Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.
USU Repository © 2009
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Saat ini pengembangan usaha melalui sistem franchise waralaba mulai banyak diterapkan oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia. Dalam kaitannya
dengan hal tersebut, Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Departemen Perdagangan Republik Indonesia, menugaskan Institut Pendidikan dan Pembinaan
Manajemen IPPM untuk mengadakan suatu penelitian mengenai kebijaka- kebijakan yang perlu diambil untuk membina, mengembangkan, dan melindungi
usaha franchise di Indonesia. Sebagai suatu cara pemasaran dan distribusi, Franchise merupakan
alternatif lain di samping saluran konvensional yang dimiliki perusahaan sendiri. Cara ini memungkinkan untuk mengembangkan saluran eceran yang berhasil
tanpa harus membutuhkan investasi besar-besaran dari perusahaan induknya. Bisnis Franchising, bagaimanapun bentuknya bertujuan untuk memperpanjang
atau memperlebar dunia bisnis dan industri. Hal ini tidak dapat disamakan dengan bisnis penyewaan seragam, ataupun dokter gigi. Singkatnya aktivitas ini dapat
digunakan dibanyak kegiatan ekonomis dimana sistemnya terbentuk karena adanya manufacture, proses danatau distribusi barang-barang atau usaha
pemberian jasa. Inilah sistem dan masalah subjek dari franchising. Dalam perkembangan ekonomi pasar di banyak negara, penjualan barang
dan jasa melalui model franchising tumbuh dengan pesat sejak tahun 1950-an. Tentu saja hal ini diestimasikan demikian. Di Amerika Serikat misalnya,
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.
USU Repository © 2009
banyaknya bentuk franchising terdapat lebih dari tiga digit retail sales yang berkembang. Di Australia diperkirakan banyaknya franchise fast food untuk 90
atau lebih dari total penjualan dalam suatu pasar. Ini semua merupakan laporan yang setidaknya mewakili bahwa franchising dipraktikan secara bersamaan oleh
lebih dari 70 negara di seluruh dunia
4
Pada saat sekarang ini, franchising yang ada merupakan “generasi kedua” yang biasa disebut dengan ”format bisnis franchise”. Format bisnis franchise pada
dasarnya adalah suatu pembiakan komersial dimana “franchisor” yang mempunyai produk atau jasa yang ingin dijual, lalu perusahaan tersebut memilih
untuk tidak memperluas usahanya sendiri melainkan menjual hak untuk menggunakan namanya, produk atau jasanya kepada “franchisee” yang
. Cepatnya perkembangan dan suksesnya bisnis waralaba ini disebabkan
oleh beberapa faktor. Faktor yang paling mendasar adalah bisnis ini merupakan kombinasi dari pengetahuan dan kekuatan satu usaha bisnis yang sudah ada
mapan. Pemilik nama bisnis franchising Franchisor dengan semangat entrepreneur sebagai pelaku bisnis di satu pihak. Di lain pihak terdapat penerima
franchising franchisee yang dengan segala kemungkinan dapat mengembangkan beberapa bisnis franchising berdasarkan kondisi pasar setempat. Bagaimanapun
juga bisnis ini hanya dapat dijalankan oleh organisasi yang stabil yang dapat berkembang, termotivasi dan sungguh-sungguh menjalankan inti bisnis kecil
dengan penuh semangat
4
Suyud Margono dan Amir Angkasa, Komersialisasi Aset Intelektual Aspek Hukum Bisnis, Gramedia, Jakarta, 2002, Hal. 67
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.
USU Repository © 2009
menjalankan tokonya secara semi- independen. Dalam hal ini franchisor
5
menyediakan “paket” yang mencakup pegetahuan know-how dari usahanya
6
. Prosedur operasi penyediaan produk, dan cara promosi penjualan. Sedangkan
franchisee
7
umumnya membayar sejumlah uang kepada franchisor dan menyediakan dana untuk menyiapkan toko mengadakan sediaan, membeli
peralatan dan membayar royalty
8
Melalui lisensi, pihak yang tidak memiliki Hak atas Kekayaan Intelektual dimungkinkan unutk melakukan suatu atau serangkaian tindakan atau perbuatan,
melalui hak atau wewenang yang diberikan oleh pemilik atau pemegang Hak atas Kekayaan Intelektual sebagai pihak yang berwenang dalam bentuk perizinan.
. Pemberi lisensi sebagai pemilik atau pemegang Hak atas Kekayaan
Intelektual memberikan izin atau hak kepada pihak lain untuk membuat, memproduksi, menjual, memasarkan, medistribusikan produk berupa barang atau
jasa yang dihasilkan dengan mempergunakan Hak atas Kekayaan Intelektual yang dilisensikan tersebut. Dalam bentuknya yang paling sederhana, lisensi diberikan
dalam bentuk hak untuk menjual produk barang atau jasa dengan mempergunakan merek dagang atau merek jasa yang dilindungi. Ini juga merupakan bentuk
pengembangan lebih lanjut dari ekspor impor dengan hak keagenan atau distribusi.
5
Franchisor adalah Badan usaha atau perorangan yang memberikan hak kepada pihak lain untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau cirri khas
usaha yang dimiliki Pemberi Waralaba.
6
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-persetujuan Tertentu,Sumur Bandung, Cet.9, 1992, Hal.11
7
Franchisee adalah Badan usaha atau perorangan yang diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki
Pemberi Waralaba.
8
Royalty adalah imbalan atas pemakaian merek barangjasa, logo, hak cipta dan sebagainya yang merupakan milik dari franchisor.
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.
USU Repository © 2009
Tanpa adanya izin tersebut, tindakan atau perbuatan tersebut merupakan suatu tindakan yang terlarang yang tidak sah yang merupakan perbuatan melawan
hukum. Dengan lisensi, pengusaha memberikan izin kepada suatu pihak yang membuat pemasaran, menjual atau mendistribusikan produk yang akan dijual
tersebut. Izin untuk membuat memasarkan menjual produk tersebut bukan diberikan dengan cuma-cuma. Sebagai imbalan dari pembuatan produk dan
biasanya juga meliputi hak untuk menjual, memasarkan dan mendistribusikan produk yang dihasilkan tersebut, pengusaha yang memberi izin, memperoleh
pembayaran yang disebut royalty. Besarnya royalty selalu dikaitkan dengan banyaknya atau besarnya jumlah produk yang dihasilkan dan atau jumlah dalam
suatu kurun waktu tertentu. Pemberian lisensi
9
9
Lisensi adalah suatu bentuk hak untuk melakukan satu atau serangkaian tindakan atau perbuatan, yang diberikan oleh mereka yang berwenang dalam bentuk izin
pada umumnya dilakukan secara selektif agar dapat tercipta suatu sinergi yang optimum. Dengan kemampuan teknologi dan
pengetahuan know how yang unik, dan biasanya sedikit inovatif dan lebih maju. Pengusaha dapat menawarkan kelebihan kemampuannya tersebut terhadap pihak
lain untuk menjalankan usahanya. Ternyata pemberian izin penggunaan teknologi dan atau pengetahuan itu saja dalam banyak hal masih dirasakan kurang cukup
oleh kalangan usahawan, khususnya bagi mereka yang berorientasi internasional. Usahawan merasakan perlunya suatu bentuk “penyeragaman total”, agar
masyarakat konsumen dapat mengenal produk yang dihasilkan atau dijual olehnya secara luas, sehingga maksud pengembangan usaha yang ingin dicapai olehnya
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.
USU Repository © 2009
dapat terwujud. Hingga kemudian terjadilah bentuk-bentuk lisensi seperti yang kita kenal dewasa ini, yang bersifat komprehensif
10
Perkembangan dunia usaha ternyata tidak berhenti sampai di situ, usahawan tidak hanya berbicara masalah keseragaman dalam bentuk Hak atas
Kekayaan Intelektual yang dilisensikan, tetapi juga kewajiban-kewajiban untuk mematuhi dan menjalankan segala perintah yang dikeluarkan, termasuk sistem
pelaksanaan operasional kegiatan yang diberikan lisensi tersebut. Untuk itu maka mulai dikembangkanlah franchise waralaba sebagai alternatif pengembangan
usaha, khususnya yang dilakukan secara internasional dan “world wide”. Sebagaimana halnya pemberian lisensi, waralaba inipun sesungguhnya
mengandalkan pada kemampuan mitra usaha dalam mengembangkan dan menjalankan kegiatan usaha waralabanya melalui tatacara, proses serta suatu
“code of conduct” dan sistem yang telah ditentukan oleh pengusaha pemberi waralaba. Dalam waralaba ini sebagaimana halnya lisensi dapat dikatakan sebagai
bagian dari kepatuhan mitra usaha terhadap aturan main yang diberikan oleh pengusaha pemberi waralaba, mitra usaha diberikan hak untuk memanfaatkan Hak
atas Kekayaan Intelektual dan sistem kegiatan operasional dari pengusaha pemberi waralaba, baik dalam bentuk penggunaan merek dagang, merek jasa, hak
cipta atas logo, desain industri, paten berupa teknologi, maupun rahasia dagang. Pengusaha pemberi waralaba selanjutnya memperoleh imbalan royalty atas
penggunaan Hak atas Kekayaan Intelektual dan sistem kegiatan operasional mereka oleh penerima waralaba
.
11
10
Johannes Ibrahim, Hukum Bisnis, PT Refika Aditama, Januari,2004
11
Abdul kadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001
.
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.
USU Repository © 2009
Meskipun lisensi dan waralaba berangkat dari suatu sistem pemberian hak untuk melaksanakan hak atas kekayaan intelektual dalam arti kata luas termasuk
penemuan, termasuk sistem usaha, dan cirri khas lainnya, namun pemberian dan pelaksanaannya di Indonesia memiliki aspek praktis yang secara signifikan cukup
berbeda antara satu dengan yang lainnya, khususnya yang berhubungan dengan: a.
Keterlibatan pemerintah sebagai otoritas yang mengatur pelaksanaan pemberian dan jalannya waralaba di Indonesia, yang antara lain
terwujud dalam penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba, pengaturan wilayah pelaksanaan waralaba, pelaporan
pelaksanaan waralaba secara berkala dan penyelesaian perselisihan secara clean break.
b. Pembuatan perjanjian waralaba harus dalam Bahasa Indonesia,
untuk jangka waktu sekurang-kurangnya lima tahun dan berlakunya ketentuan Hukum Indonesia secara memaksa bagi perjanjian
pemberian waralaba yang dilaksanakan di Indonesia
12
Demikianlah dapat kita lihat bahwa ternyata waralaba juga dapat dipakai sebagai sarana pengembangan usaha secara tanpa batas ke seluruh bagian dunia.
Ini berarti seorang pemberi waralaba harus mengetahui secara pasti ketentuan- ketentuan hukum yang berlaku di negara dimana waralaba akan diberikan atau
dikembangkan, agar nantinya penerima waralaba tidak beralih wujud dari mitra usaha menjadi kompetitor.
.
Pada sisi lain, seorang atau suatu pihak penerima waralaba yang menjalankan kegiatan usaha sebagai mitra usaha pemberi waralaba menurut
12
Gunawan Widjaja, Lisensi atau Waralaba, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, Hal. 111
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.
USU Repository © 2009
ketentuan dan tatacara yang diberikan, juga memerlukan kepastian bahwa kegiatan usaha yang sedang dijalankan olehnya tersebut memaang sudah benar-
benar teruji dan memang merupaka suatu produk yang disukai oleh masyarakat, serta akan dapat memberikan suatu manfaat financial baginya. Ini berarti
waralaba sesungguhnya juga hanya memiliki suatu aspek yang didambakan baik oleh pengusaha pemberi waralaba maupun mitra usaha penerima waralaba, yaitu
masalah kepastian dan perlindungan hukum.
B. Rumusan Masalah