Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam seperti halnya Barat, menganggap status perempuan adalah sama dengan laki-laki. Perintah yang berkenaan dengan kehormatan dan penghormatan yang diberikan kepada satu jenis kelamin juga diberikan kepada jenis kelamin lainnya. Keduanya merupakan partisipan dan partner yang sejajar. Karenanya perempuan harus menerima perlakuan yang sejajar dengan laki-laki dalam bidang pendidikan, kesempatan kerja, dan politik. Walaupun dalam prakteknya, perempuan belum berhasil sepenuhnya dalam usaha mendapatkan status yang sama dengan laki-laki. Bila dilihat dari jumlah penduduk secara keseluruhan, maka jumlah perempuan Indonesia saat ini telah melebihi separuh 50,3 penduduk Indonesia. 1 Dengan jumlah sebesar itu, jika didukung oleh kualitas yang tinggi maka perempuan Indonesia merupakan potensi produktif dan modal bagi pembangunan. Tetapi, sangat disayangkan, lingkungan budaya bangsa Indonesia yang masih memposisikan perempuan lebih rendah dalam hal pekerjaan dibandingkan laki-laki. Oleh karenanya perempuan harus dapat memanfaatkan peluang yang ada untuk menunjukkan peran terbaiknya dalam berbagai kegiatan pembangunan nasional. 1 Triyuni Soemartono, Pemberdayaan Perempuan Masih Retoriksa, artikel diakses pada Februari 2008 dari http:www.suarakarya-online.com . Al-Quran secara jelas menegaskan prinsip kesetaraan di antara umat manusia, laki-laki ataupun perempuan. Dan menjelaskan perbedaan yang meninggikan dan merendahkan seseorang bukanlah dari jenis kelamin melainkan ketaqwaan umat manusia kepada Allah. Sebagaimana dalam al-Quran Surat al- Hujurat ayat 13 yang artinya sebagai berikut: 2 Hai manusia sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa- bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. Q. S. al-Hujurat: 13. Organisasi masyarakat berbasis keagamaan, Nahdlatul Ulama menyambut baik mengenai pembelaan perempuan dengan kesetaraan antar umat manusia. Dalam Munas-nya Nahdlatul Ulama Musyawarah Nasional yang digelar di Nusa Tenggara Timur pada November 1997, mengenai peran perempuan, memutuskan bahwa a. untuk pertama kalinya isu-isu perempuan diangkat dan dipertimbangkan secara serius, b. perempuan dinilai positif keluar dari lingkup domestik. Diakui bahwa kebudayaan patrilineal yang selama ini dianut oleh kebanyakan masyarakat Indonesia telah mengalami distorsi sehingga menimbulkan anggapan yang merendahkan perempuan, hal ini perlu untuk ditinjau ulang. Keputusan ini menjelaskan bahwa perbedaan fungsi antara laki-laki dan perempuan merupakan kodrat dimana, “peran domestik perempuan merupakan ‘kesejatian’, akan tetapi 2 Trisno S. Susanto, “ Tulang Rusuk Adam: Membaca Kembali Kitab Suci dengan Optik Perempuan, Taswirul Afkar: Jurnal Refleksi dan Pemikiran Keagamaan dan Kebudayaan, No. 5, Tahun 1999, h. 12. peran publik perempuan, dimana ia sebagai anggota masyarakat harus melakukan peranannya lebih tegas. Dengan kata lain, kedudukan perempuan dalam negara dan bangsa telah terbuka lebar, tanpa melupakan fungsi kodrati perempuan.” 3 Oleh karenanya peran perempuan sangat dibutuhkan bukan untuk dibandingkan, baik hanya dalam lingkup Nahdlatul Ulama dan juga dalam pembangunan. Perempuan dan laki-laki memiliki fungsi yang sama, saling menciptakan dan memajukan peradaban. Di awal abad ke XX, adalah merupakan moment yang cukup penting dan menentukan sejarah bangsa ini. Karena dalam kurun waktu tersebut merupakan titik balik kebangkitan bangsa Indonesia. Bangsa ini, mengalami kesadaran baru yakni ingin bebas dari cengkraman penjajah. Mulai dari yang bersifat tradisional sampai pada kharisma mulai bangun bahu-membahu untuk perjuangan Indonesia dengan cara yang terorganisir. Kelahiran gerakan feminis di Indonesia, beriringan dengan perjuang kemerdekaan, yang telah menyatu dalam kebangkitan nasional. Emansipasi individual adalah perkembangan yang paling khas dari evolusi modern masyarakat Indonesia, sudah seharusnyalah kondisi perempuan Indonesia diperbaharui secara lebih menyeluruh. 4 Dinamika politik kebangsaan sangat diwarnai dengan keterlibatan kaum perempuan. Hal ini tidak hanya terlihat di dalam sekolah-sekolah yang bersifat agama tetapi juga pada kegiatan perempuan yang bersifat radikal, seperti Perhimpunan Muslimin Indonesia Permi. Pada masa pendudukan Jepang di 3 Robin L. Bush, “Wacana Perempuan di Lingkungan Nahdlatul Ulama”, Taswirul Afkar: Jurnal Refleksi dan Pemikiran Keagamaan dan Kebudayaan, No. 5, Tahun 1999, h. 28. 4 Cora Vreede-De Stuers, Sejarah Perempuan Indonesia: Gerakan dan Pencapaian, Depok: Komunitas Bambu, 2008, h. 1. Tanah Air, semua organisasi atau kegiatan yang memiliki hubungan dengan Asia Timur Raya, dibekukan, dilarang, termasuk pula dengan organisasi perempuan. Adanya pergerakan yang dilakukan perempuan Indonesia merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam sejarah bangsa ini. Pergerakan ini dilandasi juga dengan ajaran agama tentang kesederajatan antara sesama manusia. Pergerakan kemajuan perempuan dimulai melalui pendidikan. Walaupun perkembangan perempuan sangat lambat, tidak memungkinkan perempuan untuk terus maju dan ikut dalam pembangunan negara. Banyaknya faham-faham baru yang berkembang di Eropa juga amat berpengaruh di belahan dunia lainnya, misalnya Indonesia. Seperti lahirnya Budi Utomo 1908 dan Syarikat Islam 1912, menggugah kesadaran kaum pria dan elit-elit tradisional lainnya untuk untuk meningkatkan kemajuan rakyat, terutama kaum perempuan. 5 Seiring dengan perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan, muncul kesadaran kaum perempuan untuk memperoleh kedudukan dan kebebasan yang sama seperti halnya perempuan di Barat yang mendapatkan kesempatan pendidikan untuk mengembangkan diri. 6 Banyaknya organisasi yang bermunculan di kalangan elit terpelajar, sebagian didasarkan atas identitas-identitas kesukuan, dan suatu tanda yang lebih mencolok adalah lahirnya gerakan pembaharuan Islam, misalnya Nahdatul Ulama NU, 7 “kebangkitan para ulama”. Organisasi ini didirikan oleh ulama pesantren dengan kesamaan sikap, tatacara, dan pemahaman, serta penghayatan Islam 5 Saifullah Ma’sum dan Ali Zawawi, ed., 50 Tahun Muslimat NU Berkhidmat untuk Agama, Negara dan Bangsa,Jakarta: PP Muslimat NU, 1996, h. 5-13. 6 A. K. Pringgodigdo, Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia, Jakarta: Dian Rakyat, 1984, h. 111. 7 M. C. Rickles, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2005, cet. Ke-3, h. 369. dengan berpegang teguh pada ajaran Ahlus Sunnah wal Jamaah. Didirikan pada 31 Januari 1926, salah satunya oleh K. H. Hasyim Asy’ari. Organisasi kemasyarakatan ini didirikan atas basis keagamaan yang tergabung dari para kiayi di Jawa Timur untuk membela kaum tradisional. 8 Adanya Muslimat Nahdlatul Ulama yang semula adalah bagian perempuan dari organisasi Nahdlatul Ulama dengan nama Nahdlatul Ulama Muslimat NUM. Muslimat berdiri atas prakarsa kaum perempuan Nahdlatul Ulama yang ingin memajukan perempuan dalam berbagai bidang dengan tetap berprinsip pada ajaran Islam. Misalnya, Solichah Wahid Hasyim memiliki peranan dalam membangun dan mengembangkan Muslimat NU yang merupakan bagian dari NU. NU juga berkembang didaerah-daerah lain, sama halnya dengan Muslimat NU yang memiliki cabang di berbagai daerah. Organisasi ini sangat mendukung kemajuan pendidikan Islam tradisional, pemeliharaan fakir miskin, dan usaha-usaha ekonomi. Bersuamikan pejuang menjadikan Solichah memiliki jiwa pejuang. Semasa mempertahankan kemerdekaan 1945-1949, ia ikut ambil bagian sebagai kurir yang bertugas untuk mengirimkan bahan makanan atau pesan-pesan ke garis depan di Mojokerto, Krian dan Jombang. Solichah pintar menyusup kedalam pertempuran yang berbahaya. Tak heran sampai pada hari tuanya pun masih bersemangat dalam melakukan berbagai aktivitas dan untuk mengenang jasanya, 8 Kacung Marijan, Quo Vadis NU: Setelah Kembali Ke Khittah 1926, Jakarta: Erlangga, 1992, h. 1. pemerintah menganugerahkan tanda penghargaan sebagai veteran pejuang kemerdekaan. 9 Solichah aktif dalam pengajian-pengajian masyarakat, membuka ranting- ranting Muslimat NU baru, dan terlibat di Fujinkai yang membuatnya terlibat di banyak kalangan. Beliau juga aktif dalam perpolitikan Indonesia yakni aktif dari Nahdatul Ulama yang kemudian berfusi dengan Partai Persatuan Pembangunan juga sebagai anggota DPRD mewakili NU. Menurut Mahmudah Mawardi, 10 Solichah adalah wanita yang berfikiran maju, ia juga menjadi salah satu motor penggerak Muslimat NU serta dicintai para anggotanya. Beliau juga sebagai penyelamat organisasi pada situasi sulit. Pemikirannya banyak memberikan kemajuan dan perkembangan dalam Muslimat NU. Beliau juga banyak mendirikan yayasan sosial bersama teman-temannya. Banyak tindakan-tindakan beliau yang humanis yang dilakukan untuk memberdayakan masyarakat Indonesia, khususnya perempuan melalui Muslimat NU dan kedudukannya dalam anggota DPRGR. 11 Solichah juga sebagai seorang ibu. Beliau sering berhadapan dengan situasi zaman yang tidak nyaman. Beliau mengalami zaman yang berbahaya baik secara fisik, politis dan ideologi. Situasi zaman yang sudah dirasakannya adalah represi kolonial yang berkelanjutan. Perannya tak lepas bahkan setelah ditinggal oleh suami tercinta, beliau tetap berusaha membesarkan anak-anaknya sebagai 9 Saifullah Ma’sum dan Ali Zawawi, ed., 50 Tahun Muslimat NU Berkhidmat untuk Agama, Negara dan Bangsa, Jakarta: PP Muslimat NU, 1996, h. 126. 10 Sahabat Solichah semasa di Muslimat. Almarhumah adalah mantan Ketua Umum Muslimat Pusat periode 1950-1979. Keduanya sering disebut dengan “Dua Serangkai yang Tak Terpisahkan.” 11 Syaifullah Amin, Sosok Hj. Nyai Sholichah Munawwarah, artikel diakses pada 20 Maret 2008 dari http:jalantrabas.blogspot.com . pelindung utama. Kesanggupannya sebagai pemimpin domestik telah menjadi teladan generasi berikutnya sampai menghantarkannya pada kursi pemerintahan. Solichah mewariskan semangat humanis, kesederhanaan, dan kehangatan sebagai dasar pembentukan emosional. Tentunya ini tidak terlepas dari pendidikannya sedari kecil. 12

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah