Munculnya Kesamarataan Budaya

2. Munculnya Kesamarataan Budaya

Dalam perayaan folklor “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug,” terdapat juga kesamarataan budaya. Hal ini peneliti temukan dalam beberapa kegiatan,

antara lain:

a. Kesamarataan Budaya dalam Pawai Obor

Pawai ini dilakukan dari depan Masjid Al-Ikhlas Cilenggang menuju ke makam Keramat Tajug. Jarak dari Masjid Al-Ikhlas kurang lebih satu kilo meter. Pawai dilakukan stelah shalat Magrib menjelang Isya dan diiringi dengan kesenian musik rebana. Musik rebana yaitu sejenis alat musik yang berbentuk bulat. Dalam konteks folklore, kegiatan ini tidak ada sangkut paut dengan sejarah peninggalan Tubagus Atief. Kegiatan ini dilaksanakan hasil dari kesepakatan keluarga besar saja.

Gambar 4.18. Masyarakat Saat Pawai Obor Diiringi Musik Rebana

Dalam kegiatan pawai obor ini terjadi kesamarataan budaya. Mereka dipersatukan dalam kesamaan alunan selawat Nabi di sepanjang jalan. Meneriakkan pujian-pujian kepada Nabi Muhammad SAW. Menyanyikan selawat dengan serentak mengikuti alunan rebana dan penuh keceriaan.

b. Kesamarataan Budaya dalam Pembacaan Tahlil

Tahlil adalah kumpulan doa yang biasanya dilakukan oleh sebagian orang dalam rangka mendoakan arwah sanak saudara yang sudah meninggal. Biasanya dilakukan oleh sekelompok orang dalam rangka tasyakkuran atau acara-acara keluarga dan acara selamatan. Selamatan

adalah serangkaian doa yang dibaca untuk meminta selamat. 25

Departemen Pendidikan Nasional, Tim Penyusun Kamus, Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), h. 1017.

Gambar 4.19.

H. Tubagus Imamudin saat memimpin pembacaarn tahlil

Biasany a doa yang dibaca adalah doa tahlil. Dalam acara “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug” pembacaan tahlil dipimpin oleh Bapak

H. Imamudin.

c. Kesamarataan Budaya dalam Pencucian Pusaka Penutup Pusar

Dalam pencucian pusaka Penutup Pusar ini dipimpin oleh Bapak

H. Tubagus Imamudin. Tokoh agama yang juga sebagai sesepuh dari keluarga Tubagus Atief. Pada pelaksanaan cuci pusaka ini diikuti oleh masyarakat yang hadir (jama‟ah). Menariknya, dalam pencucian

pusaka Penutup Pusar ini ada tujuan khusus yang memang dimaksudkan sebagai sarana dakwah. Semacam pengukuhan keyakinan bagi masyarakat yang hadir pada acara “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug. ”

Pencucian dimulai dari H. Tubagus Imamudin kemudian diikuti oleh seluruh jama‟ah yang hadir. Pada saat mencuci seluruh jamaah mengikuti alunan bacaan kalimat Lailahaillah yang dibaca berulang- ulang dan secara bersamaan. Menurut pendapat H. Mu‟in selaku ketua

Paguyuban Keluarga Besar Tubagus Atief mengatakan hal itu semata- mata untuk menguatkan keyakinan kepada Allah, menambah semangat keyakinan kepada Allah. Benda itu hanya sabagai simbol saja, bukan berarti ada maksud mengutamakan benda dari apa yang telah dilaksanakan pada pencucian Penutup Pusar itu.

Gambar 4.20.

H. Tubagus Imamudin Memulai Mencuci Pusaka Penutup Pusar

Memang agaknya butuh pembahasan yang sangat mendalam mengenai hal ini, namun bagi peneliti hal ini tak ubahnya orang berdzikir menggunakan tasbih sebagai alat penghitung dan pengingat. Tasbih selama digunakan sebagai alat menghitung jumlah bacaan yang kita baca sekaligus mengingatkan kita saat kita lalai atas dzikir yang biasa kita baca itu hal yang wajar dan hal yang dibolehkan dalam kacamata syariat. Tapi jika kemudian muncul keyakinan lain dari tasbih itu atau dari benda lain maka itu lah yang tidak dibolehkan. Memang secara logika sepertinya tidak masuk akal namun kembali lagi pada penafsiran masing-masing mereka.

Menurut penuturan H. Mu‟in dalam wawancara dengan peneliti mengenai tanggapan pihak pengelola acara (pemilik folklor) dari

keluarga besar Tubagus Atief terkait dengan misalnya ada anggapan miring tentang acara ini, mereka menganggap bahwa hal itu merupakan sesuatu yang wajar. Perbedaan pendapat itu hal yang wajar menurutnya.

“Memahami barokah kan setiap orang berbeda-beda. Kita yang ada di zaman modern ini jika berbicara barokah seperti yang ada pada cerita salaf (masyarakat zaman dulu) seperti hal yang tidak pernah ada, padahal semua itu ada. Nabi Muhammad dengan segala mukjizatnya, para wali dengan segala karomahnya, nah sekarang tinggal kita bagaimana memahami dan meyakini itu. Memahami dalam arti semua yang terjadi itu semata-mata hanya dari Allah. Meyakini itu adalah meyakini bahwa kekuatan Allah itu memang benar-benar ada dan mutlak adanya. Tinggal bagaiamana kita memahaminya saja, benda yang memang peninggalan para wali (kekasih Allah) jika kita menisbatkannya kepadanya bisa jadi sebab itu benda tersebut dikeramatkan, sebaliknya kalau bukan karena kekuatan Allah apalah arti sebuah benda. Jangankan benda Al- Quran saja kalau kita tidak meyakini akan kekuatan Allah Al-Qur

26 tidak akan berarti apa-apa bagi orang tersebut ‟an sendiri

Pengamatan langsung peneliti, dalam acara cuci pusaka Penutup Pusar memang sebagian masyarakat yang hadir ada yang mengusapkan air cucian itu ke muka ada pula yang tidak. Alasannya pun variatif. Ada yang manganggap bahwa hal itu dilakukan untuk mendapatkan berkah. Sedangkan alasan mereka yang tidak mengusapkannya ke wajah mereka menganggap bahwa itu adalah hal yang biasa saja.

d. Kesamarataan Budaya dalam Pembacaan Maulid Nabi Muhammad SAW

Pembacaan Maulid Nabi Muhammad dibaca secara bersamaan juga. Maulid yang dibaca pada “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug”kali

ini adalah maulid Al-Barzanji. Dalam setiap tahunnya maulid yang dibaca tidak tetap, tahun ini maulid yang dibaca adalah maulid Al-

26 Wawancara Pribadi dengan Bapak H. Mu‟in. Tangerang Selatan, 23 Juni 2013.

Barzanji, berbeda dengan tahun sebelumnya, perayaan tahun sebelumnya menggunakan maulid Al- diba’i.

Maulid dibacakan dalam keadaan berdiri. Hal seperti ini juga biasa dilakukan oleh banyak kelompok masyarakat pemeluk agama Islam, terumata Islam Jawa. Membaca Maulid Nabi dengan berdiri dimaksudkan untuk menghormati kehadiran Nabi Muhammad SAW. pada saat pembacaan Maulid dilaksanakan. Pada umumnya pembacaan seperti ini biasanya diiringi dengan tabuan rebana. Yaitu jenis alat musik yang berbentuk seperti piringan yang terbuat dari kayu yang dibentuk sedemikian rupa, kemudian dilapisi sisi luarnya dengan kulit kambing. Alat musik hadrah banyak ditemui di daerah Jawa. Namun belakangan ini peneliti sendiri sudah sangat sering melihatnya di daerah Jakarta dan sekitarnya.

Gambar 4.21.

Jamaah sedang Membaca Maulid Nabi

Secara umum bacaan maulid ini mengandung arti puji-pujian kepada Nabi Muhammad SAW. Hampir semua maulid sama, hanya saja pengarangnya yang berbeda, dan masing-masing mereka Secara umum bacaan maulid ini mengandung arti puji-pujian kepada Nabi Muhammad SAW. Hampir semua maulid sama, hanya saja pengarangnya yang berbeda, dan masing-masing mereka

Anta syamsun anta badrun Anta nurun fauqa nurin Anta iksiru waghali Anta mishbahusshuduri “Engkau bagaikan matahari, engkau bagaikan rembulan.

Engkau cahaya di atas cahaya, Engkau sumber kehidupan,

Engkau penerang hatiku.” 27

e. Kesamarataan Budaya melalui Ceramah Agama

Ceramah agama disampaikan oleh dua orang penceramah (Da‟i). Mereka adalah Ust Ghozali dan Tubagus H. Imamuddin. Ust

Ghozali adalah tokoh ulama setempat. Ia merupakan tamu undangan yang dengan sengaja diundang oleh panitia pelaksana. Ceramah agama memang awalnya tidak ada pada acara “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug” ini. Akan tatapi semenjak haul cuci pusaka dilaksanakan di makam Keramat Tajug barulah ada ceramah agama. Menurut H. Mu‟in ini dimaksudkan agar masyaraka setempat juga dapat menambah ilmu agama dari pelaksanaan Cuci p usaka ini. H. Mu‟in juga menambahkan bahwa semua acara yang ada pada “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug” ini hanya merupakan tambahan saja.

Al-Barzanji, Kumpulan Maulid, Solawat dan Doa Penutupnya (Amalia: Surabaya), h. 36-39.

“Cuci pusaka ini memang apa adanya, lihat saja kerisnya juga masih apa adanya (tidak ada yang berubah dari peninggalan nenek moyang). Tapi sekarang ditambah-tambahkan, seperti ada ceramah agama, sedekahan, tahlilan. Ini dimaksudkan untuk menghindari kemusyrikan, jadi kita arahkan ke sana. Jadi ini merupakan budaya yang tidak bertentangan dengan agama. Adapun kegiatan- kegiatan seperti obor, rebana (rebana) ini hanya tambahan saja dalam rangka syiar

agama. 28 ”

Hal ini dimaksudkan agar dapat mengimbangi kebutuhan masyarakat yang hadir pada saat itu. Dalam pengamatan peneliti memang pada saat Tubagus H. Imamuddin memberikan Ceramahnya masih banyak bahasa Sunda sebagai bahasa pengantarnya, sehingga sangat mungkin sekali diantara

mereka yang hadir (jama‟ah) tidak dapat memahami apa yang disampaikan. Berbeda dengan Ust Ghozali, beliau menyampaikan

ceramah dengan bahasa Indonesia yang mudah dimengerti. dalam pelaksanaan “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug” ini dimaksudkan

untuk memberikan pengarahan kepada masyarakat. Tema yang disampaikan adalah tema tentang ajaran Islam yang berkaitan dengan sejarah dakwah Rasulullah yang dikaitkan pula dengan adanya pelaksanaan cuci pusaka Keramat Tajug.

Menurut peneliti di sinilah letak adanya kesamarataan budaya dari masing-masing budaya yang ada. Jelas saat ceramah disampaikan dengan bahasa Sunda ini mencirikan bahwa memang folklor itu sangat kental dengan subjektifitas pemiliknya, sehingga tidak mudah bagi orang yang bukan pemilik folklor untuk dapat mengerti folklor tersebut. Hal itu juga menjadi sulit difahami oleh masyarakat yang hadir. Menurut peneliti sangat tepat sekali tindakan panitia

28 Wawancara Pribadi dengan Bapak H. Mu‟in. Tangerang Selatan, 23 Juni 2013.

mengundang tokoh agama dari luar pemilik folklor yang dapat menetralisir kekentalan budaya yang ada dalam folklor tersebut.

Inilah analisis peneliti mengenai bentuk komunikasi antar budaya yang terdapat dalam folklor “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug” Dari

hasil temuan dan analisis ini akan disimpulkan pada bab berikutnya.

Dokumen yang terkait

FAKTOR–FAKTOR YANG MENJADI DAYA TARIK PENYIAR RADIO MAKOBU FM (Studi pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2003 UMM)

0 72 2

PENGARUH PENILAIAN dan PENGETAHUAN GAYA BUSANA PRESENTER TELEVISI TERHADAP PERILAKU IMITASI BERBUSANA (Studi Tayangan Ceriwis Pada Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang Jurusan Komunikasi Angkatan 2004)

0 51 2

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

Komunikasi antarpribadi antara guru dan murid dalam memotivasi belajar di Sekolah Dasar Annajah Jakarta

17 110 92

Kerjasama Kemanan Antara Autralia - Indonesia Dalam Mengataasi Masalah Terorisme Melalui Jakarta Centre For Law Enforcement Cooperation (JCLEC)

1 25 5

Pengaruh Kerjasama Pertanahan dan keamanan Amerika Serikat-Indonesia Melalui Indonesia-U.S. Security Dialogue (IUSSD) Terhadap Peningkatan Kapabilitas Tentara Nasional Indonesia (TNI)

2 68 157

Strategi Public Relations Radio Cosmo 101.9 FM Bandung Joged Mania Dalam Mempertahankan Pendengar Melalui Pendekatan Sosial

1 78 1

Perilaku Komunikasi Waria Di Yayasan Srikandi Pasundan (Studi Deskriptif Mengenai Perilaku Komunikasi Waria di Yayasan Srikandi Pasundan di Kota Bandung)

3 50 1

Peranan Komunikasi Antar Pribadi Antara Pengajar Muda dan Peserta Didik Dalam Meningkatkan Motivasi Belajar ( Studi pada Program Lampung Mengajar di SDN 01 Pulau Legundi Kabupaten Pesawaran )

3 53 80