Komunikasi Antarbudaya Melalui Folklor H

CILENGGANG SERPONG TANGERANG SELATAN

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh:

SAMSUL ARIFIN NIM. 109051000077

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1434 H/2013 M

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoloeh gelar Strata 1 (S1) di Uiniversitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari hasil karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 4 Oktober 2013

Samsul Arifin NIM: 109051000077

Nama : Samsul Arifin NIM : 109051000077

ABSTRAK KOMUNIKASI ANTARBUDAYA MELALUI FOLKLOR “HAUL CUCI PUSAKA KERAMAT TAJUG” DI KELURAHAN CILENGGANG SERPONG TANGERANG SELATAN

Folklor (cerita rakyat) merupakan fenomena unik di kalangan masyarakat. Folklor juga merupakan warisan budaya dan merupakan kekayaan khazanah nusantara. Fenomena ini terdapat di tengah-tengah kota meropolit, tepatnya di Kelurahan Cilenggang Serpong Tangerang Selatan. Nyiraman, istilah masyarakat setempat, atau “Haul Cuci Pusaka Keramat Ta jug.” Dalam kacamata budaya, folklor memang harus dilestarikan. Namun, tidak jarang folklor bersebrangan dengan ketentuan syariat agama (Islam).

Adapun rumusan masalah utama dalam penelitian ini adalah bagaimana komunikasi antarbudaya (KAB) melalui folklo r “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug” (HCPKT)? Sedangkan pertanyaan turunannya adalah seperti apa komunikasi antara etnis yang berbeda yang terjadi pada perayaan folklor “HCPKT”? Mengapa ada komunikasi antara subkultur yang berbeda, dan seperti apa komunikasi antara subkultur yang berbeda

pada perayaan folklor “HCPKT”? Adakah bentuk komunikasi antarbudaya selain dari yang disebutkan di atas, dan bagaimanakah bentuk komunikasi antarbudaya tersebut?

Komunikasi antarbudaya yang terjadi pada folklor “HCPKT” sangat luas. Berbagai adat daerah Cilenggang yang ditemukan peneliti sangat unik. Peneliti melihat mulai dari folklor itu sendiri maupun pemilik folklornya. Masyarakat yang tergabung dalam perayaan folklor pun menjadi fokus penelitian dalam skripsi ini. Jelasnya, komunikasi antarbudaya yang terjadi secara garis besar diperankan oleh masyarakat pemilik folklor dan masyarakat diluar pemilik folklor.

Peneliti menggungakan dua teori dalam penelitian ini, yaitu, teori Joseph A. Devito dan teori Andi Faisal Bakti. Kedua teori ini digunakan untuk menganalisis jenis-jenis KAB. Setelah pengklasifikasian jenis KAB melalui kedua teori di atas, peneliti juga akan menganalisis folklor dalam konteks KAB. Teori yang digunakan yaitu teori konservatif dan teori transformatif Andi Faisal Bakti. Jelasnya, proses analisis dalam penelitian ini ada dua tahap, yaitu analisis jenis-jenis KAB dan analisis folklor dalam konteks KAB.

Adapun metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan metode etnografi. Dalam penelitian ini peneliti merujuk pada buku Lexi J. Maleong. Sebagai pelengkap peneliti juga menggunakan buku Setya Yuwana Sudikan, Sugiyono, Djam ’an Satori dan Deddy Mulyana.

Komunikasi antara etnis yang berbeda terjadi antara keturunan Tubagus Atief dengan masyarkat sekitar. Selain dari itu, perbedaan bahasa juga menunjukkan adanya komunikasi antara etnis. Sedangkan antara komunikasi subkultur yang berbeda terjadi antara kelompok pekerja bangunan dengan kelompok pedagang. Selain yang disebutkan dalam abstrak ini, masih ada jenis-jenis KAB lainnya. Jelasnya, masih ada beberapa jenis KAB yang terjadi saat acara folklor “HCPKT.”

Dapat disimpulkan, bahwa penelitian ini ada dua tahap analisis. Tahap pertama mengarah pada jenis KAB, dan tahap kedua mengarah pada kategori folklor. Dalam analisis jenis KAB, teori yang digunakan merupakan perpaduan antara teori Devito dengan Bakti. Sedangkan corak folklor menggunakan teori konservatif dan transformatif dari Andi Faisal Bakti. Sehingga penelitian ini menghasilkan Enam jenis KAB dan lima kategori folklor.

Kata kunci: KAB, folklor, penelitian, teori, Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug.

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah, Tuhan sekalian alam. Penulis haturkan puja dan puji syukur alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji hanya bagi Allah sebagai ungkapan rasa syukur atas segala nikmat yang telah diberikan kepada penulis. Nikmat sehat, nikmat iman dan Islam dan nikmat-nikmat yang lain yang tak ada sedikitpun perumpamaan atas nikmat-nikmat tersebut. Atas nikmat tersebutlah penulis dengan segala keterbatasan penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Selawat serta salam semoga tatap tercurah limpah atas Nabi Muhammad SAW. Manusia teragung yang diagungkan Allah. Sumber dari segala kehidupan dan sumber keselamatan. Nabi pembawa syafaat, menyelamatkan umat dari gelap menuju terang.

Selama proses penulisan skripsi ini banyak sekali kesan dan pelajaran yang penulis dapatkan, terlebih dalam kaitannya dengan apa yang menjadi objek penulisan skripsi ini. Banyak nasihat dari guru (dosen) yang terus akan membekas sampai titik penghabisan. Kesabaran, ketekunan, ketelitian, kedisiplinan, kesopanan, dan kehati-hatian adalah sedikit dari sekian ribu pesan moral yang penulis dapatkan. Tidak hanya semasa penulisan skripsi ini saja, sejak penulis menempuh perkuliahan dari awal sampai akhir, pesan-pesan itu seperti mutiara yang selalu indah dengan sendirinya.

Selanjutnya dari nasihat, bantuan, serta doa mereka itulah penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulis sangat menyadari akan jauhnya skripsi ini dari kesempurnaan. Dengan demikian penulis akan terus berusaha melakukan perbaikan dan pembelajaran. Adapun saran, nasihat, kritik yang membangun atas perbaikan skripsi ini sangatlah berharga bagi penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat terselesaikan atas bantuan, bimbingan, dan dorongan semangat dan motifasi dari berbagai pihak. Dari lisan mereka muncul kekuatan yang dapat memacu semangat penulis saat penulis lalai dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Arief Subhan M.A sebagai Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FIDIKOM), Dr. Suparto, M. Ed, MA selaku Wakil Dekan Bidang Akademik, Drs. Jumroni, M.Si selaku Wakil Dekan Bidang Administrasi dan Keuangan, serta selaku Ketua Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam (KPI), dan juga kepada Drs. Wahidin Saputra, MA selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan.

2. Umi Musyarofah, MA selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam. Wanita muslimah yang penulis kenal di jurusan yang konsisten dan sederhana, bersahaja dan selalu memberikan nasihat.

3. Prof. Dr. Andi Faisal Bakti, Ph.D, MA selaku dosen pembimbing yang telah banyak membantu, memberikan bimbingan dan pengarahan pada penulisan skripsi ini. Beliau sangat sabar dalam membimbing penulis. Penulis biasanya melakukan bimbingan skripsi ini di kediaman Beliau. Berjam-jam kami duduk dan penuh teliti, Beliau selalu memberikan pengarahan. Senang dan sekaligus beban. Senang dapat bimbingan dengan Beliau karena keseriusan dalam membimbing penulis sangat penulis rasakan. Dari beliau penulis banyak mengambil pelajaran. Penulis ingat jurus membaca dari beliau,

“Jurus Baca Tujuhbelas Rakaat.” Kalimat inilah yang sering penulis “Jurus Baca Tujuhbelas Rakaat.” Kalimat inilah yang sering penulis

4. Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si sebagai Dosen Pembimbing Akademik yang telah membantu mengarahkan seluruh mahasiswa untuk mengikuti proses kegiatan akademik.

5. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu dan pengalaman yang bermanfaat bagi penulis. Semoga ilmu yang telah diberikan bermanfaat untuk selama-lamanya.

6. Segenap karyawan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi dan juga Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan kemudahan penulis untuk mendapatkan berbagai referensi dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Ayah tercinta (Abah) H. Suyatno dan Ibunda (Umi) Hj. Sufyani yang selalu bertengadah dengan tulus dan ikhlas mendoakan penulis, memotivasi, mendorong penulis untuk selalu semangat. Terimakasih atas segala kasih sayang Abah dan Umi. Tak kutemukan apa-apa dari wajah anggun mereka berdua kecuali doa dan semangat yang menyala. Selalu kunanti momen-momen penting saat penulis hendak berangkat ke Jakarta, 7. Ayah tercinta (Abah) H. Suyatno dan Ibunda (Umi) Hj. Sufyani yang selalu bertengadah dengan tulus dan ikhlas mendoakan penulis, memotivasi, mendorong penulis untuk selalu semangat. Terimakasih atas segala kasih sayang Abah dan Umi. Tak kutemukan apa-apa dari wajah anggun mereka berdua kecuali doa dan semangat yang menyala. Selalu kunanti momen-momen penting saat penulis hendak berangkat ke Jakarta,

8. Adik tersayang, Sukran Makmun (Suk Ma). Terimakasih atas doa dan nasihat-nasihatmu. Bangga rasanya melihat semangat belajarmu yang selalu berkobar. Semoga selalu dalam bimbingan Allah SWT. Semangat selalu, dan ingat! perjuangan kita masih panjang.

9. Keluarga tercinta Nenek Sup dan Kakek Sup, Nenek Su dan Kakek Su, Bibi Sriyatin beserta Paman Bahrudi, Om Lie dan Bibi Yuli, Om Sahrawi dan Bibi Syeifi, Om Jo dan Bibi Siti, Bibi Suhana dan Paman Ja’far mereka semua orang tua penulis yang selalu tulus memberikan nasihat.

10. Sulfi, Amel, Umay, Syaifi, Adif, Ghufroni, Maghfiroh, dan Utsman mereka adalah adik-adik sepupu penulis yang selalu menyemangati.

11. Segenap guru yang telah membimbing penulis. Penulis haturkan hormat dan terimakasih serta salam ta’dhim yang sedalam-dalamnya kepada Alm. KH. Abuzairi dan keluarga besar Pon-Pes Salafiyah I, Bondowoso. Keluarga besar KH. Rosyid dan Pon-Pes Salafiyah II Situbondo, mereka adalah guru yang senantiasa memberikan bimbingan kepada penulis. Kepada keluarga besar Kiai Anwar Mahfudz dan Pon-Pes Darul Ulum Bondowoso. Keluarga besar KH. Taufiqul Hakim dan Pon-Pes Darul Falah Amtsilati, Jepara. Keluarga besar Habib Ali Alwi Al-Husainy dan Ustad H. Ubaidilah Cholid serta keluarga Pon-Pes Al-Husainy, Tangerang Selatan. Keluarga besar KH Rohmani dan Pon-Pes Nurul Iman, Jakarta. Semoga ilmu yang telah diberikan menjadi ilmu yang bermanfaat.

12. Segenap keluarga besar Paguyuban Tubagus Atief. Bapak Tubagus H. Imamudin, Bapak H. Mu’in, Bapak Tubagus Sos Rendra, Bapak Tubagus Muhammad Aris yang telah berbagi informasi atas penulisan skripsi ini.

13. Teman-teman seperjuangan KPI C 2009, yang saling membantu satu sama lain dan tetap menjaga kekompakan. Kawan-kawan KKN DEDICATION, semoga persaudaraan kita tetap terjalin sampai kelak kita berada pada bidang dan dunia pengabdian yang berbeda.

14. Orang tua penulis di Jakarta, keluarga besar Mama Maspiyah, keluarga besar Mama Vikri, dan keluarga besar Ibu Hj Mursiyah, keluarga besar Ibu Alwiyah dan adik-adikku semua. terimakasih atas segala kasih sayang yang telah diberikan kepada penulis. Semoga Allah senantiasa memberikan yang terbaik untuk mereka.

15. Kawan-kawan seperjuangan, Dina Mayasari dan keluarga besar SMA IT Al-Husainy, Ulan Sari, Hasonanganta Malau, Adin, Hafidz Malawat,

Mua’mmar Tjio, Indra Andrean, Aziz Fathullah kawan diskusi penulis. Keluarga besar Salafiyah Ust. Andri Yanto, Mas Riga Irawan (Reigar), Ust. Abdurrahman Shalih, Ust. Fariki, Zainul Hakim, Zubairi, Siri, Lifan Efendi, dan Iswandi. Mereka selalu menasihati penulis.

16. Saudara-saudara di perantauan, Abdul Munib, Hasbul Sakera, Miqdad, Melki terus berjuang, jangan pernah menyerah, raih janji-janji kecil dulu saat kita di kampung.

17. Adik-adik Amtsilati cabang Al-Husainy semua angkatan, kalian adalah warna tersendiri bagi penulis. Terus berjuang tanpa henti dan selalu semangat.

Semoga tetap semangat dalam melangkah kedepan lebih baik. Semangat itu seperti laju angin, terkadang kencang keras mengalahkan segalanya untuk dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini, atau bahkan malas menyelinap tanpa ampun, datang tiba-tiba. Akhirnya pesan dan dorongan guru, kawan, dan saudara itu yang menjadi senjata penangkalnya. Semoga skripsi ini lahir dari hasil membaca karena Allah, menulis karena Allah dan bermanfaat untuk hamba Allah. Amin.

Dan akhir kata dari penulis, semoga segala bentuk motivasi, dukungan, harapan dan keberkahan doa yang diberikan kepada penulis mendapatkan balasan yang berlimpah dan ridha dari Allah SWT. Amin.

Jakarta, 4 Oktober 2013

Samsul Arifin NIM: 109051000077

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Komunikasi merupakan kunci dalam setiap penyampaian visi dan misi seseorang terhadap orang lain. Menurut kacamata agama Islam, kegiatan menyampaikan visi dan misi (nilai-nilai luhur agama) disebut dengan dakwah. Tidak hanya dalam satu sisi dakwah saja, misalnya hanya dalam bentuk ceramah saja yang dianggap proses terjadinya komunikasi Islam, akan tetapi dalam semua aspek. Komunikasi memang menempati tempat paling

vital bagi manusia. 1 Misalnya, dalam konteks hubungan sosial budaya, manusia akan terus melakukan interaksi dengan manusia lain, dengan segala

maksud dan tujuan masing-masing. Sebagai gambaran bagaimana komunikasi sangat vital bagi manusia, penulis mengutip Wilbrum Scharmm dan William E. Porter seperti yang dikutip oleh Rulli Nasrullah mengenai teori tentang perkembangan awal manusia mulai berkomunikasi dengan menggunakan bahasa.

“Pertama, teori bow-bow yang menggambarkan bahwa manusia pertama kali menggunakan bahasa lisan dengan meniru bunyi-bunyian yang bersifat alami, seperti suara rintik hujan dan gemuruh. Kedua, teori poo-poo merupakan era di mana manusia menggunakan bahasa yang sesuai dengan perwakilan emosi yang mereka alami seperti perasaan takut, kesakitan, gembira dan sebagainya. Ketiga, teori song- song, yaitu bahasa yang digunakan dalam komunikasi dalam masa awal merupakan ucapan atau nyanyian saat mereka merayakan sesuatu. Misalnya dapat disaksikan dalam acara-acara api unggun yang dilakukan oleh suku-suku Indian. Keempat, teori yo-heave-ho merupakan bahasa komunikasi yang berkembang dari sungutan yang terjadi karena pergerakan fisik. Terakhir, kelima, teori yuk-yuk bahwa terjadinya

kata karena adanya bunyi yang berkaitan dengan peristiwa-peristiwa tertentu. 2 ”

1 Rulli Nasrullah, Komunikasi Antarbudaya di Era Budaya Siber (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), h. 1.

Beberapa teori tentang perkembangan komunikasi ini tentu sangat menjadi bukti bahwa komunikasi sangatlah penting dalam kehidupan manusia.

Perbedaan itu memang tidak dapat dihindari dalam kehidupan masyarakat. Ini tergambar dalam surat hud ayat 118.

            Artinya: Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu. Tetapi, mereka senantiasa berselisih pendapat. (Qs. Huud 118). 3

Dalam tafsir Al- Misbah, ayat ini diartikan dengan “Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat. ” Dalam tafsir Al-Misbah disebutkan, bahwa perbedaan adalah sebuah keniscayaan. Hal ini dimaksudkan agar manusia dapat memilih dan menentukan pilihan jalan yang baik dengan cara yang baik

pula agar dapat menimbulkan sifat saling menghargai (toleransi). 4 Dalam ranah komunikasi antarbudaya, tentu ini menjadi bahasan penting. Di sini lah

komunikasi berperan, terlebih komunikasi antarbudaya sebagai solusi atas perbedaan tersebut. Dalam penjelasan tafsir tersebut di atas, memang perlu keterbukaan budaya dan keterampilan dalam berkomunikasi.

“Kalaulah Allah SWT. Berkehendak menjadikan semua manusia sama, tanpa ada perbedaan, Dia menciptakan menusia seperti binatang tidak dapat

berkreasi dan melakukan pengembangan, baik terhadap dirinya apalagi lingkungannya. Tapi, itu tidak dikehendaki Allah karena Dia manugaskan manusia menjadi khalifah. Dengan perbedaan itu, manusia dapat berlomba-lomba dalam kebajikan dan, dengan demikian, akan terjadi kreativitias dan peningkatan kualitas. Karena, hanya dengan perbedaan dan perlombaan yang sehat, kedua hal itu akan tercapai. Antara lain untuk itulah manusia dianugerahi-Nya kebebasan bertindak,

memilah dan memilih 5 .”

3 Departemen Agama Republik Indonesia, Al- Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: PT. Syaamil Cipta Media), h. 143.

4 Tafsir Al- Misbah, “Toleransi Untuk Mencapai Toleransi,” artikel diakses pada 21 Juni 2013 dari http://lampost.com.

5 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al- Qur’an Vol 5

Demikian pentingnya keterampilan berkomunikasi ini akan sangat disadari bagi setiap orang, baik individu maupun sosial. Terlebih ketika orang-orang tersebut berada dalam lingkungan baru, dengan manusia- manusia baru dan kebiasaan (budaya) baru. Orang-orang itu secara sadar maupun tidak akan memikirkan tentang kebiasaan dari lingkungan lamanya. Mereka akan berusaha bagaimana cara menyeimbangkan kebiasaan lama dengan kebiasaan baru yang dihadapi. Usaha tersebut dilakukan untuk dapat berkomunikasi dengan baik. Di sinilah proses pertukaran budaya tidak bisa dihindari. Karena pada dasarnya, lingkungan baru bagi seseorang yang berbeda budaya sarat dengan kegagalan, baik dari segi bahasa, dan bahkan

maksud dari penyampaian pesan itu sendiri. 6 Setiap sesuatu yang berkaitan dengan cara hidup manusia adalah

budaya. Setiap manusia pun akan berusaha berada dalam tatanan budaya tersebut. Misalnya cara berbicara, kebiasaan makan dan minum, bahasa sehari-hari, dan kegiatan agama tertentu. Hal tersebut merupakan hasil dari penyesuaian serta respons manusia, baik individu maupun sosial, terhadap pola-pola budaya yang dikenalnya. Mereka lahir dan dibesarkan dalam bentuk

budayanya masing-masing. 7 Dalam kajian komunikasi antarbudaya, kita mengenal dengan

subbudaya, yaitu komunitas yang menjadi pembeda dengan subkultur lainnya. Dalam kebudayaan masyarakat yang ada dalam lingkungan tempat tumbuh berkembangnya komunitas tersebut ataupun di tempat lain. Adapun yang

6 Deddy Mulyana dan Jalaludin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya Panduan Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya ( Bandung: Remaja Rosda Karya, 2009), h. 179.

7Deddy Mulyana dan Jalaludin Rakhmat, Komunikasi Antar Budaya Panduan Berkomunikasi 7Deddy Mulyana dan Jalaludin Rakhmat, Komunikasi Antar Budaya Panduan Berkomunikasi

komunitas tersebut. 8 Salah satu fenomena yang dapat kita temukan dalam kelompok

masyarakat atau golongan tertentu adalah folklor. Yaitu cerita rakyat yang lahir dari zaman ke zaman dalam kurun waktu yang cukup lama. Sampai saat ini masih banyak ditemukan folklor yang tersebar di seluruh Indonesia. Terbentuknya folklor bermula dari kelompok-kelompok tertentu. Tumbuh secara turun temurun serta akan menyisakan cerita. Cerita itu kemudian akan diwariskan melalui proses yang cukup lama dari mulut ke mulut. Adanya

folklor ini menjadi sebuah tatanan sosial bagi masyarakat yang menjalaninya. 9 Pada prosesnya, folklor tentu berkisar dalam kurun waktu yang lama.

Bisa sampai dengan ratusan tahun lamanya. Sebagai contoh, penulis menggambarkan dalam kebiasaan penulis sendiri. Dalam keluarga penulis ada banyak peraturan semi resmi yang dianut bersama-sama oleh anggota keluarga penulis. Misalnya tidak boleh duduk di pintu dengan alasan menurut keluarga penulis katanya mempersulit rezeki. Cerita ini akan menyisakan adat dari pengikutnya yang telah lama menggejala dan dilakukan secara turun temurun pula. Semua yang mengikuti apa yang telah menjadi kebiasaan dari pengikut sekelompok tersebut secara tidak langsung telah dipengaruhi oleh peraturan adat tersebut.

8 Deddy Mulyana dan Jalaludin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya Panduan Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya,

h. 18.

9 Supanto dkk, Risalah; Sejarah dan Budaya Seri Folklor (Yogyakarta: Balai Penelitian

Sejalan dengan pernyataan Margarete Schweizer, bahwa kebudayaan daerah memberikan pengaruh besar atas kehidupan sosial, tingkah laku dan bahkan sampai pada pendirian hampir setiap orang Indonesia sekarang. Menurutnya, hal ini dapat dilihat dari bahasa keseharian, struktur ekonomi,

gaya interaksi, norma-norma, dan pemikiran serta sejarah sosial. 10 “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug” merupakan salah satu bentuk

folklor yang penulis temukan. Terjadinya folklor tersebut tepatnya di daerah Serpong Kelurahan Cilenggang, Tangerang Selatan. Haul secara bahasa dapat diartikan dengan kekuatan, kekuasaan, serta selamatan arwah yang dilakukan

rutin setiap satu tahun sekali. 11 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Haul berarti peringatan hari wafat seseorang yang diadakan setahun

sekali (biasanya disertai selamatan arwah). 12 Dalam konteks ini, kita dapat mengambil pengertian yang terakhir, yaitu selamatan arwah yang dilakukan

secara rutin setiap satu tahu sekali. “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug” ini memang dilakukan setiap satu

tahun sekali. Dilakukan setiap tanggal 14 Rabi’ul Awal pada perhitungan tahun Hijriah setiap tahunnya. Adapun pada perhitungan tahun Masehi kali ini bertepatan pada tanggal 25 Januari 2013 yang lalu. Tidak diketahui pasti kapan awal dimulainya kegiatan Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug ini.

Diperkirakan telah berlangsung sekitar 400 tahun yang lalu. 13

10 Dikutip dari Deddy Mulyana dan Jalaludin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya Panduan Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya (Bandung: Remaja Rosda Karya,

2009), h. 215. 11 Ananda Santoso dan A.R. Al Hanif, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Surabaya:

Alumni), h. 147. 12 Departemen Pendidikan Nasional, Tim Penyusun Kamus, Pusat Bahasa, Kamus Besar

Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), h. 393.

Keramat Tajug adalah tempat pemakaman keluarga dari kerajaan pangeran Tirtayasa pada zaman kerajaan Banten. Bentuk geografis pemakaman tersebut seperti bukit kecil yang orang setempat menyebutnya

gunung Puyuh. Terdapat sebuah tajug atau musala, 14 dalam istilah bahasa setempat. Di dalamnya terdapat makam pangeran Tubagus Atief, putra

keenam dari pangeran Tirtayasa. Kegiatan tahunan ini dimulai dari pencucian benda-benda pusaka

peninggalan Tubagus Atief (1651). Masyarakat setempat menyebutnya “Nyiraman” atau cuci pusaka. Kemudian disambung dengan warna-warni kemeriahan pawai obor. Adapun puncak dari kegiatan Haul “Cuci Pusaka Keramat Tajug ” ini adalah pembacaan tahlil dan pembacaan Maulid Nabi. Hal ini dilakukan untuk mengenang perjuangan Tubagus Atief pada masa

hidupnya. Bersamaan dengan pembacaan tahlil dilakukan juga pencucian pusaka tutup pusar Tubagus Atief (1651).

Menjadi ketertarikan tersendiri bagi penulis, karena di tengah kota besar yaitu di daerah Serpong Tangerang Selatan terdapat folklor semacam ini yang mampu dipertahankan. Masyarakat sekitar yang kehidupannya tergolong masyarakat modern (Mitropolite) memiliki kebudayaan yang beragam. Hal ini terjadi karena masyarakat yang ada di kelurahan Cilenggang sangat antusias

dengan kegiatan “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug” ini. Kegiatan tersebut kemudian mencirikan bahwa masyarakat Cilenggang sudah termasuk kategori masyarakat yang mempunyai keragaman budaya (multibudaya). “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug ” ini kemudian dengan apik dikemas oleh pihak panitia

14 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia musala berarti tempat salat, langgar, surau, 14 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia musala berarti tempat salat, langgar, surau,

Dari latar belakang ini, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dan pengkajian mendalam dalam bentuk skripsi dengan judul “Komunikasi

Antarbudaya Melalui Folklor “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug” di Kelurahan Cilenggang Serpong Tangerang Selatan. ”

B. Identifikasi, Batasan, Rumusan Masalah dan Pernyataan Peneliti

1. Identifikasi Masalah

Folklor “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug” bercirikan tradisional yang kental dengan kekuatan supranatural. Banyak praktik yang menurut penulis masih berbau mistis, seperti pembakaran dupa, kembang tujuh rupa, tumpeng, dan aneka makanan tradisional lainnya. Akan tetapi ada kemungkinan bentuk supranatural ini sudah tidak lagi dijadikan fokus dalam pelaksanaan “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug.” Melihat dari mata acara yang terlaksana, maka tujuan dari terlaksananya acara ini adalah bagaimana masyarakat setempat ikut serta dalam pelaksaan “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug ” dan berpartisipasi dalam kegiatan haul, terutama pada saat acara puncak, yaitu malam tanggal 15 bulan Ramadhan.

Pada pelaksanaannya, folklor “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug” melibatkan beberapa lapisan masyarakat sekitar yang termasuk dalam kategori masyarakat multibudaya. Budaya-budaya tersebut meliputi Jawa, Sunda, dan Betawi. Oleh karena itu, sangatlah mungkin kegiatan ini melibatkan beberapa budaya atau terjadi komunikasi antarbudaya, Pada pelaksanaannya, folklor “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug” melibatkan beberapa lapisan masyarakat sekitar yang termasuk dalam kategori masyarakat multibudaya. Budaya-budaya tersebut meliputi Jawa, Sunda, dan Betawi. Oleh karena itu, sangatlah mungkin kegiatan ini melibatkan beberapa budaya atau terjadi komunikasi antarbudaya,

2. Batasan Masalah

Guna mempermudah dan memperjelas proses penelitian, maka penulis membatasi masalah pada proses komunikasi antarbudaya yang terjadi pada folklor “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug” di kelurahan Cilenggang Serpong Tangerang Selatan sebagai media komunikasi.

3. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah utama dalam penulisan ini adalah bagaimana bentuk komunikasi antarbudaya melalui folklor “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug” di kelurahan Cilenggang kecamatan Serpong Tangerang Selatan?

Dari pertanyaan utama di atas, penulis memberikan beberapa pertanyaan berikutnya sebagai pertanyaan turunan. Adapun bentuk pertanyaannya penulis merumuskan sebagai berikut:

a. Seperti apa komunikasi antara etnis yang berbeda yang terjadi pada perayaan folklor “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug”?

b. Mengapa ada komunikasi antara subkultur yang berbeda, dan seperti apa komunikasi antara subkultur yang berbeda pada perayaan folklor “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug”?

c. Komunikasi seperti apakah yang terjadi pada perayaan “Folklor Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug” antara subkultur dengan kultur yang

dominan, antara jenis kelamin yang berbeda, dan komunikasi kaum tradisionalis dengan kaum modernis?

4. Pernyataan Peneliti

Ditinjau dari letak kelurahan tempat diadakannya folklor “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug ” ini, penduduknya merupakan penduduk pendatang. Mereka adalah orang-orang yang berpindah dari tempat semula atau tempat asal mereka menuju Cilenggang. Oleh karena itu dapat diidentifikasikan, bahwa tempat tersebut sangat memungkinkan terjadinya komunikasi antarbudaya. Komunikasi antarbudaya tersebut lalu akan mengacu pada upaya mempertahankan diri dari memudarnya nilai-nilai.

Folklor “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug” sebagai sarana komunikasi antarbudaya pada masyarakat di kelurahan Cilenggang Serpong Tangerang Selatan mempunyai tujuan tertentu dan diperkuat dalam aturan-aturan budaya tertentu. Dari budaya yang mereka pertahankan dalam kegiatan tersebut diharapkan mampu menghasilkan budaya yang secara mendalam dapat dimanfaatkan sebagai sarana pemersatu bagi masyarakat sekitar.

Budaya yang terlibat di dalamnya yaitu budaya Jawa, budaya Sunda dan budaya Betawi. Dari ketiga budaya yang tergabung ini dipersatukan dalam folklor “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug,” sehingga dalam folklor “ Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug” terjadi komunikasi antarbudaya.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui folklor dalam komunikasi antarbudaya yang digunakan sebagai media komunikasi untuk masyarakat yang ada di kelurahan Cilenggang Serpong Tangerang

Selatan dan dibangun dengan sistem komunikasi antarbudaya pula. secara khusus, penulisan ini dimaksudkan pula untuk mengetahui:

a. Komunikasi antarbudaya secara luas menurut teori Komunikasi Antar Budaya oleh Andi Faisal Bakti.

b. Komunikasi antarbudaya secara luas menurut teori Joseph A. Devito.

c. Komunikasi antar etnis yang berbeda pada folklor “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug.”

d. Komunikasi antara subkultur yang berbeda pada folklor “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug .”

e. Komunikasi antara jenis kelamin yang berbeda yang terjadi pada saat folklor “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug.”

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penulisan ini terbagi menjadi dua, yaitu:

a. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penulisan ini dapat menambah daftar referensi bagi pengembangan ilmu komunikasi antarbudaya, terutama bagi jurusan Komunikasi Penyiaran Islam (KPI), Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Selain itu, penelitian ini dapat menjadi dokumen ilmiah serta sebagai bahan informasi bagi mahasiswa dalam upaya pengembangan keilmuan, terlebih dalam bidang komunikasi dan komunikasi antarbudaya.

b. Manfaat Praktis

Dari penulisan ini, diharapkan mampu memberikan masukan kepada para praktisi yang bergerak di bidang komunikasi. Penulisan ini diharapkan pula dapat menambah wawasan serta dapat menjadi

pelajaran bagi masyarakat sosial dalam menjalankan adat sosial yang ada. Bagi kaum muslim, dapat menjadi bahan gambaran di mana nilai- nilai adat sosial yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam dapat dilestarikan. Untuk para praktisi dakwah, penulisan ini merupakan gambaran di mana nilai-nilai murni Islam dapat disampaikan melalui adat atau kebudayaan yang ada, seperti yang terjadi dalam folklor “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug.”

D. Skripsi Terdahulu

Sebelum memastikan judul dan masalah yang akan diteliti, penulis terlebih dahulu malakukan tinjauan skripsi terdahulu, utamanya di perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FIDIKOM), UIN Syarif Hidayatullah Jakarta jurusan Komunikasi Penyiaran Islam (KPI), banyak skripsi yang penulis temukan dengan jenis penulisan yang sama, diantaranya:

1. Skripsi Iin Afrianti, NIM: 107051002443, Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam (KPI), Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, di bawah bimbingan Prof. Dr. Andi Faisal Bakti, MA. Ph.D. dengan judul “Pesta Lomban Sebagai Fungsi Media Komunikasi Rakyat

Masyarakat Pesisir Kabupaten Jepara dalam Menyampaikan Pesan Dakwah 15 ”. Secara garis besar skripsi ini sama-sama tergolong ke dalam

ranah penelitian komunikasi antarbudaya. Objek dalam skripsi yang ditulis oleh Iin Afrianti ini jelas berbeda dengan penelitian yang penulis lakukan.

15 Iin Afrianti, “Pesta Lomban Sebagai Fungsi Media Komunikasi Rakyat Masyarakat Pesisir Kabupaten Jepara dalam Menyampaikan Pesan Dakwah,” (Skripsi S1 Fakultas Ilmu

2. Skripsi yang ditulis oleh Yogyasmara. P. Ardhi, NIM: 106051001901, Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, di bawah bimbingan Dr. H. A. Ilyas Ismail, MA. dengan judul “Wayang Kulit sebagai Media Dakwah: Studi pada Wayang Kulit Dalang Ki Sudardi di Desa Pringapus Semarang. 16 ”

Skripsi ini hampir sama dengan skripsi yang penulis tulis ini dari segi arus komunikasinya. Baik skripsi Yogyasmara P. Ardhi maupun skripsi penulis, sama-sama menginterpretasikan sebuah kebudayaan daerah yang dikonsumsi oleh masyarakat sekitar sebagai objeknya. Dalam skripsi Yogyasmara. P. Ardhi jelas berbeda dengan skripsi yang saya tulis, baik dari subjek maupun objek penelitiannya.

3. Skripsi yang ditulis oleh Ega Maulana, NIM: 107051002248, di bawah bimbingan Prof. Dr. Andi Faisal Bakti, MA. Ph.D. dengan judul Fungsi Folklor

“Hajat Bumi Keramat Ganceng” dalam Komunikasi Antarbudaya bagi Masyarakat Urban di Kelurahan Pondok

Ranggon Jakarta Selatan. 17 ” Skripsi yang ditulis Ega Maulana ini mempunyai kesamaan dalam ranah penelitiannya dengan skripsi penulis.

Skripsi Ega Maulana dengan skripsi yang penulis tulis sama-sama dalam ranah komunikasi antarbudaya dan sama-sama dalam cakupan folklor. Adapun perbedaannya terletak pada analisis yang dilakukan dalam penelitian Ega Maulana berfokus pada fungsi folklor, sedangkan dalam skripsi penulis, analisisnya berfokus pada bentuk komunikasi antarbudaya

16 Yogyasmara. P. Ardhi, “Wayang Kulit sebagai Media Dakwah: Studi pada Wayang Kulit Dalang Ki Sudardi di Desa Pringapus Semarang ,” (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan

Ilmu Komunikasi, UIN Jakarta, 2011), h. 5. 17 Ega Maulana, “Fungsi Foklor “Hajat Bumi Keramat Ganceng” dalam Komunikasi

Antarbudaya bagi Masyarakat Urban di Kelurahan Pondok Ranggon Jakarta Selatan,” (Skripsi S1

yang dibangun dari folklor. Selain dari itu tentu berbeda dari segi subjek dan objek penelitiannya.

E. Metodologi Penelitian

Metodologi berasal dari bahasa Yunani yaitu methodologhia yang secara harfiah bermakna teknik atau cara. Secara garis besar metodologi dapat diartikan dengan general logic atau pemikiran umum serta dapat diartikan pula

dengan theoretic perspective atau gagasan teoritis. 18 Dalam sebuah penulisan, metodologi dapat diartikan dengan sebuah

teknik atau cara yang digunakan. Kemudian cara itu mengantarkan penulis kepada arah analisis data yang telah didapatkan. Hasil dari analisis tersebut kemudian akan menjadi sebuah konfirmasi atas teori yang digunakan atau

bahkan akan menjadi sebuah penemuan baru. 19 Ada sedikit perbedaan antara pengertian kata metodologi dengan metode

yang harus kita pahami. Kedua kata ini sering diartikan sama oleh kebanyakan orang. Pengertian kedua kata tersebut berbeda dalam konteks penelitian. Metodologi lebih kepada pemikiran secara umum (general logic), atau lebih kepada gagasan teoritis (theoritical perspective), sedangkan metode yaitu teknik yang digunakan pada saat penulisan misalnya teknik wawancara.

Jelasnya metodologi lebih bersifat umum dan metode bersifat khusus. 20

18 J. R. Raco, Metode Penelitian Kualitatif Janis, Karakter dan Keunggulannya (Jakarta: PT Grasindo, 2010), h. 1.

19 J. R. Raco, Metode Penelitian Kualitatif Janis, Karakter dan Keunggulannya (Jakarta: PT Grasindo, 2010) , h. 1.

20 J. R. Raco, Metode Penelitian Kualitatif Janis, Karakter dan Keunggulannya

1. Bingkai Teori

Menjadi keharusan dalam sebuah penelitian bagi seorang peneliti untuk menentukan teori sebagai sebuah bingkai penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti akan menjadikan rumusan kerangka teori sebagai pijakan sebuah penelitian ilmiah yang dilakukan dalam skripsi ini. Adapun teori yang akan digunakan dalam skripsi ini adalah teori teori Joseph A. Devito dan Andi Faisal Bakti. Teori Andi Faisal Bakti ada dua macam yaitu teori tujuh dan

teori dua puluh. 21 Adapun teori Joseph A. Devito adalah teori yang diambil peneliti untuk

mengklasifikasikan bentuk komunikasi antarbudaya yang ada pada perayaan folklor “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug” Cilenggang Serpong Tangerang Selatan. Komunikasi antarbudaya menurut Joseph A. Devito

berjumlah delapan. 22

Berikut macam-macam teori Joseph A. Devito secara singkat:

1. Komunikasi antarbudaya.

2. Komunikasi antara ras yang berbeda.

3. Komunikasi antara kelompok etnis yang berbeda.

4. Komunikasi antara kelompok agama yang berbeda.

5. Komunikasi antara bangsa yang berbeda.

6. Komunikasi antara subkultur yang berbeda.

7. Komunikasi antara subkultur dengan kultur yang dominan.

8. 23 Komunikasi antara jenis kelamin yang berbeda.

21 Andi Faisal Bakti, Communication and Family Planning in Islam in Indonesia: South Sulawesi Muslim Perception of a Global Development Program (Jakarta: INIS, 2004), h. 128.

22 Joseph A. Devito, Komunikasi Antarmanusia. Penerjemah Agus Maulana (Jakarta: Profesional Books, 1997), h. 480-481.

23 Joseph A. Devito, Komunikasi Antarmanusia. Penerjemah Agus Maulana (Jakarta:

Dari delapan jenis-jenis budaya menurut Joseph A. Devito peneliti akan menggabungkan dengan teori tujuh dari Andi Faisal Bakti. Berikut macam- macam teori tujuh secara singkat:

1. Komunikasi antara muslim dengan non muslim.

2. Komunikasi antara militer dengan sipil.

3. Komunikasi antara Jawa dengan non-Jawa.

4. Komunikasi antara pribumi dengan nonpribumi.

5. Komunikasi antara tradisionalis dengan modernis.

6. Komunikasi antara kelompok sekuler dengan Islam.

7. 24 Komunikasi antara lelaki dengan perempuan. Setelah pengklasifikasian dilakukan kemudian peneliti akan

menganalisis komunikasi antarbudaya yang terjadi dengan teori dua puluh. Berikut macam-macam terori dua puluh:

1. Etre pense par sa culture lawannya adalah Penser sa culture

2. Heriter la culture lawannya adalah Acquerir la culture

3. Submission lawannya adalah Egalitarian/Emancipation

4. Adoration of scriptures lawannya adalah Interpretation of scriptures

5. Textualist lawannya adalah Contextualist

6. Geminschaft lawannya adalah Gesellschaft

7. Reproduction lawannya adalah Creation and trust in foregners

8. Fundamentalism lawannya adalah Rationalism/Secularization

9. Geoprapical immobility lawannya adalah Geigrapical mobility

10. Je me souviens lawannya adalah Deracinement

24 Andi Faisal Bakti, Communication and Family Planning in Islam in Indonesia: South

11. Paganism (idol woeshipping) lawannya adalah Monoteism (idol destruction)/Humanism (God created by humans)

12. Imposition/ Holy war/ Proseliytism lawannya adalah Negotiation

13. Nationalism/ Tirbalism lawannya adalah universalism/ internationalism

14. Orthodoxy/ Traditionalism lawannya adalah Protestantism/ Modernism

15. Sectaria communitarianism lawannya adalah Global communitarianism

16. Cul./Lang./Competence/Inheritence lawannya adalah Cul./Lang./Competence acquisition

17. Dependency/Egoism lawannya adalah Interdepency/Solidarty

18. Exclusivism lawannya adalah Inclusifsm

19. Vernacular language lawannya adalah Vahicular language

20. 25 Parochialism lawannya adalah Flexibility Dari dua puluh teori yang ada, peneliti akan melakukan analisis dengan

keadaan masyarakat pada acara folklor “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug” Cilenggang Serpong Tangerang Selatan.

Adapaun gambaran teori tersebut sebagai berikut:

25 Andi Faisal Bakti, Communication and Family Planning in Islam in Indonesia: South

Bagan 1.1.

Bagan 1.1. Bingkai Teoritis

KOMUNIKASI ANTARBUDAYA

(KAB)

JOSEPH

A. DEVITO

6. Komunikasi antara

1. Komunikasi jenis kelamin yang

antara kelompok

berbeda etnis yang berbeda

MASYARAKAT (SUNDA, BETAWI, JAWA) PADA

PERAYAAN FOLKLOR “HAUL CUCI PUSAKA

5. Komunikasi KERAMAT TAJUG” CILENGGANG SERPONG

2. Komunikasi

antara subkultur

yang berbeda dengan kultur dominan

antara subkultur TANGERANG SELATAN

ANDI FAISAL BAKTI (2010)

4. Komunikasi antara 3. Komunikasi antara tradisionalis dengan

modernis perempuan

lelaki dengan

FOLKLOR “HAUL CUCI PUSAKA KRAMAT TAJUG”

KELURAHAN CILENGGANG SERPONG

1. Etre pense par sa 2. Heriter la culture culture Vs Penser sa

Vs Acquerir la culture

culture

ANDI FAISAL BAKTI

5. Vernacular language (2004) 3. Adoration of scriptures

Vs

4. Geminschaft Vs

Vs Interpretation of

Vahicular language

Gesellschaft scriptures

Sumber: Joseph A. Devito 1997 dan Andi Faisal Bakti 2004 dan 2010. 26

26 Joseph A. Devito, Komunikasi Antarmanusia. Penerjemah Agus Maulana (Jakarta: Profesional Books, 1997), h. 480-481. Dan Andi Faisal Bakti, Communication and Family

Planning in Islam in Indonesia: South Sulawesi Muslim Perception of a Global Development

Dari bagan teori 1.1. di atas dapat dijelaskan bahwa peneliti akan menganalisis bentuk komunikasi antarbudaya yang terjadi di kelurahan Cilenggang Serpong Tangerang Selatan melalui folklor “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug. ” Peneliti akan mengklasifikasikan jenis-jenis komunikasi antarbudaya terlebih dahulu. Setelah menemukan jenis-jenis komunikasi antarbudaya yang terjadi pada masyarakat yang terlibat pada perayaan folklor “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug” di kelurahan Cilenggang Serpong Tangerang Selatan, peneliti kemudian akan menganalisisnya dengan teori Andi Faisal Bakti, yakni teori dua puluh. Pada penelitian tahap ini peneliti berfokus pada folklor “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug.”

Dalam tahap analisis jenis-jenis budaya yang ada, peneliti menggabungkan teori Joseph A. Devito dengan teori Andi Faisal Bakti. 27

Dari delapan teori menurut Joseph A. Devito peneliti menemukan empat jenis saja. Sedangkan pada teori Andi Faisal Bakti, dari tujuh jenis komunikasi antarbudaya, peneliti hanya melihat ada dua temuan saja di

lapangan. 28 Pada bagan 1.1, peneliti menggabungkan antara teori Joseph A. Devito dengan Andi Faisal Bakti dengan garis hitam. Garis hitam pada

bagan merupakan penghubung antara kedua teori tersebut. Untuk mempermudah, peneliti membedakan warna antara kedua teori tersebut. Pada teori Joseph A. Devito berwana biru muda. Sedangkan pada teori Andi Faisal Bakti berwarna merah kecoklat-coklatan. Sedangkan warna biru muda peneliti buat untuk menyamakan antara penggabungan teori.

27 Lihat bagan 1.1. h. 17

Antara kedua teori Joseph A. Devito dan teori Andi Faisal Bakti (teori delapan dan teori tujuh) peneliti melihat ada satu teori yang sama yaitu pada komunikasi antara jenis kelamin yang berbeda. Andi Faisal Bakti menyebutnya komunikasi antara laki-laki dan perempuan.

2. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan pendekatan kualitatif dan pendekatan etnografi dengan terjun langsung ke lapangan. Menurut Bogdan dan Taylor menyebutkan bahwa pendekatan dengan deskriptif kualitatif ini dengan perolehan data yang berupa kata- kata yang tertulis atau secara lisan dari mulut ke mulut dan prilaku yang

bisa diamati. 29 Sedangkan etnografi adalah metode yang biasa digunakan oleh

seorang peneliti dalam usaha pendekatannya terhadap folklor. Etnografi berasal dari bahasa Yunani ethos dan graphos yang berarti tulisan mengenai kelompok budaya . Menurut Le Clompte dan Schensul etnografi adalah metode penelitian yang berguna untuk menemukan pengetahuan yang terdapat atau terkandung dalam suatu budaya atau komunitas tertentu. Etnografi memang bagian dari metode kualitatif. Akan tetapi,

etnografi lebih mengarah pada penelitian kebudayaan. 30 Dalam penelitian ini peneliti telah melakukan beberapa persiapan

mengingat objek dalam penelitian ini adalah folklor. Peneliti dari jauh hari telah melakukan persiapan yakni melakukan observasi awal. Di antara persiapan yang peneliti lakukan yaitu mencari informasi jadwal

29 Lexi J. Maleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,1999), h. 3.

30 Marguerite G. Lodico, Dean T. Spaulding, Katherine H. Voegtle, Methods in

dilaksanakannya folklor “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug,” kemudian meminta izin kepada pihak keluarga besar Tubagus Atief untuk ikut serta dalam folklor tersebut, serta mempersiapkan foto kamera digital untuk kebutuhan dokumentasi. Setelah itu kemudian melakukan tinjauan pustaka guna menentukan serta memastikan judul yang akan digunakan peneliti dalam kaitannya dengan folklor “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug ” ini.

Serangkaian persiapan tersebut di atas dilakukan guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan oleh peneliti.

“Folklor itu ada pemiliknya serta adakalanya berada di suatu daerah yang sukar dicapai, sehingga untuk ke sana saja sudah memerlukan banyak biaya, belum lagi

bahaya-bahaya yang mengancam keselamatan peneliti yang kurang mengadakan persiapan diri. Hambatan yang lebih sukar lagi untuk dihadapi adalah datang dari pemilik suatu Folklor, kepercayaan, misalnya, pemilik Folklor akan curiga apabila pendekatan yang dilakukan oleh seorang peneliti tidak patut. Pendekatan yang salah dapat menimbulkan antipati pemilik kepercayaan kepada peneliti. Akibatnya, pemilik kepercayaan itu akan menolak untuk menceritakannya dan apabila dipaksa mereka akan membohonginya. Keadaan yang sama akan menjadi

lebih sulit lagi apabila bentuk Folklor itu adalah bahasa rahasia. 31 ”

Untuk menjaga agar terhindar dari permasalahan seperti yang peneliti kutip di atas, peneliti telah melakukan persiapan-persiapannya.

3. Subjek dan Objek Penelitian

Adapun yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah msyarakat setempat kelurahan Cilenggang, Serpong Tangerang Selatan, di sinilah peneliti mendapatkan data dan keterangan mengenai penelitian ini.

Sedangakan objek dalam penelitian ini adalah fenomena folklor yang terjadi dan dikemas sehingga dapat digunakan sebagai media komunikasi dalam ranah komunikasi antarbudaya.

31 Dikutip dari Setya Yuwana Sudikan, “ Ragam Metode Pengumpulan Data: Mengulas Kembali Pengamatan, Wawancara, Analisis Life History, Aanalisis Folklor, ” dalam Burhan

Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif, Aktualisasi Metodologis ke Arah Ragam Varian

4. Teknik Pengumpulan Data

Mengumpulkan data menjadi tujuan utama bagi setiap peneliti, sebelum akhirnya data dianalisis dan mendapatkan sebuah kesimpulan. Dalam mengumpulkan data, tentu dibutuhkan teknik atau cara agar mudah dan sesuai dengan kriteria ilmiah yang berlaku. Jika hal itu tidak diperhatikan oleh seorang peneliti, maka seorang peneliti tidak akan

menemukan data yang sesuai dengan standar keilmiahannya. 32 Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan cara

alamiah (natural setting), serta sumber data primer, yaitu data yang didapat langsung dari sumbernya. Adapun praktiknya dilakukan dengan cara

observasi peran serta, wawancara mendalam, serta dengan dokumentasi. 33 Penjelasan mengenai pengumpulan data yang telah dilakukan oleh

peneliti yaitu sebagai berikut:

a. Observasi

Secara sederhana observasi dapat diartikan dengan keterlibatan langsung peneliti dalam objek yang akan diteliti dengan menggunakan alat bantu berupa catatan kecil mengenai kejadian, lembar pengamatan, dan lain-lain. Dari pengertian ini dapat disimpulkan bahwa observasi adalah pengamatan dan pencatatan terhadap

fenomena yang terjadi dengan sistematis. 34 Dalam penelitian ini, peneliti berperan secara aktif. Dalam

perayaan Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug peneliti dipercaya pula

32 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2009), h. 224.

33 Djam ’an Satori dan Aan Komariah, Metode Penetitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2010), h. 146.

34 Dedy Mulyana, Metodelogi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Rosda Karya, 2002), h.

untuk menjadi panitia. Peneliti berperan aktif untuk mengambil gambar pada momen-momen penting pada saat perayaan ini berlangsung. Selain dari itu sudah pasti pada proses pembuatan skripsi ini peneliti berperan sebagai perencana, pelaksana, pengumpul data, penganalisis, penafsir data, dan pelapor hasil penelitian. Inilah yang dimaksud dengan instrumen yang fleksibel dan adaptif, yakni penggunaan pancaindra dalam memahami fenomena yang ada di lapangan.

b. Wawancara

Dokumen yang terkait

FAKTOR–FAKTOR YANG MENJADI DAYA TARIK PENYIAR RADIO MAKOBU FM (Studi pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2003 UMM)

0 72 2

PENGARUH PENILAIAN dan PENGETAHUAN GAYA BUSANA PRESENTER TELEVISI TERHADAP PERILAKU IMITASI BERBUSANA (Studi Tayangan Ceriwis Pada Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang Jurusan Komunikasi Angkatan 2004)

0 51 2

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

Komunikasi antarpribadi antara guru dan murid dalam memotivasi belajar di Sekolah Dasar Annajah Jakarta

17 110 92

Kerjasama Kemanan Antara Autralia - Indonesia Dalam Mengataasi Masalah Terorisme Melalui Jakarta Centre For Law Enforcement Cooperation (JCLEC)

1 25 5

Pengaruh Kerjasama Pertanahan dan keamanan Amerika Serikat-Indonesia Melalui Indonesia-U.S. Security Dialogue (IUSSD) Terhadap Peningkatan Kapabilitas Tentara Nasional Indonesia (TNI)

2 68 157

Strategi Public Relations Radio Cosmo 101.9 FM Bandung Joged Mania Dalam Mempertahankan Pendengar Melalui Pendekatan Sosial

1 78 1

Perilaku Komunikasi Waria Di Yayasan Srikandi Pasundan (Studi Deskriptif Mengenai Perilaku Komunikasi Waria di Yayasan Srikandi Pasundan di Kota Bandung)

3 50 1

Peranan Komunikasi Antar Pribadi Antara Pengajar Muda dan Peserta Didik Dalam Meningkatkan Motivasi Belajar ( Studi pada Program Lampung Mengajar di SDN 01 Pulau Legundi Kabupaten Pesawaran )

3 53 80