Kategori Fasilitas Air Bersih/Air Minum
4. Kategori Fasilitas Air Bersih/Air Minum
a. Fasilitas air minum adalah instalasi air minum yang dikelola oleh PAM/PDAM atau non PAM/PDAM, termasuk sumur pompa. Instalasi yang dikelola oleh non PAM/PDAM dapat menggunkan cara yang sama atau berbeda dengan PAM/PDAM.
b. Sendiri, bila fasilitas air minum hanya digunakan oleh rumah tangga responden saja
c. Bersama, bila fasilitas air minum digunakan oleh rumah tangga bersama dengan beberapa rumah tangga tertentu (paling banyak 5 rumah tangga)
d. Umum, bila fasialitas air minum digunakan oleh rumah tangga mana saja (tidak melihat asal tempat tinggal), baik membayar maupun tidak membayar
e. Tidak ada, bila rumah tangga tidak mempunyai fasilitas air minum tertentu. Misalnya mengambil air langsung dari sungai atau air hujan (Evaluasi Keadaan Rumah Tangga Miskin 2003, BPS Propinsi DKI Jakarta)
5. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah nilai barang dan jasa yang diproduksi di daerah tertentu dalam satu tahun. Pengertian bruto adalah mengacu pada pemanfaatan faktor produksi yang juga mencakup milik daerah lain dalam proses produksi (Sadono Sukirno, Pengantar Teori Makroekonomi, Edisi Kedua, PT. Raja Grafindo Perkasa, Jakarta, 1994)
6. Pendapatan rumah tangga adalah pendapatan yang diterima oleh rumah tangga bersangkutan, baik yang berasal dari pendapatan kepala rumah tangga maupun pendapatan anggota rumah tangga. Pendapatan rumah tangga berasal dari balas jasa faktor produksi tenaga kerja (upah, gaji, keuntungan, bonus dan lainnya), balas jasa kapital (bunga, dividen, bagi hasil dan lainnya), dan pendapatan yang berasal dari pemberian pihak lain (transfer) (SNSE DKI Jakarta 2000, BPS Propinsi DKI Jakarta)
7. Pengeluaran konsumsi rumah tangga adalah pengeluaran rumah tangga untuk barang dan jasa, tidak termasuk pengeluaran transfer karena sudah tercakup dalam neraca transfer rumah tangga (SNSE DKI Jakarta 2000, BPS Propinsi DKI Jakarta)
8. Tabungan rumah tangga adalah pendapatan rumah tangga yang tidak dikonsumsi habis. Dalam SNSE, tabungan rumah tangga masih merupakan konsep Bruto karena masih mengandung unsur penyusutan barang modal yang digunakan untuk usaha rumah tangga (SNSE DKI Jakarta 2000, BPS Propinsi DKI Jakarta)
9. Pengeluaran konsumsi pemerintah adalah pengeluaran pemerintah untuk barang dan jasa (upah dan gaji, pembelian ATK dan lainnya), tidak termasuk pengeluaran 9. Pengeluaran konsumsi pemerintah adalah pengeluaran pemerintah untuk barang dan jasa (upah dan gaji, pembelian ATK dan lainnya), tidak termasuk pengeluaran
10. Pendapatan disposebel (Disposable Income) adalah pendapatan yang telah dikurangi pajak (Sadono Sukirno, Pengantar Teori Makroekonomi, Edisi Kedua, PT. Raja Grafindo Perkasa, Jakarta, 1994).
LAMPIRAN 2 FUNGSI PENTING dalam MODEL CGE
A.1 Fungsi Produksi Cobb-Douglas
Fungsi produksi Cobb_Douglas yang dipergunakan dan diperkirakan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Cobb dan Douglas (1928) dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:
dimana:
Q: Output K: Kapital L: Tenaga kerja
A : Konstanta keadaan teknologi
β : Parameter dengan nilai 0 ≤ β ≤ 1 α : Parameter dengan nilai 0 ≤ α ≤ 1
ρ : Parameter dengan nilai ρ ≥ − 1 δ : Tingkat perubahan output dari waktu ke waktu dengan input yang tetap
A.2 Fungsi Produksi Elastisitas Substitusi Konstan (Constant Elasticity of Substitution, CES)
Fungsi ini mengukur proporsi perubahan suatu faktor produksi yang disebabkan oleh perubahan marjinal dari faktor produksi lainnya. Elastisitas substitusi diperkenalkan untuk pertama kalinya secara terpisah oleh Arrow, Chenery, Minhas dan Solow (1961). Fungsi produksi CES dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:
Q = γ ( α K + [] 1 − ρ α L ρ
) E () U
dimana:
Q: Output K: Kapital L: Tenaga kerja γ
Parameter dengan nilai γ > 0
α : Parameter dengan nilai 0 ≤ α ≤ 1 ρ : Parameter dengan nilai ρ ≥ − 1
E U () : Tingkat kesalahan dengan nilai E ( U K , L ) = 0
Berdasarkan persamaan (1) dapat diturunkan produk marjinal dari modal (marginal product of capital, MPK) dan produk marjinal dari tenaga kerja (marginal product of labor, MPL) yang masing-masing dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:
( 1 − α ) L } ( 1 − α ) L …………………. (4)
MPL 1 − = f − ρ ρ − ρ −
CES mengukur persentase perubahan suatu faktor produksi yang disebabkan oleh perubahan marjinal dari faktor produksi lainnya dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:
d ln ⎜ ⎟ σ K = − ⎝ ⎠ ⎛ (2.5)
d ln ⎜⎜⎝
f K ⎟⎟⎠
A.3 Fungsi Produksi Elastisitas Transformasi Konstan (Constant Elasticity of Transformation, CET)
Fungsi CET hampir sama dengan fungsi CES, dengan perbedaan mendasar terletak pada nilai parameter ρ yang bernilai positip, berbeda dengan nilai parameter ρ yang negatip
pada fungsi CES.
A.4 Fungsi Produksi Leontief
Fungsi Produksi Leontief mempergunakan asumsi bahwa output yang akan dihasilkan tergantung kepada komposisi input produksi dengan perbandingan yang selalu sama. Berdasarkan Fungsi Produksi Leontief tersebut apabila diinginkan peningkatan output produksi maka diperlukan peningkatan seluruh input dengan perbandingan yang tetap dan proporsional.
A.5 Asumsi Armington
Ketika model menjadi terbuka, dibutuhkan perubahan terkait dengan substitusi diantara barang domestik, ekspor dan impor. Masalah ini disebabkan perdagangan dua arah dalam statistik perdagangan yang kemudian dituangkan dalam bentuk data ekspor dan data impor. Sebagai ilustrasi, ekspor beras 100 ton dan impor beras 20 ton pada saat yang bersamaan. Seharusnya kita tidak perlu melakukan impor. Masalah ini diselesaikan dengan melakukan substitusi barang domestik, impor dan ekspor. Barang ekspor dianggap berbeda dengan barang impor.
Formula Armington yang memperlakukan suatu produk sejenis yang diproduksi di
negara yang berbeda sebagai produk yang berbeda, perbedaan dari produk tersebut menurut teori di dalam model Hecksher-Ohlin diasumsikan bahwa produk sejenis yang diproduksi di negara berbeda adalah homogen untuk semua negara. Formula ini diambil untuk mengakomodasikan fenomena dalam suatu negara yang mempunyai dua jenis barang, yaitu
barang impor maupun domestik adalah jenis barang yang sama (cross hauling) 46 .
46 Shoven and Whalley (1984)
LAMPIRAN 3
SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI
1 Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) 1.1 Pengertian SNSE
SNSE merangkum berbagai variabel sosial dan ekonomi secara kompak dan terpadu untuk memperlihatkan gambaran umum mengenai perekonomian satu negara 47 dan keterkaitan
antara variabel sosial dan ekonomi pada waktu tertentu (BPS, 1990). Kerangka SNSE sebagai suatu sistem analisis dapat dipahami dengan mempelajari hubungan timbal balik antara struktur produksi, distribusi pendapatan dari kegiatan produksi serta konsumsi, tabungan dan investasi.
1.2 Prinsip dan Dasar Pemikiran
SNSE dibentuk atas dua prinsip dasar, yaitu (i) sebagai sistem kerangka data yang bersifat modular yang dapat menghubungkan variabel-variabel ataupun subsistem-subsistem yang terdapat di dalamnya secara terpadu, (ii) sebagai suatu sistem klasifikasi data yang konsisten dan komprehensif, sehingga dapat digunakan sebagai alat analisis ekonomi-sosial terutama yang berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi, distribusi pendapatan dan ketenagakerjaan (BPS DKI Jakarta, 2002).
Penyusunan kerangka SNSE dimulai dengan dasar bahwa masyarakat mempunyai kebutuhan dasar yang umumnya dipenuhi dengan pembelian berbagai komoditas. Permintaan efektif terhadap paket kebutuhan tersebut dipenuhi oleh sektor produksi yang menghasilkan berbagai output komoditas. Namun, untuk menghasilkan output tersebut sektor produksi memerlukan faktor-faktor produksi antara lain tenaga kerja yang dipenuhi oleh sektor rumah tangga dan modal dari sektor perbankan. Permintaan turunannya (derived demand) terhadap faktor produksi tenaga kerja memberikan balas jasa berupa upah dan gaji, sedangkan terhadap faktor produksi kapital berupa keuntungan, deviden, bunga dan lainnya.
Dalam SNSE, distribusi pendapatan yang diterima oleh masing masing faktor produksi dirinci menurut sektor ekonomi yang bersangkutan dan disebut sebagai distribusi pendapatan faktorial. Nilai tambah (value added) dihasilkan dari penjumlahan total upah dan gaji ditambah dengan pendapatan kapital, dimana total nilai tambah menunjukkan pendapatan domestrik bruto (PDB).
Pendapatan faktorial diterima oleh pelaku ekonomi seperti rumah tangga, perusahaan dan pemerintah. Kontribusi pada pendapatan rumah tangga ditunjukkan dengan pendapatan faktorial yang diterima oleh rumah tangga. Pendapatan itu dibelanjakan sesuai dengan kebutuhan mereka dan sisanya ditabung dalam sistem perbankan sebagai pembentukan modal atau investasi. Bagi rumah tangga, hal ini disebut sebagai pola pengeluaran rumah tangga. Demikian juga pendapatan faktorial yang diterima oleh pemerintah, setelah dibelanjakan, sisanya ditabung atau digunakan untuk melakukan investasi lain seperti infrastruktur, sistem irigasi dan sebagainya (BPS, 1993). Lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.1.
47 Lingkup SNSE tidak hanya suatu negara tetapi juga dapat mencakup sistem perekonomian yang lebih kecil seperti propinsi, kabupaten, kota. Bahkan dapat juga mencakup sistem perekonomian yang lebih
besar dari negara misalnya benua atau region seperti Asia Tenggara.
Gambar C.1 Sistem Modular SNSE
Kebutuhan Dasar
Pengeluaran Rumah Tangga
Permintaan Distribusi Pendapatan Investasi
Investasi
Akhir Rumah Tangga
Konsumsi Pemerintah
Ekspor, Impor, dan Neraca
Pembayaran
Pemerintah
Kegiatan Produksi Distribusi Pendapatan PDB dan
Sumber: BPS DKI Jakarta, 2002
Dalam kerangka SNSE terdapat 3 tahap pemetaan yang dilakukan untuk membedakan proses, yaitu (i) struktur produksi, (ii) distribusi nilai tambah yang dihasilkan oleh sektor produksi (distribusi pendapatan faktorial), dan (iii) pendapatan, konsumsi, tabungan dan investasi (distribusi pendapatan dan pengeluaran rumah tangga).
1.3 Kerangka Dasar SNSE
SNSE merupakan sebuah matriks yang merangkum neraca sosial dan ekonomi secara menyeluruh. Kumpulan-kumpulan neraca (account) tersebut dikelompokkan menjadi dua kelompok, yakni kelompok neraca-neraca endogen dan kelompok neraca-neraca eksogen. Secara garis besar kelompok neraca-neraca endogen dibagi dalam tiga blok, yaitu (i) blok neraca-neraca faktor produksi (blok faktor produksi), (ii) blok neraca-neraca institusi (blok institusi), dan (iii) blok neraca-neraca aktivitas produksi (blok kegiatan produksi).
Setiap neraca dalam SNSE disusun dalam bentuk baris dan kolom. Vektor baris menunjukkan perincian penerimaan, sedangkan vektor kolom menunjukkan perincian pengeluaran. Untuk kegiatan yang sama, jumlah baris sama dengan jumlah kolom, dengan kata lain jumlah penerimaan sama dengan pengeluaran. Untuk setiap baris, kolom 5 merupakan penjumlahan dari kolom 1,2,3 dan 4. Demikian pula untuk setiap kolom, baris 5 merupakan penjumlahan dari baris 1,2,3 dan 4. Karena jumlah penerimaan sama dengan pengeluaran, maka baris 5 merupakan transpose dari kolom 5. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.1
Di dalam tabel SNSE di atas terdapat beberapa matriks. Pertama. Matriks T yang merupakan matriks transaksi antar blok dalam neraca endogen. Kedua. Matriks X yang Di dalam tabel SNSE di atas terdapat beberapa matriks. Pertama. Matriks T yang merupakan matriks transaksi antar blok dalam neraca endogen. Kedua. Matriks X yang
Matriks T sebagai matriks transaksi antar blok di dalam neraca endogen dapat ditulis sebagai berikut.
Sebagai salah satu submatriks dari SNSE, matriks T juga menggambarkan transaksi penerimaan dan pengeluaran, dengan lingkup yang lebih sempit, yakni di dalam neraca endogen.
Tabel C.1 Kerangka Dasar SNSE
Pengeluaran Neraca Endogen
Total Eksogen
Pendapatan Jumlah
e Faktor
1 0 0 Nilai
Eksogen Pendapatan
r Produksi
Tambah
Faktor Faktor a Produksi
Produksi c a T 21 T 22 X 2 Y 2
Pendapatan
Transfer
Pendapatan Jumlah
E E Institusi
2 Institusi dari
Antar
0 Institusi Pendapatan
Faktor
Institusi
Dari Institusi
E d Produksi
Eksogen
T 32 T 33 X 3 Y 3
I g Kegiatan 3 0 Permintaan
Transaksi
Ekspor Jumlah
M e Produksi
Akhir
Antar
Dan Output
Domestik
Kegiatan
Investasi Kegiatan
A (I-O)
Produksi
N L 1 L 2 L 3 R Neraca
4 Pengeluaran
Tabungan
Impor dan
Transfer Jumlah
Antar Pendapatan
Faktor
Tak langsung
Eksogen Eksogen
Sumber: diolah dari Thorbecke, 1988
Tabel C.2 Ringkasan Kerangka Dasar Sistem Neraca Sosial Ekonomi
Faktor Produksi
Institusi
Sektor Produksi
Sumber: Manaf, 2000
Apabila dibaca per baris, matriks T menunjukkan penerimaan salah satu blok dari blok
yang lain. Pada baris satu, T 1 . 3 menunjukkan penerimaan faktor produksi dari kegiatan produksi. Pada baris dua, T 2 . 1 menunjukkan penerimaan institusi dari faktor produksi dan T 2 . 2 menunjukkan penerimaan institusi dari institusi itu sendiri. Pada baris tiga, T 3 . 2 menunjukkan penerimaan kegiatan produksi dari institusi dan T 3 . 3 menunjukkan penerimaan kegiatan
produksi dari kegiatan produksi itu sendiri. Sebaliknya jika dibaca per kolom, matriks T menunjukkan pengeluaran salah satu blok
untuk blok yang lain. Pada kolom satu, T 2 . 1 menunjukkan pengeluaran faktor produksi untuk institusi. Pada kolom dua, T 2 . 2 menunjukkan pengeluaran institusi untuk institusi itu sendiri dan T 3 . 2 menunjukkan pengeluaran institusi untuk kegiatan produksi. Pada kolom tiga, T 1 . 3 menunjukkan pengeluaran kegiatan produksi untuk faktor produksi dan T 3 . 3 menunjukkan
pengeluaran kegiatan produksi untuk kegiatan produksi itu sendiri.
Gambar C.2 Penyederhanaan Pola Transaksi Antar Blok dalam SNSE
Aktifitas Produksi
T 33
Pola Pengeluaran Nilai Tambah
Konsumsi
T 32 T 13
Institusi T 21 Faktor Produksi
(termasuk distri- (distribusi
pendapatan dari rumah tangga)
busi pendapatan Distribusi Pendapatan
faktor produksi)
T 22 T 22
Sumber: Thorbecke (1988)
Ditinjau dari sama tidaknya blok yang bertransaksi, maka di dalam matriks transaksi T diatas terdapat transaksi yang terjadi antar blok yang berbeda seperti
T 1 . 3 , T 2 . 1 , T 3 . 2 dan yang terjadi di dalam blok yang sama seperti T 2 . 2 dan T 3 . 3 . Hubungan tersebut dapat dilihat pada
Gambar 4.2. Tanda panah dalam Gambar 4.2 menunjukkan aliran uang. Penjelasan lebih rinci dari tiap matriks sebagai berikut.
(i) Pada baris satu, T 1 . 3 menunjukkan alokasi nilai tambah yang dihasilkan oleh berbagai
sektor produksi ke faktor produksi, sebagai balas jasa dari penggunaan faktor produksi tersebut. Misalnya upah dan gaji sebagai balas jasa bagi penggunaan faktor produksi tenaga kerja.
(ii) Pada baris dua, T 2 . 1 menunjukkan alokasi pendapatan faktor produksi ke berbagai
institusi, yang umumnya terdiri dari rumah tangga, pemerintah dan perusahaan. Matriks
ini merekam distribusi pendapatan dari faktor produksi ke berbagai institusi. T 2 . 2
menunjukkan transfer pembayaran antar institusi. Misalnya pemberian subsidi dari pemerintah ke rumah tangga.
(iii) Pada baris ketiga, T 3 . 2 menunjukkan permintaan terhadap barang dan jasa oleh institusi.
Artinya jumlah uang yang dibayarkan institusi ke sektor produksi untuk membeli barang
dan jasa yang dikonsumsi. T 3 . 3 menunjukkan permintaan barang dan jasa antarindustri
atau transaksi antarsektor produksi.
2 48 Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) DKI Jakarta Tahun 2000
2.1 Konsep dan Definisi
Secara garis besar konsep dan definisi dari klasifikasi kerangka SNSE DKI Jakarta Tahun 2000 sebagai berikut:
a. Neraca Faktor Produksi Neraca faktor produksi dibedakan atas tenaga kerja dan bukan tenaga kerja (atau
modal). Tenaga kerja dibedakan menurut jenis dan status pekerjaan dari tenaga kerja, yang terdiri dari tenaga kerja pertanian, tenaga kerja produksi, operator alat angkutan, manual (buruh kasar), tenaga kerja tata-usaha, penjualan dan jasa-jasa, tenaga kepemimpinan, ketatalaksanaan,
militer, profesional dan teknisi, ekivalen tenaga kerja 49 . Faktor produksi tenaga kerja menerima upah dan gaji (termasuk imputasi upah dan
gaji) sebagai balas jasa bagi penyertaan faktor produksi tenaga kerja dalam kegiatan ekonomi. Sementara faktor produksi modal menerima keuntungan, dividen, bunga, sewa rumah sebagai balas jasa bagi penyertaan faktor produksi modal dalam kegiatan ekonomi.
48 Dikutip dengan beberapa penyesuaian dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi DKI Jakarta 2000. BPS DKI Jakarta, 2002.
49 Ekivalen Tenaga Kerja (ETK) adalah sepadan dengan satu tenaga kerja yang bekerja selama 40 jam seminggu. Ukuran ETK dimaksudkan untuk mengakomodasi tenaga kerja yang bekerja di beberapa
sektor atau untuk tenaga kerja yang bekerja kurang atau lebih dari jam kerja normal (40 jam seminggu). Ukuran ini berbeda dengan yang digunakan dalam tabel I-O yang menggunakan ukuran orang (BPS DKI Jakarta, 2002) sektor atau untuk tenaga kerja yang bekerja kurang atau lebih dari jam kerja normal (40 jam seminggu). Ukuran ini berbeda dengan yang digunakan dalam tabel I-O yang menggunakan ukuran orang (BPS DKI Jakarta, 2002)
swasta, dan rumah tangga. Pada SNSE DKI Jakarta 2000, rumah tangga dikelompokkan dalam tiga golongan pada SNSE ukuran 38x38, dan 10 golongan pada SNSE ukuran 103x103.
Masing-masing klasifikasi neraca institusi didefinisikan sebagai (i) pemerintah adalah pemerintah DKI Jakarta, (ii) swasta adalah swasta yang menjalankan operasi bisnis di DKI Jakarta, dan (iii) rumah tangga adalah sekelompok orang yang tinggal dalam satu atap dan makan dari satu dapur, yang bertempat tinggal di DKI Jakarta (BPS DKI Jakarta, 2002).
Pada SNSE ukuran 38x38, tiga golongan rumah tangga adalah (i) 40 persen rumah tangga dengan pengeluaran konsumsi paling rendah; (ii) 40 persen golongan rumah tangga dengan pengeluaran konsumsi menengah; (iii) 20 persen golongan rumah tangga dengan pengeluaran konsumsi tertinggi.
Pada SNSE ukuran 103x103, rumah tangga diklasifikasikan dalam 10 golongan berdasar pengelompokan 10 persen rumah tangga dengan tingkat konsumsi terendah sebagai golongan I; 10 persen rumah tangga berikutnya sebagai golongan II, dan seterusnya hingga 10 persen rumah tangga terakhir dengan tingkat konsumsi tertinggi sebagai golongan X.
c. Neraca Sektor Produksi Klasifikasi sektor produksi dalam kerangka SNSE DKI Jakarta 2000 merupakan
penggabungan klasifikasi lapangan usaha pada tabel I-O DKI Jakarta 2000. Pada SNSE ukuran 38x38, lapangan usaha digabungkan menjadi hanya 9 sektor produksi, sementara pada SNSE ukuran 103x103 digabungkan menjadi 26 sektor produksi.
d. Neraca Lainnya Neraca lain meliputi marjin perdagangan dan pengangkutan, neraca kapital, pajak tidak langsung dan neraca luar negeri (luar DKI Jakarta).
2.2 Klasifikasi
Terdapat 3 klasifikasi SNSE DKI Jakarta 2000, yaitu (i) klasifikasi agregat ukuran 12x12, (ii) klasifikasi agregat ukuran 38x38, dan (iii) klasifikasi agregat ukuran 103x103. Pada masing-masing klasifikasi SNSE DKI Jakarta 2000 tersebut terdapat empat neraca utama, yaitu (a) faktor produksi, (b) institusi, (c) sektor produksi, (d) neraca lainnya. Perbedaan masing- masing klasifikasi ditentukan oleh perbedaan rinciannya. Selengkapnya pada Lampiran 4.
Lampiran 4. Sistem Neraca Sosial Ekonomi DKI Jakarta, 2000 (45x45; dalam Rp juta)
AGRI PLANT LIVESTOC LABOR
LABOR CAPAM
CAPNAM
VEPOIHH
VEPOIIHH
POORIHH
POORIIHH
MIDIHH
MIDIIHH
MIDIIIHH
HIGHIHH
HIGHIIHH
VEHIGHH
COMPANY
GOVERN
CAPAM
CAPNAM
VEPOIHH
VEPOIIHH
POORIHH
POORIIHH
MIDIHH
MIDIIHH
MIDIIIHH
HIGHIHH
HIGHIIHH
VEHIGHH
COMPANY
GOVERN
AGRI
PLANT
LIVESTOC
FISHERY
MINE
FOODTOB
TEXLEATH
CHEBSRUB
MACHINEQ
BBMBBG
PAPWOMET
LIGAS
WATPAM
WATNPAM
COSTRUC
TRADE
HOTEL
REST
TRANS
AIRSEA
TRANSSEV
COMSEV
BANKOSEV
RENTSEV
GOVSEV
SOSSEV
HHSEV
CAPACC
INTXSUB
ROW
TOTAL
Lanjutan Lampiran 4 Sistem Neraca Sosial Ekonomi DKI Jakarta, 2000 (45x45; dalam Rp juta)
TRANS AIRSEA TRANSSEV LABOR
FISHERY MINE
FOODTOB
TEXLEATH
CHEBSRUB
MACHINEQ
BBMBBG
PAPWOMET
LIGAS
WATPAM
WATNPAM
COSTRUC
TRADE
HOTEL
REST
CAPAM
CAPNAM
VEPOIHH
VEPOIIHH
POORIHH
POORIIHH
MIDIHH
MIDIIHH
MIDIIIHH
HIGHIHH
HIGHIIHH
VEHIGHH
COMPANY
GOVERN
AGRI
PLANT
LIVESTOC
FISHERY
MINE
FOODTOB
TEXLEATH
CHEBSRUB
MACHINEQ
BBMBBG
PAPWOMET
LIGAS
WATPAM
WATNPAM
COSTRUC
TRADE
HOTEL
REST
TRANS
AIRSEA
TRANSSEV
COMSEV
BANKOSEV
RENTSEV
GOVSEV
SOSSEV
HHSEV
CAPACC
INTXSUB
ROW
TOTAL
Lanjutan Lampiran 4 Sistem Neraca Sosial Ekonomi DKI Jakarta, 2000 (45x45; dalam Rp juta)
INTXSUB ROW TOTAL LABOR
COMSEV BANKOSEV
RENTSEV
GOVSEV
SOSSEV
HHSEV
CAPACC
CAPAM
CAPNAM
VEPOIHH