Beberapa Kegiatan Folklor yang Positif
1. Beberapa Kegiatan Folklor yang Positif
a. Bahasa Indonesia sebagai pengantar kisah perjuangan Tubagus Atief
Dalam menyampaikan cerita perjuangan Tubagus Atief yang menggunakan bahasa Indonesia, dimaksudkan untuk mempermudah pemahaman orang. Hal ini sekaligus menjadi bukti bahwa dalam perayaan tersebut tidak kaku lagi atas budaya yang ada.
Menurut peneliti, berubahnya bahasa yang digunakan dalam penyampaian kisah perjuangan Tubagus Atief tidak serta merta berubah begitu saja, melainkan mempunyai proses budaya yang cukup lama.
b. Tidak Disampaikannya Fungsi Masing-masing Pusaka Kepada Para J ama’ah
Awalnya pengetahuan mengenai fungsi pusaka yang konon masing-masing pusaka mempunyai kekuatan supranatural itu sangat kental. Hampir setiap keturunan mengetahui dan menjaga atas pengetahuan mengenai fungsi-fungsi pusaka peninggalan tersebut. Akan tetapi dalam perayaan folklor “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug” tidak lagi disampaikan. Menurut Tubagus Muhammad Aris ini dimaksudkan untuk menghindari dari hal kemusyrikan.
“Sekarang saya atau barangkali semua keluarga Tubagus Atief sudah pada enggak tahu kali ya, kalau dulu-dulunya mah ada yang tahu dan suka menceritakan kepada kami. Misalnya, tongkat ini fungsinya ini, keris ini fungsinya ini dan seterusnya. Dulu, hal itu ada tapi sekarang sudah tidak diperhatikan lagi meski kayaknya ada dari keluarga yang mengetahui tentang hal itu. Lagian kan kalau disampaikan ke orang-orang takutnya tanggapan orang itu salah, misalnya percaya terhadap benda, kan itu tidak boleh. Menurut saya benda itu kan tergantung orangnya, kalau yang menggunakan benda itu sakti ya benda itu menjadi sakti, sebaliknya jika yang menggunakan benda itu salah kaprah
maka sama saja bohong 22 .”
Wawancara Pribadi dengan Tubagus Muhammad Haris. Tangerang Selatan, 28 Mei 2013.
Dengan demikian kekantalan budaya yang dianggap sudah tidak efektif lagi untuk masyarakat sudah tidak dipakai kembali.
c. Melarang Keras Jama’ah untuk Meminum Air Cucian Pusaka Penutup Pusar
Dalam acara pencucian pusaka Penutup Pusar ini melibatkan seluruh jama‟ah yang hadir. Ini dimaksudkan untuk menumbuhkan
sikap peduli dan sikap saling tolong menolong. Walau demikian masing-masing orang yang hadir pada perayaan tersebut mempunyai pemikiran yang berbeda-beda.
Gambar 4.15.
Air bekas cucian pusaka Penutup Pusar
Menurut penjelasan Tubagus Sos Rendra masih banyak masyarakat yang hadir mempunyai keyakinan atas benda pusaka peninggalan Tubagus Atief. 23
d. Melibatkan Aparatur Pemerintah
Seperti penjelasan pada bagian jenis budaya di atas, bahwa dalam perayaan “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug,” pihak panitia
Wawancara pribadi dengan Tubagus Tubagus Sos Rendra. Tangerang Selatan, 28 Mei 2013.
mengundang Wali Kota Tangerang Selatan untuk dapat hadir dan mengikuti kegiatan tersebut. Namun ia tidak dapat hadir dan mendelegasikan Camat Serpong sebagai penggantinya. Hal ini dimaksudkan oleh panitia agar tercipta kerja sama antar pemerintah daerah dengan masyarakat serta keluarga besar Tubagus Atief dalam menjaga dan melestarikan budaya dan paguyuban Tubagus Atief.
e. Aneka makanan modern yang dibawa oleh masyarakat
Selain makanan yang wajib ada, yaikni nasi kebuli dan ayam bakar (bekakak), ada pula makanan modern yang dibawa oleh warga setempat. Makanan modern yang dimaksudkan adalah makanan modern yang bervariasi, tidak hanya makanan bahkan juga buah- buahan. Makanan tersebut awalnya tidak ada dan tidak diperbolehkan menurut adat. Menurut keterangan Rendra Sos awalnya makanan itu hanya ada dua model saja, yaitu bekakak atau ayam yang dibakar dalam keadaan masih utuh dan nasi kebuli. Dua makanan itu yang awalnya menjadi makanan pokok pada acara folklor “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug. ” Menurut kisahnya, makanan tersebut dibawa oleh seorang warga ke makam Keramat Tajug. Dari sinilah asal mulanya dijadikannya nasi kebuli dan ayam bekakak itu sebagai syarat acara.
Gambar 4.16.
Tampak aneka makanan dan buah-buahan saat perayaan
“Jadi Ia bernadzar nanti kalau ada rezeki ia akan bebacaken istilah orang Sunda mah, bahasa kitanya ya membaca kalimat-kalimat Allah untuk mendoakan orang-orang yang telah meninggal dan dikuburkan di pemakaman keluarga Tubagus Atief itu. Benarlah, beberapa hari setelah kejadian itu ia datang ke pemakaman dan membawa nasi kebuli itu. Sampai
sekarangpun tumpeng yang dibuat acara tahunan ini ya nasi kebuli itu 24 .”
Dari kutipan wawancara ini dapat dijelaskan bahwa makanan yang asalnya hanya ada dua macam saja sekarang sudah bermacam- macam makanan dapat ditmukan pada saat acara. Hal ini terjadi karena kekentalan dan kefanatikan budaya. Pada acara kali ini makanan yang ada sudah bervariasi.
f. Menghilangkan Prosesi Bakar Kemenyan
Awalnya pada perayaan folklor “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug” dilaksanakan pula prosesi pembakaran kemenyan. Yaitu
prosesi pembakaran dupa dan bersifat sakral, dan secara khusus dilakukan oleh salah seorang anggota keluarga. Lama kelamaan prosesi tersebut tidak ada lagi, bukan berarti menghapusnya secara keseluruhan, tetap ada tapi tidak disakralkan kembali.
Wawancara pribadi dengan Tubagus Tubagus Sos Rendra. Tangerang Selatan, 28 Mei 2013.
Gambar 4.17.
Tempat pembakaran kemenyan pada saat prosesi pembakaran kemenyan
zaman dahulu