tanda ketidakmatangan yaitu bersikap posesif, ketidakmampuan bertanggung jawab dan tidak dapat diprediksi.
5. Kesiapan Model Peran Banyak orang belajar bagaimana menjadi suami dan istri yang baik dalam
proses perkembangan mereka kelak. Mereka belajar apa artinya menjadi suami mapun istri yang baik dengan melihat figur ayah dan ibu mereka. orang tua yang
memiliki figusr suami dan istri yang baik akan dapat memepengaruhi kesiapan menikahkan anak-anak mereka yang nantinya akan mempengaruhi pola
penyesuaian pernikahan mereka.
b. Kesiapan Situasi
1. Kesiapan Sumber finansial Kesiapan finansial tergantung dari nilai-nilai yang dimiliki masing-masing
pasangan. Pasangan yang menikah diusia muda yang masih memiliki penghasilan yang rendah, maka sedikit banyak masih memerlukan bantuan materi dari orang
tua. Pasangan seperti ini dikatakan belum mampu mandiri sepenuhnya dalam mengurus rumah tangga yang memungkinkan akan menghadapi masalah yang
lebih besar nantinya. 2. Kesiapan Sumber Waktu
Masing-masing pasangan perlu mempersiapkan rencana-rencana untuk pernikahan, bulan madu, dan tahun-tahun pertama pernikahan. Persiapan
rencar\na yang tergesa-tergesa akan mengarah pada persiapan pernikahan yang buruk dan memberi dampak yang buruk pada awal-awal pernikahan.
Universitas Sumatera Utara
II.C.4. Peranan Usia dalam Pernikahan
Usia adalah salah satu hal yang memiliki peran besar dalam pernikahan, sebagaimana yang disampaikan Walgito 1984 mengenai beberapa kaitan usia
pasangan dalam keluarga yang terbentuk sebagai akibat dari pernikahan, yaitu : 1.
Hubungan usia dengan faktor fisiologis dalam pernikahan. Usia pernikahan yang ditentukan dalam undang-undang pernikahan tahun
1974 adalah untuk pria yang sudah berusia 19 tahun dan bagi wanitanya berusia 16 tahun. Usia ini dapat dilihat dari segi fisiologis seseorang yang
pada umumnya sudah matang, yang berarti pada usia tersebut pasangan sudah dapat membuahkan keturunan. Pernyataan ini dapat disimpulkan bahwa
batasan usia 19 tahun bagi pria dan 16 tahun bagi wanita lebih menitikberatkan pada segi fisiologis mereka.
2. Hubungan usia dengan keadaan psikologis dalam pernikahan.
Usia memiliki kaitan dengan keadaan psikologis seseorang. Semakin bertambah
usia seseorang
diharapkan lebih
matang aspek-aspek
perkembangan psikologisnya. Remaja putri yang berusia 16 tahun belum dapat dikatakan dewasa secara psikologis, demikian pula dengan pria berusia
19 tahun. Pernikahan pada usia yang masih muda akan mengundang banyak masalah karena dari sisi psikologis pasangan yang belum matang. Pasangan
akan mengalami keruntuhan dalam rumah tangganya karena faktor usia yang terlalu muda sehingga dapat menimbulkan perceraian.
Universitas Sumatera Utara
3. Hubungan usia dengan kematangan sosial, khususnya sosial-ekonomi dalam
pernikahan. Kematangan sosial -ekonomi pada umumnya berkaitan dengan usia individu.
Semakin bertambahnya usia seseorang kemungkinan untuk kematangan dibidang sosial ekonomi juga akan semakin nyata. Bertambahnya usia
seseorang akan semakin bertambahnya dorongan untuk mencari nafkah sebagai penopang kehidupan, sehingga dalam pernikahan masalah
kematangan ekonomi perlu juga mendapat perhatian sekalipun dalam batasan minimal. Seseorang yang berani membentuk keluarga melalui pernikahan
berarti segala tanggung jawab dalam hal menghidupi keluarga terletak pada pasangan tersebut. Remaja yang menikah diusia muda biasanya belum
memiliki pekerjaan yang tetap dan sesuai dengan pengeluaran keluarga diperkirakan akan mengalami kesulitan yang berkaitan dengan sosial-ekonomi
dan dapat membawa akibat yang cukup signifikan. 4.
Usia yang ideal dalam penikahan. Tidak terdapat ukuran yang pasti mengenai penentuan usia yang paling baik
dalam melangsungkan pernikahan, akan tetapi untuk menentukan umur yang ideal dalam pernikahan, dapat dikemukakan beberapa hal sebagai bahan
pertimbangan : a.
Kematangan fisiologis dan kejasmanian Keadaan jasmani yang cukup matang dan sehat diperlukan dalam melakukan
tugas dalam pernikahan.
Universitas Sumatera Utara
b. Kematangan psikologis.
Terdapat banyak hal yang timbul dalam pernikahan yang membutuhkan pemecahannya
dari segi
kematangan psikologis.
Walgito 1999,
mengemukakan bahwa didalam pernikahan dituntut adanya kematangan emosi agar seseorang dapat menjalankan pernikahan dengan baik. Beberapa tanda
kematangan emosi tersebut adalah mempunyai tanggung jawab, memiliki toleransi yang baik dan dapat menerima keadaan dirinya maupun keadaan
orang lain seperti apa adanya. Kematangan seperti ini pada umumnya dapat dicapai saat seseorang mencapai usia 21 tahun.
c. Kematangan sosial , khususnya sosial-ekonomi.
Kematangan sosial khususnya sosial-ekonomi diperlukan dalam pernikahan, karena hal ini merupakan penyangga dalam memutar roda ekonomi keluarga
karena pernikahan. Usia yang masih muda pada umumnya belum mempunyai pegangan dalam hal sosial-ekonomi, padahal jika seseorang telah menikah,
maka keluarga tersebut harus dapat berdiri sendiri untuk kelangsungan keluarga tersebut, tidak bergantung lagi pada pihak lain termasuk orang tua.
d. Tinjauan masa depan atau jangkauan kedepan.
Keluarga pada umumnya menghendaki adanya keturunan yang dapat melanjutkan keturunan keluarga, disamping usia seseorang yang terbatas
dimana pada suatu saat akan mengalami kematian. Sejauh mungkin diusahakan bila orang tua telah lanjut usianya, anak-anaknya telah dapat
berdiri sendiri dan tidak lagi menjadi beban orangtuanya sehingga pandangan kedepan perlu dipertimbangkan dalam pernikahan.
Universitas Sumatera Utara
e. Perbedaan perkembangan antara pria dan wanita.
Perkembangan wanita dan pria tidaklah sama. Seorang wanita yang usianya sama dengan seorang pria tidak berarti bahwa kematangan psikologisnya juga
sama. Sesuai dengan perkembangannya, pada umumnya wanita lebih dahulu mencapai kematangan daripada pria.
II.C.5. Penyebab Pernikahan Dini
Penyebab pernikahan dini tergantung pada kondisi dan kehidupan sosial masyarakatnya. UNICEF mengemukakan 2 alasan utama terjadinya pernikahan
dini early marriage: 1.
Pernikahan dini sebagai sebuah strategi untuk bertahan secara ekonomi early marriage as a strategy for economic survival
. Kemiskinan adalah faktor utama yang menyebabkan timbulnya pernikahan
dini. Ketika kemiskinan semakin tinggi, remaja putri yang dianggap menjadi beban ekonomi keluarga akan dinikahkan dengan pria lebih tua darinya dan
bahkan sangat jauh jarak usianya, hal ini adalah strategi bertahan sebuah keluarga.
2. Untuk melindungi protecting girls Pernikahan dini adalah salah satu cara untuk memastikan bahwa anak
perempuan yang telah menjadi istri benar-benar terlindungi, melahirkan anak yang sah, ikatan perasaan yang kuat dengan pasangan dan sebagainya.
Menikahkan anak diusia muda merupakan salah satu cara untuk mencegah anak dari perilaku seks pra-nikah. Kebanyakan masyarakat sangat menghargai
nilai keperawanan dan dengan sendirinya hal ini memunculkan sejumlah
Universitas Sumatera Utara
tindakan untuk melindungi anak perempuan mereka dari perilaku seksual pranikah.
Mathur, Greene, dan Malhotra 2003 dalam International Center for Research On Women
ICRW, juga mengungkapkan beberapa penyebab pernikahan dini, yaitu :
1. Peran gender dan kurangnya alternatif Gender roles and a lack of alternatives
Remaja adalah peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, adalah suatu periode ketika anak laki-laki dan anak perempuan menghadapi sejumlah
tekanan yang menuntut mereka untuk menyesuaikan diri, menyelidiki, dan mengalami kehidupan seperti yang telah budaya definisikan. Anak laki-laki
pada sebagian besar masyarakat menghadapi tekanan sosial dan budaya selama masa remaja untuk berhasil di sekolah, membuktikan seksualitasnya,
ikut serta dalam olahraga dan aktivitas fisik, mengembangkan kelompok sosial dengan teman sebayanya, menunjukkan kemampuan mereka mereka dalam
menangani ekonomi keluarga dan tanggung jawab finansial. Remaja putri mengalami hal yang berlawanan, pengalaman masa remaja bagi para remaja
putri di banyak negara berkembang lebih difokuskan pada masalah pernikahan, menekankan pada pekerjaan rumahtangga dan kepatuhan, serta
sifat yang baik untuk menjadi istri dan ibu. 2.
Nilai virginitas dan ketakutan mengenai aktivitas seksual pranikah value of virginity and fears about premarital sexual activity
Universitas Sumatera Utara
Beberapa budaya di dunia, wanita tidak memiliki kontrol terhadap seksualitasnya, tetapi merupakan properti bagi ayah, suami, kelurga atau
kelompok etnis mereka. Oleh karena itu, keputusan untuk menikah, melakukan aktivitas seksual, biasanya anggota keluarga yang menentukan,
karena perawan atau tidaknya Ia sebelum menikah menentukan harga diri keluarga. Ketika anak perempuan mengalami menstruasi, ketakutan akan
aktivitas seksual sebelum menikah dan kehamilan menjadi perhatian utama keluarga. Penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa terkadang pernikahan di
usia muda terjadi sebagai solusi untuk kehamilan yang terjadi di luar pernikahan Bennet, 2001 dan Gupta, 2000.
3. Pernikahan sebagai usaha untuk menggabungkan dan transaksi marriege alliances and transactions
. Tekanan menggunakan pernikahan untuk memperkuat keluarga, kasta, atau
persaudaraan yang kemudian membentuk penggabungan politik, ekonomi, dan sosial cenderung menurunkan usia untuk menikah pada beberapa budaya
Chandrasekhar, 1996 dan Hussain, 2001. Transaksi ekonomi juga menjadi bagian integral dalam proses pernikahan.
4. Kemiskinan the role of poverty
Kemiskinan dan tingkat ekonomi lemah juga merupakan alasan yang penting menyebabkan pernikahan dini pada remaja putri. Remaja putri yang tinggal di
keluarga yang sangat miskin, sebisa mungkin secepatnya dinikahkan untuk meringankan beban keluarga.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Sarwono 2003, pernikahan muda atau pernikahan dini banyak terjadi pada masa pubertas, hal ini terjadi karena remaja sangat rentan terhadap
perilaku seksual yang membuat mereka melakukan aktivitas seksual sebelum menikah sehingga menyebabkan kehamilan, yang kemudian solusi yang diambil
adalah dengan menikahkan mereka. Sedangkan Sanderowitz dan Paxman dalam Sarwono, 2003 menyatakan bahwa pernikahan muda juga sering terjadi karena
remaja berfikir secara emosional untuk melakukan pernikahan, mereka berfikir telah saling mencintai dan siap untuk menikah. Faktor penyebab lain terjadinya
pernikahan muda adalah perjodohan orang tua, perjodohan ini sering terjadi akibat
putus sekolah dan akibat dari permasalahan ekonomi. II.C.6. Konsekuensi Pernikahan Dini
Mathur, Greene, dan Malhotra 2003 juga mengemukakan sejumlah konsekuensi negatif dari pernikahan dini atau menikah di usia muda yang
mengakibatkan remaja terutama remaja putri yang menjadi fokus penelitian serta lingkungan di sekitarnya.
1. Akibatnya dengan kesehatan Health and related outcomes a.
Melahirkan anak terlalu dini, kehamilan yang tidak diinginkan, dan aborsi yang tidak aman mempengaruhi kesehatan remaja putri.
b. Kurangnya pengetahuan, informasi dan akses pelayanan.
c. Tingginya tingkat kematian saat melahirkan dan abnormalitas.
d. Meningkatnya penularan penyakit seksual dan bahkan HIVAIDS.
2. Akibatnya dengan kehidupan Life outcomes a.
Berkurangnya kesempatan, keahlian dan dukungan sosial
Universitas Sumatera Utara
b. Berkurangnya kekuatan dalam kaitannya dengan hukum, karena keahlian,
sumber-sumber, pengetahuan, dukungan sosial yang terbatas. 3. Akibatnya dengan anak Outcomes for children
Kesehatan bayi dan anak yang buruk memiliki kaitan yang cukup kuat dengan usia ibu yang terlalu muda, berkesinambungan dengan ketidakmampuan
wanita muda secara fisik dan lemahnya pelayanan kesehatan reproduktif dan sosial terhadap mereka. Anak-anak yang lahir dari ibu yang berusia di bawah
20 tahun memiliki resiko kematian yang cukup tinggi. 4. Akibatnya dengan perkembangan development outcomes
Hal ini berkaitan dengan Millenium Develovement Goals MDGs seperti dukungan terhadap pendidikan dasar, dan pencegahan terhadap HIVAIDS.
Ketika dihubungkan dengan usia saat menikah, dengan jelas menunjukkan bahwa menikah di usia yang tepat akan dapat mencapai tujuan perkembangan,
yang meliputi menyelesaikan pendidikan, bekerja, dan memperoleh keahlian serta informasi yang berhubungan dengan peran dimasyarakat, anggota
keluarga, dan konsumen sebagai bagian dari masa dewasa yang berhasil.
II.D. Dinamika Penyesuaian Pernikahan Remaja Putri yang Melakukan Pernikahan Dini
Salah satu tugas perkembangan pada masa remaja adalah mempersiapkan pernikahan dan keluarga. Persiapan pernikahan merupakan tugas perkembangan
yang paling penting dalam tahun-tahun remaja. Hal ini dikarenakan munculnya kecenderungan kawin muda dikalangan remaja yang tidak sesuai dengan tugas
Universitas Sumatera Utara
perkembangan mereka Hurlock, 1999. Remaja Putri yang melakukan pernikahan dini akan mengalami masa remaja yang diperpendek sehingga tugas dan ciri
perkembangan mereka juga mengalami penyesuaian Monks, 2001. Pernikahan merupakan suatu wadah dimana problema psikis dan sosial
yang penting bagi laki-laki dan wanita karena masing-masing harus berusaha untuk melakukan penyesuaian diri dengan pasangannya dan kehidupan
pernikahannya. Penyesuaian seperti ini biasanya terjadi sangat lama dan dipengaruhi berbagai faktor psikologis, tetapi dapat dipastikan bahwa wanita
mengalami banyak kesulitan dalam melakukan penyesuaian diri Ibrahim, 2002. Pernikahan adalah suatu wadah yang mengharuskan individu untuk
memberdayakan diri dalam menerima kelebihan dan kekurangan pasangan Hassan, 2005 sehingga akan membawa pada suatu kondisi pernikahan yang
bahagia jika mereka berhasil dalam melakukan penyesuaian, dan akan mengalami kegagalan jika mereka tidak berhasil.
Pasangan muda yang menikah di usia remaja begitupun juga remaja putri harus mencoba membentuk hubungan jangka panjang dibawah kondisi dimana
mereka hanya memiliki sedikit pengetahuan tentang diri pasangan masing-masing serta dukungan yang rendah terhadap pernikahan sehingga memunculkan masalah
Mcintyre, 2006. Hal ini senada dengan yang diungkapkan Walgito 1999 dimana Pernikahan pada usia yang masih muda akan mengundang banyak
masalah karena dari sisi psikologis pasangan yang belum matang. Permasalahan-permasalahan yang sering muncul didalam penyesuaian
pernikahan adalah permasalahan yang berhubungan dengan penyesuaian terhadap
Universitas Sumatera Utara
pasangan, penyesuaian seksual, penyesuaian keuangan, dan penyesuaian dengan keluarga pasangan Hurlock, 1999. Permasalahan-permasalahan diatas juga akan
dialami oleh remaja putri yang melakukan pernikahan dini. Hanum 1997 menyatakan bahwa perkembangan kejiwaan istri yang
berusia remaja belum cukup matang dalam memasuki dunia pernikahan. Hasil penelitian menunjukkan istri yang lebih emosional dalam menyikapi
permasalahan dalam kehidupan rumah tangga dibandingkan dengan suami. Mosse dalam Uyun, 2002 menyatakan bahwa hal itu dikarenakan perempuan lebih
banyak memikul beban dalam kegiatan harian keluarga, laki-laki lebih banyak memiliki waktu untuk dirinya sendiri maupun untuk beristirahat, sedangkan
perempuan lebih banyak menghabiskan waktu untuk keluarganya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsekuensi psikologis yang
menyertai pernikahan remaja putri adalah timbulnya berbagai penyesalan. Penyesalan itu berkisar pada masalah terputusnya studi, tidak dapat mencari
penghasilan, ketidakmampuan dalam mengasuh anak yang dilahirkan secara baik dan benar, tidak dapat memperoleh kesempatan untuk bergaul dengan orang-
orang diluar komunitasnya, jika dipahami lebih lanjut pada dasarnya penyesalan yang muncul tersebut lebih terarah pada hilangnya masa remaja mereka Hanum,
1997.
Universitas Sumatera Utara
II.F. Paradigma
Pernikahan Dini adalah pernikahan yang
dilakukan oleh pasangan yang berusia dibawah 18
tahun WHO, 2006
Melanjutkan tugas perkembangan sesuai dengan
usianya
Dampak Pernikahan Dini :
• Dampak terhadap
kesehatan • Dampak dengan
kehidupan • Dampak
terhadap anak • Dampak
terhadap perkembangan
Mathur dkk, 2003
Penyesuaian pernikahan
Berhasil membuat pernikahan bahagia
dan harmonis Gagal sehingga
muncul masalah dalam
pernikahan
Remaja
Tugas perkembangan remaja yang salah satunya mempersiapkan pernikahan dan membina keluarga
Hurlock, 1999
Menikah Tidak menikah
Penyebab Pernikahan Dini :
• Strategi bertahan secara ekonomi
•
Melindungi
•
Peran gender dan kurangnya
alternatif.
•
Nilai virginitas dan solusi
aktivitas seksual pranikah
•
Usaha menggabungkan
perjodohan
•
Kemiskinan Unicef, Mathur dkk
2003, Sarwono 2003
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODE PENELITIAN