Gambaran Perilaku Pembuat Jamu Tradisional Dalam Personal Higine Di Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang Tahun 2011

(1)

GAMBARAN PERILAKU PEMBUAT JAMU TR ADISIONAL DALAM PERSONAL HIGINE DI KELURAHAN TANJUNG SARI

KECAMATAN MEDAN SELAYANG TAHUN 2011

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011

SITI ANGGRAINI NIM. 041000161


(2)

ABSTRAK

Obat-obatan tradisional dan obat herbal oleh masyarakat Indo nesia sering disebut sebagai “Jamu” da n suda h dike nal luas sejak lama Jamu pada masa pemerintahan Kerajaan Mataram dipakai Sebagai “Mantra” atau Ilmu kebatinan untuk menyembuhkan orang yang sedang sakit. Namun seiring perubahan zaman Jamu dipakai sebagai perawatan kecantikan meningkatkan vitalitas, menjaga kesehatan dan mengobati penyakit.

Jamu Tradisional buatan rumah tangga pada dasarnya merupakan produk obat yang dibuat dari bahan alami dengan jenis dan sifat kandungan yang sangat beragam. Pembuatan Jamu perlu memperhatikan pemilihan dan penanganan bahan baku yang sesuai ketentuan cara pembuatan jamu tradisional yang baik (CPTOTB) karena mutu produk jamu tradisional tergantung dari penyediaan bahan baku awal, proses produksi atau pembuatan, pengawasan mutu, sanitasi peralatan dan kebersihan perseorangan yang menangani.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, mengunakan metode wawancara mendalam (Indepth Interview) untuk menggali perilaku pembuatan Jamu Tradisional dalam personal hygiene di Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang Tahun 2011. Informan dalam penelitian yaitu wanita yang langsung membuat Jamu Tradisional dan bertempat tinggal di Keluaran Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang sebanyak 5 orang informan, analisa data dilakukan dengan menggunakan EZ-TEXT dan disajikan dalam bentuk matriks dan dianalisa secara kualitatif.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pengetahuan informan dalam personal hygiene masih kurang dimana seluruh informan tidak dapat memberikan penjelasan tentang pengertian hygiene perseorangan. Hal-hal yang termasuk dalam hygiene perseorangan seperti kebersihan tangan, kuku, kulit dan perawatan luka terbuka serta proses pembuatan Jamu Tradisional dalam hal ini mereka mampu mengemukakan sesuai ketentuan dalam pelaksanaan hygiene perseorangan, namun dalan penggunaan alat pelindung diri serta ketentuan yang tidak diperkenankan bagi orang melakukan pekerjaan mengolah makanan minuman informan terlihat tidak memahami.

Sikap informan baik dalam personal hygiene terutama kebersihan tangan, kuku da n perawatan luka terbuka. Sementara tanggapan terhadap penggunaan Alat Pelindung Diri (APD), pada saat membuat Jamu Tradisional Informan menyatakan persetujuannya. Namun informan memiliki tingkah laku tergantung (Matched Dependent Behaviour). Tindakan informan tersebut merupakan tindakan yang dipengaruhi ketersediaan air yang cukup untuk menjaga kebersihan tangan dengan baik.


(3)

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah... 9

1.3. Tujuan Penelitian... 10

1.3.1.Tujuan Umum ... 10

1.3.2.Tujuan K husus ... 10

1.4. Manfaat Penelitian ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1. Perilaku ... 12

2.1.1. Pengetahuan (K nowledge) ... 13

2.1.2. Sikap (Attitude) ... 14

2.1.3. Tindaka n atau Praktek (Pratice)... 16

2.2. Perilaku Sehat ... 18

2.3. Jamu Tradisional ... 21

2.4. Manfaat Jamu Tradisional ... 22

2.4.1. Menjaga Kebugaran Tubuh ... 22


(4)

2.5. Personal Hygiene dan Sanitasi Pembuatan Jamu Tradisional ... 22

2.5.1. Personal Hygiene ... 22

2.5.2. Sanitasi Pengolahan Maka nan ... 26

2.5.3. Persyaratan Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik ... 27

2.6. Kerangka Berpikir ... 29

BAB III METODE PENELITIAN ... 30

3.1. Jenis Penelitian ... 30

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 30

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 30

3.2.2. Waktu Penelitian ... 31

3.3. Pemilihan Informan ... 31

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 31

3.5. Defenisi Istilah ... 32

3.6. Metode Pengumpulan dan Analisa Data ... 33

3.6.1. Metode Pengumpulan Data ... 33

3.6.2. Teknik Analisa Data ... 34

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 38

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 38

4.2. Gambaran Informan ... 41

4.2.1. Karakteristik Informan ... 41


(5)

4.2.2.1. Pengetahuan Informan ... 42

4.2.2.2. Sikap Informan ... 51

4.2.2.3. Tindakan Informan ... 57

BAB V PEMBAHASAN ... 64

5.1. Karakteristik Informan ... 64

5.2. Aspek Pengetahuan ... 64

5.3. Aspek Sikap... 75

5.4. Aspek Tindakan... 80

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 87

6.1. Kesimpulan ... 87


(6)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu tuj uan pembangunan nasional ba ngsa Indo nesia seperti diamanatkan pada Pembukaan Undang - Unda ng Dasar 1945 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sos ial. Sejalan de ngan hal tersebut, maka pemerintah melaksanakan pembangunan kesehatan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal sebaga i mana yang dicita - citakan bangsa Indo nesia.

Pembangun an kesehatan yang dilaksanaka n hingga saat ini masih menghadapi berbagai tantangan dan permasalahan yang belum sepenuhnya dapat diatasi. Untuk itu dipe rluka n pe mantapa n da n upa ya percepatan melalui Sistem Kesehatan Nasional (SKN) sebagai bentuk dan cara penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang disertai de ngan berbagai upa ya terobosan untuk mencapai target yang diharapka n. Pembangunankesehatandilaksanakandengan melibatkan seluruhkomponenbangsa danmengedepankan prinsip - prinsip perikemanusiaan, pemberdayaan, kemandirian,


(7)

adil dan merata sehingga manfaatnya dapat dirasakan seluruh lapisan masyarakat.

(Depkes RI, 2009).

Undang - UndangKesehatan Nomor 36 tahun 2009 adalah merupakan dasar hukum dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan menyebutkan bahwa,

kesehatanpadadasarnyaadalah hak asasimanus iadanmerupakanupa yaperwujudan kesejahteraan umum. Terjadinya gangguan kesehatan masyarakat dapat berpotensi

menimbulkan kerugian ekonomi yang besar bagi bangsa dan negara. Sebaliknya peningkatan derajat kesehatan masyarakat merupakan bentuk investasi penting bagi kelangsungan pembangunan negara. O leh karena itu, segala be nt uk pelaksanaan pembangunan nasional sudah selayaknya berwawasan kesehatan dan diterapka n secara sinergis dan komprehensif oleh seluruh sektor, hingga mampu mencapai keadaan masyarakat yang senantiasa terjaga kesehatannya baik secara fisik, mental, spiritual dan sosial sehingga dapat hidup produktif secara sosial maupun ekonomi.

Program peningkatan derajat kesehatan masyarakat di Indonesia pada awalnya dido mina si oleh bentuk - bentuk perawatan dan penyembuhan penyakit yang lebih bersifat perseorangan. Namun selanjutnya mengalami perubahan paradigma yakni pelaksanaan pelayanan kesehatan masyarakat mengarah pada keterpaduan program dalam bentuk promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang dilaksanakan dalam konteks pelayanan kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan dengan mengikut sertakan lapisan masyarakat luas. Hal tersebut didukung ketersediaan dana, tenaga, perbekalan kesehatan, sediaan farmasi dan alat


(8)

kesehatan serta fasilitas pelayanan kesehatan da n teko nologi yang disediaka n pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta dan swadaya masyarakat sendiri.

Disamping berbagai bentuk pelayanan kesehatan, jenis pelayanan kesehatan yang tersedia untuk masyarakat juga lebih bervariasi yakni mulai dari jenis pelayanan kesehatan yang bersifat tradisional hingga modern, yang dalam hal ini tentunya perlu diatur dengan bijaksana sehingga aman bagi kesehatan masyarakat. Pelaya nan kesehatan tradisional menurut Unda ng - Undang Kesehatan No.36 tahun 2009 pada dasarnya merupakan bentuk upaya pengobatan dan atau perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada pengalaman dan ketrampilan turun temurun secara empiris yang dapat dipertanggungjawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. (Depkes RI, 2010)

Pelayanan kesehatan tradisional di Indo nesia sangat memungkin unt uk berkembang dengan pesat. Menurut Nasution (1992), Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas, mempunyai kurang lebih 35.000 pulau besar dan kecil dengan keaneka ragaman hayati berupa flora da n fauna yang sangat tinggi . Di Indo nesia diperkirakan terdapat lebih dari 150 famili tumbuh-tumbuhan, dari jumlah tersebut sebagian besar mempunyai potensi untuk dimanfaatkan sebagai tanaman industri,tanaman buah-buahan, tanaman rempah-rempah dan tanaman obat-obatan.

Menurut Hendra (2005) di Indonesia sedikitnya terdapat 30.000 spesies tanaman yang seba gian besar tersebar di wilayah hut an hujan trop is. Dari spesies tanaman yang ada tersebut, lebih dari 3.300 species (11%) merupakan tanaman yang


(9)

mempunyai khasiat obat, namun baru sekitar 300 species tanaman yang telah dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan obat tradisional.

Menurut Sastropradjo (1990), selain Indonesia merupakan negara kepulauan, Indo nesia juga memiliki jumlah pe nduduk yang besar yakni lebih da ri 200 juta jiwa, dimana sebagian besar masih tinggal di pedesaan. Banyaknya penduduk yang tinggal di pedesaan terutama daerah yang sulit dijangka u atau terisolir menyebabkan pemerataan hasil pembangunan kesehatan relatif sulit dilaksanakan. Namun patut disyukuri bahwa masyarakat yang tinggal di daerah pedesaan atau terisolir umumnya mampu memanfaatkan lingk ungan terutama berbagai tumbuhan (herbal) untuk digunakan dalam memenuhi kebutuhan kesehatan sepe rti sebagai obat-obatan tradisional (Sutarjadi, 1992). Obat-obatan tradisional dan oba t herbal oleh masyarakat Indonesia sering disebut sebagai “Jamu” ternyata hal ini sudah dikenal luas sejak lama. Suharmiati (2003) menyebutkan bahwa pada masa pemerintahan Kerajaan Mataram, jamu yang disertai dengan “mantra” atau ilmu kebatinan lazim digunakan pada praktek - praktek pengobatan kala itu, dengan tujuan untuk menyembuhka n orang yang seda ng sakit.

Pada Seminar Proses Pembuatan Jamu Yang Baik Dan Benar Serta Aplikasinya Dalam Rumah Tangga (2005). Dikemukakan bahwa pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional berupa penggunaan jamu atau ob at tradisional dan obat - obatan herbal pada saat ini ternyata mampu berkembang pesat. Faktanya tidak


(10)

di Indonesia yang sebe narnya de ngan muda h dapat mengakses pelayanan kesehatan mod ern, juga banyak yang memanfaatkan pelayanan kesehatan tradisional dengan mengkonsumsi jamu tradisional turun - temurun. Hal ini didukung data Departemen Kesehatan RI yang dikutip Fakultas Farmasi Airlangga (2005) pada Proseding Seminar dan Lokakarya Nasional Etnobotani menyebutka n bahwa jumlah penjaja jamu tradisional semakin meningkat tahun demi tahun. Peningkatan tersebut diketahui, yaitu dari 13.128 penjual jamu tradisional pada tahun 1989 berkembang menjadi 25.077 pada tahun 1995.

Berdasarkan laporan dari berbagai Dinas Kesehatan Propinsi di Indonesia. Prop insi Jawa Timur pada 1995 melaporkan jumlah penjaja jamu tradisional terutama penjual jamu gendong sebanyak 3.306 orang. Jumlah tersebut menduduki urutan terbanyak ketiga setelah Propinsi Jawa Tengah dan Jawa Barat. Sedangkan data Propinsi Sumatera Utara berdasarkan Profil Kesehatan (2007) menyebutkan penjaja jamu tradisional umumnya dipasarkan dalam bentuk yang variatif seperti jamu gendong, penjual jamu menggunakan sepeda ontel, gerobak dorong, sepeda motor, menggunakan mobil pik up dan dipasarkan pada outlet-outlet di pertokoan, dengan jumlah keseluruhan sebanyak 1.233 usaha jamu tradisional. Jumlah tersebut tersebar di berbagai kabupaten atau kota dan terbanyak adalah di kota Medan yakni 1.110 orang (90, 02%).

Data jumlah pe njual jamu tradisional di Indo nesia diyakini masih belum mencakup keselur uhan jumlah penjaja jamu tradisional yang ada, hal ini antara lain dipengaruhi oleh mobilitas mereka yang sangat tinggi. Disamping itu tidak seluruh


(11)

kabupaten dan kota khususnya di Propinsi Sumatera Utara melaporkan data tentang jumlah penjaja jamu tradisional di wilayah mereka, serta data jumlah penjaja jamu tradisional sering tidak dilakukkan updating setiap tahunnya hingga mengalami kesulitan dalam mengukur perkembangannya. (Dinkes Prop.Sumatera Utara, 2007)

Jamu tradisional yang beredar di tengah-tengah masyarakat diketahui umumnya diproduksi oleh perusahan dan buatan rumah tangga. Masyarakat Indo nesia dikenal gemar mengko nsumsi jamu tradisional untuk berbagai tujuan, seperti unt uk perawatan kecantikan, meningkatkan vitalilitas, menjaga kesehatan dan mengobati penyakit. Pembelian dan konsumsi berbagai produk jamu tradisional oleh masyarakat biasanya hanya didasarkan atas kebiasaan - kebiasan atau referensi dari keluarga mereka yang terjadi secara turun - menurun da n akiba t gencarnya iklan dari perusahan jamu pada berbagai media cetak dan elektronik.

Manfaat jamu tradisional buatan rumah tangga secara umum sangat dipercaya masyarakat, walaupun secara tertulis belum banyak yang melakuka n identifikasi terhadap khasiat dan manfaat serta efek samping dari jamu tradisional secara pasti. Satu – satunya informasi yang diperoleh konsumen biasanya hanya didasarkan atas penjelasan dari sudut pandang penjaja atau penjualnya saja. Di samping itu, resep jamu tradisional buatan rumah tangga sangat bervariasi, sedangkan pencatatan atau dokumentasi secara ilmiah dari resep jamu tradisional umumnya belum banyak dilakukan, hingga para ahli farmasi sering mengalami kesulitan unt uk memastikan secara adekuat khasiat dan manfaat jamu tradisional buatan rumah tangga yang


(12)

Oleh karena itu, Kepala Badan Pengawas Obat dan Maka nan Republik Indo nesia menyusun peraturan tentang Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka de ngan nomor : HK.00.05.41.1384 tertanggal 2 Maret 2005. Hal ini bertuj uan untuk melindungi masyarakat dari peredaran dan penggunaan obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka yang tidak memenuhi persyaratan mutu. Keamanan da n khasiat obat tradisional perlu dievaluasi sebelum didaftarkan dan diedarkan yang meliputi beberapa aspek kajian seperti mutu, keamanan, khasiat da n mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Jamu tradisional buatan rumah tangga pada dasarnya merupakan produk obat yang dibuat dari bahan alami dengan jenis dan sifat kandungannya yang sangat beragam. Seharusnya untuk proses pembuatannya diperlukan persiapan dengan memperhatikan pemilihan dan penanganan bahan baku sesuai ketentuan, yakni harus sesuai dengan cara pembuatan obat tradisional yang baik (CPOTB), memperhatikan seluruh aspek yang menyangkut proses pembuatannya. Karena mutu produk jamu tradisional dari berbagai sumber akan sangat tergantung dari penyediaan bahan awal atau baku, proses produksi atau pembuatannya, pengawasan mutu, sanitasi peralatan dan hygiene personal yang menangani.

Suatu permasalahan yang masih dihadapi pada saat ini adalah CPOTB yang diperkirakan belum dilakuka n sesuai ketentuan terutama dalam pembuatan jamu tradisional buatan rumah tangga. Untuk mengetahui hal tersebut perlu kiranya dilakukan penelitian tentang berbagai permasalahan yang dihadapi guna menemukan


(13)

solusi yang tepat untuk mengatasinya (BPOM RI, 2005). Penelitian yang perlu dilakuka n diantaranya unt uk meneliti perilaku dari para pembuat jamu tradisional terutama pembuat jamu tradisional rumah tangga berdasarkan faktor internal dan eksternal yang mendukung pengetahuan, sikap dan praktek atau tindakannya sesuai dengan prinsip - prinsip hygiene dan sanitasi dalam proses pembuatan jamu tradisional.

Setelah dilakukan observasi langsung pada survai awal yang dilakukan pada beberapa usaha jamu tradisional buatan rumah tangga pada bulan Desember, terlihat bahwa personal higine pembuat jamu buatan rumah tangga tidak memperhatikan syarat – syarat kesehatan, seperti tidak menutup dan mengikat rambut, tangan langsung bersentuhan dengan bahan – bahan jamu tanpa menggunakan sarung tangan, meskipun dari kamar mandi. Saat mengolah dan menyentuh jamu, pembuat jamu sakit, seperti batuk dan flu. Lokasi tempat pengolahan jamu juga terlalu kecil. Tong sampah yang tidak tersedia. Tenaga pembuat jamu tradisional juga langsung bersentuhan dengan bahan jamu yang sudah digiling, dengan cara melumetkan langsung tanpa menggunakan sarung tangan atau sendok. Tempat pengolahan juga berdekatan langsung dengan sumber pencemaran, seperti wc dan tempat sampah. Dalam mencicipi jamu, hanya menggunakan 1 sendok tanpa menggatinya dan langsung bersentuhan dengan mulut. Tenaga pembuat jamu juga tidak leluasa bergerak, sehingga melewati wadah penampungan jamu.


(14)

mungkin waktu dibuat lupa ditutup rapat. Ada juga pelanggan yang sering minum jamu mengatakan bahwa, digelas terdapat warna hitam – hitam seperti pasir atau lainya.

Penelitian perilaku pembuat jamu tradisional rumah tangga menggunakan metode kualitatif dan akan di lakukan di Kota Medan sebagai salah satu wilayah yang banyak dijumpai penjual jamu tradisiona l di Prop ins i Sumatera Utara, yakni di wilayah Kelurahan Tanjung Sari, Kecamatan Medan Selayang, Kota Medan dimana pada lokasi tersebut juga terdapat banyak rumah tangga pembuat jamu tradisional yang produksinya banyak dipasarkan di wilayah kota Medan Tahun 2011.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka perlu diketahui gambaran perilaku pembuat jamu tradisional dalam personal higine berdasarkan pengetahuan, sikap dan tindakan mereka yang dilatarbelakangi faktor internal dan eksternal di Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang Tahun 2011.


(15)

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran perilaku pembuat jamu tradisional dalam proses pembuatan jamu tradisional rumah tangga sesuai prinsip - prinsip hygiene sanitasi dan CPOTB di wilayah kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang, Kota Medan Tahun 2011.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui seberapa jauh pengetahuan para pembuat jamu tradisional rumah tangga dalam proses pemilihan bahan baku, penggunaan alat dan sarana yang digunakan selama proses pembuatan jamu sesuai perinsip-perinsip personal higiene da n CPOTB.

2. Mengetahui sikap dan pandangan para pembuat jamu tradisional rumah tangga untuk menerapkan perinsip-perinsip higiene dalam rangkaian pembuatan jamu tradisional dan CPOTB.

3. Mengetahui tindaka n yang dilakuka n oleh pe mbuat jamu tradisional rumah tangga menerapk an perinsip-perinsip higiene dalam rangkaian pembuatan jamu tradisional da n sesuai de ngan CPOTB.


(16)

1.4.Manfaat Penelitian

1. Menambah pengetahuan dan memberikan informasi tentang pembuatan jamu tradisional dan memberikan masukan perbaikan khususnya bagi para pembuat jamu tradisional rumah tangga di lokasi penelitian.

2. Memberikan gambaran tentang proses pembuatan jamu tradisional buatan rumah tangga dan permasalahannya hingga dapat menjadi masukan bagi instansi yang berwenang unt uk melakuka n pe ngawasan da n pe mbinaan di Kota Medan.

3. Sebagi informasi dasar tentang gambaran pembuatan jamu tradisional buatan rumah tangga dan memberi kesempatan pada peneliti lain untuk melanjutkan penelitian misalnya tentang pemasaran dan khasiat dan efek samping jamu tradisional buatan rumah tangga ba gi masyarakat atau konsumennya.


(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perilaku

Perilaku manusia menurut perilaku yang dimiliki oleh dikelompokk an ke dalam perilaku wajar, perilaku dapat diterima, perilaku aneh, dan kepada orang lain dan oleh karenanya merupakan suatu sangat mendasar.

Perilaku tidak bo leh disalah artikan sebagai suatu tindakan dengan tingkat lebih tinggi, karena perilaku sosial adalah perilaku yang secara khusus ditunjukkan kepada orang lain. Penerimaan terhadap perilaku seseorang diukur relatif berdasarkan untuk diketahui dalam mengidentifikasi faktor penyebab, pencetus atau kondisi yang memperberat timbulnya penyakit. Intervensi dengan memahami latar belakang perilaku pasien seringka li dilakukan dalam rangka penatalaksanaan kasus penyakit secara


(18)

Soekidjo (2005) mengutip dari beberapa ahli dalam buku Promosi Kesehatan, Teori dan Aplikasi menyebutkan bahwa, perilaku manusia dipelajari dalam kesehatan masyarakat. Benjamin Bloom (1908), seorang psikolog membedakan tiga bidang perilaku, yakni dalam perkembangannya, domain perilaku yang diklasifikasikan oleh Bloom menjadi tiga tingkatan yaitu atau tindakan (practice).

2.1.1. Penge tahuan (knowledge )

Pengetahuan merupakan hasil penginderaan mengetahui suatu obyek melalui indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba yang dimilikinya. Pengetahuan (cognitive) merupakan bagian yang penting dalam proses membentuk tindakan seseorang. Selanjutnya diketahui 6 tingkatan pada pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif antara lain :

1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang yang telah dipelajari atau rangsangan yang diterima sebelumnya.


(19)

2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat mengintrepetasikan materi tersebut dengan be nar.

3. Aplikasi (application)

Kemampuan untuk menggunakan atau menerapkan materi yang telah dipelajari pada situasi atau ko ndisi riil atau sebe narnya.

4. Analisis (analysis)

Kemampuan dalam menjabarkan materi yang telah diberikan kedalam komponen- komponen secara terstruktur dan berkaitan satu sama lain.

5. Sintesis (synthesis)

Kemampuan unt uk meletakkan atau menghubungkan bagian - bagian ke dalam suatu be ntuk ke selur uhan yang baru.

6. Evaluasi (evaluation)

Kemampuan untuk melakukan penilaian yang didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggun akan kr iteria - kr iteria yang telah ada.

Sikap merupakan respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang melibatkan faktor pada dasarnya merupakan reaksi yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek yang diterimanya. Newcomb, salah seorang ahli psikologis sosial,


(20)

bukan merupakan pelaksanaan dari motif tertentu. Jadi sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi dari tindakan (practice).

Alloport (1954), menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok. 1. Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap suatu objek.

2. Kehidupan emosional atau hasil mengevaluasi terhadap suatu objek. 3. Kecendrungan untuk bertindak.

Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan: 1. Menerima (receiving), artinya bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan

stimulus yang diberikan objek.

2. Merespon (responding), memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap merespon. 3. Menghargai (valuing), adalah mengajak orang lain untuk mengerjakan atau

mendiskusika n sesuatu masalah da n merupakan suatu indikasi sikap tingkat tiga tentang kecendrungan untuk bertindak.

4. Bertanggung jawab (responsible), yaitu bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resikonya merupakan sikap yang paling tinggi.

Suatu sikap yang diambil oleh seseorang belum tentu secara otomatis dapat terlaksana da lam suatu tindaka n untuk mewujudkannya dalam suatu perbuatan nyata diperlukan faktor- faktor yang mendukung.


(21)

Tindakan ini merujuk pada perilaku yang diekspresikan dalam bentuk tindaka n atau berbuat da n merupaka n be ntuk nyata yang dilatar belakangi oleh berkembang kearah yang lebih baik, artinya tindakan yang dilakukan sudah dimodifikasikannya tanpa mengurangi kebenaran dari maksud tindakan tersebut.

Selain itu, Skinner yang dikutip Soekidjo (2005) juga memaparkan definisi perilaku sebagai berikut : perilaku merupakan hasil hubungan antara rangsangan (stimulus) dan tanggapan (respon). Selanjutnya Ia membedakan adanya dua bentuk ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan tertentu. Rangsangan yang semacam ini disebut eliciting stimuli karena menimbulkan tanggapan yang relatif tetap. Operant response atau instrumental response, adalah tanggapan yang timbul dan berkembang sebagai akibat oleh reinforcer. Rangsangan tersebut dapa t mempe rkuat respo ns yang telah dilakuka n oleh organisme. Oleh sebab itu, rangsangan yang demikian itu mengikuti atau memperkuat sesuatu perilaku tertentu yang telah dilakukan. Dalam teori skinner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus Organisme Respo n.

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini seperti dikemukakan Skinner di atas, hal ini sejalan dengan pernyataan Susanto (2003) dalam artikel Managing Patner pada Harian Bisnis Indonesia terbitan 16 Maret 2003 dan copyright 2006@


(22)

The Jakarta Consulting Group, menyebutkan bahwa bentuk respons terhadap stimulus yang diterima seseorang dapat dibedakan dalam dua bentuk perilaku:

1. Perilaku tertutup (covert behaviour), respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan dan sikap.

2. Perilaku terbuka (overt behaviour), respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut umumnya tercermin dalam bentuk tindakan atau praktik yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.

Meskipun perilaku dalam be ntuk tindakan atau respon atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respons akan sangat tergantung pada karakteristik dari faktor – faktor lain bagi orang yang bersangkutan, hingga bentuk respon untuk tiap - tiap orang berbeda-beda. Faktor yang merupakan respon terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Terdapat dua determinan perilaku yakni:

1. Determinan faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan, yang bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat kecerdasaan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebaginya.

2. Determinan faktor eksternal, yakni lingkungan baik lingkungan fisik sosial, budaya, ekonomi, politik dan sebagainya. Faktor lingkungan eksternal sering merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang.


(23)

Praktik atau tindakan menurut Edward E. Sampson mempunyai beberapa tingkatan yakni :

1. Persepsi (perception), mengenal dan memilih objek sehubungan dengan tindakan yang aka n diambil.

2. Respo n terpimpin (guided respon), dapat dilakuka n sesuatu de ngan urutan yang benar sesuai de ngan contoh.

3. Mekanisme (mecanisme), apabila seseorang dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan.

4. Adopsi (adoption), dapat menerapkan secara permanen.

2.2. Perilaku Sehat

Perilaku sehat sangat penting dipelajari bila ingin mengetahui tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat dalam peran sertanya di bidang kesehatan. Suparyanto (2010) mengemukakan tentang perilaku sehat yang dikuti dari beberapa pakar perilaku diantaranya menurut Becker tentang konsep pe rilaku ini merupakan pengembangan dari konsep perilaku yang dikembangkan Bloom.

Becker menguraikan perilaku kesehatan menjadi tiga do main, yakni dan praktek kesehatan (health practice). Hal ini berguna untuk mengukur seberapa besar tingkat perilaku kesehatan


(24)

Mencakup apa yang diketahui oleh seseorang terhadap cara-cara memelihara kesehatan, seperti pengetahuan tentang faktor- faktor yang terkait, dan atau mempengaruhi kesehatan, pengetahuan tentang kelemahaan, cedra, dll.

2. Sikap Terhadap Kesehatan

Hal ini berhubungan dengan penilaian seseorang terhadap hal- hal yang berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan, seperti factor - faktor yang terkait dan atau mempengaruhi kesehatan, sikap tentang penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan, dan sikap untuk menghindari kecelakaan. 3. Praktek Kesehatan

Berupa dalam rangka memelihara kesehatan, seperti tindakan terhadap penyakit menular dan tidak menular, tindakan terhadap faktor-faktor yang terkait dan atau mempengaruhi kesehatan, tindakan tentang fasilitas pelayanan kesehatan yang tersedia, dan tindakan untuk menghindari kecelakaan.

Selain Becker, terdapat pula beberapa definisi lain mengenai perilaku kesehatan. Menurut Solita, perilaku ke sehatan merupakan segala be ntu dan dengan kesehatan. Sedangkan Cals dan Cobb, mengemukakan perilaku kesehatan


(25)

sebagai perilaku untuk mencegah penyakit pada tahap belum menunjukkan gejala (asymptomatic stage).

Menurut Skinner perilaku kesehatan (healthy behavior) diartikan sebagai respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan adalah semua aktivitas atau kegiatan seseorang, baik yang dapat diamati (observable) maupun yang tidak dapat diamati (unobservable), yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. Pemeliharaan kesehatan ini mencakup mencegah atau melindungi diri dari penyakit dan masalah kesehatan lain, meningkatkan derajat kesehatan, dan mencari penyembuhan apabila sakit atau terkena masalah kesehatan.

2.3. Jamu Tradisional

Terdapat banyak terminologi dari jamu tradisionl sebagai fok us dari obyek penelitian ini. Obat tradisional dan oba t herbal di Indonesia selama ini dikenal dengan nama “jamu” dan izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI juga menggolongkan ob at tradisional dalam jamu (N ing Harmanto dan M. Ahkam Subroto, 2007). Sedangkan World Health Organizatation (WHO) mengemukakan bahwa jamu dapat disebut sebagai obat jika telah dikonsumsi secara turun temurun


(26)

minimal selama tiga generasi dan telah terbukti aman dan berkhasiat untuk penyembuhan penyakit berdasarkan pengalaman.

Yuliarti (2008) mengutip dari Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor :HK.00.05.4.1380 menyebutkan bahwa jamu adalah bahan atau ramuan ba han yang berupa bahan tumbuhan, ba han hewan, ba han mineral, sediaan sarian atau galenik, atau campuran dari bahan tersebut, yang secara turun menurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.

Sedang menurut Suharmiati (2003), jamu adalah obat tradisional yang di dasarkan pada jenis obat atau ramuan secara tradisional yang dibuat atas pengalaman yang secara turun – temurun, dan dikabarkan kepada khalayak luas baik secara lisan maupun secara tertulis.

2.4. Manfaat Jamu Tradisional 2.4.1. Menjaga Kebugaran Tubuh

Menurut N urheti Yuliarti (2008), berbagai jenis jamu memiliki fungs i unt uk menjaga kebugaran tubuh termasuk menjaga vitalitas, menghilangkan rasa tidak enak di badan yang mengganggu kebugaran tubuh misalnya: lemah, letih serta capek – capek.

2.4.2. Menjaga Kecantikan

Beberapa jenis jamu juga berfungsi menjaga dan meningkatkan kecantikan. Beberapa hal termasuk disini diantaranya adalah menyuburkan rambut, melembutkan kulit, memutihkan kulit, menghilangkan bau badan serta bau mulut, dan sebagainya.


(27)

2.4.3. Mencegah Penyakit

Manfaat jamu yang paling di kenal di masyarakat adalah untuk mengobati penyakit. Sehubungan dengan mahalnya biaya pengobatan, jamu mulai diminati sebagai pengganti obat medis. Berbagai jenis jamu mulai dipercayai untuk mengobati berbagai jenis penyakit misalkan asam urat, asma, batu ginjal, bronchitis dan lainnya.

2.5. Personal Hyg iene dan Sanitas i Pe mbuatan Ja mu Tradisional 2.5.1. Personal hygiene

Hygiene pada dasarnya merupakan usaha kesehatan preventif atau pencegaha n pe nyakit yang menitik beratkan kegiatannya pada kesehatan perseorangan (Personal hygiene) maupun usaha kesehatan lingk ungan fisik dimana orang berada. (Reksosubroto, 1990) menjelaskan bahwa personal hygiene memegang peran penting untuk mencegah terjadinya pencemaran agent penyakit dalam proses pembuatan jamu tradisional sesuai dengan prinsip - prinsip sanitasi makanan. Penerapan personal hygiene pada proses pembuatan jamu tradisional adalah relatif sama dengan proses pengolahan makanan dan minuman karena pada dasarnya jamu tradisonal juga merupaka n bahan yang diko nsumsi masyaraka t.

Kebersihan pr ibadi adalah hal yang secara langsung berhubungan dalam proses mempersiapkan dan mengolah sampai dengan pengangkutan dan pemasaran jamu tradisional, yang kesemuanya menuntut untuk senantiasa terjaga kebersihannya. Hal ini sejalan dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor


(28)

(CPOTB) yang menekankan pentingnya paktek - praktek sanitasi dan hygiene pada setiap tahap pembuatan obat tradisional untuk menjamin terpenuhinya persyaratan kesehatan. Upaya hygiene dan sanitasi dalam pembuatan obat tradisional harus dilakukan terhadap personalia, bangunan, peralatan, bahan, proses pembuatan, pengemasan dan setiap hal yang dapat merupakan sumber pencemaran produk.

Depkes (2004) menyebutkan beberapa upaya yang merupakan bagian dari usaha personal hygiene penjamah makanan:

Seperti perlakuan yang perlu dikerjakan oleh penjamah makanan, dalam proses pe mbuatan jamu tardisional juga harus berupa ya untuk mencegah pencemaran terhadap prod uksi jamu. Personal hygi ene yang harus dipe rhatika n meliput i :

1. Tangan dan bagian-bagiannya harus selalu dijaga kebersihannya. Kuku dipotong pendek, sebab sela - sela kuku dapat terkumpul kotoran dan menjadi sarang atau sumber kuman penyakit yang berpotensi mencemari makanan dan minuman. Disamping itu, kuku yang panjang sulit untuk dibersihkan dengan sempurna walaupun sepertinya telah dicuci dengan baik dan benar, karena pada sela-sela kuku panjang kotoran dan bakteri patogen masih dapat tertinggal didalamnya. 2. Kulit selalu dalam keadaan bersih, sebab kulit tempat beradanya kuman yang

secara normal hidup pada kulit manusia. Kulit yang tidak bersih akan menimbulkan pencemaran pada makanan dan minuman. Membersihkan kulit dengan cara mandi yang bersih, mencuci tangan setiap saat dan mengganti pakaian yang telah kotor karena dipakai bekerja atau tidur akan mengurangi


(29)

kebersihan kulit. Terutama kulit tangan seperti jari, telapak tangan yang langsung bersentuhan dengan makanan sangat penting untuk selalu dijaga kebersihannya. 3. Tidak menggunakan kutex, sebab dapat mengandung racun berbahaya yang bila

masuk ke dalam makanan dan minumann dapat menimbulkan pencemaran dalam bentuk zat pewarna, air raksa, arsen dan sebagainya.

4. Tidak merokok sewaktu mengolah makanan dan minuman atau berada di dalam ruangan pembuatan makanan atau minuman. Kebiasaan merokok dilingkungan pengolahan makanan dan minuman mengandung resiko seperti abu rokok jatuh ke dalam makanan, karena secara tidak disadari hal ini sulit dicegah.

5. Luka yang terbuka, k ulit dalam keadaan normal telah mengandung banyak bakteri penyakit. Sekali kulit terkelupas atau luka akibat teriris, maka bakteri akan masuk ke bagian dalam kulit dan terjadi infeksi. Maka penjamah makanan dengan luka terbuka harus segera menutupnya de ngan plester tahan air yang mengandung obat anti infeksi (anticeptic). Dan bila lukanya parah maka penjamah makanan harus diistirahatkan, namu bila ringan dapat bekerja dengan menggunakan sarung tangan untuk melakuka n proses pengolahan maka nan.

Disamping itu terdapat beberapa ketentuan penjamah makanan dan minu man yang tidak diperkenanka n bekerja :

1. Tidak bolah bekerja ketika menderita gejala flu seperti demam, pilek atau sakit tenggorokan.


(30)

4. Tidak boleh bekerja ketika menderita penyakit hepatitis dan atau dari hasil pemeriksaan dinyatakan terinfeksi salmonella thyipi, shiggella atau E.colli, da n 5. Tidak boleh bekerja apabila menderita penyakit kulit.

Dalam proses pengolahan makanan penjamah diharuskan menggunakan sarung tangan untuk melind ungi luka serta senantiasi membiasakan diri unt uk melakukan cuci tangan secara benar menggunakan sabun pada air yang mengalir.

2.5.2. Sanitasi Pengolahan Makanan

1. Pakaian Kerja

Penjamah maka nan harus mengenaka n paka ian khus us. Paka ian harus gant i setiap hari karena pakaian yang kotor dapat menjadi tempat bersarangnya bakteri. Pakaian kerja bagi penjamah makanan sebaiknya dipilih model yang dapat melindungi tubuh pada waktu memasak, mudah dicuci, berwarna terang atau putih, menyerap keringat, terbuat dari bahan yang kuat, tidak panas, dan ukurannya nyaman dipakai yakni tidak ketat atau terlalu longgar sehingga tidak mengganggu pada waktu bekerja.

2. Sarung Tangan

Dalam melakukan pekerjaan penyiapan hingga pengolahan makanan dan seterusnya , pe njamah maka nan harus mengenakan sarung tangan untuk menghindari pencemaran bakteri dari tangan kepada makanan.

3. Sepatu

Sepatu yang digunakan ialah sepatu kerja, artinya berhak pendek, tidak licin, ringan dan enak dipakai. Apabila sepatu yang digunakan tenaga pembuat


(31)

makanan dan minuman kurang enak dipakai maka akan menyebabkan lekas lelah atau sakit pada jari – jari kakinya.

2.5.3. Persyaratan Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik

Persyaratan CPOTB, menurut Bada n Pengawas Obat dan Maka nan (2008) terdapat beberapa elemen yang diidentifikasi dan menjadi draft yang disepakati yang antara lain meliputi manajemen mutu, personil, bangunan dan peralatan, dokumentasi, produksi, quality control, kontrak manufaktur dan analisis, pengaduan dan pe narikan produk serta self inspection.

Beberapa aspek mutu yang perlu diperhatikan dalam membuat ataupun mengkonsumsi suatu produk bahan alam sebagai obat antara lain adanya cemaran logam berat (Pb, As dan Cd), residu pestisida, aflatoksin, dan cemaran mikroo rganisme. Selanjutnya menurut BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan ) suatu produk obat bahan alam dipersyaratkan tidak boleh mengandung cemaran logam berat atau apabila tidak dapat dihindari harus sesuai dengan batas maksimum yang dipersyaratka n ya itu Pb dan As masing- masing ≤ 10,0 ppm dan Cd ≤ 0,3 ppm. Demikian juga halnya dengan residu pestisida jenis fosfor dan klor ≤ 5 μg/kg.

Sedangkan untuk aflatoksin ≤ 20 μg/kg.

Suatu produk obat bahan alam sebaiknya tidak mengandung cemaran mikroorganisme, akan tetapi terkadang hal ini sulit dihindarkan. Adapun batas maksimum cemaran mikroorganisme yang dipersyaratkan tergantung dari bentuk


(32)

Khamir. Namun demikian, suatu produk obat bahan alam tidak diperbolehkan mengandung cemaran mikroorganisme patogen seperti Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, Clostridia sp., Shigella sp., dan Salmonella p.

Di samping itu, suatu prod uk ob at ba han alam juga harus memenuhi ketent uan batas kadar air. Kadar air yang rendah, umumnya di bawah 10% dapat mencegah tumbuh kembangnya mikroorganisme sehingga menjamin mutu suatu produk obat dari bahan alam. Ekstrak atau sari kental suatu bahan alam yang akan diolah menjadi produk seharusnya juga memenuhi ketentuan standar yang berlaku tentang jenis pelarut yang digunakan, kadar air, kadar abu total, dan kadar abu tidak larut asam. Semua aspek mutu di atas harus diuji dengan menggunakan metode pengujian yang telah ditetapkan Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Dari segi keamanan, suatu obat bahan alam atau obat tradisional harus berasal dari tumbuhan atau bahan alam lainnya sesuai dengan ketentuan dan tidak diperke nanka n mengandung campuran ba han kimia oba t.

Diketahui terdapat kurang lebih 32 jenis tumbuhan yang tidak diizinkan digunakan sebagai obat bahan alam di Indonesia, diantaranya Abrus precatorius L., Aconitum sp., Adonis vernalis L., Aristolochia sp., Digitalis sp., Datura sp., Ephedra sp., Justicia gendarussa Burm f., dan Piper methysticum Forst. Berbagai alasan pelarangan penggunaan bahan tumbuhan di atas antara lain karena mengandung senyawa yang bersifat toksik terhadap tubuh manusia, mempunyai efek samping yang merugikan, bahkan dapat menyebabkan interaksi dengan obat-oba t lain yang menimbulkan suatu reaksi yang tidak diinginkan.


(33)

2.6. Kerangka Pikir

Berdasarkan teori dan keterbatasan yang dimiliki peneliti, maka peneliti memba tasi hal – hal yang akan diteliti tentang jamu tradisional hanya pada teknis pembuatan seperti pada alur kerangka pikir di bawah ini.

Berdasarkan kerangka pikir diatas, bahwa karakteristik pembuat jamu tradisional dalam personal higine terdiri atas umur, jenis kelamin, pendidikan, penghasilan, suku, keluarga dan teman yang dapat mempengaruhi pengetahuan, sikap dalam tindakan pembuat jamu tradisional dalam personal higine.

FAKTOR EXTERNAL

- Suku Bangsa - Kelurga/ke turunan -- Sumber Informasi SIKAP PEMBUAT JAMU TRADISION AL DALAM PERSONAL HIGINE PENGETAHU AN PEMBUAT JAMU TRADISIONA L DALAM PERSONAL HIGINE TINDAKA N PEMBUAT JAMU TRADISIO NAL DALAM PERSONAL FAKTOR INTERNAL - Umur

- Jenis Kelamin - Pendidikan - Penghasilan


(34)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Bungin (2001), pendekatan kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia dan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.

Selanjutnya pendekatan penelitian ini akan digunakan untuk mengetahui gambaran perilaku pembuat jamu tradisional buatan rumah tangga dalam menerapkan personal hygine di Kelurahan Tanjung Sari Kecematan Medan Selayang tahun 2011.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3..2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Kota Medan dengan pertimbangan berdasarkan data Dinkes Propinsi Sumatera Utara, Kota Medan merupakan wilayah yang paling banyak melaporkan jumlah pembuat jamu tradisional, khususnya di kelurahan Tanjung Sari, Kecamatan Medan Selayang yang banyak dijumpai pembuat jamu tradisional rumah tangga.

Bahwa penelitian ini belum pernah dilakukan penelitian sebelumnya dan pembuatan jamu tradisional buatan rumah tangga diperkirakan belum mendapatkan


(35)

pengawasan da n pe mbinaan yang memada i dari pihak yang berwenang da lam ha l ini Dinas Kota Medan.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari – Maret 2011.

3.3. Pemilihan Informan

Informan kunci ( key informan) sebagai informan penelitian direncanakan adalah pembuat jamu tradisional rumah tangga yang telah melakukan pembuatan jamu minimal 2 (dua) tahun di Kelurahan Tanjung Sari, Kecamatan Meda n Selayang Kota Medan dan bila dalam penelitian ini diperlukan informasi tambahan maka sebagai key informan selanjutnya akan dipilih dengan cara snowball sampling.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang dilakukan dengan melakukan wawancara mendalam (in-depth interview) terhadap informan yang telah ditentukan di atas dan memahami secara langsung terhadap pembuatan jamu tradisional rumah tangga. Menurut Bungin (2001) in–depth interview merupakan proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara.

3.5. Defenisi Istilah

1. Umur adalah usia informan terhitung sejak lahir sampai ulang tahun terakhir . 2. Pendidikan adalah pendidikan formal yang pernah diikuti informan sampai


(36)

3. Jenis kelamin adalah jenis kelamin informan yang terdiri dari perempuan dan laki- laki.

4. Penghasilan adalah besarnya pendapatan informan yang dipe roleh da ri hasil pembuatan jamu tradisional

5. Suku adalah suku informan yang diwawancari perilakunya terhadap personal higine.

6. Pembuat jamu tradisional buatan rumah tangga adalah orang yang mengolah bahan alami menjadi jamu tradisional yang dilakuka n secara turun temurun berdasarkan pengalaman.

7. Sumber informasi yang diperoleh antara lain media elektronik dan media cetak.

8. Keluarga ada lah orang yang deka t de ngan infor man da n memiliki hubungan darah.

9. Teman adalah sahabat informan yang selama ini memberikan informasi. 10.Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh informan mengenai

pe mbuatan jamu tradisional terhadap ke amanan prod uks i.

11.Sikap adalah tanggapan informan tentang pe mbuatan jamu tradisional terhadap keamanan produksi.

12. Tindaka n ada lah pe rbuatan informan tentang pembuatan jamu tradisional terhadap keamanan produksi.


(37)

13.Personal higine adalah kebersihan pembuat jamu tradisional terhadap kesehatan secara langsung berhubungan dalam mempersiapkan, mengolah dan mengemas produk jamu tradisional.

3.6. Metode Pengumpulan dan Analisa Data 3.6.1. Metode Pengumpulan Data

Dalam mengumpulkan data-data penulis membutuhkan alat bantu (instrumen penelitian). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan 3 alat bantu, yaitu :

1. Pedoman wawancara

Pedoman wawancara digunakan agar wawancara yang dilakukan tidak menyimpang dari tujuan penelitian. Pedoman ini disusun tidak hanya berdasarkan tujuan penelitian, tetapi juga berdasarkan teori yang berkaitan dengan masalah yang diteliti dan dapat diprobing.

2. Pedoman Observasi

Pedoman observasi digunakan agar peneliti dapat melakukan pengamatan sesuai dengan tujuan penelitian. Pedoman observasi disusun berdasarkan hasil observasi terhadap perilaku subjek selama wawancara dan observasi terhadap lingkungan atau setting wawancara, serta pengaruhnya terhadap perilaku subjek dan informasi yang muncul pada saat berlangsungnya wawancara.

3. Alat Perekam


(38)

untuk mencatat jawaba - jawaban dari subjek. Dalam pengumpulan data, alat perekam baru dapat dipergunakan setelah mendapat ijin dari subjek untuk mempergunakan alat tersebut pada saat wawancara berlangsung.

3.6.2. Teknik Analisa Data

Marshall dan Rossman mengajukan teknik analisa data kualitatif untuk proses analisis data dalam penelitian ini. Dalam menganalisa penelitian k ualitatif terdapat beberapa tahapan-tahapa n yang perlu dilakuka n ( Marshall dan Rossman da lam Kabalmay, 2002) dikutip oleh Bungin (2003), d iantaranya :

1. Mengorganisasika n Data

Peneliti mendapatkan data langsung dari subjek melalui wawancara mendalam (indepth inteviwer), dimana data tersebut direkam dengan tape recoder dibantu alat tulis lainya. Kemudian dibuatka n transkipnya dengan mengubah hasil wawancara dari bentuk rekaman menjadi bentuk tertulis secara verbatim. Data yang telah didapat dibaca berulang - ulang agar penulis mengerti benar data atau hasil yang telah di dapatkan.

2. Pengelompokkan Berdasarkan Kategori, Tema dan Pola Jawaban.

Pada tahap ini dibutuhkan pengertiaan yang mendalam terhadap data, perhatiaan yang pe nuh da n keterbukaan terhadap hal- hal yang muncul di luar apa yang ingin digali. Berdasarkan kerangka teori dan pedoman wawancara, peneliti menyusun sebuah kerangka awal analisis sebagai acuan dan pedoman dalam melakukan coding. Dengan pedoman ini, peneliti kemudian kembali membaca transkip wawancara dan melakukan coding, melakukan pemilihan data yang


(39)

relevan dengan pokok pembicaraan. Data yang relevan diberi kode dan penjelasan singkat, kemudian dikelompokan atau dikategorikan berdasarkan kerangka analisis yang telah dibuat.

Pada penelitian ini, analisis dilakukan terhadap sebuah kasus yang diteliti. Peneliti menganalisis hasil wawancara berdasarkan pemahaman terhadap hal- hal diungkapkan oleh informan. Data yang telah dikelompokan tersebut oleh peneliti dicoba untuk dipahami secara utuh dan ditemukan tema-tema penting serta kata kuncinya. Sehingga peneliti dapat menangkap pengalaman, permasalahan, dan dinamika yang terjadi pada subjek.

3. Menguji Asumsi atau Permasalahan Yang Ada Terhadap Data.

Setelah kategori pola data tergambar dengan jelas, peneliti menguji data tersebut terhadap asumsi yang dikembangkan dalam penelitian ini. Pada tahap ini kategori yang telah didapat melalui analisis ditinjau kembali berdasarkan landasan teori yang telah dijabarkan dalam bab II, sehingga dapat dicocokan apakah ada kesamaan antara landasan teoritis dengan hasil yang dicapai. Walaupun penelitian ini tidak memiliki hipotesis tertentu, namun dari landasan teori dapat dibuat asumsi-asumsi mengenai hubungan antara konsep-konsep dan faktor – faktor yang ada.

4. Mencari Alternatif Penjelasan Bagi Data

Setelah kaitan antara kategori dan pola data dengan asumsi terwujud, peneliti masuk ke dalam tahap penjelasan. Dan berdasarkan kesimpulan yang


(40)

penjelasan lain tentang kesimpulan yang telah didapat. Sebab dalam penelitian kualitatif memang selalu ada alternatif penjelasan yang lain. Dari hasil analisis, ada kemungkinan terdapat hal-hal yang menyimpang dari asumsi atau tidak terfikir sebelumnya. Pada tahap ini akan dijelaskan dengan alternatif lain melalui referensi atau teori-teor i lain. Alternatif ini akan sangat berguna pada bagian pembahasan, kesimpulan dan saran.

5. Menulis Hasil Penelitian

Penulisan data subjek yang telah berhasil dikumpulkan merupakan suatu hal yang membantu penulis untuk memeriksa kembali apakah kesimpulan yang dibuat telah selesai. Dalam penelitian ini, penulisan yang dipakai adalah informasi yang didapat secara snowball sampling dimana penulisan data-data hasil penelitian berdasarkan wawancara mendalam dan observasi dengan subjek dan signifikan. Proses dimulai dari data-data yang diperoleh dari subjek dan significant, dibaca berulang kali sehinggga penulis mengerti benar permasalahanya, kemudian dianalisis, sehingga didapat gambaran mengenai penghayatan pengalaman dari subjek. Selanjutnya dilakukan interprestasi secara keseluruhan, dimana di dalamnya mencangkup keseluruhan kesimpulan dari hasil penelitian.


(41)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kelurahan Tanj ung Sari merupakan ba gian wilayah adminstratif dari

Kecamatan Medan Selayang Kota Medan. Kelurahan Tanjung Sari dibagi menjagi 14 Lingkungan, dengan batas – batas wilayah yang meliputi :

• Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Tanjung Rejo.

• Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Simpang Selayang.

• Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Sempakata.

• Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Asam K umbang.

Kelurahan Tanjung Sari berdasarkana data monografi kelurahan tahun 2010, tercatat memiliki jumlah penduduk sebanyak 36.852 jiwa dengan beragam suku, agama, tingkat pendidikan dan pekerjaan penduduknya.


(42)

Tabel 4.1 Distribusi Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang Tahun 2010.

No Umur Jenis Kelamin

Kelompok Umur Jumlah Laki-Laki Perempuan

1 < 1 tahun 737 354 383

2 1 – 5 Tahun 3.310 1.598 1.712

3 5 – 14 Tahun 6.159 2.957 3.202

4 >15 tahun 26.647 12.790 19.154

Total 36.853 17.699 19.154

Sumber : Monografi Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayan, 2010 Dari tabel 4.1 dapat diatas dapat diketahui distribusi penduduk di wilayah Kelurahan Tanjung Sari Kecamatana Medan Selayang tahun 2010 yang dicatat berdasarkan data Monografi Keluarahan, diperinci menurut kelompok umur dan jenis kelamin, dimana kondisi umumnya seperti distribusi penduduk pada wilayah lain di Kota Medan yang diketahui bahwa jumlah penduduk perempuan lebih banyak dari laki- laki, walaupun dalam hal ini perbedaannya tidak terlau mencolok yatu penduduk laki- laki berjumlah 17.699 jiwa sedangkan perempuan 19.154 jiwa. Adapun untuk mengetahui distribusi pe nduduk ditinjau menurut agama dan kepercayaan, maka selanjutnya dibaca pada tabel 4.2 di bawah ini.


(43)

Tabel 4.2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Agama di Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang Tahun 2010

No Aga ma Jumlah (orang) Persentasi (%)

1 Islam 19. 179 52 %

2 Kristen Protestan 10. 992 30 %

3 Kristen Katolik 2.728 8 %

4 Hindu 1.997 5 %

5 Budha 1.957 5 %

Total 36.853 100 %

Sumber : Monografi Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang,2010 Dari tabel di atas diketahui bahwa penduduk di Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang memiliki latar belakang keagamaan yang berbeda-beda. Terbanyak diantaranya adalah menganut agama Islam yakni sebanyak 19.179 orang (52%) dan berturut-turut adalah beragama Kristen Protestan 10. 992 orang (30%), Katolik 2.728 orang (8%) dan masing- masing 1.997 atau sebesar 5% adalah mereka yang be ragama Hindu da n Budha.

Tabel 4.3. Distribusi Penduduk Berdasarkan Suku Bangsa di Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang Tahun 2010

No Suku Bangs a Jumlah (orang) Persentasi (%)

1 Jawa 17.825 48 %

2 Batak 8.228 22 %

3 Karo 4.664 13 %

4 Melayu 2.102 6 %

5 Minang 2.832 8 %

6 Tionghoa 1.202 3 %

Total 36.853 100 %


(44)

Dari table di atas dapat dilihat bahwa penduduk Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang terbesar adalah Suku Jawa yaitu sebanyak 17. 825 orang ( 48 % ) kemudian Suku Batak (22%), Karo (13%), Minang (8%), Melayu (6%) dan Tionghoa (3%).

Tabel 4.4. Distribusi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pe ndidikan di Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang Tahun 2010

No Pendidikan Jumlah %

1 SD dan Sederajat 4.553 38.87

2 SLTP dan sederajat 3.100 26.46

3 SLTA da n sederajat 2.800 23.90

4 DIPLOMA 1.021 8.72

5 Pendidikan Starta 1 201 1.72

6 Pendidikan Strata 2 39 0.33

7 Total 11.714 100%

Sumber : Data Monografi Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayan, 2010 Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pendidikan pe nduduk Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang sebanyak 11.714 jiwa dan terbanyak adalah penduduk dengan pendidikan Sekolah Dasar (SD) yaitu sebanyak 4.553 orang atau sebanyak 38.87%. Sementara juga terdapat penduduk Tanjung Sari yang berpe ndidikan S2 walaupun jumlahnya sangat sedikit dibanding dengan penduduk yang memiliki latar belakang pendidikan lainnya, yaitu sebanyak 39 orang atau hanya sebesar 0.33 % dari total pendidikan penduduk di wilayah tersebut.


(45)

Tabel 4.5. Distribusi Prasarana Kesehatan di Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang Tahun 2010

No Prasarana Kesehatan Jumlah

1 Dokter Praktek 9

2 Puskesmas Pembantu 1

3 Kinik/Pengobatan Swasta 5

4 Posyandu 14

5 Apotek 3

6 Tabib/Pengobatan Tradisional 2

Total 34

Sumber : Data Puskesmas Medan Selayang Kota Medan, 2010

Sarana pelayanan kesehatan yang berada di wilayah Kelurahan Tanjung Sari berdasarkan data Puskesmas Medan Selayang diketahui ssebanyak 34 buah, yakni berupa fasilitias pelayanan dasar mulai dari pelayanan kesehatan tradisional hingga pelayanan kesehatan modern, dengan jenis-jenis pelayanan seperti Praktek Dokter Umum dan Spesialis sebanyak 9 unit, Puskesmas Pembantu (1 unit), K linik atau Pengobatan Swasta (5 buah), Apotek (3 buah) posyandu (14 buah) dan Kesehatan Tradisional atau pengobatan oleh Tabib sebanyak 2 unit.

4.2. Gambaran Informan 4.2.1. Karakteristik Informan

Dalam melakukan penelitian ini diperoleh hasil wawancara dari 5 orang informan yang terdiri dari ibu-ibu rumah tangga yang memiliki ketrampilan dalam pembuatan jamu tradisional dan telah melakukan usaha pembuatan jamu tradisional labih dari 2 tahun seperti seperti disyaratkan dalam metodologi penelitian pada bab III. Adapun Karakteristik dari para informan yang diwawancari dapat digambarkan


(46)

Tabel 4.6. Karakteristik Informan Personal Higiene Dalam Pembuatan Ja mu Tradisional Buatan Rumah Tangga di Kelurahan Tanjung Sari

Kecamatan Medan Selayang Tahun 2011

No Nama Umur

(tahun) Suku Pendidikan

Lama bekerja (tahun)

Pendapatan ± per bulan

(Rp)

1 Informan I 33 Jawa SMP (tamat) 4 850,000

2 Informan II 36 Jawa SD (tamat) 12 600,000

3 Informan III 50 Jawa SD (tdk tamat)

21 1,000,000 4 Informan IV 42 Jawa SD (tdk

tamat)

8 700,000

5 Infomran V 43 Jawa SMA (tamat) 21 800,000

Dari Tabel 4.6. diketahui bahwa dari 5 orang informan penelitian memiliki umur yang berbeda-beda yakni antara 33 – 50 tahun, mereka semuanya sudah berkeluarga. Dan semua informan adalah dari Suku Jawa karena memang dari upaya snow ball dalam proses wawancara tidak diperoleh informasi pembuat jamu tradisional rumah tangga di wilayah penelitian yang berasal dari suku lainnya.

Pengalaman dalam pembuatan jamu tradisional bervariasi antara 4 tahun hingga 21 tahun dengan pendapatan per bulan berkisar Rp.600,000 – 1,000,000. Dan, dari hasil kerajinan membuat jamu tradisional di rumah mereka masing- masing, dirasaka n cukup memba nt u suami-suami mereka dalam menambah penghasilan rumah tangga untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari- hari.


(47)

4.2.2. Matrik Perilak u Informan 4.2.2.1. Pengetahuan Informan

1. Penge tahuan Yang Diperoleh Informan Tentang Cara Pe mbuatan Ja mu Tradisional

Dari hasil wawancara dapat diketahui tentang pengetahuan yang diperoleh informan sehingga mereka dapat melakukan aktivitas pembuatan jamu tradisional diantaranya sehari- harinya seperti dikemukakan dalam matrik 4.1. di bawah ini :

Matrik 4.1. Penge tahuan Yang Diperoleh Informan Tentang Pe mbuatan Jamu Tradisional di Desa Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang Tahun 2011

Informan Penge tahuan Yang Dipe roleh Dalam Pe mbuatan Ja mu Tradisional

1 Mula- mula saya jualan jamu gendo ng saja, tak tahu lah gimana cara buat jamu dek,… eh lama- lama saya ingin buat sendiri karena kayaknya kok gampang dan nantinya saya tidak usah lagi keliling kampung tiap hari,… capek rasanya. Sampai suatu hari kakak kandung saya yg tinggal di Jawa datang ke Medan dan saya tanya sama dia tentang buat jamu. Rupa dia juga buat jamu di rumahnya, lalu dari cara-cara yang di ajarkan saya praktekan, alhasil bisa dan sampai sekarang saya buat jamu ini dan tak terasa udah lebih 4 tahun, lumayan juga hasilnya buat nambah- namba h uang seko lah anak-anak.

2 Tahu buat jamu mula- mula dari teman kakak saya yang kebetulan dianya baek dan tinggal di dekat rumah …

3 Tahu cara buat jamu awalnya dari lihat-lihat cara buat jamu pada tetangga di dekat sini,…saya lihat kok kayaknya gampang lalu saya praktekan hasilnya saya bisa dan sekarang hasilnya lumayan untuk tambah-tambah hasil, apalagi penghasilan suami sering gak cukup untuk k ebutuhan bulanan, iseng-iseng ba ntu suami saya cari maka n.

4 Saya tahu dari mamak saya yang juga membuat dan jualan jamu gendong di sini dahulu….Sekarang mamak udah meninggal 4 tahun lalu dek… da n usahanya saya teruska n.

5 “Lah wong gampa ng cara buatnya”, saya coba -coba sendiri saja dek,… nggak ada yang ngajari saya karena orang-orang (maksudnya pembuat jamu lain) sering merhasiakan dan alasannya nggak ada waktu untuk ngajari bila ditanya …. mungkin karena udah dari sononya keluarga kami juga aslinya jualan jamu jadi bisa


(48)

Berdasarkan matrik (4.1) di atas dapat diketahui bahwa pengetahuan cara membuat jamu dari para pengrajin jamu tradisional di Kelurahan Tanjung Sari bervariasi yakni ada yang belajar dari kelurga mereka yang secara historis juga sebagai pembuat jamu tradisional dan belajar dari orang lain seperti tetangga, teman dan ada yang belajar dengan coba-coba sendiri.

2. Penge tahuan Tentang Penge rtian Personal Higiene Informan Dalam Kaitannya Dengan Pe mbuatan Ja mu Tradisional

Beberapa hal yang berhubungan dengan kegiatan penelitian personal higiene, diantaranya adalah dengan mewawancarai informan untuk mengetahui pengetahuan tentang pengertian atau definisi Personal Higiene yang hasilnya dikemukakan pada Matrik 4.2. di bawah ini.

Matrik 4.2. Penge tahuan Tentang Penge rtian Pe rsonal Higiene Informan Penelitian di Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang Tahun 2011

Informan Penge tahuan Personal Hygiene Pe mbuat Ja mu Tradisional

1 “Apa maksudnya itu dek, saya kok nggak gitu paham?”, tapi menurut saya yang penting dalam pembuatan jamu, badan harus bersih

terutama harus mencuci tangan sebelum dan sesudah bekerja… iya kan?

2 “N ggak tahu tuh….”, orang belum pernah mendapatkan penyuluhan dari puskesmas. Apa kaitannya antara buat jamu dengan kebersihan diri kita ?... atu maksudnya mungkin supaya yang sakit tidak membuat jamu… akh maaf gak tahu lah, saya orang bodo (maksudnya kurang berpendidikan)

3 Orang seperti saya gak ada sekolahannya, jadi nggak tahu lah… tapi kalau badan yang bersih waktu membuat jamu itu saya tahu, tapi kalau pengertian hygiene itu sendiri nggak paham dan gak pernah dengar.

…Setahu saya tukang buat jamu di sini juga nggak ada yang sekolah tinggi-tinggi sampai sarjana atau lulusan universitas kaya adek,… paling-paling SMA itu yang paling tinggi...


(49)

4 Maksudnya mungkin adalah kebersihan diri yang perlu diperhatikan, mungkin maksudnya harus mandi sehari 2 kali, pakai baju bersih, …. apa lagi ya ? tidak meludah sembarangan, … itu mungkin maksudnya ya ?

5 Saya kadang-kadang suka mengikuti penyuluhan kesehatan di posyandu, tapi tidak pernah mendengar penyuluhan tentang personal hygiene, apa ada programnya dek…. ?. Maunya kita-kita dikasih penyuluhan tahu dan jamu yang ka mi buat be rsih da n tidak menimbulkan penyakit bagi orang lain gitu…

Dari hasil wawancara yang dikemukakan pada Matrik 4.2 dapat diketahui bahwa hampir seluruh informan penelitian tidak memahami dengan benar tentang definisi personal higiene. Dan mereka membutuhkan penyuluhan kesehatan tentang personal hygiene yang berhubungan dengan pekerjaanya. Mereka hanya menyebutkaan bagian-bagian tertentu dari praktek personal hygiene seperti menjaga kebersihan diri dengan cuci tangan, mandi 2 kali sehari dan memakai baju yang bersih terutama selama mereka bekerja membuat jamu.

3. Penge tahuan Informan Kebersihan Tanga n dan Kuku Dalam Pe mbuatan Jam u Tradisional

Beberapa hal dari upaya personal higiene yang lebih spesifik seperti pengetahuan menjaga kebersihan tangan da n kuku, kulit, merawat luka yang terbuka, kebiasaan merokok dan mengenakan APD selanjutnya dikemukakan pada matrik-matrik d i bawah ini.


(50)

Matrik 4.3. Penge tahuan Kebesihan Tanga n Dan Kuku Informan Penelitian di Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang Tahun 2011

Informan Penge tahuan Tentang Kebe rsihan Tanga n dan Kuku

1 Setahu saya dek…menjaga kebersihan tangan juga sudah termasuk kuku, dan harus dirawat kebersihan. Apalagi dalam membuat jamu, kalau tangan kita jorok nanti takutnya tidak ada orang yang mau beli jamu saya…. kan rugi jadinya. Dalam menjaga kebersihan tangan juga bagus pakai sarung tangan dalam membuat jamu, tapi ya itu… kadang-kadang sempat dan kadang-kadang tidak sempat, habis kalau pakai sarung tangan risih dan bahan-bahan jamu ntidak teraba dengan baik, tapi saya selalu cuci tangan lho sebelum mengerjakan kerajaan saya ini.

2 Kalau ditanya soa l kebe rsihan tangan dan kuku, saya orang yang pa ling memperhatikan kok dek… lihat saya selalu cuci tangan sebelum dan setelah bekerja, kadang-kadang waktu istirahat karena ada keperluan saya cuci tangan dulu, de mikian waktu saya mulai kerja lagi, …. Juga tentang kuku saya liha t tak ada kuku saya yang pa njang… …. Karena dengan tangan saya ini, saya dapa t uang buat namba h-namba h penghasilan keluarga, dan tentunya lah kalau…. tangannya tidak bersih apalagi amit-amit baru korek-korek kotoran hidung, nyebokin anak dan terus pegang kerjaan kan tidak baik bila dilihat orang….. orang menjadi jijik.

3 Kebersihan tangan da n kuku pe nt ing, ka lau kuku suda h pa njang harus dipotong karena ngganggu dalam membuat jamu…… Saya kurang paham ka lau kuman yang ada di tangan dan sela-sela kuku, tapi perkiraan saya kuman-kumannya nantinya akan mati kok, kalau nanti sudah direbus. Jadi bukan karena ada hubungannya gitu… tapi memang bagi pembuat jamu kaya saya diperlukan diperlukan tangan dan kuku yang be rsih.

4 Ya kuku harus digunting kalau sudah panjang-panjang, cuci tangan pakai sabun bila tangan kotor misalnya habis dari pajak, atau pegang-pegang yang kotor,… ntar bisa mengotori jamu yang lagi dibuat dek.. lagi pula saya kira jamu saya laku karena saya menjaga kebersihan lho… b iar jelek-jelek begini tahu menjaga kebersihan ya, apa nggak?

5 Ada hubungannya dengan pembuatan jamu atau tidak, setahu saya perinsipnya tangan memang harus dijaga kebersihannya. Apalagi kalau kuku sudah panjang-panjang dan hitam lagi ya harus digunting, karena itu bisa jadi sarang kuman, juga sulit untuk dipakai kerja karena kan harus marut kunyit, lengkuas, dll. disamping untuk buat jamu kan memasak juga, lagi pula nanti dicontoh anak-anak jadi mereka tidak mau menjaga kebersihan badannya…..oh ya tangan harus bersih da n cuci tanganlah paka i sabun takutnya habis da ri mana-mana gitu…


(51)

Berdasarkan matrik di atas dapat diketahui bahwa seluruh informan mengetahui pentingnya kebersihan tangan dan kuku. Sebagian informan tahu dengan jelas hubungan langsung antara kebersihan tangan dan kuku dengan proses pembuatan jamu seperti mengatakan adanya kuman pada sela-sela kuku dapa t mencemari jamu atau makanan yang dibuatnya. Namun, masih ada informan yang mengatakan bahwa kuman yang berasal dari tangan dan mencemari jamu/makanan akan mati bila jamu/makanan tersebut sudah dimasak.

4. Penge tahuan Informan Tentang Kebe rsihan Kulit Dan Penanga nan Luka Terbuka Dalam Pembuatan Jamu Tradisional

Pada matrik 4.4. berikut ini dapat diketahui tentang pengetahuan infor man dalam menjaga kebersihan kulit dan melakukan perawatan terhadap luka terbuka pada kulit yang penting dalam mendukung proses pembuatan jamu tradisional yang sehat da n etik untuk d ilakukan.

Matrik 4.4. Penge tahuan Kebersihan Kulit dan Pe rawatan Luka Informan Penelitian di Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang Tahun 2011

Informan Penge tahuan Tentang Kebe rsihan Kulit dan Penanga nan Luka Terbuka

1 Setahu saya menjaga kulit, juga termasuk dalam kebersihan tangan tadi… kok ditanya lagi. Dan agar kulit kita bersih maka kita harus mandi dua kali sehari pakai sabun. Dan Bila ada luka ya diobati dan ditutup pakai plester … misalnya hendiplas yang ada dijual di warung-warung, agar luka tidak terasa perih bila kena sabun waktu mandi atau ke na jahe, lengkuas waktu buat jamu.

2 Kebersihan kulit harus diperhatikan agar kulit tanpak putih, bersih, mulus kaya artis-artis itu lho dek…, lihat kulit saya, walau udah tergolong tua tapi kulit saya tetap bersih. Saya mandi dua sampai tiga kali setiap hari. Lagi pula kulit yang bersih adalah andalan buat


(52)

cantik, jamunya laku keras bok…

Saya sering terluka pada waktu mengupas dan memotong bahan-bahan unt uk buat jamu, tapi lalu segera saya dibe rsihkan da n diperban agar tidak perih dan tidak berkuman. Kalau masih terasa sakit juga akibat lukanya itu, kalau saya akan berhenti kerja dulu… atau minta tolong pada suami atau orang lain untuk memotong bahan-bahan, dan saya tinggal ngasih tahu caranya.

3 Kalau saya aslinya tukang jamu dek… kebersihan kulit, tangan, kuku bahkan kai dan yang lainnya dari badan kita ya penting. Saya mandi pakai sabun sehari dua kali dan bila terkena pisau atau terluka waktu memotong bahan-bahan jamu, ya lukanya saya tutup. Takut nanti berkuman dan kumannya masuk dalam jamu kan brabe… iya nggak ?

4 Kalau aku tukang jamu, ya penting juga menjaga kebersihan kulit karena orang yang beli jamu kan tidak bodoh…. kalu tahu kulit yang buat bersisik, jorok, jarang mandi apalagi ada gudik ( bahasa jawa maksudnya penyakit kulit) maka mereka nggak mau beli. Jadi tentu aku tahu ba hwa setiap hari harus menjaga kebersihan kulit, mandi pakai sabun dua kali sehari pakai hand body dan pakai baju bersih. Kalau tukang buat jamu soal luka terkena pisau atau parutan itu hal sering, tapi lukanya kecil dan kadang-kadang lukanya nutup sendiri dan tidak pe rlu lah ditutup-tutup segala,… nanti dikira orang lukanya parah banget he.. he.. he… dan, ntar kalau ditutup-tutup malah lukanya ngak sembuh-sembuh, ya kalau keluar darah ya dipincit dulu supa ya berhenti da n dicuci supa ya tidak terkena kot or an.

5 Kebersihan kulit dan membalut luka itu umum dilakukan, tidak hanya tukang jamu saja, semua orang juga begitu kan… saya kira tidak ada hubungannya dengan buat jamu.

Paling-paling soal bisnisnya saja, kalau kulit kita kotor apalagi pakai baju tak ganti- ganti bahu, dan ada luka yang dilihat, langganan yang mau beli jadi nggak jadi beli.

Dari keterangan hasil wawancara di atas terlihat bahwa umumnya para pembuat jamu memahami pentingnya menjaga kebersihan kulit dan menjaga luka agar tidak terjadi infeksi diantaranya dengan menutup luka menggunakan plester. Sebagian dari mereka ada yang kurang peduli dengan kebersihan kulit terutama perlakuan terhadap luka di kulit yang dialaminya.


(53)

Matrik 4.5. Pengetahuan Informan Dalam Proses Membuat Jamu Tradisional di Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang Tahun 2011

Informan Penge tahuan Informan Dalam Pros es Membuat Ja mu Tradisional di Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan

Selayang

1 Pertama – tama semua bahan seperti induk kunyit, kencur, temulawak, temu ireng di kupas lalu cuci, kemudian dipotong – potong setelah itu ditumbuk sampai halus lalu siramkan air, kemudian saring setelah itu di peras sarinya kemudian masak sampai mendidih setelah itu didinginka n, setelah dingin kemudian saring lalu masukka n kedalam bo tol.

2 Pertama – tama, itu…. Induk kunyit di kupas, lalu Rajang, ya… pakai telenan, setelah cuci, kemudian masukkan dalam mesin blender, setelah itu……..saring, siram lagi ampas kunyit dengan air kemudian saring lagi, kemudian masak…..dek, yang penting panas aja dek, karena ini bahan jamu yang penting ya…panas aja, setelah itu didinginkan baru dek kita saring lagi untuk hilangkan ampasnya kemudian dinginkan setelah itu masukkan ke dalm botol.

3 Bahan – bahan, seperti induk kunyit, dikupas lalu cuci, kemudian dirajang – Rajang ya…dek, kemudian masukkan ke dalam blender setelah itu di saring, setelah disaring kita peras aja, unt uk mengambil sari patinya, kemudian tambahkan air, lalu masak sampai mendidih selama lima belas menit, setelah itu saring lagi, setelah disaring didinginkan, setelah dingin kemudian masukkan ke dalam botol. Botolnya kita kucek dulu, solanya bekas jamu semalam, baru kita lap dulu, wes setelah itu kita masukkan jamunya pakai corong lalu tutup botolnya, setelah itu kita siram dengan air baru kita lap.

4 Pertama - tama bahan seperti induk kunyit, kencur, temulawak, kita kupas semua teruskan dek kita dek, kita cuci, lalu dirajang – Rajang kecil – kecil, kemudian, kita tumbuk pakai lesung sampai halus, lalu kita siram lagi lesung, soalnyakan masih ada sisa di dalamnya, setelah itu kita masukkan dalam panci, bahan jamu yang sudah halus lalu siramkan air mentah , setelah itu kita saring, setelah disaring lalu siramkan air mentah setelah itu kita saring, setelah di saring lalu sisa yang disaring kita peras, setelah itu kita tambahkan air lagi, kemudian kita masak pokoknya dek yang penting panas kita dinginkan setelah itu kita tuangkan pakai corong ke da lam bo tol – botol.


(54)

5 Bahan – bahan jamu seperti induk kunyit, ya……kita kupas dulu lalu dirajang – rajang kemudian cuci, setelah itu kita tumbuk, sampai halus lalu siram pakai air, bekas tumbukan tadikan ada sisanya di dalam tadikan….sayang wes dibuang, jadi kita ambi, setelah itu kita tuangkan dalam panci, setelah itu siram lagi pakai air. Airnya mentah kemudian saring lagi setelah itu sisa sari jamu dalam sarinya kita remas – remas biar keluar patinya , kalau pakai tanganka n lebih e nak, wes uda h cuci tangan.

Dari keterangan hasil wawancara di atas terlihat umumnya para pembuat jamu mengerti cara membuat jamu tetapi kuran memahami dalam hal proses membuat jamu diantaranya cara saat melumetkan bahan jamu yang telah disaring tidak memakai sarung tangan dan botol – botolnya tidak di cuci.

5. Penge tahuan Informan Tentang Pengg unaa n Alat Pelindung Diri Dalam Pembuatan Ja mu Tradisional di Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang Tahun 2011

Pengetahuan informan tentang jenis dan keguanaan alat pelind ung diri (APD) yang dibutuhka n da lam proses pe mbuatan jamu di tingkat rumah tangga dikemukakan pada Matrik 4.6 di bawah ini.

Matrik 4.6. Penge tahuan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Informan di Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selaya ng Tahun 2011

Informan Penge tahuan Tentang Pengg unaa n Alat Pelindung Diri 1 Setahu saya kita perlu pakai sarung tangan bila sedang memotong,

memarut jamu tapi pastinya alat-alat pelind ung diri apa saja yang lain saya tidak tahu lho dek…

2 Saya kurang paham soal alat-alat pelind ung diri habis saya nggak pernah lihat, karena orang-orang yang buat jamu di sini umumnya juga nggak pernah pakai APD dan memang juga tidak ada keharusan pemerintah agar kita pakai kan ?


(55)

3 Apa perlu pakai itu, saya nggak pernah dengar atau diberikan penyuluhan soal APD lho… mungkin itu juga perlu tapi apa gunanya, saya kurang paham rasanya.

4 Setahu saya sarung tangan saja uda h cukup untuk mencegah luka kena po tong pisau atau alat tajam lainnya….

5 Apa Alat Pelindung Diri itu, dek… kaya polisi atau tentara saja yang berhadapan dengan musuh hingga perlu perlindungan diri….. dan kalau saya ditanya saya tidak tidak tahu apa saja APD untuk tukang jamu seperti saya

Dari matrik 4.6. tergamabar bahwa sebagian besar informan penelitian tidak mengenakan alat pelindung diri (APD) dan mereka umumnya tidak mengetahui jenis APD dan kegunaannya dalam pekerjaan mereka. Dan Terkesan mereka memakai APD bila ada peraturan yang mengikat.

6. Penge tahuan Informan Tentang Hal – Hal Yang Di Larang Dalam Membuat Jam u Tradisional

Matrik 4.7. Penge tahuan Informan Tentang Hal – Hal Yang Di Larang Dalam Membuat Ja mu Tradisional di Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang Tahun 2011

Informan Penge tahuan Informan Yang Di larang Dalam Membuat Jamu Tradisional.

1 Setahu saya orang yang sakit diare tidak boleh buat jamu karena penyakitnya bisa menular melalui jamu yang dibuatnya… lainnya ya orang yang sakit berat karena dia tidak dapat berjalan, ngak bisa ngerjakan apa-apa….

2 Nggak ada ketent uan selama yang or ang yang buat jamu masih bisa bekerja ya boleh lah…..

3 Ada mungkin tapi nggak tahulah….. kali-kali orang yang menurut dokter harus istirahat nggak boleh bekerja, termasuk tukang jamu dan yang lainnya.

4 Orang berpenyakit diare, typus, DBD nggak boleh buat jamu karena orang-orang dengan penyakit itu tentu gak bisa kerja tul nggak ?

5 Saya nggak begitu tahu habis di sini tak pernah dengar ada yang melarang, taapi menurut saya bisa saja tukang jamu nggak boleh kerja bila terserang penyakit menular lah,…. Ntar penyakitnya ditularkan


(56)

Dari penjelasan informan dapat diketahui bahwa hampir seluruhnya mengatakan tidak ada ketentuan khusus bagi penderita penyakit untuk memproduksi jamu. Hanya mereka mengatakan tidak boleh bekerja karena kondisinya tidak memungkinkan karena pe nyakitnya yang be rat da n satu orang informan mengataka n orang penyakit menular tidak boleh bekerja membuat jamu karena dapat menularkan penyakitnya.

4.2.2.2. Sikap Informan

1. Sikap Informan Tentang Pembuatan Jamu Tradisional

Matrik 4.8. Sikap Informan Pe nelitian Menge nai Pe mbuatan Ja mu Tradisional di Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang Tahun 2011

Informan Tanggapan Informan Dalam Pe mbuatan Jamu tradisional 1 Mendapatkan pengalaman / pengetahuan tentang membuat jamu itu

penting supaya jamunya bersih dan sehat diminum orang, gitu kali ya…. Makanya saya sangat menghargai kakak saya karena telah kasih ilmu tentang cara buat jamu.

2 Saya orang yang yang sangat mau memperhatikan dalam soal membuat jamu yang lebih baik… tapi apa daya, tidak ada petugas kesehatan atau siapa saja yang mau kasih pengetahuan agar jamu yang saya buat lebih baik, kalau ada saya akan ikuti anjurannya.

3 Bagaimana saya harus bersikap,… ya rasanya berterima kasih pada tetangga saya yang telah baik hati memberikan ilmunya tentang jualan jamu,…. Tapi menurut saya apa mahasiswa atau puskesmas bisa kasih penyuluhan tentang pembuatan jamu ya… kalau gitu baru mantap kan dek…

4 Saya menyikapinya dengan tetap mematuhi cara-cara yang telah diajarkan oleh ibu saya tentang cara buat jamu, itu saja…

5 Saya aka n be rterima kasih pada orang atau instansi yang mau membimbing tukang buat jamu ka yak saya ini…..

Pengetahuan yang diperoleh oleh para pembuat jamu umumnya berasal dari sumber pengetahuan yang diperoleh dari pendahulunya atau orang yang mengajari


(57)

mereka tentang cara membuat jamu. Terkesan bahwa mereka sangat mengharapkan adanya bimbinga n dari pihak-pihak kesehatan dan universitas untuk dapat berperan membina mereka, sehingga mereka dapat bekerja dengan lebih baik dan memproduksi jamu yang aman dan sehat bagi konsumen mereka.

2. Sikap Informan Terhadap Personal Higiene Dalam Pe mbuatan Ja mu Tradisional di Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang Tahun 2011

Matrik 4.9. Sikap Informan Penge rtian Personal Higiene di Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang Tahun 2011

Informan Tanggap an Informan Tentang Personal hygiene Dalam Pembuatan Jamu Tradisional

1 Yang penting untuk saya terus adalah menjaga agar badan bersih, tidak jorok dan tetap sehat, itu yang penting kan dek…

2 Saya gak gitu paham tentang apa itu hiegene, jadi gampangnya kita harus menur ut bila dikasih tahu da n mau mencobanya……….

3 Senang sekali bila tahu ada hal- hal baru tentang pembuatan jamu ins yaallah saya akan menurut untuk hal- hal yang ba ik

4 Iya saya selalu memperhatikan kebersihan diri saya dan tidak berbuat yang jorok-jorok seperti meludah sembarang tempat.

5 Kalau ada yang memberikan penyuluhan saya senang sekali…

Dari matrik 4.8. diketahui bahwa mereka tidak dapat mengemukakan secara lugas tentang sikap mereka pada perlunya penerpan higiene perseorangan dalam proses pembuatan jamu tradisional di rumah tangga mereka. Mereka hanya mengemukakan sikap dari pernyataan secara umum tentang pentingnya kebersihan diri da n lebih lanj ut mengaharapk an ada nya pihak-pihak yang mau membimbing mereka.


(58)

3. Sikap Informan Terhadap Upaya Menjaga Kebe rsihan Tanga n dan Kuku Dalam Pe mbuatan Ja mu Tradisional

Matrik 4.10. Sikap Informan Tentang Upaya Menjaga Kebesihan Tanga n dan Kuku di Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selaya ng Tahun 2011

Informan Tanggap an Tentang Kebersihan Tanga n dan Kuku

1 Saya memang mempe rhatika n tangan da n kuku saya sebe lum kerja, karena saya risih bila tandan dan kuku saya panjang dan kotor, nanti ada orang yang tahu ka n kan gak e nak jadi ba han bicaraan.

2 Ya harus tersedia air yang cukup tidak jauh dari termpat kerja dan gunting kuku kalau diperlukan jadi mudah karena kebersihan adalah bagian penting dari pembuatan jamu, setuju kan dek..

3 Yang penting kemauan kita dan kebiasaan dari sejak kecil ….. kadang sulit untuk merubah kalau kebiasaan jelek itu sudah dari kecil.

4 Kalau kita tahu akibatnya kita tentu mau mencegahnya lah dek… kalau tidak bukan orang namanya

5 Menjaga agar tangan kita bersih dan kuku tidak hitam- hitam, panjang itu penting apalagi kita ibaratnya tukang masak, karena jamu juga diminum orang, kalau yang buat jorok gak pernah mandi, kukunya tidak dirawat kan bisa menimbulkan penyakit…. tapi ngomong-ngomong penyakitnya apa ya dek…oh mungking itu mencret- mencret, benar ka n.

Hal-hal yang diperhatikan oleh infor man dalam upaya menjaga kebersihan tangan dan kuku menurut mereka diantaranya ada lah de ngan memotong kuku secara rutin, membersihkan tangan dengan cuci tangan. Dan, sebagian informan berpendapat tentang perlunya ketersediaan air yang cukup dan sebagian lagi tidak menegaskannya. Dan secara umum mereka berpendapat bahwa kebersihan tangan dan kuku penting untuk berbagai kegiatan tidak hanya dalam pembuatan jamu saja.


(1)

“ Kalau menderita diare dan sakit berat saya akan berhenti kerja….”

“ Selama tidak dilarang keluarga saya, biasanya sih anak saya yang suka melarang , tapi saya keenakan kerja, ya……kecuali dokter yang melarangnya itupun karna dokternya tetangga saya, baru saya nggak mau kerja”.

“ Saya berhenti kalau menderita penyakit menular, sakit menular itu dek ya..macam luka yan terbuka, kemudian busuk terus kita berdekatan dengan dia, makanya bisa nular”.

Menurut Peraturan Menteri Pertanian NOMOR 35/Permentan/O T.140/7/2008 Tentang Persyaratan Dan Penerapan Cara Pengolahan Hasil Pertanian Asal Tumbuhan Yang Baik (Good Manufacturing Practices) dalam hal ini terdapat Tiga kelompok penderita penyakit yang tidak boleh dilibatkan dalam penanganan makanan yaitu 1). Penderita penyakit infeksi saluran pernapasan. 2. Penderita penyakit infeksi pencernaan. 3. Penderita infeksi penyakit kulit. Ketiga jenis penyakit tersebut dapat dipindahkan kepada orang lain melalui makanan yang diolah atau disajikan penderita.

5. Tindakan Informan Dalam Proses Pembuatan Jamu Tradisional

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa tindakan informan mengenai pembuatan jamu tradisional belum cukup baik . Hal ini dapat dilihat dari


(2)

“ …Saya kupas bahan – bahannya, seperti induk kunyit, jahe, kencur lalu saya rajang – rajang kemudian ditumbuk sampai halus kemudian ambil dari tumbukka lalu siram pakai air, kemudian diremas, ya…..ngak usah pakai sarung tangan kan lebih enak langsung, lagi pula kami mana pernah pakai sarung tangan, setelah disaring lalu siram pakai air lagi untuk menghilangkan kekentalannya, lalu rebus, asal mendidih aja kemudian angkat ya didinginkan kemudian masukkan ke dalam botol – botol yang udah bersih lalu siram lagi botolnya dengan air………”.

6. Observasi Praktek Pelaksanaan Personal Hygiene

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa praktek pelaksanaan hygiene perseorangan cara cuci tangan yang dilakukan informan tidak benar, karena berdasarkan observasi cuci tangan dilakukan hanya waktu membersihkan bahan-bahan jamu dan cuci tangan dilakukan dengan cara menyiramkannya dengan air.


(3)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan tujuan khusus penilitan dapat ditarik beberapa kesimpulan:

1. Pengetahuan informan dalam higiene masih kurang dimana seluruh informan tidak dapat memberikan penjelasan tentang pengertian higiene perseorangan. Namun hal- hal yang termasuk dalam higiene perseorangan seperti kebersihan tangan dan kuku, kulit dan perawatan luka terbuka serta proses pembuatan jamu tradisional dalam hal ini mereka mampu mengemukakan sesuai ketentuan dalam pelaksanaan hygiene perseorangan, namun dalam hal penggunaan alat pelindung diri serta ketentuan yang tidak diperkanankan bagi orang melakukan pekerjaan mengolah makanan- minuman informan terlihat tidak memahami.

2. Sikap informan baik dalam personal higiene terutama tentang kebersihan tangan dan kuku, kulit dan perawatan luka terbuka. Sementara tanggapan tentang penggunaan APD informan menyatakan persetujuannya namun informan memiliki tingka h laku tergantung (matched dependent behaviour)


(4)

melakukan upaya kebersihan yang sesuai dengan ketentuan, namun dalam prakteknya masih belum sesuai dengan ketentuan misalnya tidak melakukan cara cuci tangan dan ketersediaan air yang cukup untuk menjaga kebersihan tangan dengan baik.

6.2. Saran

1. Diharapkan kepada Dinas Kesehatan bagian seksi pengobatan tradisional dapat melakukan pembinaan terutama dalam upaya penegakan pelaksanaan personal hygiene pada para pembuat jamu tradisional.

2. Diharapkan Balai Pengawas Obat dan Makanan melakukan pengawasan pembuatan jamu tradisional hingga diperoleh kualitas prod uk jamu rumah tangga yang memenuhi persyaratan kesehatan.

3. Agar para pembuat jamu tradisional meningkatkan pelakasnaan hygiene perseorangan dan sanitasi lingk ungan pembuatan jamu tradisional rumah tangga.

4. Diharapkan ada perkumpulan untuk para pembuat jamu tradisional, agar dapat dilakukan pengawasan dan pembinaan secara langsung.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Bungin, B. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Rajagafindo Persada, Jakarta Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara, 2008. Profil Kesehatan Propinsi

Sumatera Utara 2007. Medan

Departemen Kesehatan RI, 2009. Sistem Kesehatan Nasional (SKN) Bentuk dan Cara Penyelenggaraan Pembangunan Kesehatan. Jakarta

Departemen Kesehatan RI, 2010. Undang Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta

Departemen Kesehatan RI, 1999. Visi dan Misi Pembangunan Indonesia Sehat 2010. Jakarta

Nasution, R.E. 1992. Prosiding Seminar dan Loka Karya Nasional Etnobota ni.Departement Pendidikan dan Kebudayaan RI-LIPI. Perpustakaan Nasional RI. Jakarta.

Notoatmodjo, 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, blog.unila.ac.id/gnugroho/ files/…/Definisi-Kesehatan-Lingkungan.pdf

Notoatmodjo, Soekidjo, 2005. Promosi Kesehatan, Teori dan Aplikasi, PT.Rineke Cipta, Jakarta

Handra, 2005. Seminar Proses Pembuatan Jamu yang Baik dan Benar serta Aplikasinya dalam Rumah Tangga, Unpad Grha Sanusi Hardjadinata, Tgl 20 Agustus 2005.

Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2005. Pedoman Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik (CPOTB). Jakarta

Sastropradjo. 1990. Tumbuhan Obat. Lembaga Biologi Nasional LIPI. Balai Pustaka. Jakarta.


(6)

Suharmiati, 2003. Menguak Tabir dan Potensi Jamu Gendong, PT Argo Media Pustaka, Tangerang

Suparyanto (2010) kuliahkomunikasi.com supported by

Seomiarti,J. 1994. Kesehatan Lingkungan. UGM Press. Jogyakarta