Aktifitas SOSOK SOLICHAH A. WAHID HASYIM

Kanak-kanak tersebut tanggal 19 Oktober 1965. Sejak saat itu perburuan, pemilikan, dan penjarahan harta para anggota yang diduga golongan PKI, simpatisan, dan keturunannya semakin mendapatkan legitimasi karena negara mengeluarkan TAP MPRS No. 25 tahun 1966 yang berisi kepentingan untuk melakukan hal tersebut. 56 Solichah meninggal dunia pada hari Jumat, tanggal 29 Juli 1994 sekitar jam 23.00 WIB di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta dalam usia 72 tahun. Setelah menjalani rawat inap selama 17 hari akibat sakit jantung dan gula. 57 Sampai menjelang akhir hayatnya, Solichah tetap aktif dalam kegiatan Muslimat dan aktivitas lainnya di masyarakat. Beliau tetap segar dan semangat walaupun harus menggunakan tongkat dan dikawal seorang perawat, beliau tetap menghadiri rapat-rapat organisasi. Sekitar 20.000 pelayat memadati komplek pemakaman Tebuireng, Jombang. Tidak hanya warga Nahdliyin dan Muslimat NU saja, tampak pula para petinggi pemerintahan yang menjadi teman kerja semasa karir politiknya mengantar ‘ibu umat’ ini ke tempat peristirahatan terakhir pada keesokan harinya jam 17.20. 58

D. Aktifitas

Setelah kepergian suaminya, Solichah bertekad akan membesarkan anak- anaknya di Jakarta. Untuk menyambung hidup, ia banyak menjual barang-barang 56 Ala’i Najib, “Rekonsiliasi Perempuan Islam dan Komunis”, Taswirul Afkar: Jurnal Refleksi dan Pemikiran Keagamaan dan Kebudayaan, No. 15, Tahun 2003, h. 48. 57 Firdaus, “Pembaharu Citra Diri Perempuan Indonesia”, Khalifah, Edisi 86, 24 April- 07 Mei 2008, h. 5. 58 Nurinwa Ki. S. Hendrowinoto, dkk,, Ibu Indonesia dalam Kenangan, Jakarta: Bank Naskah Gramedia dan Yayasan Biografi Indonesia, 2004, h. 77. miliknya sebelum memperoleh penghasilan. Kemudian Solichah mencoba berjualan dengan memasok kebutuhan beras untuk pegawai Kementrian Agama. Selain itu juga menjual barang-barang material di Pelabuhan Tanjung Priok, yang pada waktu itu pelabuhan sedang dibangun. Sebagai single parent, beliau juga sangat disiplin dalam mendidik putra-putrinya. Bahkan tidak segan untuk memukul anak-anaknya dengan sisir atau penggaris, jika mereka mengabaikan shalat dan membaca al-Quran. Kedudukan Solichah dalam silsilah Nahdlatul Ulama, menantu Rais ‘Am Hadratusyekh Hasyim Asy’ari dan anak dari KH. Bisri Sansuri, merupakan kedudukan yang cukup menguntungkan untuk dapat mengembangkan Muslimat. 59 Di samping itu beliau juga memiliki talenta yang besar dalam kepemimpinan walaupun beliau hidup dan besar dalam keluarga Islam yang ‘ortodoks’ 60 namun pemikirannya bersifat modern yang membangun peran perempuan. Di lingkungan elit wanita, Solichah sangat berperan karena cara dan tindakannya dalam berargumentasi untuk mengembangkan diri dan organisasi. Solichah selalu dipercaya sebagai pimpinan diluar Muslimat dan dipercaya sebagai figur utama. Kemampuannya dalam beradaptasi membuatnya tidak menjadi orang yang ‘fanatik’, malah beliau lebih ‘merakyat.’ 61 Solichah berusaha keras memperluas pergaulannya di bidang sosial dan politik. Dalam organisasi Muslimat NU, keterlibatannya sebagai pengurus sudah dijalaninya sebelum Kongres XIX NU di Palembang, tahun 1952, ketika itu 59 Muhammad Dahlan dkk, ed., Sholichah A. Wahid Hasyim, Muslimah di Garis Depan, Jakarta: Yayasan K. H. A. Wahid Hasyim, 2001, h. 44. 60 Sumanto al-Qurtuby, “NU Gila, Gila NU”, Taswirul Afkar: Jurnal Refleksi Pemikiran Keagamaan dan Kebudayaan, Edisi 17, Jakarta: 2004, h. 54. 61 Wawancara Pribadi dengan Ny. Asmah Syachroni, Jakarta, 15 April 2008. Muslimat mulai menjadi organisasi yang otonom dari NU. 62 Berbagai aktifitas yang dijalaninya, mulai dari Anggota Pimpinan Muslimat NU Gambir 1950, Ketua Muslimat NU Matraman 1954, Ketua Muslimat NU DKI Jaya 1956, hingga Ketua I Pimpinan Pusat Muslimat NU 1959. Tahun 1956 beliau masuk sebagai anggota Palang Merah Indonesia PMI. Ketika NU menjadi partai, Solichah aktif dalam berbagai kegiatan NU ataupun Muslimat NU sampai kemudian berfusi dalam Partai Persatuan Pembangunan. 63 Karena keaktifan dan prestasinya dalam berorganisasinya, beliau mulai karirnya dalam politik sebagai anggota DPRD Jakarta Raya tahun 1957-1960. Pada 1960-1971, beliau menjadi anggota dalam DPRGR MPR dan anggota DPR MPR periode 1972-1987, mewakili Muslimat NU dari Pemilu 1955. Inilah untuk pertama kalinya beliau terlibat secara praktis sampai dengan Pemilu 1982. Beliau juga aktif dalam berbagai kegiatan sosial dengan dasar pendidikan keagamaan dan kursus kemasyarakatan. Sebelumnya beliau aktif dalam Gerakan Hisbullah dan Anggota Dewan Pembelaan Djawa Timur, pergerakan wanita, dan ikut serta dalam pengganyangan PKI. 64 Sejak tahun 1968-an Solichah sudah memberikan kontribusi nyata terhadap masalah kependudukan. Solichah menjadi anggota dari LKBN Lembaga Keluarga Berencana Nasional yang dibentuk oleh pemerintah sebagai gerakan nasional. Fungsinya untuk menekan pertumbuhan penduduk. 62 Saifullah Ma’sum dan Ali Zawawi, ed., 50 Tahun Muslimat NU Berkhidmat untuk Agama, Negara dan Bangsa, Jakarta: Pucuk Pimpinan Muslimat Nahdlatul Ulama, 1996, h. 126. 63 Syaifullah Amin, Sosok Hj. Nyai Sholichah Munawwarah, artikel ini diakses pada Maret 2008 dari http:jalantrabas.blogspot.com . 64 Memperkenalkan Anggota-anggota DPR Hasil Pemilu 1971, Jakarta: Lembaga Pemilihan Umum, 1971, h. 29 dan 90. Tahun 1972, orientasi Keluarga Berencana oleh Muslimat tersebut telah menyebar ke Jawa dan Madura. Jika pertumbuhan penduduk Indonesia tidak ditekan dan dikendalikan akan akan berakibat kurang baik dengan kondisi rakyat pada waktu itu. 65 Selama menjabat sebagai wakil DPR, Solichah tidak pernah menunjukkan keangkuhan, walau ia adalah janda mendiang Menteri Agama. Beliau selalu berbaur bersama masyarakat tanpa pernah menunjukkan rasa ingin dihormati. Tanpa mengalami perubahan, selama beliau menjadi istri maupun setelah berstatus menjadi janda pejabat tinggi. 66 Beliau adalah seorang perempuan yang mampu menjadi pejuang teladan yang ulet, sabar, dan tegas dalam bertindak dan menyelesaikan kewajibannya sebagai seorang muslimah, istri yang setia dan ibu yang bijaksana. Seorang yang banyak memperjuangkan peningkatan demi kemajuan perempuan. Solichah pula yang banyak memberikan ide-ide untuk kemajuan Nahdatul Ulama dan Muslimat NU. Serta rela untuk menyumbangkan pemikiran, waktu dan tenaga juga materi untuk mewujudkan kemajuan perempuan, bangsa dan negara. Solichah selalu mengikuti kemajuan dan kemunduran Muslimat NU dan turut berjuang didalamnya. Beliau menginginkan perempuan Indonesia menjadi comrade in arms kaum laki-laki. Mereka harus dididik dan dibina agar mampu melaksanakan keterampilannya dalam pembangunan secara mandiri. Semua itu 65 Wawancara Pribadi dengan Ny. Hj. Aisyah Hamid Baidlowi, Jakarta, 4 April 2008. Aisyah Hamid Baidlowi adalah putri ke-2 dari Solichah, masih aktif sebagai anggota DPR sampai saat ini, sejak kecil selalu menemani ibunya dalam Muslimat sampai akhirnya menjadi anggota dan pernah diangkat menjadi Ketua Umum PP Muslimat Nahdlatul Ulama periode 1995-2004. 66 Muhammad Dahlan dkk, ed., Sholichah A. Wahid Hasyim, Muslimah di Garis Depan, Jakarta: Yayasan K. H. A. Wahid Hasyim, 2001, h. 131. diperlukan pendidikan yang bermutu dan pengalaman yang diperlukan dalam pencaturan politik, ekonomi, social, budaya agar perempuan tidak ketinggalan. Untuk tetap mengacu pada norma-norma yang berlaku juga diperlukan pendidikan agama dan pengetahuan tentang Islam. 67 67 Muhammad Dahlan dkk, ed., ibid., h. 195.

BAB IV SOLICHAH A. WAHID HASYIM DALAM MEMBERDAYAKAN