Analisis Hasil Pengukuran Termal Tempat Kerja

BAB VI ANALISIS DAN PEMBAHASAN HASIL

6.1. Analisis Hasil Pengukuran Termal Tempat Kerja

6.1.1. Kondisi Termal

Kondisi termal di lantai produksi dipengaruhi dari beberapa hal seperti paparan panas dari mesin-mesin yang digunakan, kelembaban relatif, bentuk bangunan, ketinggian ruangan, ventilasi udara, jenis material bangunan dan pembangkitan panas dari tubuh operator. Pada saat weekly maintenance, suhu udara di lantai produksi berkisar 32 o C sedangkan pada saat produksi berjalan suhu udara rata-rata berkisar 37 o C pada shift 3 16:00-24:00 dan 38 o C pada shift 2 08:00-16:00. Perbedaan suhu yang cukup besar ini terjadi akibat panas yang dibangkitkan oleh mesin karena pada saat weekly maintenance tidak ada mesin yang bekerja di lantai produksi. Sedangkan perbedaan suhu pada shift 3 dan shift 2 dapat disebabkan pengaruh dari radiasi sinar matahari ke atap lantai produksi yang terbuat dari logam campuran alumunium dan seng zincalum serta proses konveksi di dalam lantai produksi. Universitas Sumatera Utara Perbandingan Suhu antara Shift 2 08:00-16:00 dengan Shift 3 16:00-24:00 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 0.1 0.5 1.1 2 2.5 4 5.7 Ketinggian m S u h u d er aj a t cel c iu s Suhu rata-rata shift 2 derajat celcius Suhu globe shift 2 derajat celcius Suhu rata-rata shift 3 derajat celcius Suhu globe shift 3 derajat celcius Gambar 6.1. Grafik Suhu Vs Ketinggian Dari Gambar 6.1 dapat dilihat bahwa suhu meningkat seiring dengan peningkatan ketinggian dengan membentuk pola regresi 36,67+0,796X serta nilai korelasi 0,895 pada shift 2 dan pola regresi 34,45+0,675X serta nilai korelasi 0,899 pada shift 3. Nilai korelasi yang kuat dan positif 0,895 untuk shift 2 dan 0,899 untuk shift 3 menunjukkan besarnya pengaruh antara ketinggian terhadap suhu artinya dengan meningkatnya ketinggian maka suhu juga akan meningkat. Akan tetapi, dari Gambar 6.1 dapat dilihat bahwa puncak panas tertinggi pada ketinggian 4 meter dan terjadi penurunan suhu di ketinggian 5,7 meter. Hal ini terjadi akibat pengaruh dari adanya ventilator di atap gedung dengan ketinggian sekitar 8 meter. Artinya fungsi ventilator yang digunakan sebagai alat pengganti oksigen dari luar ke dalam ruangan ternyata bekerja secara efektif sejauh 2,3 meter dari atap. Universitas Sumatera Utara Suhu bola pada shift 2 dengan ketinggian 1,1 meter dan 5,7 meter masing- masing 40,39 o C dan 40,54 o C serta suhu bola pada shift 3 dengan ketinggian 1,1 meter dan 5,7 meter masing-masing 37,45 o C dan 37,07 o C. Berdasarkan Gambar 6.1 dapat diketahui bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dari suhu bola ditinjau dari perbedaan ketinggian tetapi ada perbedaan sekitar 3 o C jika ditinjau dari perbedaan shift. Suhu bola tidak dipengaruhi oleh konveksi. Hal ini menunjukkan bahwa penyebab kenaikan suhu seiring dengan kenaikan ketinggian disebabkan juga oleh proses konveksi karena dengan perbedaan ketinggian pada globe tidak terjadi kenaikan suhu yang signifikan. Kelembaban relatif pada shift 3 dan shift 2 relatif konstan, tetapi pada shift 3 kelembaban relatif meningkat pada pukul 19.00-20.00 sedangkan pada shift 2 kelembaban relatif menurun pada pukul 11.00-13.00. Hal ini terjadi karena pada jam-jam tersebut merupakan jam istirahat makan sehingga banyak operator yang keluar dan masuk ke lantai produksi yang menyebabkan terjadinya pertukaran udara panas pada shift 2 dan pertukaran udara dingin pada shift 3 dari luar ke dalam lantai produksi. Gambar 6.2. Kelembaban Relatif Universitas Sumatera Utara

6.1.2. Wet Bulb Globe Temperature WBGT Index

Berdasarkan pengolahan data yang dilakukan diperoleh hasil Indeks Suhu Basah dan Bola rata-rata pada Tabel 6.1. Tabel 6.1. ISBB Rata-rata Seluruh Titik Pengukuran Titik ISBB Rata‐rata o C Shift 3 Shift 2 Titik 1 31.90 32.24 Titik 2 31.92 31.70 Titik 3 32.21 31.87 Titik 4 32.10 31.73 Titik 5 32.07 32.08 Titik 6 32.33 32.21 Titik 7 30.91 30.81 Selanjutnya nilai Indeks Suhu Basah dan Bola hasil perhitungan dibandingkan dengan standar berdasarkan Keputusan Menteri Dinas Tenaga Kerja tentang iklim kerja di tempat kerja yang terdapat pada KEP.51MEN1999. Universitas Sumatera Utara Tabel 6.2. Nilai Ambang Batas Iklim Kerja Indeks Suhu Basah dan Bola yang Diperkenankan Sumber: KEP.51MEN1999 Catatan : 1. Beban kerja ringan membutuhkan kalori 100 – 200 Kilo kalorijam 2. Beban kerja sedang membutuhkan kalori 200 – 350 Kilo kalorijam 3. Beban kerja berat membutuhkan kalori 350 – 500 Kilo kalorijam Beban kerja operator berdasarkan perhitungan pengeluaran energi dapat dikategorikan ke dalam beban kerja ringan dan sedang. Persentase waktu kerja operator sebanyak 50 kerja dan 50 istirahat. Berdasarkan KEP.51MEN1999, Indeks Suhu Basah dan Bola ISBB untuk aktivitas operator di tempat kerja berada pada rentang 29,4-31,4 o C. Akan tetapi, kondisi aktual ISBB di tempat kerja berada di atas standar tersebut kecuali pada pengukuran di titik 7 yang berada di luar area lantai produksi yaitu di bagian pemaletan. Berdasarkan Gambar 6.3 dan Gambar 6.4 dapat dilihat pola fluktuasi nilai ISBB pada shift 3 dan shift 2 terhadap waktu. Pada shift 3 pola ISBB terjadi penurunan seiring dengan berjalannya waktu sedangkan pada shift 2 pola ISBB mengalami kenaikan seiring dengan berjalannya waktu. Penurunan ISBB terhadap Universitas Sumatera Utara waktu pada shift 3 terjadi karena pengaruh penurunan suhu basah sebaliknya kenaikan ISBB terhadap waktu pada shift 2 terjadi karena pengaruh kenaikan suhu basah. Artinya nilai ISBB dalam ruangan dipengaruhi oleh nilai suhu basah karena suhu bola dalam ruangan tidak berfluktuasi secara signifikan. Gambar 6.3. Indeks Suhu Bola Basah Seluruh Titik Shift 3 Gambar 6.4. Indeks Suhu Bola Basah Seluruh Titik Shift 2 Universitas Sumatera Utara

6.2. Analisis Hasil Pengukuran Psikologi Operator