Memaknai Budaya
B. Memaknai Budaya
1. Pengertian Budaya
Memaknai budaya tentu sangatlah banyak pengertian yang telah berhasil didefinisikan banyak pakar dan dari beberapa sudut pandang. Namun demikian peneliti akan memberikan beberapa pengertian dari berbagai sudut pandang pula agar membantu pemahaman yang lebih komprehensif.
Secara bahasa kata budaya berasal dari kata budi. Kata budi diambil dari bahasa sangsekerta yang berarti akal. 15 Budaya juga berasal dari kata
cultuur dari bahasa Belanda dan culture dari bahasa Inggris, di mana asal kata tersebut sama-sama berasal dari bahasa Latin dari kata Colere yang berarti mengolah, mengerjakan, menyuburkan dan mengembangkan. Dalam pengertian ini kata colere lebih mengarah atas pengolahan tanah, atau bisa disebut juga dengan bertani. Jadi kata colere yang dimaksudkan adalah segala bentuk aktivitas manusia yang berkaitan dengan pengolahan
alam. 16 Dalam bahasa Arab budaya berasal dari kata al-tsaqafah yang bermakna perbaikan. 17
Roudhonah, Ilmu Komunikasi (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007), h. 53. 15 Yusron Rozak, Sosiologi Sebuah Pengantar: Tinjauan Pemikiran Sosiologi Perspektif
Islam (Jakarta: Laboratorium Sosiologi Agama, 2008), h. 136. 16 Joko Tri Prasetya, dkk, Tanya Jawab Ilmu Budaya (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000), h. 13.
17 Yusron Rozak, Sosiologi Sebuah Pengantar: Tinjauan Pemikiran Sosiologi Perspektif Islam , h. 137.
Budaya yang dalam bahasa Inggris adalah culture merupakan kata yang dianggap paling kompleks penggunaannya. Pendapat ini dikemukakan oleh Raymond Williams. Menurut Williams kata culture sering muncul penggunaanya terhadap beberapa konsep-konsep penting dalam dimensi yang berbeda, baik dalam keilmuan maupun dalam kerangka berpikirnya.
Pada awalnya culture dekat pengertiannya dengan kata “kultivasi” (cultivation), yaitu pemeliharaan ternak, hasil bumi, dan upacara-upacara religius (yang darinya diturunkan ist ilah kultus “cult”). Sejak abad ke- 16 hingga 19, istilah ini mulai diterapkan secara luas untuk pengembangan akal budi manusia individu dan sikap-perilaku pribadi lewat pembelajaran. Dalam konterks ini, kita bisa memahami mengapa orang disebut “berbudaya” atau “tidak berbudaya”. Selama priode panjang ini pula istilah budaya diterapkan utuk enitas yang lebih besar yaitu msayarakat sebagai keseluruhan, dan dianggap merupakan padanan kata dari peradapan (civilization). Akan tetapi, seiring kebangkitan romantisisme selama Revolusi Industri, budaya mulai dipakai untuk menggambarkan perkembangan kerohanian yang dikontraskan dengan perubahan material dan infrastruktural. Gerakan Nasionalisme di akhir abad ke 19 juga ikut memengaruhi dinamika peaknaan atas budaya , di mana lahir istilah “budaya rakyat” (folk culture) dan “budaya nasional” (national culture). 18
Secara sederhana budaya dapat diartikan dengan segala sesuatu yang berkaitan dengan cara hidup manusia. 19
Secara luas berikut pengertian budaya menurut beberapa tokoh.
a. E.B Tylor mendefinisikan budaya adalah keseluruhan kompleks kehidupan masyarakat. Tylor menjelaskan bahwa di dalam budaya terkandung ilmu pengetahuan dan kebiasaan manusia dalam
bermasyarakat. 20
b. Paul B. Horton dan Chester L. Hunt mendefinisikan budaya dengan segala bentuk pengalaman masyarakat sosial yang mereka hasilkan
Dikutip dari Muji sutrisno dan Hendari Putranto, Teori-teori Kebudayaan, h. 7-8.
19 Deddy Mulyana dan Jalaludin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya Panduan Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya,
h. 179.
20 Joko Tri Prasetya, dkk, Tanya Jawab Ilmu Budaya, h. 14.
dari proses belajar dan dilakukan secara bersama-sama oleh masyarakat tersebut. 21
c. Prof. M.M. Djojodiguno mengartikan budaya adalah sebuah daya yang dihasilkan dari budi. Daya itu berupa cipta, karsa, dan rasa. 22
d. Marvin Haris seperti yang dikutip Rulli Nasrullah, memaknai budaya dengan segala ciri khas tingkah laku yang berada dan melekat pada si pelaku tersebut. Rulli Nasrullah menjadikan kutipan ini sebagai penguat bahwa budaya dalam kacamata etnografi menurut Rulli Nasrullah adalah bentuk konstruksi sosial dan konstruksi sejarah
sebagai bentuk penanaman pola budaya tertentu. 23
e. Rulli Nasrullah memaknai budaya dari sisi psikologi, mengatakan bahwa budaya merupakan upaya yang dilakukan manusia untuk menghadapi persoalan kehidupan. Untuk menguatkan pendapatnya Nasrullah mengutip pendapat Geert Hofstede yang memaknai budaya sebagai pola-pola tertentu yang terdapat dalam sebuah interaksi antarmanusia dalam sebuah kelompok tertentu sebagai respons bagi lingkungan tempat tumbuhnya kelompok tersebut. Artinya bahwa budaya bukan hanya sebagai bentuk jawaban dari sebuah pemikiran manusia saja, melainkan hal tersebut kemudian menjadi bukti bahwa manusia memiliki perbedaan dalam berfikir, perbedaan sudut pandang,
perbedaan aturan dan sebagainya. 24 Pastilah banyak beberapa pengertian lain mengenai budaya
yang tidak bisa peneliti sebutkan semuanya, namun ada penekanan
Yusron Rozak, Sosiologi Sebuah Pengantar: Tinjauan Pemikiran Sosiologi Perspektif Islam , h. 137.
22 Joko Tri Prasetya, dkk, Tanya Jawab Ilmu Budaya, h. 14-15. 23 Rulli Nasrullah, Komunikasi Antarbudaya di Era Budaya Siber, h. 16-17. 24 Rulli Nasrullah, Komunikasi Antarbudaya di Era Budaya Siber, h. 16.
pengertian budaya yang ingin peneliti sampaikan dalam skripsi ini. Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa budaya adalah segala bentuk tingkah laku yang nampak pada permukaan setiap kelompok manusia yang dilatarbelakangi oleh pengaruh genetik, struktural, psikologi, normatif, dan historis. Pengertian ini mengacu pada beberapa pengertian yang peneliti simpulkan di mana pengertian-pengertian budaya tersebut memiliki pendekatan aspek ilmu lain seperti pendekatan psikologi dan pendekatan normatif.
2. Unsur-unsur Kebudayaan
C. Kluckhohn menyebutkan, bahwa ada tujuh unsur dalam kebudayaan universal, yaitu:
a. Sistem Religi
b. Sistem Organisasi Kemasyarakatan
c. Sistem Pengetahuan
d. Sistem Mata Pencaharian Hidup
e. Sistem Teknologi dan Peralatan
f. Bahasa
g. 25 Serta Kesenian.
3. Pengertian Komunikasi Antarbudaya
Komunikasi antarbudaya adalah komunikasi yang dilakukan oleh individu atau kelompok manusia yang memiliki latar belakang kebudayaan yang berbeda. Pengertian ini peneliti simpulkan setelah memahami makna
Supartono Widyosiswono, Ilmu Budaya Dasar (Bogor: Ghalia Indonesia, 2001), h. 33-34.
budaya dan makna komunikasi. Untuk menguatkan pendapat ini peneliti mengutip beberapa pendapat mengenai pengertian komunikasi antarbudaya.
a. Ricard E. Porter dan Larry A. Samovar mengartikan komunikasi antarbudaya adalah proses komunikasi yang sumber dan penerimanya berasal dari budaya yang berbeda. Menurut Porter dan Larriy setiap komunikasi yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan yang berbeda budaya, maka penafsiran pesan harus dilakukan dengan umpan balik dalam ranah budaya pula. Setiap budaya memiliki resiko
atau sebuah konseskuensi dalam memaknai komunikasi. 26
b. Alo Liliweri mengartikan bahwa komunikasi antarbudaya adalah komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh beberapa orang dengan latar belakang budaya yang berbeda. Menurutnya proses komunikasi antarbudaya tersebut disertai dengan peraturan budaya tertentu, seperti tingkat keamanan, sopan santun, serta peramalan dan pemaknaan
pesan atas lawan bicara. 27 Masih menurut Alo Liliweri pengertian komunikasi antarbudaya yang dikemukakannya itu menunjukkan
bahwa seberapa jauh perbedaan budaya yang terjadi maka sedemikian pula peluang yang didapat oleh komunikan untuk dapat mengartikan
pesan yang didapatkan dari komunikator. 28
c. Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss memaknai komunikasi antarbudaya dengan komunikasi antara orang-orang yang berbeda budaya (baik dalam perbedaan ras, etnik dan sosio ekonomi). Kebudayaan menurut
Ricard E. Porter dan Larry A. Samovar, Suatu Pendekatan Terhadap Komunikasi Antarbudaya, dalam Deddy Mulyana dan Jalaludin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya Panduan Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2009), h.20.
27 Alo Liliweri, Makna Komunikasi dalam Komunikasi Antarbudaya, h. 13-14. 28 Alo Liliweri, Makna Komunikasi dalam Komunikasi Antarbudaya, h. 14.
Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss adalah cara hidup yang berkembang dan dianut oleh sekelompok orang dan berlangsung dari
generasi ke generasi. 29
d. Joseph A. Devito memaknai komunikasi antarbudaya adalah bentuk kpercayaan, nilai, dan bentuk-bentuk kultural yang berbeda bagi masing-masing komunikator dan komunikan. Kpercayaan, nilai, dan bentuk-bentuk kultural yang berbeda itu kemudian akan menjadi acuan
dalam proses komunikasi antarbudaya. 30
e. Andi Faisal Bakti dalam beberapa teori dua puluh sering menyebutkan bahwa komunikasi antarbudaya melibatkan suatu kelompok, golongan, agama, dan budaya terdiri atas nilai-nilai, persepsi adat istiadat, kebiasaan, tradisi, kreasi, kepercayaan, pola pikir, dan perasaan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa komunikasi antarbudaya menurut Andi Faisal Bakti adalah komunikasi yang terjadi melibatkan orang secara individu atau kelompok yang mempunyai latar belakang
yang berbeda. 31 Dari beberapa pengertian dari tokoh-tokoh di atas, dapat peneliti
simpulkan bahwa komunikasi antarbudaya adalah komunikasi yang dilakukan secara melebar dari segi penyampaian dan pemaknaan pesan dan peluang yang didapatkan untuk mengartikan pesan yang disampaikan karena berbedanya nilai-nilai yang terkandung dari perbedaan budaya yang ada di dalamnya.
Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss, Human Communication – Konteks-konteks Komunikasi (PT Remaja Rosdakarya, 2005), h. 236.
30 Joseph A. Devitp, Komunikasi Antarmanusia; Kuliah Dasar Edisi kelima. Penerjemah Agus Maulana, h. 479.
31 Andi Faisal Bakti, Communication and Family Planning in Islam in Indonesia: South Sulawesi Muslim Perception of a Global Development Program , h. 128.
4. Teori Komunikasi Antarbudaya Joseph A. Devito dan Andi Faisal Bakti
Dalam penelitian ini, peneliti memilih teori Joseph A. Devito dan Andi Faisal Bakti sebagai landasan teori. 32 Seperti telah dijelaskan pada
bingkai teori di Bab I, peneliti telah memberikan penjelasan secara singkat mengenai teori Joseph A. Devito dan Andi Faisal Bakti. Untuk mempermudah dalam analisis, pada Bab II ini peneliti memberikan penjelasan secara detail mengenai teori dua tokoh di atas.
a. Teori Joseph A. Devito
1) Komunikasi Antarbudaya (komunikasi antarperadaban). Komunikasi antarbudaya menurut Joseph A. Devito dicontohkan pada komunikasi yang terjadi antara orang Cina dan orang Portugis, atau antara orang Prancis dengan orang Norwegia. Dalam pengertian ini tidak dijelaskan secara spesifik mengenai apa yang dimaksud dengan komunikasi antarbudaya dan kaitannya dengan contoh antara orang Cina dan orang Portugis seperti di atas. Dengan demikian juga seperti ada kerancuan definisi antara komunikasi antarbudaya dengan komunikasi antara bangsa yang
berbeda. 33 Pada satu kesempatan bimbingan skripsi (15 September
2013), Prof. Andi Faisal Bakti, mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya yang dimaksud adalah komunikasi yang terjadi
Lihat Bab I pada bingkai teori. 33 Joseph A. Devito, Komunikasi Antarmanusia. Penerjemah Agus, h. 480-481.
antarperadaban. Hal ini juga menjadi acuan nanti di lapangan apakah komunikasi antarbudaya yang dimaksud dapat ditemukan. 34
2) Komunikasi antara ras yang berbeda. Komunikasi antara ras yang berbeda disebut juga dengan komunikasi antarras. Joseph A. Devito menyebutkan bahwa komunikasi antara ras terjadi antara orang kulit hitam dengan orang
kulit putih. 35 Merujuk pada pengertian Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ras setidaknya ada dua pengertian. Pertama,
golongan bangsa berdasarkan ciri-ciri fisik. Kedua, kelompok yang dapat dibedakan dari rumpun bangsa yang berbeda. Dalam cakupan penelitian ini peneliti mengambil pengertian yang pertama yatiu golongan bangsa dalam hal ini kelompok berdasarkan ciri-ciri fisik.
3) Komunikasi antara kelompok etnis yang berbeda. Menurut KBBI etnis dapat diartikan dengan sekelompok orang yang bertalian dengan kelompok sosial dalam sistem sosial atau kebudayaan yang mempunyai arti atau kedudukan tertentu karena keturunan, adat, agama, bahasa. Joseph A. Devito menyebutkan, bahwa komunikasi terjadi misalnya seperti orang Amerika keturunan Italia dengan orang Amerika keturunan Jerman. Dalam keseharian kita, komunikasi antara etnis yang berbeda ini dapat dicirikan dengan perbedaan bahasa. Misalnya bahasa Sunda dengan bahasa Jawa. Selain dari itu gelar
Bimbingan skripsi dengan Prof Andi Faisal Bakti, MA, 15 September 2013. 35 Joseph A. Devito, Komunikasi Antarmanusia. Penerjemah Agus Maulana, h. 480-481.
kebangsaan, misalnya habib, tubagus, gus, raden. Kemudian nama khas, seperti Muhammad Soleh lebih dikenal dengan sebutan
Madsaleh bagi orang Madura. 36
4) Komunikasi antara kelompok agama yang berbeda. Pada komunikasi antara kelompok agama yang berbeda ini jelas, bahwa agama sebagai begron perbedaannya. Joseph A. Devito mencontohkan komunikasi yang terjadi antara orang Katolik Roma dengan orang Episkop, atau antara orang Islam dengan orang
Yahudi. 37
5) Komunikasi antara bangsa yang berbeda. Komunikasi antara bangsa yang berbeda dapat disebut juga dengan komunikasi internasional. Dalam komunikasi antara bangsa yang berbeda ini Joseph A. Devito mencontohkan seperti orang Amerika Serikat dengan orang Meksiko, atau antara orang Prancis dengan orang Italia. Pada bagian ini identitas bangsa menjadi acuan tolak ukur perbedaannya.
6) Komunikasi antara subkultur yang berbeda. Subkultur adalah bagian dari kultur atau budaya. Joseph A. Devito mencontohkan subkultur dengan contoh kelompok yang berprofesi sebagai dokter dengan kelompok orang yang berprofesi sebagai pengacara. Artinya kelompok yang diambil dari kelompok besar yang mencirikan kelompok tersebut dengan kelompok besar sebelumnya.
Bimbingan skripsi dengan Prof. Andi Faisal Bakti, MA, 15 September 2013. 37 Joseph A. Devito, Komunikasi Antarmanusia. Penerjemah Agus Maulana, h. 480-481.
7) Komunikasi antara subkultur dengan kultur yang dominan.
Joseph A. Devito memberikan contoh pada komunikasi jenis ini dengan komunikasi yang terjadi antara kaum homoseks dengan kaum heteroseks, atau antara kaum muda dan kaum manula. Ada dominasi antara satu golongan dengan golongan yang lain. Subkultur yang telah memisah dari kultur besar sebelumnya kemudian diklasifikasikan kembali menjadi kelompok yang mendominasi dengan kelompok kecil yang didominasi.
8) 38 Komunikasi antara jenis kelamin yang berbeda. Komunikasi ini jelas, perbedaan kelamin menjadi latar
belakang perbedaannya. Memang terlihat sangat simpel, namun pada proses analisis, komunikasi antara jenis kelamin yang berbeda dibutuhkan usaha mendalam untuk melihatnya.
b. Andi Faisal Bakti
Teori Andi Faisal Bakti ada dua macam, yaitu teori tujuh dan teori dua puluh. Berikut penjelasan teori tujuh:
1) Komunikasi antara Muslim dan non-Muslim.
2) Komunikasi antara Militer dan Sipil.
3) Komunikasi antara Jawa dan non-Jawa.
4) Komunikasi antara Pribumi dan non-Pribumi.
5) Komunikasi antara Tradisionalis dan Modernis.
6) Komunikasi antara Kelompok Sekuler dan Islam.
7) 39 Komunikasi antara Lelaki dan Perempuan.
Joseph A. Devito, Komunikasi Antarmanusia. Penerjemah Agus Maulana, h. 480-481. 39 Andi Faisal Bakti, “Review of Human Factor Studies: Major Conflict in Indonesia: How
can Communication Contribute to a Solution? ” (Jurnal: Internatioal Institute for Human Factor Development, 2000), vol 6 No: 2, h. 33-56.
Berikut penjelasan teori tujuh melalui tabel 2.1. Di mana pelaku didominasi oleh
Tindakan penduduk dalam Faktor dan
kelompok dengan komunitas besar, bergerak ke arah resolusi Aktor
bertindak dengan cara-cara yang konflik
menimbulkan konflik Kompulsif (bersifat memaksa),
Terbuka, kooperatif (saling impulsif (bertindak tiba-tiba sesuka
membantu), penuh kasih, hati), marah, curiga, penuh dendam,
damai, hormat, bebas dalam fanatik, menggunakan paksaan,
toleransi, peruasif, strategi rayuan, kooptasi (pemilihan anggota
komunikasi yang dapat Muslim kelompok), indoktrinasi, pemurtadan
diterpkan adalah pemuka dengan non- melalui kolonisasi (penjajahan),
agama dan kepala Muslim mempermalukan, memarjinalkan,
pemerintah saling pembakaran, kerusuhan, prasangka
menciptakan forum diskusi buruk, kebencian, ortodoks,
kegiatan bersama dan pemurtadan, dan hal lain yang
menerapkan aturan terhadap cendrung pada cara-cara kekerasan.
kegiatan keagamaan Cukup adil, dapat dipercaya Menciptakan, hegemoni, kolonisasi,
diskusi multi budaya melalui sentralisasi, monopoli, eksploitatif,
negosiasi komunikasi,
solidaritas, saling berbagi mengendalikan, stereotip, melalui
kekerasan, etnocentric,
Strategi komunikasi ini Jawa non- kerusuhan terbakar rasa cemburu, iri
adalah pemuka opini atau Jawa
hati, ketidakpercayaan,
opinion leader dengan
ketidaksetaraan, prasangka
pemerintah harus dapat
menggunakan stereotip
mengatur referendum atas otonomi daerah atau federasi
Mencegah, membela, Kompulsif (bersifat memaksa),
melindungi, transparan, impulsif (bertindak tiba-tiba sesuka
menghormati, membantu, hati), egois, nasionalis dengan cara
strategi moralistik untuk Militer dan
yang memaksakan, intervensi perwira militer dan Sipil
pemerintah untuk mendominasi, mengisolasi, membagi- menghilangkan dual fungsi bagi, berkuasa korupsi, kolusi,
sewenang-wenang, brutal,
dan membawa ke pengadilan nepotisme , dan penyiksaan
mereka yang terlibat mereka yang terlibat
Sekuler dan Kaku dan fanatik, tidak toleran dan
strategi komunikasi ini Islam
adalah Muslim modernis Religius agar menciptakan forum
kaku
diskusi atau pembelajaran baik melalui pidato dan tulisan (membaca) Ada sifat toleransi,
komunikasi, akomodasi, Tidak toleran, fanatik, ketat, malas,
Strategi komunikasi pada Modern dan apatis, mengindoktrinasi, ketat, penuh
bagian ini adalah kaum Tradisionalis
modernis membentuk forum diskusi baik melalui pidato atau melalui tulisan atau membaca Laki-laki
curiga, ortodoks
Laki-laki, sama dengan penjelasan Perempuan, sama dengan dan
penjelasan Joseph A. Devito Perempuan
Joseph A. Devito
Sumber: Andi Faisal Bakti: Human Factor Dtudies (2000) 40
Bagan 2.1. di atas adalah gambaran konflik yang terjadi di Indoesia dari kaca mata komunikasi antarbudaya. Di mana kelompok mayoritas sebagai peran atau kelompok yang dapat memunculkan konflik.
Pada teori Joseph A. Devito (jenis-jenis komunikasi antarbudaya yang berjumlah delapan) dan Andi Faisal Bakti (jenis komunikasi antarbudaya yang berjumlah tujuh) terdapat persamaan pengertian.
Andi Faisal Bakti, “Review of Human Factor Studies: Major Conflict in Indonesia: How can Communication Contribute to a Solution? ” Sandiego. Jurnal: Internatioal Institute for Human Factor: Vol 6, No. 2 (Development, 2000): h. 33-56.
Berikut penjelasannya melalui bagan. NO
Andi Faisal Bakti Joseph A. Devito
Komunikasi Antarbudaya (Peradaban)
1 Jawa dan non-Jawa Antara Kelompok Etnis yang Berbeda Subkultur dengan Kultur Dominan
2 Militer dan Sipil Antara Subkultur yang Berbeda
3 Laki-laki dan Perempuan Jenis Kelamin yang Berbeda
4 Muslim dan non-Muslim Kelompok Agama yang Berbeda
Tabel 2.2. persamaan teori Joseph A. Devito dengan Andi Faisal Bakti
Setelah upaya peneliti menjelasankan beberapa pengertian teori Joseph A. Devito dan teori tujuh dari Andi Faisal Bakti, peneliti akan mencoba memberikan penjelasan teori dua puluh dari Andi Faisal Bakti. Untuk mempermudah pemahaman berikut peneliti jelaskan dalam bentuk tabel. Dalam teori dua puluh ini masing-masing mempunyai pasangan. Pasangan tersebut adalah sebagai lawan dari masing-masing teori.
Teori dua puluh ini menunjukkan keadaan budaya kolektif yang masih kaku (konservatif) dan lawannya yaitu keadaan budaya yang sudah elastis, dapat mengadopsi budaya lain di luar budadaya sendiri (transformatif). Teori ini menggambarkan keadaan peradaban timur dan barat. Lalu, dalam teori dua puluh ini dimunculkan pula solusi yang ditawarkan oleh Islam atas dua corak komunikasi antarbudaya yang tergambar dari teori duapuluh.
Artinya: Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu
kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang- orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa. (Al-Baqarah
Dalam surat Al-Baqarah ayat 177 dijelaskan bahwa bukanlah kiblat kita itu timur atau barat secara peradaban. Akan tetapi, inilah Islam sebagai agama yang rahmatan lil’alamin, pembawa rahmat bagi seluruh alam yang mempunyai corak budaya sendiri.
Departemen Agama Republik Indonesia, Al- Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: PT. Syaamil Cipta Media), h. 43.
Table 2.3. teori dua puluh (konservatif dan transformatif) Solusi Dalam
No Kaum Konservatif
Kaum Transformatif
Islam
Penser sa culture : Suatu kelompok, golongan, agama, dan Etre pense par sa culture : Suatu
budaya terdiri atas nilai-nilai,
kelompok, golongan, agama, dan persepsi adat istiadat, kebiasaan, budaya terdiri atas nilai-nilai,
tradisi, kreasi, kepercayaan, pola Al-Muhafadzotu persepsi adat istiadat, kebiasaan,
pikir, dan perasaan yang
‘ala Al-Qadim
1. tradisi, kreasi, kepercayaan, pola
Al-Sholih wa Al- pikir, dan perasaan yang
berupaya untuk mengubah
Akhdzu bi Al- dikendalikan atau dikontrol oleh
budayanya. Baik itu yang
sekarang maupun masa depan. Jadidi Al-Aslah. budayanya (masa lalu).
Hal ini sangat berkaitan dengan budaya lain yang dikembangkan
untuk masa depan.
Acquerir la culture : Suatu kelompok, golongan, agama, dan
Heriter la culture : Suatu
budaya terdiri atas nilai-nilai,
kelompok, golongan, agama, dan persepsi, adat istiadat, kebiasaan, budaya terdiri atas nilai-nilai,
Al-Muhafadzotu tradisi, kreasi, kepercayaan, pola persepsi, adat istiadat, kebiasaan,
‘ala Al-Qadim
pikir, dan perasaan yang
2. tradisi, kreasi, kepercayaan, pola Al-Shalih wa Al-
berupaya untuk mendapatkan
pikir, dan perasaan yang Akhdzu bi Al-
kultur-kultur yang baru dan
mewarisi budayanya dari masa Jadidi Al-Aslah. berbeda dari warisan keluarga lalu dan mewariskannya kepada dan budayanya. Dengan kata lain generasi yang akan datang.
lebih produktif dalam mendapatkan kultur yang baru. Submission : Sekelompok
Egalitarian/Emancipation :
masyarakat, agama, dan budaya Sekelompok masyarakat, agama, yang hanya tunduk kepada
dan budaya yang mengikuti
3. budayanya sendiri dan tidak aturan-aturan lain dan bersikap Al-Islam terpengaruh dengan ajaran lain
egaliter atau tidak tunduk serta yang bertentangan dengan
ingin bebas dari cengkraman
budayanya sendiri.
yang sudah ada.
Adoration of scriptures :
Interpretation of scriptures
Sekelompok masyarakat, agama, Sekelompok masyarakat, agama,
4. dan budaya yang sangat dan budaya yang memaknai atau Al-Ijtihad. mencintai atau menyukai teks
memahami teks (kitab suci) yang agamanya (kitab sucinya).
menjadi pegangannya.
Textualist : Sekelompok Contextualist : Sekelompok masyarakat, agama, dan budaya masyarakat, agama, dan budaya
5. yang percaya teks sebagai suatu yang percaya kepada konteks Al-Tafsir. kebenaran. Dengan kata lain teks dan pemahamannya tidak secara yang berkata-kata atau berbicara.
harfiah.
Gemeinschaft : Sekelompok
Gesellschaft : Sekelompok
masyarakat, agama, dan budaya masyarakat, agama, dan budaya
Al-Ummah. kelompoknya berdasarkan
6. yang ingin membangun
yang ingin membangun
kelompoknya berdasarkan
komunitasnya.
societas .
Creation and trust in foreigners : Sekelompok masyarakat, agama
Reproduction : Sekelompok dan budaya, yang tidak harus masyarakat, agama, dan budaya
7. memproduksi generasi yang Al-Amanah. yang memproduksi budaya dan sama. Akan tetapi dari budaya keluarganya. yang sama dan memiliki kreasi
dengan keadaan sekarang.
Fundamentalism : Pemikiran KAAB yang terdiri atas nilai- nilai, persepsi, adat istiadat,
Rationalism/Secularization : kebiasaan, tradisi, kreasi,
Pemikiran KAAB yang terdiri kepercayaan, pola pikir, dan
atas nilai-nilai, persepsi, adat perasaan yang berdasarkan pada
istiadat, kebiasaan, tradisi,
8. pondasi utama ajaran agama, kreasi, kepercayaan, pola pikir, Al-Ihsan bangsa, negara, dan masyarakat dan perasaan yang berdasarkan tertentu. Dengan kata lain
rasionalisme atau akal bukan dianggap sebagai kekuatan yang
pada kitab dan lebih
absolut. Fundamentalism berasal
mementingkan dunia.
dari Protestan yang anti teknologi dan sains. Geograpical immobility :
Geograpical mobility : Pemikiran Pemikiran KAAB yang terdiri KAAB yang terdiri atas nilai- atas nilai-nilai, persepsi, adat nilai, persepsi, adat istiadat, istiadat, kebiasaan, tradisi,
kebiasaan, tradisi, kreasi,
9. kreasi, kepercayaan, pola pikir, Al-Hijrah kepercayaan, pola pikir, dan dan perasaan yang tidak mau
perasaan yang lebih
pindah-pindah dan lebih mengutamakan berpindah- mengutamakan menetap di
pindah.
suatu tempat. Je me souviense : Pemikiran
Deracinement : Pemikiran
Al-
10. KAAB yang terdiri atas nilai-
KAAB yang terdiri atas nilai- Muhadharah.
nilai, persepsi, adat istiadat,
nilai, persepsi, adat istiadat,
kebiasaan, tradisi, kreasi,
kebiasaan, tradisi, kreasi,
kepercayaan, pola pikir, dan
kepercayaan, pola pikir, dan
perasaan yang cenderung perasaan yang tercabut dari akar- mengingat masa lalunya yang
akarnya. Artinya meninggalkan harus dipertahankan. Dan ini
masa lalu untuk menatap masa lebih mengarah kepada hal-hal
depan yang lebih baik dan lebih yang negatif.
pasti.
Paganism (Idol worshipping) : Pemikiran KAAB yang terdiri
Monotheism (Idol
atas nilai-nilai, persepsi, adat destruction)/Humanism (God istiadat, kebiasaan, tradisi,
created by humans) : Pemikiran kreasi, kepercayaan, pola pikir,
KAAB yang terdiri atas nilai-
11. dan perasaan yang melakukan
Al-Tauhid penyembahan kepada yang
nilai, persepsi, adat istiadat,
kebiasaan, tradisi, kreasi,
selain Tuhan. Baik itu terhadap
kepercayaan, pola pikir, dan
sesajen, jimat, dukun atau perasaan yang percaya kepada membaca ayat-ayat tertentu
Tuhan yang satu.
untuk tujuan tertentu. Imposition/Holy war/Proselytism : Pemikiran KAAB yang terdiri atas nilai-
Negotiation : Pemikiran KAAB nilai, persepsi, adat istiadat,
yang terdiri atas nilai-nilai,
kebiasaan, tradisi, kreasi, persepsi, adat istiadat, kebiasaan, kepercayaan, pola pikir, dan
12. tradisi, kreasi, kepercayaan, pola Al-Musyawarah perasaan yang cenderung
pikir, dan perasaan yang
memaksakan agama dengan mengutamakan sama rata dan cara-cara berupa bujukan,
sama rasa.
rayuan, paksaan, tekanan, intimidasi atau dengan cara melalui perang suci. Nationalism/Tribalism :
Universalism/Internationalism : Pemikiran KAAB yang terdiri
Pemikiran KAAB yang terdiri atas nilai-nilai, persepsi, adat
atas nilai-nilai, persepsi, adat istiadat, kebiasaan, tradisi,
13. Al- Ta’aruf kreasi, kepercayaan, pola pikir,
istiadat, kebiasaan, tradisi,
kreasi, kepercayaan, pola pikir, dan perasaan yang sangat
dan perasaan yang sangat
menekankan nasionalisme atau
mengutamakan universal.
kesukuan/fanatik.
Dalam arti tanpa sekat-sekat.
14. Al- Ta’aruf Pemikiran KAAB yang terdiri
Orthodoxy/Traditionalism :
Protestanism/Modernism :
Pemikiran KAAB yang terdiri Pemikiran KAAB yang terdiri
istiadat, kebiasaan, tradisi,
kreasi, kepercayaan, pola pikir, kreasi, kepercayaan, pola pikir, dan perasaan yang ingin
dan perasaan yang mengikuti memertahankan budaya
perkembangan secara modern tradisional yang ada dan masih
dan lebih maju.
bersifat ortodoks. Sectarian communitarianism :
Global communitarianism :
Pemikiran KAAB yang terdiri Pemikiran KAAB yang terdiri atas nilai-nilai, persepsi, adat
atas nilai-nilai, persepsi, adat istiadat, kebiasaan, tradisi,
istiadat, kebiasaan, tradisi,
15. Al-Qaum kreasi, kepercayaan, pola pikir,
kreasi, kepercayaan, pola pikir, dan perasaan yang patuh hanya dan perasaan yang lebih terbuka kepada golongan/komunitasnya
tetapi hanya kepada agamanya saja.
saja.
Cult/Lang/Competence Inheritence : Pemikiran KAAB
Cult/Lang/Competence
yang terdiri atas nilai-nilai, aquisition : Pemikiran KAAB persepsi, adat istiadat, kebiasaan,
yang terdiri atas nilai-nilai,
tradisi, kreasi, kepercayaan, pola persepsi, adat istiadat, kebiasaan,
16. Al- Ta’lim pikir, dan perasaan yang
tradisi, kreasi, kepercayaan, pola berdasarkan kemampuan
pikir, dan perasaan yang
berbahasa budaya yang didapat memiliki penguasaan bahasa atau diperoleh atau diwariskan
melalui proses pembelajaran. dari masa lalu. Depedency/Egoism : Pemikiran
Interdepedency/Solidarity :
KAAB yang terdiri atas nilai- Pemikiran KAAB yang terdiri nilai, persepsi, adat istiadat, atas nilai-nilai, persepsi, adat kebiasaan, tradisi, kreasi,
17. kepercayaan, pola pikir, dan Al- Ta’awun kreasi, kepercayaan, pola pikir, perasaan yang cenderung kepada
istiadat, kebiasaan, tradisi,
dan perasaan yang
orang/bangsa yang mampu dan mengutamakan saling tolong egois akan tetapi sangat menolong dan bantu-membantu. bergantung kepada yang lain.
Exclusivism : Pemikiran KAAB Inclusivism : Pemikiran KAAB yang terdiri atas nilai-nilai,
yang terdiri atas nilai-nilai,
persepsi, adat istiadat, kebiasaan, persepsi, adat istiadat, kebiasaan,
18. tradisi, kreasi, kepercayaan, pola Al-Washatiyah tradisi, kreasi, kepercayaan, pola pikir, dan perasaan yang
pikir, dan perasaan yang
menolak orang lain untuk masuk bersedia menerima orang lain ke dalam kelompoknya.
Vernacular language : Pemikiran Vehicular language : Pemikiran KAAB yang terdiri atas nilai-
KAAB yang terdiri atas nilai- nilai, persepsi, adat istiadat,
nilai, persepsi, adat istiadat,
Al-lisan kepercayaan, pola pikir, dan
19. kebiasaan, tradisi, kreasi,
kebiasaan, tradisi, kreasi,
kepercayaan, pola pikir, dan perasaan yang cenderung belajar
perasaan yang belajar bahasa bahasa sendiri/lokal.
pengetahuan/bahasa lain.
Parochialism : Pemikiran KAAB Flexibility : Pemikiran KAAB yang terdiri atas nilai-nilai,
yang terdiri atas nilai-nilai, persepsi, adat istiadat, kebiasaan, persepsi, adat istiadat, kebiasaan,
20. tradisi, kreasi, kepercayaan, pola tradisi, kreasi, kepercayaan, pola Al-Tasamuh pikir, dan perasaan yang
pikir, dan perasaan yang
menyampaikan ajaran secara menyampaikan ajaran secara kaku.
elastis/lentur.