Analisis Folklor Menurut Teori Andi Faisal Bakti (Teori Dua Puluh)
B. Analisis Folklor Menurut Teori Andi Faisal Bakti (Teori Dua Puluh)
Setelah peneliti melakukan analisis komunikasi antarbudaya di atas, peneliti akan melakukan analisis data dengan teori yang dikemukakan oleh Andi Faisal Bakti melalui teori Komunikasi Antarbudaya (KAB) yang berjumlah dua puluh.
13 Wawancara Pribadi dengan Bapak H. Mu‟in. Tangerang Selatan, 23 Juni 2013.
Dari penjelasan di atas, kemudian peneliti menggunakan beberapa teori dari hasil temuan di lapangan. Dari dua puluh teori hanya digunakan beberapa teori saja. Pertama, Etre pense par sa culture, lawan dari teori ini adalah Penser sa culture. Kedua, Heriter la culture, lawan dari teori ini adalah Acquerir la culture. Ketiga, Adoration of scriptures, lawan dari teori ini adalah Interpretation of scriptures. Keempat, adalah teori Gemeinschaft,
lawan teori ini adalah Gesellschaft. Kelima, terakhir, Vernacular language,
lawan dari teori ini adalah Vehicular language. 14 Lima teori inilah temuan peneliti di lapangan yang akan peneliti analisis.
1. Etre pense par sa culture
Etre pense par sa culture adalah pemikiran Komunikasi Antarbudaya (KAB) yang menjelaskan keadaan suatu kelompok, golongan, agama, dan budaya terdiri atas nilai-nilai, persepsi adat istiadat, kebiasaan, tradisi, kreasi, kepercayaan, pola pikir, dan perasaan yang dikendalikan atau dikontrol oleh budaya masa lalu nya. Lawan dari teori ini adalah Penser sa culture. Dalam Islam teori ini sejalan dengan Al-
muhafadzotu ‘ala Al-Qadim Al-Sholih wa Al-Akhdzu bi Al-Jadid Al-Aslah. Pada kategori teori ini ada beberapa data yang menjadi bukti atau sebagai penguat teori. Adapun beberapa temuan yang menjadi bukti bahwa folklor “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug” termasuk dalam kategori teori
ini antara lain:
14 Lihat Bab II pada tabel 2.2.
a. Ketetapan tanggal perayaan (Tanggal 14 Rabiul Awal) Diadakannya folklor “Haul Cuci Puska Keramat Tajug” setiap tanggal 14 bulan Rabiul Awal tidak lepas dari perjanjian tiga kerajaan,
yakni Banten, Cirebon, dan Cilenggang sendiri. Penuturan H. Mu‟in dalam kesempatan wawancara, bahwa tanggal 15 cuci pusaka di Banten, sedangkan di Cirebon tanggal 16. Jadi tiga serangkai ini sudah keliling bergantian. Dan dan mereka juga meyakini bahawa
pelaksanaan cuci pusaka ini tidak boleh ada yang saling mendahului, harus sesuai dengan jadwal.
b. Disakralkannya Pusaka Penutup Pusar Benda Penutup Pusar inilah yang menurut peneliti sangat
disakralkan. Terbukti pada beberapa data di lapangan, seperti adanya prosesi khusus untuk pencucian. Meskipun beberapa keterangan dari hasil wawancara menunjukkan bahwa Penutup Pusar hanyalah Penutup Pusar biasa. Seperti keterangan Tubagus Tubagus Muhammad Aris.
“Penutup Pusar itu kan peninggalan ayahandanya. Sedangkan pusaka-pusaka yang lain bukan peninggalan ayahnya. Itu saja mungkin
perbedaannya. Zaman dulu, terutama anak raja itu pasti ada Penutup Pusarnya, ada yang dari emas, ada yang dari tembaga tergantung orang tuanya. Kalau kita dulu pakai gobangan kan (duit logam) sekarang saja yang enggak ada. Nah gobangan itu diikat pake kain (bahan) terus diikat ke pinggang agar dapat menutupi pusar. Supaya apa? Ya supaya jangan dosol
(pusar yang menonjol). 15 ”
Keterangan dari Tubagus Tubagus Muhammad Aris memang seolah-seolah menunjukkan bahwa Penutup Pusar tidak ada bedanya dengan pusaka yang lain, akan tetapi pada peraktiknya Penutup Pusar sangat disakralkan
Wawancara Pribadi dengan Tubagus Muhammad Aris. Tangerang Selatan, 28 Mei 2013.
Gambar 4.9.
Penutup Pusar, sesaat setelah dicuci bersama-sama dengan masyarakat
Dari gambar 4.9. tampak pusaka Penutup Pusar yang masih basah dan tampak pula sisa dari kembang tujuh rupa. Setelah dicuci, Penutup Pusar dibungkus dengan kain putih dan diletakkan di dalam kotak kecil seperti tampak pada gambar.
c. Makanan Khas Makanan khas yang dimaksud adalah makanan yang menurut adat setempat wajib adanya. Ada dua makanan yang wajib ada pada
saat perayaan folklor “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug” ini, yaitu nasi kebuli dan ayam bekakak. Nasi kebuli menurut keterangan
Tubagus Sos Rendra nasi kebuli itu memang dari dulu sudah ada, sampai saat ini menjadi makanan khas saat perayaan.
“Tumpeng mah sebenarnya ada kaitannya dengan orang yang ketinggalan di Makkah itu. Jadi ia bernadzar nanti kalau ada rezeki ia akan bebacaken istilah orang sunda mah, bahasa kitanya ya membaca kalimat- kalimat Allah untuk mendoakan orang-orang yang telah meninggal dan dikuburkan di pemakaman keluarga Tubagus Atief itu. Benarlah, beberapa hari setelah kejadian itu ia datang ke pemakaman dan membawa nasi Kebuli itu. Sampai sekarang pun tumpeng yang dibuat acara tahunan ini ya nasi
kebuli itu. 16 ”
16 Wawancara Pribadi dengan Tubagus Sos Rendra. Tangerang Selatan, 28 Mei 2013.
Gambar 4.10.
Warga menikmati makanan tumpeng nasi kebuli
Dari gambar 4.10 tampak nasi kebuli yang dimakan bersama- sama sejenak setelah perayaan folklor berlangsung. Nasi kebuli pada perayaan folklor “Haul Cuci Pusak Keramat Tajug” merupakan
makanan yang dibawa oleh masyarakat setempat.
d. Kembang Tujuh Rupa Kembang tujuh rupa digunakan untuk mencuci pusaka baik Penutup Pusar maupun yang lain, seperti keris, golok, kujang, tombak, dan pisau. Kembang tujuh rupa ini merupakan hasil peninggalan dari adat budaya nenek moyang.
Gambar 4.11. Kembang tujuh rupa
Kembang tujuh rupa dicampur merata sehingga seolah-seolah menjadi satu. Dari campuran bunga tujuh rupa tadi kemudian bunga tersebut dimasukkan ke dalam bak dan diberi air secukupnya agar proses pencucian lebih mudah. Jika dilihat dari penggunaannya kembang tujuh rupa sebenarnya tidak terlalu berfungsi. Artinya jika dibandingkan dengan alat pembersih lain, tentu masih banyak alat untuk membersihkan benda-benda pusaka dengan baik dan bahkan lebih sempurna. Akan tetapi hal tersebut tidak dapat diotak-atik. Bunga tujuh rupa memang peninggalan nenek moyang yang menjadi keharusan juga pada saat perayaan folklor “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug”
“Owh itu memmang dari dulu dek, bunga itu ada tujuh macam jenisnya. Ada kembang mawar, kembang melati, kembang cempaka, kembang kantil,
kembang kenanga, kembang sedap malam, serta kembang melati gambir. Terus sebagai penyempurna biasanya dikasih minyak wangi dan pandan yang diiris-iris
kecil. 17 ”
Demikian keterangan Tubagus Tubagus Muhammad Aris mengenai kembang tujuh rupa tersebut. Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa acara folklor “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug” ini masih di bawah kontrol budaya lama (Etre pense par sa culture). Bagaimana tidak, pada perayaan folklo “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug” ini masih mempunyai kewajiban tertentu secara budaya, seperti tanggal yang telah ditetapkan, Penutup Pusar yang disakralkan, makanan khas, dan kembang tujuh rupa. Selain dari itu memang dikemasnya folklor “Haul Cuci Pusaka
Wawancara pribadi dengan Tubagus Muhammad Aris. Tangerang Selatan, 28 Mei 2013.
Keramat Tajug” ini merupakan upaya pelestarian. Bahkan Sos Rendra mengatakan bahwa, adanya folklor ini bentuk kepedulian keluarga
kepada adat dan budaya.
“Banyak sekali orang-orang sekitar yang salah kaprah yang mengarah pada kemusyrikan. Kita kan hanya bermaksud untuk pelestarian saja. Pencucian pusaka ini kalau bukan kita yang menjaga siapa, orang lain mah ga mungkin. Dulu mah air hasil cuci pusaka ini dibuat minum, dipakai untuk cuci muka, sekarang mah saya buang airnya. Meskipun orang yang sembunyi-sembunyi
mengambil air itu masih ada. Segala sesuatu itu atas izin Allah 18 .”
2. Heriter la culture
Heriter la culture adalah suatu kelompok, golongan, agama, dan budaya terdiri atas nilai-nilai, persepsi, adat istiadat, kebiasaan, tradisi, kreasi, kepercayaan, pola pikir, dan perasaan yang mewarisi budayanya dari masa lalu dan mewariskannya kepada generasi yang akan datang. Lawan dari teori ini adalah Acquerir la culture yang bermakna suatu kelompok, golongan, agama, dan budaya terdiri atas nilai-nilai, persepsi, adat istiadat, kebiasaan, tradisi, kreasi, kepercayaan, pola pikir, dan perasaan yang berupaya untuk mendapatkan kultur-kultur yang baru dan berbeda dari warisan keluarga dan budayanya. Dengan kata lain lebih produktif dalam mendapatkan kultur yang baru. Dalam Islam, kedua teori ini sejalan dengan agama Islam yang mengakatakan Al-muhafadza tu ‘ala Al-Qadim Al-Shalih wa Al-Akhdzu bi Al-Jadid Al-Aslah.
Pada teori ini sebenarnya temuan dan analisis peneliti pada bagian (a) di atas sudah menjadi bukti yang cukup kuat. Namun demikian peneliti mencoba akan melakukan analisis lebih detail apa yang ada di lapangan dan berkaitan dengan teori Heriter la culture. Namun, yang paling jelas di sini adalah dilibatkannya anak-anak dalam perayaan.
Wawancara Pribadi dengan Tubagus Muhammad Haris. Tangerang Selatan, 28 Mei 2013.
Seperti pada penjelasan sebelumnya di mana anak-anak juga ikut serta dalam folklor “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug” Meskipun tidak ada peran khusus yang lakukan oleh anak-anak dalam perayaan ini. Mereka (anak-anak) hanya memperhatikan saja. Dengan demikian usaha mnurunkan atau pewarisan budaya berjalan dengan sendirinya. Secara langsung maupun tidak langsung anak-anak itu akan mengikuti adat dan budaya folklor tersebut.
Gambar 4.12.
Tampak anak-anak sedang mengikuti kegiatan folklor
3. Adoration of scriptures
Adoration of scriptures adalah sekelompok masyarakat, agama, dan budaya yang sangat mencintai atau menyukai teks agamanya (kitab sucinya). Lawan dari teori ini adalah Interpretation of scriptures. Adalah sekelompok masyarakat, agama, dan budaya yang memaknai atau memahami teks (kitab suci) sesuai konteks yang menjadi pegangannya. Dalam Islam kedua teori ini sama dengan Al-ijtihad.
Dalam perayaan folklor “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug” kitab yang peneliti temukan ada dua jenis. Yaitu kitab mengenai sejarah perjuangan Tubagus Atief dan kitab yang berisikan pesan-pesan agama.
Kedua kitab ini dijadikan pegangan keluarga besar Tubagus Atief dan akan dipelajari bagi siapapun dari golongan keluarga besar Tubagus Atief yang ditugaskan untuk menyampaikan kisah perjuangan Tubagus Atief. Kitab sejarah berbahasa (Jawa, Sunda). Begitu juga dengan kitab yang berisikan pesan-pesan agama itu, kitab tersebut akan dibaca dan dipelajari bagi mereka yang akan memberikan ceramah (saat perayaan) dan sambutan.
Gambar 4.13.
Gambar 4.13 ini tampak Ust. Ghozali dan Tubagus H. Imamudin sedang memperhatikan dengan seksama tulisan yang ada di kayu berwarna coklat kehitam-hitaman. Kayu itu bertuliskan arab dan tidak dapat dipastikan apa tulisan dan makna yang terkandung di dalamnya. Akan tetapi, peneliti melihat ada tindakan dari beberapa orang termasuk Tubagus H. Imamudin yang menjadi bukti atas teori adoration of scriptures. Beberapa kali mereka menciumi kitab yang terbuat dari kayu tersebut.
Selain dari dua kitab tersebut kegiatan yang muncul dan termasuk dalam kategori Adoration of scriptures adalah ketika membaca tahlil.
Masyarakat yang hadir hanya membaca dan tanpa mengetahui maknanya. Secara keseluruhan bacaan yang dibaca dalam perayaan tersebut adalah sebagai berikut:
1) Serangkaian do‟a fatihah yang diperuntukkan kepada Nabi, keluarga nabi, para sahabat-sahabat Nabi, para Wali, para pengikut Nabi, para orang-orang baik dan para malaikat, kemudian para ahli kubur terutama dari keluarga yang membaca tahlil. Biasanya pembacaannya dipisah-pisah dengan masing-masing pembacaan surat Al-Fatihah.
2) Pembacaan surat Al-Ikhlas sebanyak tiga kali, Al-Falaq satu kali dan Al-Nas satu kali. Pada setiap akhir pembacaan masing-masing surat itu dipisah dengan pembacaan Lailahaillahu Allahu Akbar Walillahil Hamdu. Ada pula yang membacakan surat yasin.
3) Pembacaan surat Al-Fatihah dan dilanjutkan dengan pembacaan beberapa penggalan ayat-ayat Al- Qur‟an, diantaranya surat Al-Baqarah dari ayat 1-5, Al-Baqarah ayat 163, Al-Baqarah ayat 255 atau ayat kursi, Al-Baqarah 284-286, dipisah dengan bacaan irhamna ya arhamarrahimin sebanyak tujuh kali, kemudian dilanjutkan dengan surat Hud ayat 73, surat Al-Ahzab ayat 33, Al-Ahzab ayat 56, lalu dilanjutkan dengan pembacaan sholawat, setelah itu dilanjutkan dengan pembacaan surat Ali „Imran ayat 173, Al-Anfal ayat 40, dan ditutup dengan kalimat Tahlil sebanyak seratus kali. Sebagai
penutupnya bianya dibacakan 19 do‟a tahlil.
4. Gemeinschaft
Gemeinschaft adalah sekelompok masyarakat, agama, dan budaya yang ingin membangun kelompoknya berdasarkan komunitasnya. Lawan
19 Abdul Majad Tamam, Surat Yaasiin dan Bimbingan Tahlil (Jakarta: Zikrul Hakim), h. 87-96.
dari teori ini adalah Gesellschaft. Yaitu sekelompok masyarakat, agama, dan budaya yang ingin membangun kelompoknya berdasarkan societas. Kedua teori ini dalam Islam sejalan dengan Al-Ummah.
Pada folklor “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug,” pembentukan kelompok pemilik folklor jelas terjadi. Hampir semua apa yang menjadi
kegiatan pada saat perayaan folklor ini dapat membentuk dan dapat meningkatkan komunitas keluarga besar Tubagus Atief. Hal ini terbukti dari keadaan masyarakat Cilenggang yang menjadikan keluarga besar Tubagus Atief sebagai keluarga terhormat.
Keluarga besar Tubagus Atief memang keluarga yang dipandang di daerah setempat. Pada satu kesempatan, peneliti sedang melakukan kunjungan ke Masjid Al-Ikhlas (peninggalan Tubagus Atief) di Cilenggang, 24 Juli 2013, ada seorang perempuan mendatangi Tubagus
H. Imamudin dengan maksud meminta air untuk anaknya yang sedang sakit. Di keluarga besar Tubagus Atief juga dibentuk Paguyuban Tubagus Atief Paguyuban Tubagus Atief ini merupakan wadah bagi keluarga besar keturunan Tubagus Atief. Paguyuban Tubagus Atief diketuai oleh H. Mu‟in.
“Paguyuban kan sifatnya nonformal ya, jadi hanya komunitas saja. Kami di sini pertama untuk mengajak masyarakat mengetahui bahwa di desa Cilenggang ini ada makam peninggalan pejuang yakni makam Keramat Tajug ini. Biasanya, kami yang menjadi pelopornya, misalanya seperti acara Haul, menyambut bulan Ramadlan. Kemudian, selain dari itu, kami juga mengundang keluarga besar tubagus Atief yang tinggal di daerah lain, nah dengan paguyuban ini kan kami terkontrol gitu. Selain itu ya kamilah pengurus paguyuban ini yang menjaga dan melestarikan makam keramat
tajug ini. 20 ”
20 Wawancara Pribadi dengan Bapak H. Mu‟in. Tangerang Selatan, 23 Juni 2013.
Jelas memang dengan paguyuban ini ada upaya membangun dan membersarkan kelompoknya berdasarkan komunitasnya (Gemeinschaft).
Selain hal tersebut di atas, sebagian besar keluarga besar Tubagus Atief juga menempati tempat strategis di jabatan pemerintahan. Seperti Mehdi Solihin, S.Sos yang menjadi Lurah Cilenggang, Mehdi Solihin juga keluarga besar Tubagus Atief. D. Umar Dani, S.Sos, sekertaris Lurah Cienggang. Ia juga keturunan Tubagus Atief. Tidak hanya itu, Tubagus H. Imamudin juga mendirikan majlis yang dinamai majlis Birrulwalidain. Majlis ini diperuntukkan untuk masyarakat Cilenggang dan sekitarnya.
Berikutnya, H. Mu‟in yang ikut serta dalam perpolitikan, ini menunjukkan adanya upaya publisitas diri. Peneliti melihat memang ada spanduk dengan gambar H. Mu‟in dari salah salah satu partai yang ada Indonesia.
5. Vernacular language
Vernacular language adalah pemikiran KAAB yang terdiri atas nilai-nilai, persepsi, adat istiadat, kebiasaan, tradisi, kreasi, kepercayaan, pola pikir, dan perasaan yang cenderung belajar bahasa sendiri/lokal. Lawan dari teori ini adalah Vehicular language adalah pemikiran KAAB yang terdiri atas nilai-nilai, persepsi, adat istiadat, kebiasaan, tradisi, kreasi, kepercayaan, pola pikir, dan perasaan yang belajar bahasa pengetahuan/bahasa lain. Dalam Isalam teori ini sejalan dengan istilah Al- Lisan.
Teori ini dibuktikan dengan adanya penyampaian kisah Tubagus Atief dilakukan sebelum acara dimulai. Tubagus Sos Rendra yang biasa ditugaskan mewakili keluarga besar Tubagus Atief. Memang kisah ini Teori ini dibuktikan dengan adanya penyampaian kisah Tubagus Atief dilakukan sebelum acara dimulai. Tubagus Sos Rendra yang biasa ditugaskan mewakili keluarga besar Tubagus Atief. Memang kisah ini
Bapak H. Mu‟in disampaikannya kisah itu dengan bahasa Indonesia untuk memudahkan para jama‟ah yang hadir dalam perayaan “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug.”
“Ya biasanya sih itu dengan bahasa Jawa Sunda dan itu ada bukunya yang memang dari peninggalan kuno. Ada kok bukunya yang memang menggunakan bahasa Jawa,
Sunda Banten, karena kan Tubagus Atief ini dari Banten. Nah sekarang kan digunakan bahasa Indonesia, itu sih hanya untuk mempermudah saja, agar siapapun mereka, dari kalangan manapun yang mengikuti acara
21 “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug” ini dapat memahaminya denagan baik.”
Gambar 4.14.
Tubagus Sos Rendra saat menyampaikan kisah perjuangan Tubagus Atief
Menurut peneliti inilah yang dimaksud dengan inti dari mengenang jasa-jasa perjuangan. Selain memanjatkan doa untuk mereka yang telah mendahului kita (meninggal dunia) yang memang menjadi anjuran agama, tentu sebagai orang yang tahu akan jasa-jasa Tubagus Atief sudah menjadi kewajibannya untuk menyampaikan kisah tersebut kepada orang banyak. Memang banyak cara yang dilakukan masyarakat Indonesia untuk mengenang orang-orang terdahulu, jasa-jasa para pahlawan, misalnya.
21 Wawancara Pribadi dengan Bapak H. Mu‟in. Tangerang Selatan, 23 Juni 2013.
Masyarakat yang terdiri dari Sunda, Jawa dan Betawi dapat menikmati dan mengambil pelajaran dari kisah Tubagus Atief yang telah disampaikan. Mereka sejenak mengenyampingkan eksistensi budaya yang mereka punya.
Selain dari bahasa Sunda yang sering muncul dalam perayaan ini, ada juga nyanyian-nyanyian daerah yang dipertahankan dari zaman dulu dan dibacakan saat pawai obor berlangsung. Tidak hanya selawat yang berbahasa Arab saja, melainkan selawat yang juga terdiri dari bahasa Sunda, Jawa dan bahasa Indonesia (Betawi) sesekali dilantunkan secara bersamaan dalam pawai obor ini. Dari keterangan ini, jelas bahwa ada upaya untuk mempertahankan bahasa budaya lama dalam perayaan tersebut.