DAMPAK INVESTASI AIR MINUM TERHADAP PERT (1)

DAMPAK INVESTASI AIR MINUM TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI DKI JAKARTA OLEH OSWAR MUADZIN MUNGKASA PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK 2006

DAMPAK INVESTASI AIR MINUM TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI DKI JAKARTA OLEH OSWAR MUADZIN MUNGKASA DISERTASI

Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Doktor dalam bidang Ilmu Ekonomi

pada Program Studi Ilmu Ekonomi

Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

DEPOK 2006

PERSETUJUAN DISERTASI

Nama

: OSWAR MUADZIN MUNGKASA

N.P.M.

Kekhususan : Ekonomi Publik Judul Disertasi

: DAMPAK INVESTASI AIR MINUM

TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI DKI JAKARTA

Depok, 15 Agustus 2006

Promotor,

Ketua tim penguji,

Prof. Dr. Prijono Tjiptoherijanto

Prof. Dr. Moh. Arief Djanin

Kopromotor, Penguji,

Dr. Mohamad Ikhsan

Dr. B. Raksaka Mahi

Dr. Montty Girianna

Dr. Arindra A. Zainal

Ketua Program Studi,

Dr. Luky Alfirman

Dr. Arindra A. Zainal

ABSTRAK DISERTASI DAMPAK INVESTASI AIR MINUM TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI DKI JAKARTA

OSWAR MUNGKASA 860 0000 067 Program Studi Ilmu Ekonomi Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Klasifikasi JEL : C68, D31, D58, E22, E62 Kata Kunci:

1. Investasi air minum 4. Pertumbuhan pro poor

2. Pertumbuhan ekonomi 5. DKI Jakarta

3. Distribusi pendapatan 6. Computable General Equilibrium

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh berbagai permasalahan yang terkait dengan penyediaan air minum bagi penduduk miskin di perkotaan dengan mengambil kasus DKI Jakarta. Pemerintah belum mampu menyediakan prasarana dan sarana pelayanan publik yang memadai, diantaranya, dalam bentuk pelayanan kebutuhan air minum. Pemenuhan kebutuhan air minum penduduk melalui air minum perpipaan khususnya penduduk miskin perkotaan, ditengarai dapat mengurangi beban pengeluaran air minum, beban pengeluaran bagi biaya pengobatan akibat penggunaan air minum yang tidak layak, dan mengurangi jumlah hari nonproduktif. Kondisi ini akan mendorong peningkatan produktivitas dan tabungan rumah tangga miskin yang mengarah pada meningkatnya pendapatan per kapita dan membaiknya kesenjangan pendapatan, yang akhirnya berdampak pada peningkatan kondisi perekonomian secara keseluruhan.

Investasi air minum, baik secara teoritis maupun secara empiris, terbukti mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi. Sementara itu, pemenuhan kebutuhan air minum penduduk perkotaan, khususnya penduduk miskin, dapat meningkatkan kesejahteraan penduduk yang berdampak pada perbaikan distribusi pendapatan. Kombinasi dari investasi air minum dan pemenuhan kebutuhan air minum penduduk miskin perkotaan akan menghasilkan pertumbuhan pro-poor, yaitu pertumbuhan

iii iii

Oleh karena itu, pertanyaan yang mengemuka adalah (i) apakah investasi air minum perpipaan di DKI Jakarta telah memicu pertumbuhan ekonomi yang bersifat pro-poor, (ii) apakah investasi air minum nonperpipaan di DKI Jakarta memicu pertumbuhan ekonomi pro-poor; (iii) apakah subsidi pemerintah dalam penyediaan air minum di DKI Jakarta memicu pertumbuhan ekonomi pro-poor.

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, disertasi ini menggunakan model komputasi keseimbangan umum (Computable General Equilibrium/CGE) atau disingkat model CGE. Model CGE adalah suatu sistem persamaan simultan tak-linier yang mensimulasikan perilaku optimal dari semua konsumen dan produsen yang ada di dalam suatu perekonomian. Tiga skenario simulasi diterapkan dalam studi ini dengan menggunakan data SNSE DKI Jakarta Tahun 2000 untuk mengetahui skenario pembangunan air minum yang dapat mengarah pada pertumbuhan pro-poor, yaitu (i) simulasi investasi berupa peningkatan investasi air minum perpipaan dan air minum nonperpipaan, (ii) simulasi subsidi berupa penyediaan subsidi air minum bagi rumah tangga miskin yang bersumber dari peningkatan pajak air minum perpipaan maupun pemerintah pusat, (iii) simulasi investasi dan subsidi berupa peningkatan investasi air minum perpipaan yang disertai penyediaan subsidi air minum bagi rumah tangga miskin, baik dari peningkatan pajak air minum perpipaan maupun pemerintah pusat.

Hasil simulasi menunjukkan bahwa peningkatan investasi air minum di DKI Jakarta berdampak pada pertumbuhan ekonomi tetapi tidak berpengaruh pada pengurangan kesenjangan, yang berarti pembangunan air minum di DKI Jakarta belum bersifat pro poor. Selain itu, agar terjadi pertumbuhan pro poor, investasi air minum perpipaan sebaiknya disertai dengan penyediaan subsidi dari pemerintah pusat. Semakin besar nilai investasi, semakin besar subsidi yang perlu diberikan.

iv

Beberapa rekomendasi penting, yaitu (i) pemerintah daerah sebaiknya menjadikan akses air minum bagi penduduk miskin sebagai salah satu target dan indikator keberhasilan pembangunan DKI Jakarta, (ii) penyediaan subsidi bagi rumah tangga miskin masih diperlukan jika proporsi rumah tangga miskin yang belum mendapat akses air minum perpipaan masih relatif besar. Sumber dana subsidi yang potensil diantaranya adalah dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari perusahaan (iii) mengembangkan program pembangunan air minum berbasis masyarakat, (iv) air minum nonperpipaan masih dapat menjadi alternatif sumber air minum jika dilakukan pembenahan aspek regulasi, penyediaan sumber dana investasi, dan peningkatan jumlah sumber air seperti kran umum sehingga harga air minum nonperpipaan menjadi terjangkau, dan (v) pembenahan kendala akses bagi rumah tangga miskin seperti biaya pemasangan yang terjangkau.

Background of this study is the existence of a number of problems in relation to provision of drinking water for poor people in urban area by taking case of the Jakarta Special Territory Administration (DKI Jakarta). Government is not yet able to provide proper public service facilities and infrastructures, among others are in the form service of drinking water need. Fulfillment of drinking water need for people through piped water especially poor people in urban area, is assumed to reduce drinking water expenses burden, medication costs are resulted from the use of unreasonable drinking water, and minimizing the number of non-productive days. This condition will boost productivity and poor family saving directing to the rise of income per capita and improving gap of income which finally produced impact on improvement of economic condition entirely.

Investment on drinking water, either theoretically or empirically, is proven to encourage the economic growth. Meanwhile, fulfillment of drinking water need for people in urban area, especially poor people, can increase the people welfare that may result on improvement of income distribution. Combination between drinking water investment and fulfillment of drinking water need for poor people in urban area will produce a pro-poor growth that is the economic growth that will minimize income gap Investment on drinking water, either theoretically or empirically, is proven to encourage the economic growth. Meanwhile, fulfillment of drinking water need for people in urban area, especially poor people, can increase the people welfare that may result on improvement of income distribution. Combination between drinking water investment and fulfillment of drinking water need for poor people in urban area will produce a pro-poor growth that is the economic growth that will minimize income gap

Thus, the questions revealed are (i) does investment on piped water in DKI Jakarta trigger a pro-poor economic growth?, (ii) does investment on non-piped water in DKI Jakarta trigger a pro-poor economic growth?, (iii) does the government subsidy on provision of drinking water in DKI Jakarta trigger pro-poor economic growth?

To answer those questions, this dissertation uses a Computable General Equilibrium (CGE) or shortened with CGE Model. CGE model is a non-linier simultaneous equation that simulates optimal attitude of all consumers and producers within economy. Three scenarios of simulation is implemented in this study using data of SNSE (social accounting matrices/SAM) DKI Jakarta year 2000 to know scenario of development of drinking water that directs to a pro-poor growth, that is (i) investment simulation in the form of increasing investment on piped water and non-piped water, (ii) subsidy simulation in the form of provision of drinking water subsidy for poor family derived from increasing piped water tax and the central government transfer, (iii) investment simulation and subsidy in the form of increasing investment of piped water along with provision of drinking water subsidy for poor family either from increasing tax on piped water or the central government transfer.

Result of simulation indicates that drinking water investment increase in DKI Jakarta resulted on economic growth but it did not influence on income gap reduction, meaning that the drinking water development in DKI Jakarta has not yet reached a pro-poor nature. Besides, in order to establish a pro-poor growth, the piped water investment should be supported with provision of subsidy from the central government. The higher investment value, the more subsidy needed.

Some important recommendations, i.e. (i) the local government should make access of drinking water for poor people as one of targets and indicators of successfulness of development in DKI Jakarta, (ii) provision of subsidy for poor people is still needed if the proportion of poor family who have not yet enjoyed piped water

vi vi

vii

KATA PENGANTAR

Pertama-tama puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas perkenanNya sehingga disertasi ini dapat terselesaikan untuk memenuhi salah satu persyaratan mencapai gelar Doktor dalam bidang Ilmu Ekonomi pada Program Pascasarjana Ilmu Ekonomi Universitas Indonesia.

Bagi penulis, disertasi ini merupakan kulminasi dari kerja keras dan dukungan dari banyak pihak. Perjalanan penyusunannya melewati rentang waktu yang cukup lama, hampir 1,5 tahun sejak masih berbentuk pemikiran awal. Dikerjakan pada berbagai tempat dan kesempatan, mulai dari sepanjang malam setelah jam kantor di kantor Kelompok Kerja Minum dan Penyehatan Lingkungan (Pokja AMPL), di tengah rapat yang membosankan, di bandara ketika menunggu pesawat yang sering terlambat, di mall sambil menunggu anak main game, di sela-sela kunjungan lapangan, di kampus pada akhir pekan, dan tentu saja di rumah ketika memungkinkan khususnya di akhir pekan.

Disertasi ini merupakan buah dari bantuan berbagai pihak. Pertama-tama saya ucapkan penghargaan dan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Prijono Tjiptoherijanto, selaku promotor, yang dengan sabar dan penuh perhatian memberi saran dan masukan bagi perbaikan disertasi ini, baik secara langsung maupun melalui email. Penghargaan dan rasa terima kasih yang sama juga penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Mohamad Ikhsan, selaku kopromotor I, yang dengan tekun memberi kritik dan saran bagi perbaikan disertasi saya, selain menyangkut model dan teori ekonomi, juga menyangkut tata cara penulisan, bahkan berkenan secara khusus membaca keseluruhan rancangan final disertasi ini sebelum menjadi naskah disertasi seperti saat ini. Selain itu, Bapak Dr. Montty Girianna, selaku kopromotor II, yang banyak memberi saran dan masukan terutama ketika penulis dalam kondisi mulai ‘putus asa’ dengan penyelesaian model yang tidak kunjung mendapatkan solusi serta penyempurnaan materi narasi.

Proses penyusunan disertasi ini melalui empat tahapan penting yaitu ujian proposal, ujian seminar hasil, sidang tertutup, dan sidang promosi. Pada setiap tahapan

viii viii

Bersekolah di UI pada awalnya tidak secara sengaja menjadi pilihan penulis. Ketika pada tahun 2000, setelah menyelesaikan tugas mengembangkan proyek Pemberdayaan Daerah dalam Mengatasi Dampak Krisis Ekonomi (PDMDKE) sebagai bagian dari program Jaring Pengaman Sosial (JPS), penulis terdorong mengambil kuliah setelah melihat sahabat penulis Hanggono T. Nugroho yang telah terlebih dahulu menjadi mahasiswa program S-3 Ekonomi UI. Proses kuliah kemudian tidak seperti yang saya bayangkan sebelumnya, ternyata terasa sangat menyenangkan ditengah tugas dan beban kuliah yang berat terutama karena fakultas ekonomi UI terkenal dengan pameo ‘sulit masuk apalagi keluarnya’. Kesenangan ini terutama disumbangkan oleh keberadaan rekan-rekan program pascasarjana ekonomi angkatan 2000, yang sangat kompak dan saling mendukung. Beberapa diantara teman-teman tersebut adalah Edy Suratman, Djoni Hartono, ‘Mas Iwan’, Wildan, Tauhid, Pak Bambang, Esa, Ratna, Syarkawi, Mawardi, Bintoro dan banyak lagi yang lain. Masa bersama mereka semua menjadi bagian yang indah untuk dikenang.

Bantuan rekan-rekan Angkatan 2000 yang mengingatkan penulis tentang tugas dan ujian yang kadangkala terlupakan karena kesibukan penulis, termasuk juga meminjamkan catatan dan memberi penjelasan, sangat membantu melancarkan proses

ix ix

Keeratan hubungan diantara rekan-rekan mahasiswa S-3 juga tentunya sangat membantu proses penyelesaian perkuliahan. Masa-masa belajar bersama menghadapi ujian preliminary sangat menyenangkan, bersama-sama kita saling mengisi kekurangan masing-masing. Penulis yang sangat tertolong dalam proses ini, karena latar belakang penulis yang bukan ekonomi menjadikan penulis sebagai ‘anak bawang’ dalam proses persiapan tersebut. Beberapa diantara rekan S-3 tersebut diantaranya Edy Suratman, Hanggono T. Nugroho, Sony, Pak Hasman, Willem, Andi Alfian, Beta, Jenny, Widyono, Wanto, dan banyak lagi yang lain. Terselesaikannya disertasi ini melengkapi kebersamaan kita yang menyenangkan tersebut.

Proses awal penulisan disertasi ini merupakan langkah yang cukup berat, terutama setelah penulis mengambil cuti selama 2 tahun berturut-turut, yang kemudian disertai kesibukan penulis yang menyita waktu. Akan tetapi, rekan dan sahabat penulis Djoni Hartono banyak mendorong penulis melalui sms, email bahkan kunjungan langsung ke kantor, yang kemudian membangkitkan semangat penulis. Ide awal disertasi ini banyak didukung oleh hasil diskusi penulis dengan Djoni. Termasuk dalam proses ini juga penulis berhutang budi kepada Bapak Donny Azdan yang memperkenankan untuk mengadopsi model CGE-nya. Proses selanjutnya juga tidak kurang menariknya karena ternyata penyusunan model CGE sangat menyita waktu dan pikiran, apalagi penyusun bertekad untuk melakukannya sendiri. Walaupun demikian dalam proses ini, Djoni yang sedang menyelesaikan disertasi dan Dewi yang pada saat yang bersamaan dalam tahap akhir penyelesaiaan tesisnya, banyak membantu penulis untuk memahami model CGE sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan model CGE air minum ini. Terima kasih penulis pada keduanya atas pengorbanan waktunya. Tak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih pada Pak Pipit dari BPS, yang membantu penulis menyiapkan data SNSE Air Minum DKI Jakarta Tahun 2000. Tanpa data tersebut, model CGE air minum DKI Jakarta tak mungkin terselesaikan.

Bekerja dan bersekolah ternyata bukan sesuatu yang mudah. Namun, dorongan dan dukungan dari atasan, rekan sejawat, mitra kerja, dan sesama staf menjadikan hidup lebih mudah. Terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Herman Haeruman, yang pada saat itu selaku Deputi Regional Bappenas, dan Bapak Max Pohan yang pada saat itu selaku Kepala Biro Peningkatan Kapasitas Daerah Bappenas, yang memberi kesempatan penulis untuk mengikuti pendidikan S-3 Pascasarjana Ekonomi UI. Walaupun secara resmi sebenarnya penulis tidak mendapat tugas belajar dari Bappenas, tetapi hal tersebut tidak mengurangi semangat menyelesaikan perkuliahan. Kemudian di tengah proses perkuliahan, penulis berpindah tugas ke Direktorat Permukiman dan Perumahan Bappenas, yang menjadikan penulis lebih sibuk lagi terutama dengan tugas baru untuk juga menjadi anggota Pokja AMPL. Kerelaan dan dorongan Bapak Basah Hernowo selaku atasan penulis memberi kesempatan menyelesaikan sekolah sangat membantu mempercepat terselesaikannya disertasi ini. Tentunya termasuk juga kerelaan dan dorongan semangat kadang disertai ‘sindiran kapan selesainya’ dari rekan-rekan kantor Nugroho Tri Utomo, Pungki Sumadi, Bastary Pandji Indra, Salusra ‘Ilus’ Widya, Anti, Ita, Nurul, Andre, Mbak Mia, Sali yang ternyata memicu semangat penulis. Sindiran membawa berkah.

Sebagian besar waktu penulisan disertasi ini dilakukan di kantor sekretariat Pokja AMPL. Pada beberapa kesempatan ketika sedang sibuk sekali, terpaksa penulis meminta bantuan rekan-rekan staf sekretariat Pokja. Untuk itu, terima kasih buat Rudi yang membantu merapikan grafik, Meddy, Adi, Puput yang merapikan tampilan narasi, Agus Suhada yang ketambahan tugas mengantar rancangan disertasi dan undangan ke pembimbing dan penguji, Andri yang selalu setia menemani ketika penulis begadang di kantor, Aini yang sibuk menghubungi pusat bahasa Depdiknas dalam rangka perbaikan tata bahasa disertasi ini, dan Reski yang membaca seluruh naskah disertasi sebelum dijilid. Terima kasih juga atas kesabaran semua staf sekretariat Pokja AMPL dan WASPOLA yang sedikit terganggu ritme kerjanya oleh kesibukan penulis menyelesaikan disertasi.

Keterlibatan dalam Pokja AMPL yang intensif dalam 3 tahun terakhir memberi inspirasi penulis untuk mengambil topik disertasi ini. Air minum belum menjadi

xi xi

Dalam proses penetapan hari sidang, maupun proses administrasi lainnya, penulis sangat merasakan dukungan dari sekretariat program pascasarjana ekonomi UI khususnya bantuan dari Mirna. Tak lupa Ibu Niken, Sekretaris Pak Prijono di Jamsostek, juga sangat berperan membantu dalam proses penentuan waktu sidang tertutup, yang dapat terlaksana ditengah-tengah kepulangan Pak Pri dari Jepang untuk keperluan RUPS Jamsostek. Terima kasih atas bantuan yang diberikan.

Salah satu hal yang menjadi prioritas dalam hidup penulis adalah dapat membahagiakan orang tua. Penulis berharap, terselesaikannya disertasi ini dapat melengkapi kebahagian bagi Ibu Mungkasa, nenek penulis, yang selalu berpuasa setiap kali penulis dapat melewati ujian, Bapak dan Mama yang selalu berdoa bagi keberhasilan penulis, adik-adik penulis yang selalu mendorong dan membantu dikala penulis sedang butuh bantuan, serta Mertua penulis yang selalu menemani cucunya di rumah ketika penulis harus berkutat dengan tugas sekolah. Semuanya pengorbanan tersebut sangat penulis hargai.

Terakhir, yang paling utama bagi penulis adalah adanya dorongan dan dukungan dari istriku Verosya ‘Ade’ Zaina dan anakku Fakhrie Fadhlullah Mungkasa yang dengan sabar menunggu penulis dapat menyelesaikan sekolah S-3 ini. Setelah ini, Insya Allah tidak ada lagi hari-hari sibuk di akhir pekan.

Depok, Agustus 2006.

Oswar Mungkasa

xii

Hal

2.3.3 Kinerja Pengelolaan Air Minum DKI Jakarta Setelah Privatisasi ……………………………………………... 28

2.3.4 Sistem Distribusi Pelayanan Air Minum Nonperpipaan

33

2.3.5 Program Penanggulangan Dampak Pengurangan Subsidi Energi untuk Penyediaan Prasarana Air Bersih ………..

34

BAB III PENYEDIAAN AIR MINUM, PERTUMBUHAN EKONOMI, DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN: SUATU TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Karakteristik Air Minum ……………………………………….. 36

3.2 Penyediaan Air Minum (Publik, Swasta, Penyedia Skala Kecil)

dan Penanggulangan Kemiskinan ……………………………… 38

3.2.1 Penyediaan Air Minum oleh Pemerintah dan Privatisasi 38

3.2.2 Privatisasi Air Minum dan Penanggulangan Kemiskinan 42

3.3 Penyedia Air Minum Skala Kecil: Salah Satu Alternatif ……… 48

3.3.1 Keterbatasan Penyediaan Air Minum Skala Besar …. 48

3.3.2 Kategori Penyedia Air Minum Skala Kecil ……………. 49

3.3.3 Peran Penyedia Air Minum Skala Kecil ………………. 50

3.3.4 Beberapa Pengalaman Pengelolaan ……………………. 51

3.3.5 Masa Depan Pelayanan Air Minum Skala Kecil …….... 53

3.4 Kaitan Pembangunan Air Minum terhadap Kemiskinan,

Distribusi Pendapatan, dan Pertumbuhan Eonomi ……………. 54

3.4.1 Pembangunan Air Minum dan Kemiskinan …………… 54

3.4.2 Pembangunan Air Minum dan Pertumbuhan Ekonomi .. 60

3.4.3 Pembangunan Air Minum dan Kesenjangan …………... 61

3.5 Pertumbuhan Pro Poor ………………………………………… 61

3.6 Rangkuman ……………………………………………………. 63

BAB IV PEMODELAN DAMPAK INVESTASI AIR MINUM

67

4.1 Teori Keseimbangan Umum …………………………………...

68

4.2 Model Komputasi Keseimbangan Umum (CGE) ……………...

68

4.2.1 Prinsip dan Kerangka Dasar ……………………………

xiv

Hal

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

6.1 Kesimpulan ………………………………………………….. 157

6.2 Rekomendasi ……………..………………………………….. 160

6.3 Beberapa Catatan ……………………………………………. 164

6.3.1 Kelebihan dan Kekurangan Model CGE ……………. 164

6.3.2 Kelemahan Model CGE Air Minum DKI Jakarta …... 166

6.4 Studi Lanjutan ……………………………………………….. 168

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………….. 169 Lampiran 1

Konsep dan Definisi ………………………………………….. 181 Lampiran 2

Fungsi Penting dalam Model CGE ………………………….. 185 Lampiran 3 Sistem Neraca Sosial Ekonomi ………………………………. 187 Lampiran 4

Sistem Neraca Sosial Ekonomi DKI Jakarta 2000 (45x45,

Jutaan Rupiah) ........................................................................... 193 Lampiran 5

Penyesuaian Sistem Neraca Sosial Ekonomi DKI Jakarta 2000 196 Lampiran 6

Deklarasi Indeks ........................................................................ 203 Lampiran 7

Ukuran Distribusi Pendapatan .................................................. 206 BIOGRAFI SINGKAT ........................................................................................ 208

xvi

DAFTAR TABEL

hal

Tabel 1.1 Cakupan Layanan Air Minum di Jakarta Tahun 2002 (dalam persen) …………………………………………………………….. 4

Tabel 2.1 Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk DKI Jakarta Tahun 1980-2004 ………………………………………………………… 15

Tabel 2.2 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) DKI Jakarta Tahun 2000 dan 2003 (Berdasar Harga Konstan 1993) dalam Rp. Juta …. 16

Tabel 2.3 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per Kapita DKI Jakarta Periode 1996-2003 ………………………………………………... 17

Tabel 2.4 Jumlah Penduduk Miskin DKI Jakarta Tahun 1996, 2000 dan 2003 18 Tabel 2.5

Distribusi Pendapatan per Kapita DKI Jakarta Menurut Golongan Rumah Tangga, Tahun 2000 …………………………………….... 19

Tabel 2.6 Distribusi Pendapatan per Kapita DKI Jakarta Menurut Golongan Rumah Tangga Tahun 2000 …………………………………….... 20

Tabel 2.7 Target Teknis Tahun 1998-2002 ………………………………….. 27 Tabel 2.8

Rencana Investasi PT. Thames PAM Jaya dan PT. PAM

Lyonnaise Jaya, 1998-2002………………………………………... 28 Tabel 2.9

Kinerja Privatisasi Pengelolaan Air Minum DKI Jakarta Tahun

2004 ………………………………………………………………… 29 Tabel 2.10

Cakupan Layanan Air Minum di Jakarta Tahun 2002 …………...... 29

Tabel 2.11 Klasifikasi Rumah Tangga Berdasar Sumber Air Minum Tahun 2003 ………………………………………………………………… 30

Tabel 2.12 Peningkatan Layanan Air Minum bagi Penduduk Miskin di Jakarta (1998-2002) ……………………………………………………….. 31

Tabel 2.13 Sistem Tarif Air Minum DKI Jakarta, Tahun 2005 ……………….. 32

Tabel 2.14 Realisasi Dana Program Subsidi Energi Air Bersih (SE-AB) Tahun 2001-2004 …………………………………………………………. 35

Tabel 3.1 Rangkuman Kaitan Ekonomi Makro antara Peningkatan Partisipasi Swasta dalam Pembangunan Infrastruktur dan Kesejahteraan

Penduduk Miskin .........……………………………………………. 43 Tabel 3.2

Rangkuman Kaitan Ekonomi Mikro antara Peningkatan Partisipasi Swasta dalam Pembangunan Infrastuktur dan Kesejahteraan Penduduk Miskin …………………….……………………………. 45

xvii

DAFTAR TABEL

hal

Tabel 5.10

Perubahan PDRB dan Pendapatan Rumah Tangga berdasar Penyediaan Subsidi dari Pemerintah Pusat ...............……………… 119

Tabel 5.11

Pertumbuhan Ekonomi dan Distribusi Pendapatan berdasar

Skenario Peningkatan Investasi Air Minum Perpipaan 10 Persen

dan Penyediaan Subsidi dari Peningkatan Pajak Air Minum Perpipaan........................................................................................... 121

Tabel 5.12

Pertumbuhan Ekonomi dan Distribusi Pendapatan berdasar

Skenario Peningkatan Investasi Air Minum Perpipaan 25 Persen dan Penyediaan Subsidi dari Peningkatan Pajak Air Minum Perpipaan …………………………………………………………. 123

Tabel 5.13

Pertumbuhan Ekonomi dan Distribusi Pendapatan berdasar

Skenario Peningkatan Investasi Air Minum Perpipaan 50 Persen dan Penyediaan Subsidi dari Peningkatan Pajak Air Minum

Perpipaan ………………………………………………………….. 125 Tabel 5.14 Pertumbuhan Ekonomi dan Distribusi Pendapatan berdasar

Skenario Peningkatan Investasi Air Minum Perpipaan 10 Persen dan Penyediaan Subsidi dari Pusat ..………………………………. 127

Tabel 5.15 Pertumbuhan Ekonomi dan Distribusi Pendapatan berdasar Skenario Peningkatan Investasi Air Minum Perpipaan 25 Persen dan Penyediaan Subsidi dari Pusat ..………………………………. 129

Tabel 5.16

Pertumbuhan Ekonomi dan Distribusi Pendapatan berdasar

Skenario Peningkatan Investasi Air Minum Perpipaan 50 Persen dan Penyediaan Subsidi dari Pusat ..………………………………. 131

Tabel 5.17

Rekapitulasi Pertumbuhan Ekonomi Simulasi Peningkatan

Investasi Air Minum …….…………………………….................... 133 Tabel 5.18

Rekapitulasi Pertumbuhan Ekonomi Simulasi Subsidi ………….. 138 Tabel 5.19

Rekapitulasi Pertumbuhan Ekonomi Simulasi Investasi Air Minum Perpipaan dan Subsidi dari Peningkatan Pajak Air Minum ………. 144

Tabel 5.20 Rekapitulasi Pertumbuhan Ekonomi Simulasi Investasi Air Minum Perpipaan dan Subsidi dari Pemerintah Pusat …………………….. 145

Tabel 5.21 Rekapitulasi Distribusi Pendapatan Simulasi Peningkatan Investasi Air Minum …………………………………………………………. 146

xix

DAFTAR TABEL

hal

Tabel 5.22 Rekapitulasi Dampak Subsidi terhadap Distribusi Pendapatan ....... 149 Tabel 5.23 Rekapitulasi Distribusi Pendapatan Simulasi Investasi Air Minum

Perpipaan dan Subsidi dari Peningkatan Pajak Air Minum ............. 152 Tabel 5.24 Rekapitulasi Distribusi Pendapatan Simulasi Investasi Air Minum

Perpipaan dan Subsidi dari Pemerintah Pusat .................................. 153 Tabel 5.25 Rekapitulasi Pertumbuhan Pro Poor ............................................... 156

xx

DAFTAR GAMBAR

hal

Gambar 5.3 Pertumbuhan Ekonomi dan Rasio Gini Skenario Peningkatan

Investasi Air Minum Perpipaan ..……………………………….. 110 Gambar 5.4 Peningkatan Pendapatan per Kapita Skenario Peningkatan

Investasi Air Minum Perpipaan .........................………….......... 110 Gambar 5.5 Pangsa Pendapatan per Kelompok RT Miskin Skenario

Peningkatan Investasi Air Minum Perpipaan ................................ 110 Gambar 5.6 Pertumbuhan Ekonomi dan Rasio Gini Skenario Peningkatan

Pajak Air Minum Perpipaan Bersumber dari Pajak …………....... 112

Gambar 5.7 Perubahan Pendapatan RT berdasar Skenario Peningkatan Pajak Air Minum Perpipaan.................................…………..………….. 112

Gambar 5.8 Pertumbuhan Ekonomi Skenario Subsidi dari Peningkatan Pajak

Air Minum Perpipaan .................................................................. 117 Gambar 5.9 Rasio Gini Skenario Subsidi dari Peningkatan Pajak Air Minum

Perpipaan ……………..…………………………………………. 117 Gambar 5.10 Perubahan Pendapatan RT berdasar Penyediaan Subsidi dari

Peningkatan Pajak Air Minum ...................................................... 117 Gambar 5.11 Pertumbuhan Ekonomi Skenario Subsidi dari Pemerintah Pusat . 119 Gambar 5.12 Rasio Gini Skenario Subsidi dari Pemerintah Pusat .................…. 119 Gambar 5.13 Pertumbuhan Pendapatan RT/Kapita berdasar Skenario Subsidi

dari Pemerintah Pusat .................................................................... 119 Gambar 5.14 Pertumbuhan Ekonomi Skenario Investasi (10%) dan Subsidi

dari Peningkatan Pajak Air Minum Perpipaan ………….............. 121 Gambar 5.15 Rasio Gini Skenario Investasi (10%) dan Subsidi dari

Peningkatan Pajak Air Minum Perpipaan ………..……………... 121 Gambar 5.16 Perubahan Pendapatan RT/Kapita Skenario Investasi (10%) dan

Subsidi dari Peningkatan Pajak Air Minum .....................……... 121 Gambar 5.17 Pertumbuhan Ekonomi Skenario Investasi (25%) dan Subsidi

dari Peningkatan Pajak Air Minum Perpipaan …………….......... 123 Gambar 5.18 Rasio Gini Skenario Investasi (25%) dan Subsidi dari

Peningkatan Pajak Air Minum Perpipaan ………..………......…. 123 Gambar 5.19 Pertumbuhan Pendapatan RT/Kapita Skenario Investasi (25%)

dan Subsidi dari Peningkatan Pajak Air Minum .………….......... 123

xi

DAFTAR GAMBAR

hal

Gambar 5.20 Pertumbuhan Ekonomi Skenario Investasi (50%) dan Subsidi dari Peningkatan Pajak Air Minum Perpipaan .............................. 125

Gambar 5.21 Rasio Gini Skenario Investasi (50%) dan Subsidi dari

Peningkatan Pajak Air Minum Perpipaan ………..………..……. 125 Gambar 5.22 Pertumbuhan Pendapatan RT/Kapita berdasar Skenario Investasi

(50%) dan Subsidi dari Peningkatan Pajak Air Minum .………… 125 Gambar 5.23 Pertumbuhan Ekonomi Skenario Investasi (10%) dan Subsidi

dari Dana Pemerintah Pusat ........................................................... 127 Gambar 5.24 Rasio Gini Skenario Investasi (10%) dan Subsidi dari Dana

Pemerintah Pusat ………..……………………………………... 127

Gambar 5.25 Pertumbuhan Pendapatan RT/Kapita berdasar Skenario Investasi (10%) dan Subsidi dari Dana Pemerintah Pusat .………………

Gambar 5.26 Pertumbuhan Ekonomi Skenario Investasi (25%) dan Subsidi dari Dana Pemerintah Pusat ………………………………........... 129

Gambar 5.27 Rasio Gini Skenario Investasi (25%) dan Subsidi dari Dana

Pemerintah Pusat ………..……………………………………... 129

Gambar 5.28 Pertumbuhan Pendapatan RT/Kapita berdasar Skenario Investasi (25%) dan Subsidi dari Dana Pemerintah Pusat ………………... 129

Gambar 5.29 Pertumbuhan Ekonomi Skenario Investasi (50%) dan Subsidi dari Dana Pemerintah Pusat ………………………………........... 131

Gambar 5.30 Rasio Gini Skenario Investasi (50%) dan Subsidi dari Dana Pemerintah Pusat ………..……………………………………...

131 Gambar 5.31 Pertumbuhan Pendapatan RT/Kapita berdasar Skenario Investasi

(50%) dan Subsidi dari Dana Pemerintah Pusat ………………... 131 Gambar 5.32 Dampak Investasi Air Minum terhadap Pertumbuhan Ekonomi ... 133 Gambar 5.33 Keterkaitan Investasi Air Minum dengan Pertumbuhan Ekonomi

dan Distribusi Pendapatan (Simulasi I dan II) ............................... 137 Gambar 5.34 Dampak Subsidi terhadap Pertumbuhan Ekonomi ....................... 138 Gambar 5.35 Keterkaitan Peningkatan Pajak Air Minum Perpipaan dengan

Distribsui Pendapatan dan Pertumbuhan Ekonomi ...................... 139

xxiii

DAFTAR GAMBAR

hal

Gambar 5.36 Keterkaitan Peningkatan Pajak Air Minum Perpipaan yang

Dialokasikan untuk Subsidi dengan Distribusi Pendapatan dan

Pertumbuhan Ekonomi (Simulasi III) ............................................ 141 Gambar 5.37 Keterkaitan Peningkatan Transfer Dana Pusat yang Dialokasikan

untuk Subsidi terhadap Pertumbuhan Ekonomi serta Distribusi

Pendapatan (Simulasi IV) .............................................................. 141

Gambar 5.38 Keterkaitan Peningkatan Investasi Air Minum Perpipaan dan

Subsidi terhadap Pertumbuhan Ekonomi serta Distribusi

Pendapatan (Simulasi V - VI) ........................................................ 141 Gambar 5.39 Dampak Investasi 10% dan Subsidi dari Pajak Air Minum

terhadap Pertumbuhan Ekonomi …………………………...……. 144 Gambar 5.40 Dampak Investasi 25% dan Subsidi dari Pajak Air Minum

terhadap Pertumbuhan Ekonomi …………………………..……. 144 Gambar 5.41 Dampak Investasi 50% dan Subsidi dari Pajak Air Minum

terhadap Pertumbuhan Ekonomi ……………………………..…. 144 Gambar 5.42 Dampak Investasi 10% dan Subsidi dari Pusat terhadap

Pertumbuhan Ekonomi ……………………….............................. 145 Gambar 5.43 Dampak Investasi 25% dan Subsidi dari Pusat terhadap

Pertumbuhan Ekonomi ………………………………….............. 145 Gambar 5.44 Dampak Investasi 50% dan Subsidi dari Pusat terhadap

Pertumbuhan Ekonomi ………………………………….............. 145 Gambar 5.45 Dampak Investasi Air Minum terhadap Distribusi Pendapatan ..... 146 Gambar 5.46 Dampak Subsidi dari Pajak Air Minum Perpipaan terhadap

Distribusi Pendapatan .................................................................... 150 Gambar 5.47 Dampak Subsidi dari Pemerintah Pusat terhadap Distribusi

Pendapatan ..................................................................................... 150 Gambar 5.48 Dampak Investasi Air Minum Perpipaan (10%) dan Subsidi dari

Pajak Air Minum Perpipaan terhadap Distribusi Pendapatan ....... 152 Gambar 5.49 Dampak Investasi Air Minum Perpipaan (25%) dan Subsidi dari

Pajak Air Minum Perpipaan terhadap Distribusi Pendapatan ....... 152 Gambar 5.50 Dampak Investasi Air Minum Perpipaan (50%) dan Subsidi dari

Pajak Air Minum Perpipaan terhadap Distribusi Pendapatan ....... 152

xxiv

DAFTAR GAMBAR

hal

Gambar 5.51 Dampak Investasi Air Minum Perpipaan (10%) dan Subsidi dari Pemerintah Pusat terhadap Distribusi Pendapatan ........................ 153

Gambar 5.52 Dampak Investasi Air Minum Perpipaan (25%) dan Subsidi dari

Pemerintah Pusat terhadap Distribusi Pendapatan ........................ 153 Gambar 5.53 Dampak Investasi Air Minum Perpipaan (50%) dan Subsidi dari

Pemerintah Pusat terhadap Distribusi Pendapatan ....................... 153 Gambar 5.54 Pertumbuhan Pro Poor Simulasi Investasi Air Minum Perpipaan

dan Subsidi ..................................................................................... 154

xxv

DAFTAR KOTAK

hal

Kotak 4.1 Hukum Walras …………………………………………………….. 67

xxvi

DAFTAR SINGKATAN

ADB = Asian Development Bank APF = Aggregate Production Function Bappenas

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional BBM = Bahan Bakar Minyak BOT = Build Operate Transfer Bodetabek

Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi

BPS = Badan Pusat Statistik CES = Constant Elasticity of Substitution CET = Constant Elasticity of Transformation CGE = Computable General Equilibrium CPI = Costumer Price Index DKI = Daerah Khusus Ibukota FOC = First Order Condition FGT = Foster-Greer-Thorbecke HU = Hidran Umum KK = Kepala Keluarga LES = Linear Expenditure System LSM = Lembaga Swadaya Masyarakat MCK = Mandi, Cuci, Kakus MDG = Millenium Development Goals MPS = Marginal Propensity to Save PAM Jaya

Perusahaan Air Minum Jakarta Raya

PDAM = Perusahaan Daerah Air Minum PDB

Produk Domestik Bruto

PDRB

Produk Domestik Regional Bruto

PP = Peraturan Pemerintah PPD-PSE = Program Penanggulangan Dampak Pengurangan

Subsidi Energi

PT = Perusahaan Terbatas

xxvii

PTO = Penyesuaian Tarif Otomatis ROW = Rest of the World RT = Rumah Tangga SAM = Social Accounting Matrix SE-AB = Subsidi Energi-Air Bersih SIPAS

Sistem Penyediaan Air Bersih Sederhana SNSE

Sistem Neraca Sosial Ekonomi

TA = Terminal Air TFP = Total Factor Production TK = Tenaga Kerja TPJ = Thames Pam Jaya UGM = Universitas Gajah Mada USD = United State Dollar

VA = Value Added WHO = World Health Organization WTP = Water Treatment Plant

xxviii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Memasuki Milenium baru, hampir setengah dari total penduduk dunia bertempat tinggal di daerah perkotaan 1 . Percepatan pertambahan penduduk perkotaan

melampaui kemampuan pemerintah dalam menyediakan kebutuhan dasar penduduk. Akibatnya, sejumlah penduduk mengalami kesulitan mendapatkan kebutuhan dasar

untuk perumahan, air minum 2 , sanitasi, kesehatan, pekerjaan dan pendidikan. Mendekati 1,3 miliar penduduk dunia di negara berkembang, mayoritas penduduk

miskin, kekurangan akses terhadap kecukupan air. Dampak ketidakcukupan air dan sanitasi terutama dirasakan oleh penduduk miskin. Akibat kualitas air minum yang tidak memadai, penduduk miskin kota

menanggung dampak berupa berjangkitnya penyakit diare dan kolera 3 yang mengharuskan mereka mengeluarkan dana untuk obat dan perawatan medis. Lebih

lanjut, hal itu mengakibatkan anak-anak tidak sekolah, dan orang dewasa kehilangan waktu kerja. Akibatnya, selain berdampak pada besarnya pengeluaran untuk membeli air, kurangnya akses ke air minum yang memadai, aman, terjangkau juga berdampak

langsung pada penghidupan dan pendapatan penduduk miskin kota 4 .

1 Pada tahun 2015, penduduk perkotaan akan bertambah dua kali lipat sehingga mencapai 3,5 miliar penduduk. Selain itu, 1 dari 5 penduduk akan berlokasi di kota besar berpenduduk lebih dari 10 juta

dibanding 1 dari 9 saat ini (Dasgupta, 2002) Sementara sekitar 95 persen dari pertambahan penduduk perkotaan tersebut akan berlokasi di negara berkembang dan separuhnya merupakan penduduk miskin, serta bertempat tinggal di daerah kumuh (Annez, 1996).

2 Definisi air minum yang dipergunakan adalah air minum rumah tangga baik yang langsung dapat diminum maupun yang masih perlu diolah, yang berasal dari sumber yang aman dari

pencemaran.Pengertian air minum disini sama dengan istilah air bersih yang sering dipergunakan ditambah dengan air yang langsung bias diminum tetapi tidak termasuk air kemasan maupun air isi ulang.

3 Diperkirakan 10 ribu penduduk meninggal setiap hari disebabkan penyakit terkait air dan sanitasi dan

ribuan lainnya menderita.

4 Penghidupan dan pendapatan penduduk diartikan sebagai kemampuan terlibat dalam kegiatan menghasilkan uang, pendapatan dari kegiatan tersebut, dan pengeluaran yang ditimbulkannya.

Ketika penduduk termiskin tidak mendapat akses ke air sistem perpipaan, air dari penyedia air minum skala kecil (small scale water provider) atau air

nonperpipaan 5 menjadi alternatifnya. Besarnya tarif air minum nonperpipaan mengakibatkan biaya yang dikeluarkan menjadi jauh lebih mahal, sehingga

ketidaktersediaan air minum menjadi salah satu penentu utama tingkat kemiskinan bagi sebagian besar rumah tangga. Sebagai contoh, Okun (1988) memperkirakan bahwa rumah tangga miskin yang tidak terlayani oleh sistem perpipaan menghabiskan sekitar 10-30 persen dari pendapatannya untuk kebutuhan air, sementara rumah tangga kaya

umumnya hanya mengeluarkan kurang dari dua persen (Satterwaithe, 1998) 6 . Akibatnya, air diperoleh dengan biaya mahal dalam jumlah jauh dari kebutuhan

normal. Jadi, ketika kebutuhan air minum penduduk miskin terpenuhi, mereka terpaksa membayar dengan harga yang jauh lebih mahal 7 .

Hal ini kemudian berujung pada penurunan kualitas hidup, pengurangan produktivitas, penambahan beban biaya kesehatan, dan polusi lingkungan yang tak terhindarkan. Keseluruhannya mengarah pada peningkatan kemiskinan di perkotaan. Diperkirakan pada tahun 2010 penduduk miskin perkotaan mencapai sekitar 47 persen dari total penduduk miskin Indonesia, meningkat dari sekitar 38 persen pada tahun 2000 (Dasgupta, 2002).

Segala keuntungan dari keberadaan kota menjadi terhalangi oleh merebaknya kemiskinan di perkotaan. Mexico City, Beijing, dan Jakarta merupakan contoh nyata dengan permasalahan tidak memadainya akses air minum, khususnya bagi penduduk miskin (Black, 1996). Kondisi ini mempengaruhi langsung sebagian penduduk, tetapi pada akhirnya secara tidak langsung dapat berdampak pada keseluruhan kota.

5 Secara umum disepakati bahwa kegiatan yang dapat dikategorikan sebagai penyedia air minum skala kecil ketika (i) melaksanakan kegiatan dengan menggunakan pegawai dalam jumlah kecil; (ii)

melaksanakan kegiatan berdasar prinsip pemulihan biaya dan orientasi keuntungan; (iii) menggunakan modal sendiri tanpa bantuan dari pemerintah dan LSM; (iv) menyediakan air minum merupakan kegiatan utamanya (Conan, 2002).

6 Pada negara industri, pengeluaran air berkisar 0,5 sampai dua persen dari pendapatan rata-rata (1,3 persen di Jerman dan Belanda, 1,2 persen di Perancis) dan air minum dianggap mahal ketika

pengeluaran melampaui tiga persen dari pendapatan rata-rata penduduk (Water Academy, 2004).

7 Sebagai gambaran, berdasar data Water Supply and Sanitation Collaborative Council (1999), tarif penjaja air keliling pada beberapa kota besar di negara berkembang mencapai sekitar 5 sampai 20 kali

dari tarif air minum perpipaan.

Kemampuan mengatasi kondisi ini akan menentukan kelangsungan kota dan perekonomian. Hal ini didasari pada pertimbangan dampak utama pengurangan kemiskinan di perkotaan tidak hanya pada penduduk miskin, tetapi terjadi juga pada keseluruhan penduduk kota, dalam hal (i) mengurangi ketimpangan sosial, (ii) menghindari masalah lingkungan dan kesehatan skala besar, (iii) mendorong pembangunan ekonomi lokal, (iv) membantu pertumbuhan ekonomi nasional. Ketimpangan sosial dapat mengarah pada ketegangan sosial yang bermuara pada benturan antarkelompok. Masalah kesehatan dan lingkungan pada daerah kumuh dapat berdampak pada keseluruhan kota seperti merebaknya diare, kolera, demam berdarah. Ketidakcukupan air dan sanitasi dapat berdampak pada penurunan kualitas air permukaan dan air tanah dangkal. Perkembangan ekonomi lokal dapat membantu meningkatkan kondisi kehidupan penduduk miskin sehingga mendukung produktifitas dan pertumbuhan ekonomi. Perkembangan kota yang baik akan mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi nasional, karena kota berfungsi sebagai pusat pertumbuhan (Baharoglu, 2000)

Jakarta sebagai salah satu kota yang dalam waktu dekat akan menjadi megacity 8 , juga mengalami masalah dengan akses air minum, khususnya bagi penduduk

miskin. Meningkatnya urbanisasi menyebabkan peningkatan kebutuhan layanan infrastruktur termasuk air minum. Pada tahun 1996, sebelum privatisasi penyediaan air

minum 9 , cakupan pelayanan air minum di Jakarta mencapai 41 persen dengan tingkat kebocoran 57 persen dan penggunaan air tanah berlebihan. Setelah empat tahun

privatisasi (2002), mengabaikan banyaknya keluhan terhadap kualitas dan kuantitas pelayanan, kedua operator telah mencapai perkembangan yang nyata. Pelayanan telah bertambah menjadi 44 persen di bagian barat, dan 62 persen di bagian timur, yang secara keseluruhan mencapai 52,4 persen untuk seluruh Jakarta.

8 Megacity didefinisikan sebagai metropolitan dengan penduduk lebih dari 10 juta .

9 Pada tahun 1998, PT. Palyja (Ondeo) dan PT. TPJ (Thames International, RWE) mendapatkan kontrak konsesi penyediaan air minum di Jakarta. Jakarta dibagi dalam 2 (dua) wilayah yaitu PT Palyja

bertanggungjawab untuk pengembangan dan pengelolaan air minum di bagian Barat, dan PT. TPJ di bagian timur.

Tabel 1.1 Cakupan Layanan Air Minum di Jakarta Tahun 2002 (dalam persen)

Terlayani

Tak Terlayani Air

Total

Air Perpipaan

Perpipaan

Tidak Miskin

100,0 Sumber: Anwar (2003)

Keberhasilan peningkatan cakupan tersebut masih menyisakan proporsi sekitar 10,7 persen penduduk miskin yang belum terlayani oleh air perpipaan. Penduduk miskin yang tidak terlayani oleh air perpipaan menggunakan beragam bentuk pelayanan air minum untuk memenuhi kebutuhannya, diantaranya berupa sumur dangkal, air tanah dalam, kran umum, penjaja keliling, sebagian penduduk menjual air ke tetangganya, truk air, dan air kemasan isi ulang.

Kondisi ini perlu mendapat perhatian karena ternyata sebagian besar penduduk miskin menggunakan sumur tidak terlindungi dan fasilitas umum yang merupakan sumber pencemaran dan terjangkitnya wabah diare dan kolera. Selain itu, penduduk miskin yang tidak terlayani membeli air dengan harga jauh lebih mahal sampai 15 kali tarif air perpipaan (Anwar, 2003).

Ketika tidak segera ditanggulangi, kondisi ini akan berdampak pada semakin terperangkapnya penduduk dalam kemiskinan, yang selanjutnya dapat berdampak tidak hanya pada penduduk miskin, tetapi berdampak juga pada seluruh penduduk kota dalam berbagai bentuk.

Teori sederhana dan bukti empiris menunjukkan bahwa pengurangan kemiskinan dapat dicapai melalui percepatan pertumbuhan ekonomi dan/atau perubahan distribusi pendapatan. Ravallion (2001), melalui studi antarnegara, menunjukkan bahwa peningkatan satu persen pendapatan rata-rata rumah tangga atau konsumsi menghasilkan penurunan kemiskinan yang bervariasi antara 0,6 persen Teori sederhana dan bukti empiris menunjukkan bahwa pengurangan kemiskinan dapat dicapai melalui percepatan pertumbuhan ekonomi dan/atau perubahan distribusi pendapatan. Ravallion (2001), melalui studi antarnegara, menunjukkan bahwa peningkatan satu persen pendapatan rata-rata rumah tangga atau konsumsi menghasilkan penurunan kemiskinan yang bervariasi antara 0,6 persen

Berkaitan dengan permasalahan kemiskinan perkotaan yang terkait dengan masih rendahnya ketersediaan air minum bagi penduduk miskin DKI Jakarta, dan investasi air minum yang secara teori dan empiris dapat berdampak pada penanggulangan kemiskinan, disertasi ini berusaha menjawab pertanyaan apakah investasi air minum di DKI Jakarta menghasilkan pertumbuhan pro-poor sehingga dapat dijadikan salah satu bagian dari kebijakan penanggulangan kemiskinan khususnya di perkotaan.

1.2 Masalah Penelitian

Perkembangan perkotaan dunia dan Indonesia menunjukkan perubahan yang pesat. Dalam waktu singkat jumlah penduduk perkotaan meningkat tajam, bahkan dalam waktu tidak lama lagi proporsi penduduk perkotaan akan melampaui penduduk perdesaan. Diperkirakan pada tahun 2010, proporsi penduduk perkotaan Indonesia akan mencapai 54,2 persen, meningkat dari sekitar 35 persen (1990) dan 42 persen (2000) (Bappenas, 2005). Kondisi itu berdampak pada menurunnya kualitas lingkungan perkotaan, diantaranya berupa tidak terpenuhinya kebutuhan air minum. Sebagian terbesar penduduk yang tidak terlayani adalah penduduk miskin.

Telah menjadi kesepakatan bahwa peningkatan akses air minum dapat menjadi jalan menuju penanggulangan kemiskinan. Investasi yang ditanamkan di sektor air minum dapat memicu pertumbuhan ekonomi yang bersifat pro-poor. Pertumbuhan ekonomi yang terjadi mengurangi kesenjangan pendapatan dan kemiskinan.

Dikaitkan dengan kondisi Jakarta, investasi air minum yang bersifat pro-poor merupakan suatu keniscayaan, dengan berbagai pertimbangan di antaranya (i) tingkat

10 Terdapat dua definisi pertumbuhan pro-poor. Pada konsep pertama, pertumbuhan pro-poor terjadi

ketika pendapatan penduduk miskin meningkat lebih cepat dari penduduk tidak miskin. Sementara konsep kedua menyatakan bahwa pertumbuhan pro-poor terjadi ketika jumlah absolut penduduk miskin berkurang (Vos, 2005). Dapat disimpulkan bahwa perbedaan mendasar hanya pada fokusnya yaitu (i) konsep pertama pada kesenjangan (White dan Anderson, 2000), (Kakwani dan Pernia, 2000) dan (ii) konsep kedua pada kemiskinan (Ravallion dan Chen, 2003).Studi ini menggunakan definisi pertama.

urbanisasi yang mengarah pada peningkatan jumlah penduduk miskin masih relatif tinggi, (ii) proporsi penduduk miskin yang belum terlayani oleh air minum masih cukup besar. Oleh karena itu, pertanyaan yang mengemuka adalah (i) apakah investasi air minum perpipaan di DKI Jakarta telah memicu pertumbuhan ekonomi yang bersifat pro-poor, (ii) apakah investasi air minum nonperpipaan di DKI Jakarta memicu pertumbuhan ekonomi pro-poor, (iii) apakah subsidi pemerintah dalam penyediaan air minum di DKI Jakarta memicu pertumbuhan ekonomi pro-poor.

1.3 Tujuan dan Hipotesis Penelitian

Tujuan umum dari studi ini adalah menjawab pertanyaan apakah investasi air minum di DKI Jakarta sudah bersifat pro-poor yang ditunjukkan oleh terjadinya pertumbuhan yang mengurangi kesenjangan.

Tujuan khusus dari studi adalah (i) mengembangkan model komputasi keseimbangan umum air minum, (ii) menganalisis dampak investasi air minum perpipaan terhadap pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan, (iii) menganalisis dampak penyediaan air minum nonperpipaan terhadap pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan, (iv) menganalisis dampak penyediaan subsidi air minum bagi rumah tangga berpendapatan rendah, dan (v) memberikan rekomendasi kebijakan pembangunan air minum di DKI Jakarta.

Secara teoritis, terdapat empat faktor pertumbuhan, yaitu sumber daya manusia, sumber daya alam, pembentukan modal, dan teknologi (Nordhaus, 2004). Oleh karena itu, investasi infrastruktur, termasuk air minum yang berupa penambahan modal, merupakan salah satu penyumbang pertumbuhan ekonomi.

Secara empiris, terdapat banyak studi yang membuktikan kebenaran pengaruh positif investasi infrastruktur, termasuk air minum, terhadap pertumbuhan ekonomi. (i) Barro (1995) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi jangka panjang tergantung pada langkah pemerintah dalam penyediaan infrastruktur. (ii) studi Bank Dunia pada 63 negara berkembang menunjukkan bahwa penambahan satu persen stok infrastruktur berkorelasi dengan pertumbuhan satu persen PDB. (iii) Canning (1999), dan Demetriades dan Mamuneas (2000) melaporkan kontribusi output yang signifikan dari infrastruktur. (iv) Stephen Yeaple dan Stephen S. Golub (2002) menyimpulkan bahwa Secara empiris, terdapat banyak studi yang membuktikan kebenaran pengaruh positif investasi infrastruktur, termasuk air minum, terhadap pertumbuhan ekonomi. (i) Barro (1995) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi jangka panjang tergantung pada langkah pemerintah dalam penyediaan infrastruktur. (ii) studi Bank Dunia pada 63 negara berkembang menunjukkan bahwa penambahan satu persen stok infrastruktur berkorelasi dengan pertumbuhan satu persen PDB. (iii) Canning (1999), dan Demetriades dan Mamuneas (2000) melaporkan kontribusi output yang signifikan dari infrastruktur. (iv) Stephen Yeaple dan Stephen S. Golub (2002) menyimpulkan bahwa

Sementara kajian WHO (2004) melalui the Swiss Tropical Institute menyimpulkan bahwa investasi air minum dan sanitasi sebesar USD.1 akan memberikan pengembalian sebesar antara USD.3 sampai USD.34, bergantung pada lokasinya. Selain itu, beberapa analisis terbaru menunjukkan bahwa pengelolaan air berada pada peringkat kedua terbesar dalam investasi infrastruktur bagi kebangkitan ekonomi (Tan, 2000).

Debat kaitan antara pertumbuhan pendapatan per kapita dan kesenjangan diprakarsai oleh Kutznets (1955) yang menemukan bahwa terdapat hubungan U terbalik antara pendapatan dan kesenjangan berdasar penelitian antarnegara. Pertumbuhan terjadi dahulu, kesenjangan melebar, lalu kemudian kesenjangan menurun (Anand dan Kanbur, 1993).

Di pihak lain, literatur empiris terkini, seperti oleh Deininger dan Squire (1996), Chen dan Ravallion (1997), Easterly (1999), dan Dollar dan Kraay (2002), seluruhnya menyatakan bahwa pertumbuhan tidak mempunyai dampak pada kesenjangan (World Bank Poverty Net).