Sejarah Pergerakan Perempuan SEJARAH PEREMPUAN INDONESIA

perang untuk pemerintahan, pendidikan, dan agama. Hal tersebut membuktikan bahwa perempuan pun dapat menjadi pemimpin, baik bagi dirinya maupun bagi kalangan masyarakat.

F. Sejarah Pergerakan Perempuan

Dalam teori umum sosiologi, organisasi dalam suatu perkumpulan seringkali dimasukkan dalam pengertian kelompok formal pada umumnya, yaitu suatu kelompok manusia yang sengaja dibentuk karena adanya kepentingan bersama. Mengapa ada organisasi yang anggota-anggotanya hanya terdiri dari kaum Hawa saja? Jika dikaitkan, tentunya hal tersebut akan berhubungan dengan peranan antara laki-laki dan perempuan sex role differentiation yang terdapat dalam masyarakat. Peranan yang diberikan pada kaum perempuan berbeda-beda dan ditentukan berdasarkan kebudayaan masing-masing. Maka terdapat perbedaan-perbedaan antara lapangan pekerjaan laki-laki dan perempuan. Akan tetapi perbedaan tersebut bukan hanya dalam masalah pekerjaan saja, dalam perihal status, peranan, hak, dan kewajiban, serta fungsi, ditentukan oleh kebudayaan masing-masing. Dengan berkembangnya masyarakat, maka akan timbul gejala diferensiasi antara peranan laki-laki dan perempuan akan menjadi lebih komplek. Misalnya dengan pekerjaan yang dulunya dikerjakan oleh laki- laki, sekarang dapat dikerjakan oleh perempuan. Diferensiasi berdasarkan jenis kelamin ialah suatu yang pokok jika dibandingkan dengan diferensiasi berdasarkan bangsa, golongan dan sebagainya. Adanya perbedaan tersebut tetap akan ada perbedaan mendasar yakni faktor biologis. Lahirnya paham-paham baru dalam dunia seperti sosialime, nasionalisme, demokrasi juga emansipasi di negara-negara Eropa berpegaruh pada negara- negara lain, misalnya Asia. Hal ini memicu lahirnya keinginan kaum perempuan khususnya di Indonesia untuk sama dengan perempuan Eropa dan melahirkan perubahan-perubahan besar dalam sejarah. Karena sejarah bukan hanya milik laki- laki semata. Gerakan sosial yang dimotori oleh kaum perempuan dirumuskan sebagai suatu kolektivitas yang berlangsung dalam waktu yang panjang dan mempunyai tujuan untuk mengadakan perubahan atau menentang terjadinya suatu perubahan dalam masyarakat. Pendirian suatu gerakan dari suatu kelompok tertentu mempunyai kegiatan untuk kepentingan dan kesejahteraan bersama. 23 Masyarakat Islam Indonesia mulai menyadari bahwa mereka tidak akan sanggup berkompetisi dengan kekuatan-keuatan kolonial, penetrasi Kristen dan perjuangan-perjuangan untuk maju di Asia apabila mereka terus menggunakan cara-cara yang masih bersifat tradisional dalam menegakkan Islam. Mereka mulai menyadari perlu adanya perubahan-perubahan, baik dalam bidang pendidikan, sosial, ataupun gerakan. Mereka mulai memerlukan perubahan-perubahan, baik dimulai dengan menggali mutiara-mutiara Islam dari masa lalu atau dengan meningkatkan ilmu pengetahuan atau dengan mempergunakan metode-metode baru yang telah dibawa ke Indonesia oleh pihak kolinial untuk bangkit dari keterpurukan dan penjajahan. 24 Kesadaran baru yang muncul sebagai 23 Sukanti Suryonchondro, Potret Pergerakan Wanita Indonesia, Jakarta: Rajawali Press, 1984, h. 31 24 Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, Jakarta: LP3ES, 1988, cet ke- 4, h. 37. reinterpretasi terhadap pengalaman sejarah yang sebelumnya mengalami kegagalan demi kegagalan, dengan tumbangnya berbagai kekuatan tradisional. Perjalanan sejarah sebelumnya memberikan pelajaran berharga bagi perkembangan bangsa ini. Tanpa adanya persatuan dan kesatuan dari semangat historis pada akhirnya akan mengalami kerugian. Dalam masa-masa kolonial, perempuan ikut ambil bagian dalam pergerakan kemerdekaan Republik Indonesia. Mereka bangkit dengan pribadi yang mandiri dan tampil di depan publik. Gerakan perempuan pada umumnya dirumuskan oleh kaum laki-laki seperti dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Pada real-nya gerakan mereka bertumpu pada aktualisasi diri sebagai warga negara yang tersubordinasi, untuk bangkit dari dominasi sosial yang membelenggu eksistensi dirinya. Kebangkitan gerakan ini dipengaruhi oleh situasi politik nasional bangsa dibawah jajahan kolonial. Secara faktual, politik penjajahan mempunyai pengaruh yang nyata terhadap perempuan Indonesia, terutama pada masalah poligami, pergundikan, perkawinan dengan anak-anak perempuan. Perempuan Indonesia menanggung dari hubungan-hubungan sosial yang tidak sederajat. Pada waktu itu juga, pemerintah kolonial membiarkan saja seksual dan adat yang tak bermoral terus berlaku, baik di kalangan biasa maupun bangsawan. Dari sinilah kemudian bermunculan sosok-sosok seperti Kartini sebagai orang pertama yang mengecam praktek hubungan sosial yang tak sederajat. 25 25 Fadilah Suralaga, dkk, Pengantar Kajian Gender, Jakarta: Pusat Studi Wanita UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan McGill-ICIHEP, 2003, h. 16. Melihat perbedaan jalan kebebasan di Eropa adalah tuntutan persamaan hak dan kedudukan sosial antara kaum pria dan wanita. Sedang di Indonesia dalam perkembangan perempuan lebih mengedepankan pembebasan kaum perempuan dari ketergantungannya dengan orang lain, khususnya laki-laki, yakni dengan emansipasi yang juga berkembang di Indonesia, perempuan Indonesia mengaharapkan peluang untuk turut dalam pengambilan keputusan sehubungan dengan peletakan dasar-dasar kenegaraan yang akan menciptakan iklim guna menguntungkan kaum perempuan mendapatkan kesempatan untuk menentukan jalan hidupnya sendiri agar dapat tampil sebagai individu yang mandiri. Demikian pula dengan bekal ilmu dan kecerdasan tinggi, kaum perempuan dapat mengembangkan diri secara optimal dengan potensi yang ada dalam dirinya, sehingga akan lebih mampu dalam mengambil keputusan-keputusan yang penting bagi dirinya agar dapat tampil sebagai individu yang terhormat. 26 Jauh sebelum gerakan feminis terorganisir, Dewi Sartika 27 telah banyak berbicara mengenai ketidakadilan pembagian upah buruh antara laki-laki dan perempuan. Perempuan mendapatkan upah lebih rendah dibandingkan laki-laki padahal mereka mengerjakan pekerjaan yang sama. Tahun 1912, mengemukankan dalam esainya tentang perbaikan derajat perempuan: Seharusnya kaum kuno juga mempertimbangkan pentingnya pendidikan bagi kaum perempuan, dan saya seringkali menyinggung hal 26 Syamsudin Arif, Menyikapi Feminisme dan Isu Gender, artikel ini diakses pada 25 Februari 2008 dari http: www.mulyplay.com. 27 Tokoh nasional Indonesia, salah satu pejuang perempuan setelah Kartini. Kelahiran Sunda pada 1 Desember 1884, wafat 11 September 1947. Seorang janda muda yang mendirikan sekolah perempuan di Bandung tahun 1904, dikenal dengan Keutamaan Istri. Sekolahnya dibantu dengan beberapa gadis dari keluarga terhormat. Setelah menikah tahun 1906, Dewi Sartika mendapat dukungan dari suaminya, Achmad Djajadiningrat. ini... Masalahnya karena kurangnya pengajaran di sekolah-sekolah kita…Maka sangat penting memberikan pelatihan kepada bidan, perempuan yang bekerja di kantor, juru ketik, pembantu rumah tangga, pekerja perkebunan, dan lain-lain, singkatnya semua pekerjaan yang sebenarnya diperuntukkan untuk perempuan sekarang telah dikerjakan oleh laki-laki. Kita tidak boleh lupa bahwa di luar sana masih banyak perempuan yang harus mengisi ‘bakul nasi’ mereka dengan bekerja di pabrik atau perkebunan, padahal mereka belum diberikan pelatihan yang memadai. 28 Awalnya gerakan tersebut dilakukan secara perorangan tapi lama kelamaan berkembang menjadi suatu gerakan yang terorganisir yang dimulai oleh kalangan perempuan atas dan menengah. Diantaranya adalah organisasi perempuan pertama, Putri Mardika yang didirikan di Jakarta pada 1912. 29 Organisasi ini memperjuangkan pendidikan perempuan, untuk mendorong perempuan di depan publik dan mengangkat perempuan ke tingkat yang sama dengan laki-laki. Organisasi yang berdiri atas prakarsa Boedi Oetomo bertujuan untuk memberikan bantuan, bimbingan, dan penerangan kepada gadis-gadis pribumi dalam pelajaran. 30 Pada 1913 organisasi ini menerbitkan surat kabar mingguan dengan semboyan: surat kabat memperhatikan perempuan bumi putra di Indonesia. 31 Hadirnya Muslimat NU adalah bagian dari organisasi perempuan dari golongan keagamaan, yang memberikan kontribusinya dalam tumbuhnya pergerakan perempuan Indonesia. 28 Cora Vreede-De Stuers, Sejarah Perempuan Indonesia: Gerakan dan Pencapaian, Depok: Komunitas Bambu, 2008, h. 75. 29 Fadilah Suralaga, dkk, Pengantar Kajian Gender, Jakarta: Pusat Studi Wanita UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan McGill-ICIHEP, 2003, h. 20. 30 Sukanti Suryonchondro, Potret Pergerakan Wanita Indonesia, Jakarta: Rajawali Press, 1984, h. 85. 31 Cora Vreede-De Stuers, loc. cit., h. 84. Gerakan organisasi kebangsaan dengan berbagai corak kegiatannya, sebenarnya telah terbingkai dalam kesatuan visi dan orientasi yang sama, yaitu berjuang untuk kemerdekaan. Ada yang melakukannya secara radikal revolusioner dan tidak sedikit yang melakukan pendekatan kultural dengan memanfaatkan pendidikan sebagai basis perjuangannya. Pada tanggal 22-25 Desember 1928 diadakan Kongres Perempuan Indonesia untuk pertama kalinya yang dijiwai oleh Sumpah Pemuda. Berlangsungnya kongres ini merupakan tonggak sejarah penting dimulainya kesatuan pergerakan perempuan. 32 Kongres ini berhasil membentuk ‘Perserikatan Perkoempoelan Perempuan’, yang menjadi historis badan federasi yang dinamakan KOWANI Kongres Wanita Indonesia sekarang. Berbagai organisasi perempuan kemudian bergabung. Sebagai federasi, KOWANI Kongres Wanita Indonesia diakui dapat mengakomodir dan mempersatukan kepentingan anggotanya. Tetapi dalam hal-hal tertentu KOWANI Kongres Wanita Indonesia dianggap lamban dan tidak berkutik dalam mengambil keputusan. 33 Banyak anggotanya menyatakan ke luar dari KOWANI karena KOWANI karena dianggap KOWANI tidak setia pada bangsa dan negaranya dan hanya mementingkan kepentingan golongan dengan bergabung dengan Partai Komunis Indonesia untuk melakukan Gestapu. Kesadaran baru yang diwujudkan dalam gerakan pendidikan kemudian berkembang dalam bidang yang lebih luas. Lahirnya generasi baru dengan seperangkat pengetahuan dan wawasan baru membawa kemajuan bagi pergerakan 32 Restu Gunawan, Seminar Kebangkitan Pergerakan Pergerakan Nasional: 25- 27 Mei 1988, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988, h. 215. 33 Saifullah Ma’sum dan Ali Zawawi, ed., 50 Tahun Muslimat NU Berkhidmat untuk Agama, Negara dan Bangsa, Jakarta: Pucuk Pimpinan Muslimat Nahdlatul Ulama, 1996, h. 6. perempuan. Pergerakan dan berbagai macam perserikatan bermunculan, termasuk yang dipimpin oleh kaum perempuan. Akan tetapi pada masa pendudukan Jepang, organisasi-organisasi ini tidak mengalami perkembangan karena dibatasi oleh pemerintahan Jepang. Pada saat itu, politik kolonial Jepang membentuk organisasi perempuan bernama Fujinkai sejenis Dharma Wanita, Solichah adalah salah satu anggotanya. Organisasi ini banyak memberikan keterampilan pada kaum perempuan juga perempuan pribumi. Setelah kemerdekaan Fujinkai berubah menjadi Persatuan Wanita Indonesia PERWANI pada bulan Desember 1945. 34 Dalam kurun waktu 1945-1949 kaum perempuan ikut ambil bagian dalam membela negara dengan membentuk organisasi-organisasi. Di kalangan Muslimah pun tumbuh berkembang organisasi-organisasi kelaskaran bernama Laskar Muslimat yang berpusat di Bukittinggi dan Laskar Sabil Muslimat yang ada di Padang Panjang. Di tahun yang sama, 1949 kaum perempuan berkumpul untuk meyatukan kembali organisasi-organisasi perempuan. Tujuannya adalah memperlihatkan tekad mereka untuk mendapatkan kemerdekaan nasional sepenuhnya. Konferensi ini juga merumuskan pernyataan lengkap untuk menetapkan kepentingan- kepentingan organisasi perempuan Indonesia. 34 Nani Soewondo, Kedudukan Wanita Indonesia dalam Hukum dan Masyarakat, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984, h. 206.

G. Pergerakan Perempuan Islam