Tinjauan tentang Upaya Hukum Tinjauan tentang Perjanjian

commit to user

2. Tinjauan tentang Upaya Hukum

a. Pengertian Upaya Hukum Pengertian upaya menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata adalah usaha; ikhtiar untuk mencapai suatu maksud, memecahkan persoalan, mencari jalan keluar, dan sebagainya http:www.KamusBahasaIndonesia.org. Pengertian hukum menurut Mochtar Kusuma Atmadja dalam Titik Triwulan Tutik adalah keseluruhan kaidah – kaidah serta asas – asas yang mengatur pergaulan hidup manusia dalam masyarakat yang bertujuan memelihara ketertiban juga meliputi lembaga – lembaga dan proses guna mewujudkan berlakunya kaidah sebagai kenyataan dalam masyarakat. Sedangkan Soerjono Soekanto mengartikan hukum sebagai suatu gejala sosial budaya yang berfungsi menerapkan kaidah – kaidah dan pola – pola perilaku tertentu terhadap individu – individu dalam masyarakat. Pengertian hukum menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah; undang-undang, peraturan, dsb untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat; patokan kaidah, ketentuan mengenai peristiwa alam dan sebagainya yang tertentu; keputusan pertimbangan yang ditetapkan oleh hakim dalam pengadilan; vonis http:www.KamusBahasaIndonesia.org. Upaya hukum berarti usaha yang dilakukan menggunakan peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah; undang-undang, peraturan, dsb untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat; patokan kaidah, ketentuan mengenai peristiwa alam dan sebagainya yang tertentu; keputusan pertimbangan yang ditetapkan oleh hakim dalam pengadilan; vonis untuk memecahkan suatu masalah. commit to user

3. Tinjauan tentang Perjanjian

a. Pengertian Perjanjian Perjanjian dalam Bahasa Belanda disebut dengan kata overeenkomst. Secara umum ketentuan yang mengatur tentang perjanjian terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata KUH Perdata buku III tentang Perikatan. Pengertian perjanjian diatur dalam Pasal 1313 KUH Perdata. Pasal tersebut berbunyi perjanjian adalah suatu perbutan dengan mana satu pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”. Pengertian perjanjian tersebut mempunyai beberapa kelemahan, yaitu : 1 Tidak jelas karena setiap perbuatan dapat disebut perjanjian Salim, 2008:7. Perbuatan dapat dibedakan menjadi perbuatan manusia menurut hukum dan perbuatan manusia melawan hukum. Tidak semua perbuatan hukum dapat disebut sebagai perjanjian, contohnya adalah perkawinan tidak dapat disebut sebagai suatu perjanjian. 2 Hanya mengikat satu pihak saja, padahal seharusnya suatu perjanjian mengikat dua pihak karena ada consensus persetujuan dari dua pihak yang mengadakan perjanjian. 3 Kata perbuatan mencakup juga tanpa konsensus. Dalam pengertian “perbuatan” termasuk juga tindakan melaksanakan tugas tanpa kuasa zaakwaarneming, tindakan melawan hukum onrechmatig daad yang tidak mengandung suatu konsensus. Seharusnya dipakai kata ”persetujuan.’’ 4 Pengertian perjanjian terlalu luas, karena mencakup juga perlangsungan perkawinan, janji kawin yang diatur dalam lapangan hukum keluarga. Padahal yang dimaksud adalah hubungan antara debitur dan kreditur dalam lapangan kekayaan saja. Perjanjian yang dikehendaki oleh buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sebenarnya hanyalah perjanjian yang bersifat kebendaan bukan perjanjian yang bersifat personal. commit to user 5 Tanpa menyebut tujuan, dalam suatu perjanjian seharusnya menyebutkan tujuan pengadaan penjanjian. Berdasarkan alasan tersebut di atas Abdulkadir Muhammad memberikan definisi bahwa perjanjian adalah suatu persetujuan dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal mengenai harta kekayaan, sedangkan Salim mendefinisikan perjanjian sebagai hubungan hukum antara subjek hukum yang satu dengan subjek hukum yang lain dalam bidang harta kekayaan dimana subjek hukum yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga subjek hukum yang lain berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah disepakatinya. Unsur-unsur yang tercantum dalam definisi perjanjian tersebut adalah: 1 Adanya hubungan hukum Hubungan hukum merupakan hubungan yang menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum adalah timbulnya hak dan kewajiban. 2 Adanya subjek hukum Subyek hukum, yaitu pendukung hak dan kewajiban. 3 Adanya prestasi Prestasi terdiri atas melakukan sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu. 4 Di bidang harta kekayaan Salim dkk, 2008: 9. b. Syarat Sah Perjanjian Syarat sahnya perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa perjanjian sah apabila memenuhi 4 empat unsur, yaitu : 1 Adanya kesepakatan kedua belah pihak Yang dimaksud dengan kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya. Ada 5 lima cara terjadinya persesuaian pernyataan kehendak yaitu dengan : commit to user a bahasa yang sempurna dan tertulis b bahasa yang sempurna secara lisan c bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima oleh pihak lawan d bahasa isyarat asal dapat diterima oleh pihak lawan e diam atau membisu asal dapat dipahami atau diterima pihak lawan Pada dasarnya cara yang paling banyak digunakan oleh para pihak adalah dengan bahasa yang sempurna secara lisan dan secara tertulis karena akan memberikan kepastian hukum bagi para pihak dan sebagai alat bukti yang sempurna Salim dkk, 2008: 9-10. 2 Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum Perbuatan hukum adalah perbuatan yang akan menimbulkan akibat hukum. Para pihak yang akan mengadakan perjanjian harus sudah cakap hukum dan mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan hukum. Orang yang cakap dan berwenang melakukan perbuatan hukum adalah orang yang sudah dewasa menurut hukum. Ukuran kedewasaan adalah sudah berumur 21 tahun dan atau sudah kawin. Dalam Pasal 1330, yang termasuk tak cakap untuk membuat perjanjian-perjanjian adalah : a Orang-orang yang belum dewasa. b Mereka yang di bawah pengampuan. c Orang-orang perempuan yang bersuami orang-orang perempuan dinyatakan cakap untuk melakukan perbuatan hukum, yaitu dengan adanya Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1974. 3 Suatu hal tertentu Yang dimaksud hal tertentu adalah adanya obyek perjanjian. Obyek perjanjian adalah prestasi. Prestasi adalah apa yang menjadi kewajiban debitur dan apa yang menjadi hak kreditur. Prestasi terdiri dari : a memberikan sesuatu; b berbuat sesuatu; c tidak berbuat sesuatu. commit to user 4 Suatu sebab yang halal Yang dimaksud dengan sebab yang halal adalah yang tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum. Dilihat dari syarat-syarat tersebut, maka syarat sahnya perjanjian dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: 1 Syarat Subyektif Adalah suatu syarat yang menyangkut pada subyek-subyek perjanjian itu atau dengan perkataan lain syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh mereka yang membuat perjanjian dimana hal ini meliputi kesepakatan mereka mengikatkan dirinya dan kecakapan pihak yang membuat perjanjian. Apabila syarat subyektif ini tidak dipenuhi maka perjanjian dapat dibatalkan 2 Syarat Obyektif Adalah syarat yang menyangkut pada obyek perjanjian tersebut, yaitu meliputi suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal. Apabila syarat obyektif ini tidak dipenuhi maka perjanjian ini batal demi hukum atau batal dengan sendirinya artinya sejak semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan Subekti, 2000: 20. Perjanjian dapat dibuat secara lisan maupun tertulis, namun beberapa perjanjian harus dibuat dibuat dengan memenuhi ketentuan formal yang tertulis. Untuk kebutuhan pembuktian di kemudian hari, perjanjian perlu dibuat secara tertulis Jonker Sihombing, 2008: 34. c. Asas-asas dalam Perjanjian Dalam perjanjian atau kontrak dikenal berbagai macam asas yang harus dipenuhi oleh pihak-pihak. Asas-asas tersebut antara lain kebebasan berkontrak freedom of contract, asas konsensualisme concsensualism, asas kepastian hukum pacta sunt servanda, asas itikad baik good faith commit to user dan asas kepribadian personality. Secara rici asas-asas tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 1 Asas Kebebasan Berkontrak freedom of contract Asas kebebasan berkontrak terdapat dalam Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata, yang berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.” Asas ini mengandung arti bahwa dalam membuat kontrak para pihak bebas membuat dalam bentuk dan cara apapun asal tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan undang-undang. Asas ini merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk : a Membuat atau tidak membuat perjanjian b Mengadakan perjanjian dengan siapa pun c Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan dan persyaratannya d Menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan Salim HS, 2003: 9 2 Asas Konsensualisme concensualism Asas konsensualisme dinyatakan dalam Pasal 1320 ayat 1 KUHPerdata. Pada pasal tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kata kesepakatan antara kedua belah pihak. Yang dimaksud dengan kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya. 3 Asas Kepastian Hukum pacta sunt servanda Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas pacta sunt servanda. Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata yang berbunyi “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang.” Asas ini berhubungan dengan akibat hukum yang timbul karena terjadinya suatu kontrak. Asas ini mengandung arti bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak secara sah mengikat atau berlaku sebagai undang- commit to user undang bagi mereka dan memberi kepastian hukum bagi para pihak yang membuatnya. Menurut Salim, asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak; sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. 4 Asas Itikad Baik good faith Asas itikad baik terdapat dalam Pasal 1338 ayat 3 KUHPerdata yang berbunyi: “Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.” Asas ini merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun kemauan baik dari para pihak. Asas itikad baik terbagi menjadi dua macam, yakni itikad baik nisbi dan itikad baik mutlak. Pada itikad baik nisbi, seseorang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek. Pada itikad baik mutlak, penilaian terletak pada akal sehat dan keadilan serta dibuat ukuran yang obyektif untuk menilai keadaan penilaian tidak memihak menurut norma-norma yang objektif Salim HS, 2003: 11. Asas itikad baik dilihat dari pelaksanaan perjanjian. 5 Asas Kepribadian personality Menurut Salim, asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Asas kepribadian terdapat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUH Perdata. Pasal 1315 KUH Perdata menyatakan bahwa: “Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.” Pasal 1340 KUH Perdata berbunyi: “Perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya.”Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan danatau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Inti ketentuan ini sudah jelas bahwa untuk mengadakan suatu perjanjian, orang tersebut harus untuk kepentingan dirinya sendiri. Hal ini commit to user mengandung maksud bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. Pengecualian terhadap ketentuan ini terdapat dalam Pasal 1317 KUH Perdata yang menyatakan: “Dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu.” Sedangkan di dalam Pasal 1318 KUH Perdata, tidak hanya mengatur perjanjian untuk diri sendiri, melainkan juga untuk kepentingan ahli warisnya dan untuk orang-orang yang memperoleh hak daripadanya. Jika dibandingkan kedua pasal itu maka Pasal 1317 KUH Perdata mengatur tentang perjanjian untuk pihak ketiga, sedangkan dalam Pasal 1318 KUH Perdata untuk kepentingan dirinya sendiri, ahli warisnya dan orang-orang yang memperoleh hak dari yang membuatnya. Dengan demikian, Pasal 1317 KUH Perdata mengatur tentang pengecualiannya, sedangkan Pasal 1318 KUH Perdata memiliki ruang lingkup yang luas. d. Hapusnya Perjanjian Menurut Salim, berakhirnya perikatan karena undang-undang adalah konsignasi, musnahnya barang yang terutang, dan daluarsa. Sedangkan berakhirnya perikatan karena perjanjian yaitu dengan pembayaran, pembaruan utang, kebatalan atau pembatalan, serta berlakunya suatu syarat batal. Di samping cara-cara tersebut, dalam praktek dikenal pula caraberakhirnya perjanjian, yaitu : 1 Jangka waktu berakhir; 2 Dilaksanakan obyek perjanjian; 3 Kesepakatan kedua belah pihak; 4 Pemutusan secara sepihak oleh salah satu pihak; 5 Adanya putusan pengadilan Salim HS, 2004: 165. commit to user

4. Tinjauan tentang Wanprestasi