuk dibersihkan dengan sempurna walaupun sepertinya telah dicuci dengan baik dan benar, karena pada sela-sela kuku panjang kotoran dan bakteri patogen masih dapat tertinggal didalamnya. 2. Kulit selalu dalam keadaan bersih, sebab kulit tempat beradanya kuman yang secara normal hidup pada kulit manusia. Kulit yang tidak bersih akan menimbulkan pencemaran pada makanan dan minuman. Membersihkan kulit dengan cara mandi yang bersih, mencuci tangan setiap saat dan mengganti pakaian yang telah kotor karena dipakai bekerja atau tidur akan mengurangi Universitas Sumatera Utara kebersihan kulit. Terutama kulit tangan seperti jari, telapak tangan yang langsung bersentuhan dengan makanan sangat penting untuk selalu dijaga kebersihannya. 3. Tidak menggunakan kutex, sebab dapat mengandung racun berbahaya yang bila masuk ke dalam makanan dan minumann dapat menimbulkan pencemaran dalam bentuk zat pewarna, air raksa, arsen dan sebagainya. 4. Tidak merokok sewaktu mengolah makanan dan minuman atau berada di dalam ruangan pembuatan makanan atau minuman. Kebiasaan merokok dilingkungan pengolahan makanan dan minuman mengandung resiko seperti abu rokok jatuh ke dalam makanan, karena secara tidak disadari hal ini sulit dicegah. 5. Luka yang terbuka, k ulit dalam keadaan normal telah mengandung banyak bakteri penyakit. Sekali kulit terkelupas atau luka akibat teriris, maka bakteri akan masuk ke bagian dalam kulit dan terjadi infeksi. Maka penjamah makanan dengan luka terbuka harus segera menutupnya de ngan plester tahan air yang mengandung obat anti infeksi anticeptic. Dan bila lukanya parah maka penjamah makanan harus diistirahatkan, namu bila ringan dapat bekerja dengan menggunakan sarung tangan untuk melakuka n proses pengolahan maka nan. Disamping itu terdapat beberapa ketentuan penjamah makanan dan minu man yang tidak diperkenanka n bekerja : 1. Tidak bolah bekerja ketika menderita gejala flu seperti demam, pilek atau sakit tenggorokan. 2. Tidak bolah bekerja ketika menderita penyakit saluran cerna seperti diare. 3. Tidak boleh bekerja ketika sakit muntah – muntah. Universitas Sumatera Utara 4. Tidak boleh bekerja ketika menderita penyakit hepatitis dan atau dari hasil pemeriksaan dinyatakan terinfeksi salmonella thyipi, shiggella atau E.colli, da n 5. Tidak boleh bekerja apabila menderita penyakit kulit. Dalam proses pengolahan makanan penjamah diharuskan menggunakan sarung tangan untuk melind ungi luka serta senantiasi membiasakan diri unt uk melakukan cuci tangan secara benar menggunakan sabun pada air yang mengalir.

2.5.2. Sanitasi Pengolahan Makanan

1. Pakaian Kerja Penjamah maka nan harus mengenaka n paka ian khus us. Paka ian harus gant i setiap hari karena pakaian yang kotor dapat menjadi tempat bersarangnya bakteri. Pakaian kerja bagi penjamah makanan sebaiknya dipilih model yang dapat melindungi tubuh pada waktu memasak, mudah dicuci, berwarna terang atau putih, menyerap keringat, terbuat dari bahan yang kuat, tidak panas, dan ukurannya nyaman dipakai yakni tidak ketat atau terlalu longgar sehingga tidak mengganggu pada waktu bekerja. 2. Sarung Tangan Dalam melakukan pekerjaan penyiapan hingga pengolahan makanan dan seterusnya , pe njamah maka nan harus mengenakan sarung tangan untuk menghindari pencemaran bakteri dari tangan kepada makanan. 3. Sepatu Sepatu yang digunakan ialah sepatu kerja, artinya berhak pendek, tidak licin, ringan dan enak dipakai. Apabila sepatu yang digunakan tenaga pembuat Universitas Sumatera Utara makanan dan minuman kurang enak dipakai maka akan menyebabkan lekas lelah atau sakit pada jari – jari kakinya.

2.5.3. Persyaratan Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik

Persyaratan CPOTB, menurut Bada n Pengawas Obat dan Maka nan 2008 terdapat beberapa elemen yang diidentifikasi dan menjadi draft yang disepakati yang antara lain meliputi manajemen mutu, personil, bangunan dan peralatan, dokumentasi, produksi, quality control, kontrak manufaktur dan analisis, pengaduan dan pe narikan produk serta self inspection. Beberapa aspek mutu yang perlu diperhatikan dalam membuat ataupun mengkonsumsi suatu produk bahan alam sebagai obat antara lain adanya cemaran logam berat Pb, As dan Cd, residu pestisida, aflatoksin, dan cemaran mikroo rganisme. Selanjutnya menurut BPOM Badan Pengawas Obat dan Makanan suatu produk obat bahan alam dipersyaratkan tidak boleh mengandung cemaran logam berat atau apabila tidak dapat dihindari harus sesuai dengan batas maksimum yang dipersyaratka n ya itu Pb dan As masing- masing ≤ 10,0 ppm dan Cd ≤ 0,3 ppm. Demikian juga halnya dengan residu pestisida jenis fosfor dan klor ≤ 5 μgkg. Sedangkan untuk aflatoksin ≤ 20 μgkg. Suatu produk obat bahan alam sebaiknya tidak mengandung cemaran mikroorganisme, akan tetapi terkadang hal ini sulit dihindarkan. Adapun batas maksimum cemaran mikroorganisme yang dipersyaratkan tergantung dari bentuk sediaan da n ditentukan de ngan pe netapan Angka Lempeng Total da n Angka Kapa ng Universitas Sumatera Utara Khamir. Namun demikian, suatu produk obat bahan alam tidak diperbolehkan mengandung cemaran mikroorganisme patogen seperti Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, Clostridia sp., Shigella sp., dan Salmonella p. Di samping itu, suatu prod uk ob at ba han alam juga harus memenuhi ketent uan batas kadar air. Kadar air yang rendah, umumnya di bawah 10 dapat mencegah tumbuh kembangnya mikroorganisme sehingga menjamin mutu suatu produk obat dari bahan alam. Ekstrak atau sari kental suatu bahan alam yang akan diolah menjadi produk seharusnya juga memenuhi ketentuan standar yang berlaku tentang jenis pelarut yang digunakan, kadar air, kadar abu total, dan kadar abu tidak larut asam. Semua aspek mutu di atas harus diuji dengan menggunakan metode pengujian yang telah ditetapkan Badan Pengawas Obat dan Makanan. Dari segi keamanan, suatu obat bahan alam atau obat tradisional harus berasal dari tumbuhan atau bahan alam lainnya sesuai dengan ketentuan dan tidak diperke nanka n mengandung campuran ba han kimia oba t. Diketahui terdapat kurang lebih 32 jenis tumbuhan yang tidak diizinkan digunakan sebagai obat bahan alam di Indonesia, diantaranya Abrus precatorius L., Aconitum sp., Adonis vernalis L., Aristolochia sp., Digitalis sp., Datura sp., Ephedra sp., Justicia gendarussa Burm f., dan Piper methysticum Forst. Berbagai alasan pelarangan penggunaan bahan tumbuhan di atas antara lain karena mengandung senyawa yang bersifat toksik terhadap tubuh manusia, mempunyai efek samping yang merugikan, bahkan dapat menyebabkan interaksi dengan obat-oba t lain yang menimbulkan suatu reaksi yang tidak diinginkan. Universitas Sumatera Utara

2.6. Kerangka Pikir

Berdasarkan teori dan keterbatasan yang dimiliki peneliti, maka peneliti memba tasi hal – hal yang akan diteliti tentang jamu tradisional hanya pada teknis pembuatan seperti pada alur kerangka pikir di bawah ini. Berdasarkan kerangka pikir diatas, bahwa karakteristik pembuat jamu tradisional dalam personal higine terdiri atas umur, jenis kelamin, pendidikan, penghasilan, suku, keluarga dan teman yang dapat mempengaruhi pengetahuan, sikap dalam tindakan pembuat jamu tradisional dalam personal higine. FAKTOR EXTERNAL - Suku Bangsa - Kelurgake turunan -- Sumber Informasi SIKAP PEMBUAT JAMU TRADISION AL DALAM PERSONAL HIGINE PENGETAHU AN PEMBUAT JAMU TRADISIONA L DALAM PERSONAL HIGINE TINDAKA N PEMBUAT JAMU TRADISIO NAL DALAM PERSONAL FAKTOR INTERNAL - Umur - Jenis Kelamin - Pendidikan - Penghasilan Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Bungin 2001, pendekatan kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia dan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Selanjutnya pendekatan penelitian ini akan digunakan untuk mengetahui gambaran perilaku pembuat jamu tradisional buatan rumah tangga dalam menerapkan personal hygine di Kelurahan Tanjung Sari Kecematan Medan Selayang tahun 2011.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3..2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Kota Medan dengan pertimbangan berdasarkan data Dinkes Propinsi Sumatera Utara, Kota Medan merupakan wilayah yang paling banyak melaporkan jumlah pembuat jamu tradisional, khususnya di kelurahan Tanjung Sari, Kecamatan Medan Selayang yang banyak dijumpai pembuat jamu tradisional rumah tangga. Bahwa penelitian ini belum pernah dilakukan penelitian sebelumnya dan pembuatan jamu tradisional buatan rumah tangga diperkirakan belum mendapatkan Universitas Sumatera Utara