Memberdayakan Perempuan Muslimat Nahdlatul Ulama melalui Kursi

tugasnya untuk meningkatkan status perempuan dengan berbagai macam pendidikan. 93 Solichah selalu mengikuti perkembangan Muslimat selalu menjalankan kewajiban sebagai seorang Muslimat dengan 5 M yakni: Macak, masak, manak, makarti dan mandiri.

H. Memberdayakan Perempuan Muslimat Nahdlatul Ulama melalui Kursi

DPR Meskipun Solichah adalah orang politik yang merupakan kader PPP dan duduk di DPR mewakili PPP, namun permainannya dalam politik hampir tidak tampak. Di awali dengan niatnya bahwa politik adalah untuk ibadah, dan berpolitik bukan untuk mencapai kekuasaan. Dalam banyak hal Solichah memang bukan ‘petualang politik’ justru beliau lebih memperlihatkan dirinya sebagai muslimat, yang memegang teguh komitmen moral keagamaan. Faktor dominan yang membawanya dalam dunia politik disebabkan ia memang dibutuhkan dalam PPP. Sebagai tokoh perempuan yang berpengaruh, PPP sengaja dijadikannya organisasi untuk mendaptkan massa dari kalangan muslim tradisional untuk mendukung PPP yang akan duduk dalam pemerintahan. 94 Pada PEMILU pertama tahun 1955, khususnya buat Nahdlatul Ulama merupakan surprise yang besar mengingat hasil yang dicapai mencapai hampir enam kali lipat dibandingkan perwakilannya pada DPRS. Setelah terbentuknya 93 Saifullah Ma’sum dan Ali Zawawi, ed., 50 Tahun Muslimat NU Berkhidmat untuk Agama, Negara dan Bangsa,Jakarta: PP Muslimat NU, 1996, h. 196. 94 Muhammad Dahlan dkk, ed., Sholichah A. Wahid Hasyim, Muslimah di Garis Depan, Jakarta: Yayasan K. H. A. Wahid Hasyim, 2001, h. 49 DPRGR tahun 1960, keanggotan Muslimat dalam DPRGR menjadi: Ny. Machmudah Mawardi, Ny. H. Solichah A. Wahid Hasyim, Ny. Mariyama Djunaidi, Ny. Hadiniah Hadi, Ny. Maryam Kantasumpena, Ny. Munir Munawwar dan Ny. Asmah Syahroni. Dalam PEMILU II, Bu Wahid kembali terpilih sebagai anggota DPRRI yang merupakan wakil dari Djawa Timur. Kemudian dalam PEMILU III tahun 1977, Nahdlatul Ulama berfusi dengan PPP dan empat orang dari Muslimat diantaranya adalah Bu Wahid. Sebagai anggota legislative di tingkat pusat, Solichah punya banyak waktu utuk berkunjung ke daerah-daerah jika DPR sedang reses. Dalam hal ini, beliau lebih sering pergi bersama Ibu Asmah Syachroni. Mereka berdua sering mengunjungi daerah secara bersamaan walaupun beda komisi. Di tempat yang telah dijanjikan, Solichah dan Asmah tidak hanya melakukan tugas-tugas legislative saja. Mereka juga mengerjakan banyak hal yang berkaitan dengan persoalan Muslimat. Sebelum berkunjung Asmah dan Solichah biasanya telah menyiapkan banyak acara. Misalnya Musyawarah antar pimpinan cabang Muslimat NU, konferensi dan sebagainya. Hal ini merupakan kesempatan untuk mengetahui secara langsung persoalan yang dihadapi Muslimat di tingkat bawah. Sedangkan bagi mereka ini adalah suatu kehormatan dan kebahagian tersendiri jika acaranya dihadiri oleh “orang pusat.” 95 Hal ini meninggalkan kesan yang mendalam bagi daerah yang kunjungi karena perhatian yang diberikan Bu Wahid dan Bu Asmah. Beliau selalu memanfaatkan suasana untuk menjamin tali silaturahmi. 95 Muhammad Dahlan dkk, edit, ibid., h.46-47. Dari beberapa perempuan yang duduk dalam DPR, termasuk Solichah, juga ada Bu Walandouw, yang pernah menjabat sebagai sekertaris Bunga Kemboja, mengenal Bu Wahid dengan baik. Beliau mengatakan sifat positif Solichah yang menarik adalah kemampuannya untuk dapat berdiri sendiri. Beliau mudah bergaul dengan siapa saja tanpa membedakan agama. Waktu masih bersama-sama di KOWANI dan DPR, sama-sama menginginkan agar kaum perempuan menjadi warga Negara yang baik sesuai dengan tuntutan zaman. Bu Walandouw dan Solichah bekerjasama dengan masyarakat dalam kegiatan social, kesehatan dan kesejahteraan.

BAB V PENUTUP