“Pertama si nggak, Cuma kayakmana kak, ada orang yang pengen kali hamil malah belum nggak dikasi-kasi, ya karena adek udah dikasi gitu
adek terima aja kak”. R1. W1k. 346-349hal. 8
2. Setelah Menikah
Subjek menikah setengah bulan setelah subjek menyelesaikan ujian nasional. Pesta perkawinan digelas setelah subjek menerima pengumuman
kelulusan. Setelah menikah subjek langsung diajak menetap di rumah orang tua suami. Subjek pada awalnya masih merasa takut untuk tinggal di rumah mertua
karena subjek merasa belum begitu mengnal keluarga suami. Pengetahuan subjek yang sangat sedikit dalam mengurus rumah tangga seperti memasak ataupun
membersihkan rumah juga menjadi penyebab ketakutan subjek. Mertua subjek ternyata memahami kondisi subjek sehingga kemudian subjek hanya diserahi
tugas–tugas seperti membersihkan rumah saja, sedangkan untuk memasak dilakukan oleh ibu mertua.
“Tinggal tempat mertua kak “ R1. W3k.93hal. 16 “Orangtuanya yang nyuruh tinggal disana, kebetulan gak punya anak
perempuan, jadi ya karena baru punya menantu ya disuruh harus tinggal disana, ya karena ikut suami mau bilang apa, seminggu pesta waktu itu
langsung tinggal disana.” R1. W3k. 102-107hal. 16 “Pertama sih masih takut karena belum gitu dekat sama keluarganya, adek
belum bisa kerja apa-apa, masak gak pande, rupanya orangtuanya ngerti kalo mau makan sama orangtuanya aja, paleng-paleng kerjanya bersihin
rumah aja.” R1. W3k. 95-100hal.16
Pernikahan bagi subjek adalah merupakan usaha untuk membina sebuah
keluarga yaitu keluarga yang ia bangun bersama suami. Sebelum menikah subjek dan suami tinggal ditempat yang berbeda, tetapi sekarang telah tinggal bersama.
Universitas Sumatera Utara
menurut subjek dalam pernikahan itu susah maupun senang dihadapi bersama. Subjek ingin keterbukaan antara dirinya dan suami karena mereka sudah tidak
pada tahapan berpacaran lagi yang segala kesalahan dicoba ditutupi. “Ya kalo dengan pernikahan gitu, ya membina keluarga gitu, kita, dulu
kita tinggal dirumah yang berbeda, tempat yang berbeda, sekarang kita udah serumah, susah sama dihadapi bersama, udah dekat, tinggal satu atap,
ya saling, susah senang dihadapi bersama, kalo dulukan masih pacaran, kalo ada salah ditutup-tutupin, susah senang dihadapi bersama.“
R1. W3k. 629-637hal. 26
Penyesalan timbul dalam diri subjek setelah memutuskan untuk menikah. Subjek merasa menyesal dengan pernikahan yang harus dilakukannya sehingga
pernah mengalami tekanan yang cukup berat. Subjek menyesal karena belum dapat membahagiakan orangtuanya dan tidak dapat memenuhi janjinya untuk
membahagiakan orangtuanya dengan bekerja dan melanjutkan pendidikannya kejenjang perkuliahan, tapi karena harus menikah hal itu tidak dapat terlaksana.
“Ngerasa nyesel si nyesel kak, karena kan pertamanya janji mo nyenengin orang tua, tapi rupanya tamat sekolah langsung nikah gitu jadi belum
sempat nyenengin orang tua”. R1. W2k. 70-73hal.10
Subjek terkadang mengeluhkan hal ini pada suaminya. Subjek mengatakan
bahwa ia menyesal karena harus secapat ini menikah sehingga kesempatannya untuk membahagiakan orangtuanya tidak dapat terlaksana. Subjek juga terkadang
menyesali suaminya yang juga menikah terlalu cepat. Menurut subjek pendidikan yang telah dicapai suaminya saat ini tidak ada hasilnya karena mereka harus
menikah secepat ini.
Universitas Sumatera Utara
“Ya kadang-kadang adek cerita, ngomong sama dia nyesel gitu kadang bukan nyesel adek jumpa sama Dwi, tapi kenapa secepat ini belum bisa
nyenengin orangtua udah langsung merried, langsung dibawa suami, keluarga yang disana kan gimana, masak Dwi udah disekolahin tinggi-
tinggi, gak da hasilnya, …” R1. W3k. 569-579hal. 25
Subjek lebih menikmati kehidupan sebelum Ia menikah. Subjek menyesali bahwa Ia belum dapat merasakan bagaimana pengalaman bekerja dan memiliki
banyak teman, bebas berhubungan dengan teman-temannya dan pengalaman- pengalaman baru lainnya. Subjek belum merasa puas dengan kehidupan
remajanya sebelum Ia menikah. “Perasaan itu rasanya lebih enak kayak dulu kak, karena adek belum puas
berteman gitu kak karena gitu tamat sekolah langsung kawin gitu, belum ngerasain kerja, belum ngerasain hal-hal laen udah langsung merried gitu”.
R1. W2k. 64-68 hal. 10 “Ya belum puas aja kak, adek sebenarnya masih pengen bebas bergaul ma
temen-temen, tapi mau gimana lagi terlanjur dipaksa nikah cepat mau gimana lagi”.
R1. W1 k. 47-50hal. 2
Kehidupan pernikahan subjek yang sudah berjalan selama kurang lebih 4 bulan ternyata tidak selalu berjalan lancar. Subjek dan pasangannya sering
bertengkar karena permasalahan kebiasaan dan faktor peran yang tidak sesuai. Keinginan subjek untuk memiliki seorang suami yang sayang dengan dirinya,
keluarga, dan taat beribadah ternyata tidak didapatnya setelah menikah. Calon suami subjek belum dapat memenuhi kriteria yang ketiga yaitu untuk taat
beribadah dan menjalankan sholat lima waktu. “Yang sayang ma keluarga dan yang sayang ma diatas juga kak”
R1. W1k. 71-72hal .2
Universitas Sumatera Utara
“Sebenarnya gak sesuai kak, karena dia belum mau sholat gitu kak.” R1. W1k. 78-79 hal. 2
“Ya maunya sekarang kalo bisa tu nurutin adek, inget sama yang diatas aja, suruh sholat kalo biasa sholat, karena dia kalo disuruh sholat tu malas
aja.” R1. W3k. 539-542hal. 27 Permasalahan penyesuaian dengan pasangan seperti konflik penyesuaian
dengan peran dalam rumah tangga ternyata juga sering muncul dalam pernikahan subjek. Peran suami yang baik menurut Subjek adalah seorang suami harus
sayang dengan keluarga dan lebih mengutamakan keluarga daripada hubungannya dengan teman-temannya. Subjek mengatakan demikian karena menurut Subjek
semenjak mereka menikah, suami belum dapat menjalankan perannya dengan seimbang dalam memberikan perhatian terhadap keluarga dan teman-temannya..
Suami subjek terkadang lebih memilih mementingkan teman-temannya dibandingkan dengan keluarganya.
“Yang sayang sama keluarganya, terus lebih ngutamaain keluarganya dibandingkan temannya”.
R1. W2 k. 54-56hal. 11 “Ya memang dia seperti itu….ya kadang dia mentingin keluarga tapi
kadang dia mentingin temennya juga, belum seimbang kak”. R1.W2k. 56-60hal. 11
Suami
subjek setelah
menikah belum
mampu sepenuhnya
menyeimbangkan fungsi sebagai suami untuk mengutamakan keluarga dibandingkan teman-temannya. Suami subjek terkadang lebih mengutamakan
untuk menghabiskan waktu lebih banyak dengan teman-temannya dibandingkan dengan subjek. subjek menginginkan suami untuk memahami dan menyadari
bahwa saat ini suami sudah memiliki keluarga dan ada istri yang menunggu
Universitas Sumatera Utara
kepulangannya dirumah. Kebiasaan suami yang sering pulang malam terkadang membuat subjek sedih dan kesal. Kekesalan subjek biasanya diwujudkan dengan
mengomel dan marah pada suami. Kehamilan subjek ternyata juga berpengaruh terhadap perubahan suasana hati subjek. Subjek terkadang sering merasa kesal
jika suami terlalu sering dirumah, sehingga akhirnya subjek menyuruh suaminya untuk keluar tetapi suaminya tidak mau melakukan permintaannya. Kekesalan
subjek semakin memuncak ketika suami ternyata lebih sering pergi keluar pada saat subjek tidak menginginkan suaminya keluar rumah. Hal-hal seperti inilah
yang kemudian memicu pertengkaran diantara subjek dan suami. “ Maksudnya, dia tuh kadang lebih mentingin temennya, kalo udah pergi
maen sama temen-temennya, dia tu suka lupa waktu, lupa sama keluarga, kalo udah punya keluarga tu di ingat pulang jam berapa, udah ada yang
nungguin dirumah kan, ya kalo dia kerja pagi kan pulangnya sore, dia udh keluar maen-maen, padahal dari sore dia udah maen-maen nanti lupa
pulang, kadang karena adek sering marah-marah yang pulang kerja dia dirumah, tapi kadang adek suka sebel juga, sejak hamil gini kadang sebel
juga kalo dia sering-sering dirumah, abis dirumah dia suka gangguin adek gitu, ya udah adek suruh aja dia pergi keluar kadang gak mau, nanti kalo
disuruh dirumah dia keluar.” R1. W3k. 546-561hal. 25
Peran istri yang baik menurut subjek adalah dapat mengatur keluarga dengan baik dan dapat mengatur serta mengurus suami dengan baik. Mengurus
suami dengan baik seperti menyiapkan sarapan suami, membangunkan suami untuk bekerja, menyiapkan pakaian kerja suami dan urusan rumah tangga
lainnya. Subjek kesulitan dalam hal mengatur sang suami. Kesulitan subjek dalam mengatur suaminya seperti dalam hal makanan. Suami subjek lebih suka makan
makanan instant dibandingkan makan makanan yang sehat. Subjek mencemaskan kebiasaaan pola makan suami sehingga terkadang subjek menasehati suaminya.
Universitas Sumatera Utara
Suami subjek biasanya akan marah dan memutuskan untuk tidak makan sehingga subjek terkadang akhirnya mengalah.
“Ya..peran seorang istri itu mengatur keluarga dengan baik, udah itu mengatur suami juga, mengurus suami”.
R1. W2 k. 41-43hal. 8-9
“Ya maksudnya kalo bisa pagi gitu kan dia pergi kerja menyiapkan sarapannya, bangunkan dia pagi-pagi, kalo mau sholat subuh gitu susah
bagunin dia, bangunin kerja juga susah, ya nyiapkan baju dia untuk kerja.” R1. W3k. 494-498hal. 23-24
“Ya, kebetulan dia susah diatur, ngatur dia tu percuma, kayak ngatur dia makan aja susah, dipaksa dulu baru makan kayak anak kecil, makan aja
susah, maunya makan itu-itu aja, Cuma makan mie instant kan gak bagus, kadang dia marah, terus gak mau makan, terpaksalah adek masain takut
dia gak makan, susah ngatur dia.”R1. W3k. 512—519hal. 24
Suami subjek juga sulit sekali untuk tidak keluar rumah pada malam hari.walaupun subjek tidak melarang. Suami subjek biasanya akan marah jika
subjek tidak mengijinkanya keluar malam dan memilih untuk masuk kamar dan tidur. Suami biasannya akan pergi keluar jika subjek sudah tidur. Subjek
mengetahui kebiasaan suaminya ini sehingga terkadang keesokan harinya subjek menanyakan pada suaminya. Respon suami subjek hanya diam saat ditanyakan hal
itu dan terlihat tanpa rasa bersalah dan merasa tidak ada kejadian apapun tadi malam. Subjek terkadang menyadari bahwa suaminya biasanya keluar untuk
menghilangkan kepenatan dan kekesalannya saja dan jika hal tersebut terjadilarangan subjek sama sekali tidak akan diperdulikan suami subjek..
“Ya kadang kayak dia keluar malam, adek kadang gak ngijini, gitu aja, paling gak diijinin dia marah , marah dia di kamar aja tidur, nanti kalo
ditengoknya adek da tidur dia keluar, dikiranya adek gak tau, paling besoknya adek tanya atau sindir aja, dia pura-pura gak tau, diem aja kayak
gak da kejadian apa-apa. Kalo dia gak lagi suntuk dia gak mau, tapi kalo
Universitas Sumatera Utara
iya mau adek marahnya kayak manapun gitu, dia tetap keluar. “ R1. W3k. -521-531hal. 24
Subjek berkeinginan menjadi istri yang baik bagi suaminya, akan tetapi untuk saat ini subjek merasakan bahwa keinginannya tersebut belum dapat
terlaksana dengan baik. Kebersamaan yang cukup singkat dengan suami membat subjek belum dapat menjalankan perannya sebagai istri dengan baik.
“Maunya jadi istri yang baik bagi suami dan keluarga”. R1. W2 k. 45-46 hal. 10
“Karena baru aja nikah, tapi dia udah pergi kerja ke Aceh, jadi adek ngerasa semuanya belum terlaksana”.
R1. W2k. 50-52 hal.10 Subjek mulai merasakan ada tanggung jawab dan kewajiban yang harus di
lakukannya setelah menikah, seperti mengurus suami, membereskan rumah, sehingga tidak memiliki kebebasan seperti dulu.
“Sekarang udah ada tanggungan kak, ada suami, ngurusi suami, beres- beres rumah. Kalo dulu kan kita bisa bebas kak. Sekarang kemana-mana
ingat rumah kak karena ada suami yang harus diurus”. R1. W1k. 87-91 hal. 2
Permasalahan seksual juga muncul dalam pernikahan subjek. Subjek mengatakan setelah menikah Ia jarang melakukan hubungan seksual dengan
suaminy karena suami subjek lebih sering pulang malam. Keinginan subjek untuk berhubungan suami istri dengan suaminya juga mulai berkurang semenjak ia
menikah. Subjek masih merasakan trauma dan ketakutan dengan hubungan sewaktu dulu sebelum menikah. Trauma subjek dikarenakan faktor usianya yang
pada saat ia melakukan hubungan seksual pertama kali subjek masih sangat muda
Universitas Sumatera Utara
yang kemudian ternyata merusak hidupnya sehingga tujuannya untuk menyenangkan keluarga menjadi gagal.
“Jarang kak, karena abang kan sering pulang malam, jadi jarang berhubungan kak”.
R1. W1k. 285-287hal. 6
“Adek jarang kepingin ngelakuin itu, paling seminggu 2 kali”. R1. W2k. 141-142hal. 11
“Ya karena kalo ngelakuin, masi trauma dengan tragedi yang terjadi”. R1. W2k. 144-145 hal. 12
“Tapi kan masih trauma karena akibatnya kak”. R1. W2 k. 147 hal. 12
“Ya karena adek masih muda kan kok mau ngelakuin kayak gitu, padahal itu ngebuat hancur hidup adek, gara-gara itu adek gak bisa nyenengin
keluarga”. R1. W2k 173-176hal. 12
Suami Subjek yang lebih sering mengajak subjek untuk berhubungan sebagai suami istri. Hubungan seksual pertama kali dengan suami pada waktu
masih berpacaran ternyata bukan merupakan sesuatu hal yang berarti bagi subjek. perasaan yang muncul saat itu hanya penyesalan.
“Abang kak, karena kalo misalnya pulang malam gitu kan adek da tidur, kadang dia yang gangguin-gangguin gitu”.
R1. W2k. 136-137 hal. 11 “Ngerasa nyesel si kak, waktu berhubungan itu gak ngerasa apa-apa”
R1. W2k. 149-150hal. 12
Kepuasan saat berhubungan seksual dengan suami tidak dirasakan subjek setelah menikah. Subjek berpendapat bahwa kepuasan dalam berhubungan itu
adalah kepuasan masing-masing pihak. Subjek tidak mempermasalahkan mengenai variasi dalam berhubungan, karena suami subjek yang lebih sering
Universitas Sumatera Utara
mengarahkan subjek saat mereka berhubungan. Subjek untuk saat ini terkadang membatasi variasi mereka dalam berhubungan karena subjek takut mengganggu
kehamilannya. “Ngerasa biasa aja, kepuasan si kepuasan masing-masing. Perasaan si
biasa-biasa aja”. R1. W2k. 152-153hal. 12
“Ya terserah dia aja kak, adek ngelakuin aja sesuka abang kak. biasanyapun dia yang ngarahin”.
R1. W2k. 155-157hal.12 “Ya kayak sekarang kak, ayu kan legi hamil, kadang-kadang kan
terganggu bayinya, ya kadang adek tolak kalo memang mulai keganggu”. R1. W2k. 159-162hal.12
Suami Subjek mengijinkan Subjek untuk menggunakan alat kontrasepsi jika anak pertama mereka sudah lahir nanti. Hal ini dikarenakan kondisi
perekonomian subjek dan suami yang masih belum stabil. Subjek sendiri hanya ingin memiliki dua anak saja dalam pernikahannya.
“Ngasi kak, emang disuruhnya”. R1. W1k. 276 hal. 6
“Rencananya kalo dikasi yang diatas maunya 2 aja kak”. R1. W1k. 278-279hal. 6
Permasalahan dalam hal keuangan juga muncul dalam pernikahan subjek. Sumber penghasilan utama dalam rumah tangga subjek yang hanya berasal dari
suami ternyata belum mencukupi kebutuhan keluarga. Walaupun Subjek merasa kebutuhannya cukup terpenuhi dengan penghasilan suaminya, subjek dan suami
masih dibantu secara keuangan oleh pihak keluarga sang suami. Kehamilan subjek dna biaya persiapan untuk melahirkan serta biaya untuk anak mereka nanti juga
Universitas Sumatera Utara
menjadi alasan utama yang memaksa suami subjek untuk mencari pekerjaan dengan penghasilan yang lebih besar lagi dan memilih untuk bekerja diluar kota.
“Ya cukup-cukup aja kak, tapi kan bentar lagi kami punya anak kak. Makanya dia mau kerja jauh, cari pekerjaan yang penghasilannya lebih
besar lagi buat mencukupi yang kurang-kurang kak”. R1. W1 k. 101-105hal. 3
“Ya itu yang ditakuti, karena gajinya belum besar, takutnya nanti anaknya nyusu, kan kalo susu udah ngeri, takutnyakalo anaknya congok minum
susu gimana, takutnya itu aja. Makanya Dwi pergi ke Aceh gajinya agak besar, ya udah diambil aja, mikir anaknya nanti kayak mana.” R1. W3k.
303-309h. 20 Suami Subjek langsung menyerahkan penghasilan lansung kepada Subjek,
dan hanya meminta beberapa persen untuk kebutuhannya sendiri. hal ini telah dilakukan oleh suami subjek sejak mereka berpacaran. Subjek mengatur keuangan
sendiri akan tetapi kebutuhan makan subjek dan suami sehari-hari dibantu oleh orang tua Subjek. Penghasilan suami oleh Subjek hanya digunakan untuk membeli
kebutuhan rumah tangga saja. “Ya gajian, dikasi langsung kertasnya, supaya adek gak curiga, ya adek
percaya aja, ya-ya aja. Paleng nanti uangnya untuk beli keperluan rumah, kayak beli sabun cuci gitu, ma keperluan lain, ya kalo ada sisa disimpan.”
R1. W3k. 268-272hal. 19
“Iya kak, tapi dia minta sekian persen gitu kak”. R1. W1k. 107-108 hal. 3
“Kalo makan disuruh mamak abang buat makan dirumahnya kak, gak usah masak di rumah, paleng uangnya untuk beli barang-barang rumah tangga
kak”. R1. W1k. 112-115 hal.3
“Perasaan adek ya biasa aja, dulupun dia kalo punya duit gitu selalu ngasi keadek waktu pacaran, ya kalo mau kemana pergi duitnya adek yang
pegang, waktu pacaran dulu dia sempet kerja juga, kalo gajian ya pergi
Universitas Sumatera Utara
sama adek ngajak entah kemana, ya adek yang megang uangnya, kata dia kalo dia yang megang entah apa-apa yang dibeli gitu.”
R1. W3k. 250-257hal. 19
Pengaturan keuangan ternyata menimbulkan kesulitan bagi subjek. pengetahuan subjek dalam hal mengatur keuangan rumah tangga belum ada
karena menurut subjek mereka baru saja menikah. Sejak suami berada diluar kota, subjek selalu mendapatkan kiriman uang setiap bulan, tetapi uuntuk beberapa
bulan terakhir suami memutuskan untuk tidak mengirim lagi karena akan dibawa saat ia pulang nanti.. Subjek memilih untuk menyimpan uang yang diberikan
suami yang nantinya akan digunakan untuk membiayai proses kelahiran anak mereka.
“Mungkin karena baru bina rumah tangga kan kak, kurang ngerti tentang pengeluaran atau pemasukan uanggitu, …karena keperluan untuk orang
melahirkan kan banyak ngasi seberapa ya adek terima aja, tapi bulan ini dia gak ngirim, karena katanya nanti aja sekalian pulang. “
R1. W3k. 226-234hal. 18 Semenjak ditinggal suami bekerja diluar kota subjek mencoba untuk
bertahan. Subjek terkadang mengeluhkan kesulitan keuangan yang dihadapinya pada suami. Kesulitan itu terjadi karena suami subjek ketika pergi bekerja keluar
kota tidak meninggalkan subjek uang untuk membiayai kehidupan subjek dan calon bayinya. Subjek terkadang merasa sungkan untuk meminta pada keluarga
suami jika ia menginginkan sesuatu. Subjek pada akhirnya mengeluhkan hal ini pada suami jika suaminya menghubunginya. Suami subjek biasanya akan
meminta bantuan orangtuanya untuk memberikan uang pada subjek terlebih dahulu.
Universitas Sumatera Utara
“Ya karena dia mau pergi ini, dia gak ninggalin apa-apa, kalo pingin kan punya keluarga sendiri, masak kalo pingin harus minta keluarga lagi,
kadang ngeluh juga, ya adek gak tau dia nelpon orangtuanya suruh kasih adek duit, ya adek gak tau karena orangtuanya bilang bukan uang
orangtuanya, tapi Dwi yang ngirim, maksudnya kayak mana, orang Dwi ngirim ditransfer ke ATM kakak, Cuma dia gak mau nanti aja sekalian
pulang bawa duitnya. “ R1. W3k. 237-247.hal. 18-19 Bantuan keuangan dari orangtua sang suami diterima subjek dan suami
sejak mereka menikah. Mertua subjek membantu pasangan ini dengan memberikan tempat tinggal dan membiayai kehidupan mereka. Pengeluaran-
pengeluaran seperti untuk membayar listrik, air dan untuk biaya makan sehari- sehari lebih sering ditanggung oleh mertua subjek. pihak mertua subjek juga tidak
mau menerima uang yang diberikan suami subjek untuk menggantikan uang yang telah terpakai dan menyarankan untuk menyimpannya saja .
“Ya lebih banyak orang tuanya yang nanggung gitu kak, kayak uang listrik ma air yang perbulan ya orangtuanya yang naggung kak, ya karena
orangtuanya gak mau nerima uang dari adek gitu, kan gitu kan walaupun orangtuanya yang masak, kalo adek ngasi uang sayur gitu, orangtuanya
gak mau, katanya suruh simpan aja.” R1. W3k. 275-282hal. 19 Subjek merasa segan pada mertuanya karena telah membantu begitu
banyak. Subjek merasa bahwa tidak mungkin ia dan suami menikmati semua fasilitas dan bantuan dari pihak keluarga tanpa membalas bantuan tersebut.
subjek akhirnya memutuskan untuk memberikan sedikit uang pada adik-adik suaminya untuk uang sekolah karena orang tua suami menolak uang pemberian
subjek. “Ya segen aja, maksaan semua mau gratis ya gitu aja, ya kadang kalo
gajian ngasi adeknyalah, yang penting ngasi, ya kalo orangtuanya gak mau ya adiknya aja dikasi.”R1. W3k. 284-287hal. 19
Universitas Sumatera Utara
Subjek mencoba untuk mengatur uang yang ada dengan sebaik mungkin. Subjek mengatakan bahwa uang ada saat ini adalah uang milik bersama sehingga
subjek berusaha untuk mengaturnya dengan baik dan berusaha untuk berhemat. Subjek merasa terbebani dengan kondisi seperti ini. Subjek belum terbiasa
mengatur keuangan yang merupakan milik bersama karena subjek harus memperhitungkan pengeluaran dengan pemasukan yang masuk serta uang untuk
tabungan. Subjek terkadang berfikir lebih menyenangkan hidup sebelum menikah karena uang yang diatur dan digunakan adalah uang sendiri dan tidak ada
bebanyang harus ditanggungnya.. “Ya gimana ya, ini uang bukan uang adek sendiri kan, ini uang uang adek
ma Dwi, mungkin kalo uang adek sendiri kan terserah mau ngapain, ini uang adek ma Dwi, nanti kalo adek habisin, tiba dia nanya gimana, jadi
sepintar-pintarnya adek ngaturnya la, kalo bisa seirit-irit mungkin .” R1. W3k. 291-297hal. 19-20
“
Ya rasanya kayak terbebani gitu aja ngatur-ngatur uang gitu, istilahnya gak biasa ngatur-ngatur gitu, kalo uang sendiri kan terserah mau gimana,
kalo uang ini kan harus dipikirin ada simpanannya, yang dipake barapa, kadang kayak gitu, kan repot, jadi sulit, terus ngerasa terbebani gitu, kalo
uang sendiri kan dulu enak ngaturnya.” R1. W3k. 313-320hal. 20
Hubungan Subjek dengan keluarga suami juga cukup baik. Ibu mertua subjek tidak menganggap subjek seperti menantu, tapi lebih seperti anak
kandungnya sendiri. Hubungan subjek dengan saudara-saudara iparnya juga cukup baik, hanya saja mereka jarang berkomunikasi. Menurut Subjek hal ini
terjadi karena mereka jarang bertemu sehingga interaksi juga jarang terjadi. Hubungan subjek dengan ayah suami kurang begitu dekat, karena ayah suami
bekerja sampai malam dan jarang bertemu dengan subjek.
Universitas Sumatera Utara
“Baek-baek aja kak, kayak keluarga adek sendiri juga, Ibunya abang juga baek ngganggap adek gak kayak menantu, udah dianggap kayak anak
sendiri”. R1. W1k. 125-128hal.2
“Baek juga kak, Cuma kalo apa sering kurang komunikasi aja kak”. R1. W1k. 130-131hal. 2
“Karena jarang ketemu kak, jadi jarang ngobrol”. R1. W1k. 133-134hal. 2
“Jarang jumpa kak, karena bapak pulang kerjanya malam kak”. R1. W1k.139-140hal. 3
Hubungan subjek dengan keluarga suami sebelumnya kurang begitu dekat. Setelah menikah baru hubungan tersebut mulai mengalami perkembangan yang
cukup baik. kesibukan ibu mertua subjek membuat subjek dan ibu mertuanya jarang bertemu dan berkomunikasi. Kesempatan subjek untuk berkomunikasi
dengan ibu mertua biasanya pada saat ibu mertua subjek tidak sedang bekerja. Subjek dan ibu mertuanya lebih sering membicarakan tentang suami jika mereka
sedang mengobrol bersama. “Ya karena dulu pacaran kan kurang deket, ya baru-baru ni aja deketnya,
lagi..ibuk kan ada kesibukannya, kalo pulang nanti adek kan udah tidur, ya kalo ibu lagi santai ya baru bisa ngobrol bicara gitu. “ R1. W3k. 158-
162hal. 17
Suami subjek juga memiliki hubungan yang cukup baik dengan keluarga subjek. Suami Subjek juga terkadang memberi uang pada keponakan-keponakan
Subjek jika berada dirumah subjek. Suami subjek tidak keberatan jika subjek membantu keluarganya, asalkan tidak terlalu sering memberi karena menurut
suami jika terlalu sering memberi nanti suatu saat jika subjek memerlukan uang
Universitas Sumatera Utara
akan kesulitan karena uangnya tidak mencukupi.. Subjek juga meminta izin dahulu dengan suaminya jika akan memberi bantuan kepada keluarganya.
“Ya waktu masih pacaran udah akrab gitu, sama kakak-kakak adek juga sering ngobrol , kalo adek kemana-mana, kalo keluarga kemana-mana dia
sering ikut jadi ya deket-deket aja. Ya makin nikah gini makin deket aja, sama bapak juga deket, ya kalo misalnya pergi entah kemana dia sering
diajak, sering ngobrol juga sama bapak, duduk-duduk gitu juga sering.” R1. W3k. 148-156hal. 17
“Baek juga kak, adek kan punya keponakan, abang juga juga baek sama keponakan adek, mau ngasi-ngasi uang jajan juga”.
R1. W1 k. 151-154hal.4 “Dia sih gak papa, asal jangan terlalu sering ngasinya”.
R1. W1 k. 158-159hal. 4 “Nanti kalo terlalu sering takutnya uangnya pas adek lagi perlu gak ada
pula karena terlalu sering ngasi”. R1. W1k. 161-163hal. 4
Subjek tidak berkeberatan jika suaminya tidak memberitahunya jika
memberi bantuan uang kepada keluarganya. Suami Subjek terkadang membantu adiknya dengan memberi uang untuk keperluan sekolah, dan terkadang subjek
juga mengetahuinya meskipun tanpa diberitahu oleh suami. Suami Subjek biasanya akan memberitahu subjek jika jumlah uang yang diberi cukup besar.
“Gak kak, kalo masalah ngasi ke adeknya gak tau kak karena abang juga jarang ngasi. Lagipun ngasinya juga untuk urusan sekolah kak, kalo itu
adek maklum kak, tapi kalo uangnya cukup besar adek dikasi tau juga. Lagian gak dikasi tau adek juga kadang-kadang tau”.
R1. W1k. 143-149hal. 4 Perbedaan pendapat juga sering terjadi dalam pernikahan subjek. Mereka
mengatasinya dengan membicarakannya secara langsung pada subjek. Suami subjek akan mengatakan langsung pada Subjek jika ada hal yang tidak disukainya
Universitas Sumatera Utara
dari subjek, begitupun juga subjek. Orang tua suami Subjek juga terkadang diminta pendapatnya untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi diantara
mereka. Suami subjek biasanya akan marah dan memilih untuk mendiamkan subjek dan meninggalkan subjek jika pendapatnya tidak diterima subjek.
pertengkaran ini tidak akan berlangsung lama karena suami subjek biasanya akan kembali menemui subjek dan meminta maaf jika ia menyadari bahwa pendapat
subjek benar. “Ngatasinya ya, kalo dia gak seneng ma pendapat adek dia biasanya
ngomong langsung ma adek atau dia ngomong ma orangtuanya, nanya atau minta pendapat kalo kami sedang gak cocok, trus biasanya setelah itu
orang tua abang ngasi pendapat kak”. R1. W1 k. 186-192hal. 4
“Ya biasanya kalo beda pendapat nyelesainnya ya diomongi, biasanya kalo dia gak seneng dengan pendapat adek kadang dia marah, diem sebentar,
kan kaloudah ngomong-ngomong gitu kan kami dikamar, kadang dia keluar kalo pendapat adek gak diterimanya, tapi bentar lagi dia masuk
minta maap, yaudah kalo gak boleh gini-gini..gitu aja.” R1. W3k. 375- 382hal. 21
Pengambilan keputusan lebih banyak dipegang oleh suami subjek, tetapi terkadang Subjek juga diminta pendapatnya.
“Abang kak, tergantung sama dia, tapi adek juga ditanya pendapatnya kak”. R1. W1k. 195-196hal. 5
Subjek dan suami jarang terlibat pertengkaran mulut karena suami subjek
jika marah lebih memilih untuk mendiamkan subjek. Penyebab yang sering membuat mereka bertengkar adalah kebiasaan suaminya yang sering pulang
terlalu malam. Subjek biasanya akan langsung marah jika hal itu terjadi, tapi suami subjek terkadang langsung meminta maaf kepada Subjek.
Universitas Sumatera Utara
“Berantem si jarang kak, paling-paling hanya masalah sepele gitu aja, ya ntah gara-gara dia pulang malam kali, terus biasanya adek marah, gitu aja
sih kak. Tapi kadang-kadang kalo ngarasa salah dia langsung minta maaf kak”.
R1. W1 K. 201-206hal. 5 Perbedaan pendapat subjek dan suami bisanya terjadi ketika mereka
sedang berada di kamar. Suami subjek lebih memilih untuk keluar kamar jika mereka bertengkar dan tidak ada penyelesaiannya. Subjek atau suami biasanya
salah satunya akan meminta maaf untuk menyelesaikan masalah mareka. Subjek biasanya langsung meminta maap dengan keluar kamar dan mendekati suami jika
subjek menyadari bahwa ia yang salah. Suami subjek meminta maap dengan cara yang berbeda. Ia biasanya menganggu subjek terlebih dahulu samapi subjek
terlihat kesal baru kemudian suami subjek meminta maaf. “Ya kan kadang-kadang dia diluar adek dikamar, kalo da dieman gitu kan,
kalo sendiri nanti kan mikir, kalo gak adek yang deketin nanti dia yang datang duluan minta maap, kalo dia minta maap gak langsung gitu,
gangguin dulu baru minta maap.” R1.W3k. 445-450hal. 23 “Ya kadang-kadang bilang entah apa gitu, yang katanya cinta, entah apa
gitu, jangan marah gitu kenapa, jelek kali gitu, jangan marah-marah merepet kayak mamak-mamak gitu, kadang, diem aja, nanti merengut aja,
adek kan punya boneka kesayangan gitu, nanti sengaja dibuang dia, biar adek marah gitu, ihh jelek kalo udah marah gitu, suka ngeledek dulu.” R1.
W3k. 445-453hal. 23 Pemicu pertengkaran dalam rumah tangga Subjek adalah kebiasaan suami
Subjek yang belum sepenuhnya bisa diubah. Subjek tidak menyukai suaminya terlalu sering berpergian dengan teman-temannya dan pulang terlalu malam.
Subjek merasa bosan karena ditinggal sendirian dirumah sampai larut malam.
Universitas Sumatera Utara
“Biasanya ya itu kak, karena abang terlalu sering maen, emang si adek ngasi, tapi kadang-kadang suka keterlaluan kak, pulangnya suka malam-
malam”. R1. W1k. 218-221 hal. 5
“Iya kak, bosen lagian di rumah sendiri”. R1. W1k. 225hal.5
Subjek menginginkan suami untuk menerima pendapatnya karena
menurutnya suami seharusnya juga menuruti apa yang diinginkan istri, tidak istri saja yang harus demikian. Subjek merasa tidak seimbang karena jika subjek ingin
bepergian ia harus meminta ijin suami terlebih dahulu, jika tidak diijinkan subjek akan menuruti apa yang dikatakan suami dan seharusnya suaminya juga begitu.
Suami subjek sering mengingatkan subjek akan kehamilannya jika subjek marah terhadapnya. Kemarahan subjek ini biasanya muncul karena suami tidak mau
mengalah pada subjek dan tetap pergi jika subjek tidak mengijinkan. “Ya aturan dia tu mau nerima pendapat kita, masak dia sekali-kali diatur
gak mau, harus kita aja yang nurut, ya misalnya kan adek kalo mau pergi gitu kan, musti minta ijin dulu, dia gak ngijinin gitu, udah adek turutin,
nanti dia bilang ingat tu perut, tapi giliran dia adek larang marah gitu, kadang dia gak mau ngalah.” R1. W3k. 416-423hal. 22
Subjek cenderung pemarah. tapi subjek lebih banyak memendam masalahnya sendiri dan lebih banyak mendiamkan suaminya jika ada perilaku
suami yang tidak Ia sukai. Suami subjek sebenarnya lebih menginginkan subjek untuk terbuka jika ada yang tidak disukai subjek padanya. Suami Subjek jika
marah dengan subjek juga lebih sering dengan cara mendiamkan subjek selama beberapa waktu. Hal seperti ini juga sering terjjadi pada waktu mereka berpacaran
dulu. Subjek dan suami jika mengalami perbedaan pendapat dan akhirnya
Universitas Sumatera Utara
bertengkar biasanya lebih memilih untuk tidak mengajak pasangannya berkomunikasi.
“Adek mudah marah kak, Cuma biasanya adek pendam aja sendiri”. R1. W1k. 227-230hal. 5
“Ya kalo marah sama, diemin juga, cuek-cuekan gitu, gak pernah misalnya kalo lagi ngapain namanya orang hamil kalo lagi kerja berat ditolongin dia
gak mau, kadang kadang dia marah, nanti dia bilang udah hamil ditolongin gak mau, makin marah ya didiemin aja sama dia.”R1. W3k. 436-442hal.
22 “Adek biasanya diam aja, dia tau kalo adek diam aja berarti adek marah
kak, tapi abang maunya kalo adek ada masalah adek ngomong kak, jangan dipendam-pendam”. R1. W1k. 209-212hal.5
“Paleng ngediemin gitu aja, terus keluar, abis tu masuk minta maap gitu aja, dia pun yang seringan minta maap duluan, dia keluara gitu aja, gak da
ngomong apa-apa .” R1. W3k. 384-387hal. 21 “…palengan kami diem-diem aja gitu. Mau gimana lagi kak, ya dia
orangnya gitu, dulu waktu masa pacaran juga dia gitu , ya marahan- marahan, tapi dia tetep datang gitu, ya misalnya malam sabtu dia datang
kan, sebelumnya kami marahan kan datang dia, tapi masih dieman aja.” R1. W3k. 402-408hal. 22
Subjek mensyukuri sifat suami yang tidak cenderung pemarah dan lebih banyak diam jika sedang marah dengan subjek. Subjek juga bersyukur ternyata
suami subjek tidak mudah ringan tangan atau memukul jika sedang marah, karena subjek takut jika mereka memiliki anak nanti jika suaminya suka memukul subjek
takut anaknya akan menjadi korban. “Ya kadang kesel juga, tapi mau gimana, untung dia orangnya gak ringan
tangan, kalo dia ringan tangan susah juga, takutnya nanti dia punya anak ringan tangannya ke anak. Ya bagus ya diem-dieman gitu aja. “ R1.
W3k. 410-414hal. 22
Universitas Sumatera Utara
“Ya alhamdulillah ..dia orangnya, adekkan orangnya bangsa emosian, untungnya dia marah gak bangsa emosian gitu, dia marah sekedar marah
gitu aja, diem itu aja, untung dia orangnya gak bangsa emosian tinggi. Paling diem aja gitu, kalo udah marah semuanya didiemin gitu, ya
orangtuanya didiemin, makanya kalo kami sedang marahan orangtuanya tau.” R1. W3k. 426-434hal.22
Suami Subjek cenderung pendiam jika bersama orang lain, tetapi menurut Subjek suaminya tidak demikian jika bersamanya. Suami subjek jika sedang
berduaan dengan subjek suka mencandai subjek . “Abang itu kak kalo lagi berdua ma adek gak pendiem, Cuma kalo udah
ada orang ketiga orangnya agak pendiem, tapi kalo lagi berdua suka bercanda kok”.
R1. W1k. 250-253hal.6 Subjek mengatakan bahwa suaminya bukan tipe suami yang romantis.
Walaupun demikian suami Subjek terkadang juga suka mengganggu Subjek, jika Subjek sedang marah, biasanya dengan bernyanyi-nyanyi supaya Subjek tidak
marah lagi. “Romantis si nggak kak, Cuma abang suka ganggu-ganggu gitu aja kak,
kalo misalnya adek lagi marah di suka gangguin sambil nyanyi-nyanyi gitu kak, ya gitu-gitu aja sih”.
R1. W1k. 264-267hal. 6 Suami subjek sejak berpacaran tidak pernah menunjukkan hal-hal yang
romantis. Seperti pada saat subjek berulang tahun, suami tidak pernah membelikan subjek hadiah secara langsung tanpa bertanya pada subjek terlebih
dahulu. Suami subjek pada saat itu mengajak subjek untuk membeli sendiri hadiah yang diinginkan subjek atau dengan memberi subjek uang dan subejk disuruh
membeli sendiri.
Universitas Sumatera Utara
“Ya kayak biasa aja, kayak orang temenan gitu, kayak misalnya adek ulang taun, dia nanya langsung gitu, aturnya kan kalo pacarnya ulang taun
gitu, dia kan inisiatif sendiri mau beli apa, kadang dia ngajak adek untuk beli apa yang adek mau, tapi kadang adek gak mau, ulang taun Cuma
sekali dikasi waktu itu, kadang adek disuruh beli mau beli apa, ya adek gak mau gitu, dia yang harusnya ngasi sendiri, jadinya adek gak mau kan.
“ R1. W3k. 463-472hal.22 Suami subjek mulai terlihat romantis dan sering mengungkapkan rasa
rindunya pada subjek sejak bekerja diluar kota. Suami subjek juga sering berbicara dengan ungkapan sayang dan cinta pada subjek jika sedang berbicara
dengan subjek melalui telepon. Jarak yang jauh dan intensitas bertemu yang semakin sedikit membuat suami subjek merindukan subjek.
“Kalo ngungkapin rasa sayang paleng-paleng entah, ngomong gitu aja, ngomong pake sayang. Sejak dia kerja di Aceh, dia jadi ngomong pake
sayang-sayang gitu cinta-cinta gitu, kok tambah romantis, kalo nelepon lagi ngomong pake sayang-sayang gitu, alah ini bikin ornag rindu, dulu dia
gak kayak gitu.” R1. W3k. 455-461hal. 23 Subjek sendiri ternyata juga jarang mengungkapkan rasa sayang pada
suaminya. Subjek biasanya menunjukkan rasa sayangnya dengan perhatian pada sang suami. Seperti saat berbicara berdua dengan suami, menanyakan keadaan
suami dan permasalahan suami jika terlihat suami memiliki masalah. “Ya paleng kalo lagi duduk-duduk gitu, ngomong,nanya-nanya, sayangnya
gitu, ya adekpun jarang ngungkapin rasa suka sama dia, ya kalo jumpa pun berdua gitu, duduk-duduk aja gitu sama keluarga.”R1. W3k. 478-
482hal.23. Harapan subjek kedepan adalah subjek menginginkan memiliki rumah
sendiri dan ingin membangun keluarganya sendiri tanpa harus didukung oleh pihak keluarga. Suami subjek juga menginginkan hal yang sama dengan subjek,
Universitas Sumatera Utara
tetapi suami subjek beranggapan bahwa karena usia mereka masih sangat muda lebih baik mereka tinggal sementara di rumah orang suami lebih dahulu.
“Ya kalo bisa harapan kedepannya kan, inipun adek kan belum mengerti tentang keluarga,orang tuanya ngasi tau jadi istri tu harus gini-gini,
maunya adek sih punya rumah sendiri jadi bisa ngatur keluarga sendiri, jadi adek bisa ngerti gitu aja.” R1. W3k. 582-587hal. 25
“Ya dia pengen juga kayak gitu, tapi mau gimana, ya kita masih sama- sama muda belum ngerti masalah kayak gini, jadi apa salahnya kita
dirumah orang tua dulu.” R1. W3k. 590-593hal. 25 Subjek menginginkan pernikahannya tetap langgeng sampai mereka tua
nanti. Usia subjek dan suami yang masih sangat muda ketika menikah ternyata berpengaruh terhadap pernikahan mereka. Subjek ingin jika ada masalah salah
satu pasangan sebaiknya mengalah, tidak dengan menunjukkan ego masing- masing. Subjek berharap Ia dan suami untuk tidak sering bertengkar kerena
mereka tinggal menumpang di rumah mertua. Subjek takut hal ini dapat mengganggu mertua dan keluarganya dan terlihat subjek dan suami tidak akur.
Subjek ingin suaminya untuk tidak mengadu pada keluarganya jika mereka mempunyai masalah karena subjek ingin masalah keluarganya diketahui oleh
keluarga. “Ya maunya pernikahannya lanjut gitu ya sampe kakek nenek gitu, ya
kadang masalahnya masih terlalu muda ni kadang masih muda gini berpikirnya masih terlalu pendek, kalo memang lagi ada masalah gitu
bagus ngalah, ada masalah sama keluarga gitu, apalgi adek kan sering numpang sama keluarganya gitu, apalagi kalo sering berantem gitu kan
segen tinggal orang tua, orang tuanya kan terlanjur sayang gitu, kadang kalo ada masalah sama Dwi ya gitu aja, jarang juga, dia itu kalo ada
masalah gitu suka ngadu sama orangtuanya gitu,kadang adek segen gitu. kalo adek diem aja.” R1. W3k. 644-657hal. 27
Universitas Sumatera Utara
IV.B.2. Subjek II a. Latar belakang Subjek
Subjek adalah anak tunggal yang telah kehilangan ayah saat subjek baru berusia 3 bulan, dan ketika subjek umur setahun ibunya meninggalkannya pergi
menikah lagi. Subjek berasal dari suku Mandailing yang merupakan juga asal suku kedua orangtuanya. Subjek sedari kecil diasuh oleh orang tua Ibunya sampai
Ia berusia 12 tahun. Setelah menyelesaikan pendidikan sekolah dasarnya subjek pergi merantau kekota lain selama hampir 4 tahun. Subjek pertama sekali
merantau ke Muara Bungo, disana subjek bekerja di pabrik limun selama 2 tahun. Setelah itu subjek pindah ke Pekan Baru dan bekerja juga disana hampir selama 2
tahun. Setelah 4 tahun merantau subjek kembali ke Medan dan bekerja sebagai
pembantu rumah tangga selama hampir 2 tahun. Saat berada di Medan subjek menetap di rumah saudaranya. Saat hari raya tiba, subjek kembali kerumah
saudaranya untuk bersilaturahmi dan seminggu kemudian subjek dikenalkan dengan calon suaminya. Seminggu setelah perkenalan subjek akhirnya
memutuskan menikah. Suami subjek berusia 30 tahun saat menikah dengan subjek. Suami subjek
juga berasal dari suku yang sama dengan subjek yaitu mandailing. Kedua orang tua suami subjek bekerja sebagai petani didesanya. Sebelum menikah suami
subjek bekerja sebagai penarik becak. Setelah beberapa bulan menikah, suami subjek diterima bekerja di sebuah universitas sebagai tukang kebun, akan tetapi
suami subjek tetap melakukan pekerjaannya sebagai penarik becak pada malam
Universitas Sumatera Utara
hari. Subjek sendiri memutuskan untuk bekerja setelah menikah. Subjek bekerja sebagai tukang cuci di 3 tempat dalam seminggu.
Peneliti mendapat informasi mengenai subjek melalui seorang informan yang merupakan sahabat peneliti. Informan tersebut mengenal subjek yang
merupakan tetangga informan. Peneliti mendatangi tempat tinggal subjek ditemani oleh informan. Saat itu peneliti bertemu subjek di rumah informan, kemudian
Informan mengenalkan peneliti dengan subjek. Peneliti kemudian memulai percakapan dengan subjek, dan mengutarakan maksud untuk meminta kesediaan
subjek menjadi responden dalam penelitian yang kemudian disetujui oleh subjek. Wawancara dilakukan 4 kali dan di tempat yang berbeda. Wawancara pertama,
kedua, dan keempat dengan subjek. peneliti memilih tempat di rumah informan, kemudian pada wawancara ke tiga dilakukan di rumah subjek.
b. Data Hasil Wawancara 1. Sebelum menikah