Faktor Konflik HKBP 1988 - 1998

yang terlibat konflik, namun pelaksanaan keputusannya tidak terwujudkan. Akibatnya gerakan perlawan di dalam geraja tetap eksis. 31 Gubernur Sumatera Utara Kolonel Ulung Sitepu menilai bahwa kputusan sinode Agung istimewa di parapet tidak dapat menghasilkan perdamaian dan ketentraman, maka semua kelompok yang bertikai diundang untuk berembuk pada 14 Agustus 1964. Akan tetapi kelompok perlawanan menganggap pertemuan itu sebagai pengadilan terhadap kelompok perlawanan. Gubernur pada kesempatan itu tanpa memberi kesempatan membela diri menyatakan pelarangan atas semua badan-badan perlawanan yang muncul dalam gereja HKBP serta menetapkan keputusan Sinode Agung Istimewa 23 Juli 1964 sah. 32 31 Konflik Status dan Kekuasaan Orang Batak Toba, Op.cit, hlm. 390. 32 Ibid, hlm. 390. Dengan penetapan ini Gubernur muncul sebagai pemenang yaitu Pdt. TS. Sihombing dan tidak menunjuk sikap sebagai penyeimbang dalam masalah konflik sosial. Keberpihakan Gubernur ditandai dengan pelarangan golongan tersisih untk melakukan kegiatan dengan mengatasnamakan gereja HKBP. Larangan tersebut ternyata membuka jalan bagi golongan tersisih untuk mendirikan satu gereja yang mandiri yang dinamakan Gereja Kristen Protestan Indonesia.

3.2. Faktor Konflik HKBP 1988 - 1998

Dalam Sinode Agung Istimewa HKBP adalah memilih fungsionaris HKBP untuk masa jabatan yang telah diatur dalam Aturan dan Peraturan HKBP. Pada Sinode Agung ke-49 yaitu pemilihan Pimpinan Pusat HKBP yaitu Ephorus, Sekretaris Jenderal, Anggota Majelis Pusat, serta para Praeses. Universitas Sumatera Utara Hasil pemilihan Ephorus pada Sinode Agung ke 49 kurang memuaskan diantara satu pihak karena adanya isu kecurangan untuk memenangkan pihak yang terpilih. Dengan adanya isu ini timbul konflik antara kedua belah pihak, demi mencari sebuah kebenaran dan keadilan dalam organisasi. Dalam konflik ini menimbulkan pengaruh terhadap eksistensi HKBP. Adapun faktor konflik ini adalah adanya tuduhan terhadap Ephorus Pdt. Dr. SAE Nababan melakukan kecurangan dan perubahan Angaran Dasar dan Rumah Tangga aturan dan peraturan HKBP Setelah berakhirnya periode kepemimpinan Ephorus Pdt. Dr. SAE Nababan, pemilihan fungsionaris HKBP dilaksanakan dalam Sinode Agung 1992. Akan tetapi dalam Sinode Agung ini terjadi kericuhan karena Pdt. Dr. SAE Nababan meninggal persidangan dengan maksud menskors sidang. Dalam peraturan HKBP persidangan untuk pemilihan fungsionaris tidak boleh diskors. Menurut Tata Gereja HKBP, apabila Ephorus berhalangan, maka Sek. Jen yang mewakilinya. Dalam persidangan Sek. Jen mengambil jalan keluar dengan menunjuk semacam caretaker, yang bertugas mempersiapkan Sinode Agung Istimewa agar dipilih fungsionaris HKBP yang baru. Usul tersebut tidak dapat diterima satu pihak yaitu yang mendukung sikap Pdt. Dr. SAE Nababan. Akhirnya pengumuman tersebut dicabut oleh keamanan serta mengumumkan bahwa pemerintah akan mengambil jalan keluar dan kemudian membubarkan persidangan Sinode Agung HKBP. 33 Pemerintah dalam hal ini ialah ketua Bakostrasda Sumbagut, Mayor Jenderal Pramono membuat beberapa kebijaksanaan dan meminta pikiran, saran dan kesediaan 33 Majalah Immanuel No. 51994. hlm 12 Universitas Sumatera Utara para fungsionaris HKBP yang sudah lewat masa jabatannya seperti Pdt. Dr. SAE Nababan, Pdt. OPT Simorangkir, dan anggota Majelis Pusat lainnya untuk membantu HKBP memilih Fungsionaris baru. Hasilnya adalah bahwa Mayor Jenderal Pramono menerima tiga nama pendeta dari anggota Majelis Pusat lama. Ketiga nama tersebut adalah Pdt. Dr. A.A. Sitompul, Pdt. Dr. W. Sihite, dan Pdt. Dr. S.M. Siahaan. Dari mereka bertiga terpilih sebagai pajabat Ephorus bertugas untuk mempersiapkan Sinode Agung Istimewa periode 1992-1998 yang dikukuhkan di Auditorium Seminar Sipoholon. Pemilihan Fungsionaris HKBP dilakasanakan di Covention Tiara tanggal 11- 13 Pebruari. Peserta yang hadir mencapai 82, jadi sudah melapaui jumlah yang dibutuhkan untuk mensyahkan adanya sinode, yaitu sebanyak 66. Ephorus yang terpilih Pdt. Dr. PWT. Simanjuntak dan Sekretaris Jenderal HKBP terpilih adalah Pdt. Dr. S.M. Siahaan. Juga anggota majelis pusat dan para praeses HKBP dipilih oleh Sinode Agung. 34 Fungsionaris HKBP yang terpilih ini mendapat tantangan yang besar di Ephorus yang lama yaitu Pdt. Dr. SAE Nababan tidak mengakui terpilihnya Pdt. Dr. PWT. Simanjuntak dan Sekretaris Jenderal HKBP Pdt. Dr. S.M. Siahaan dan tetap menganggap dirinya sebagai Ephorus HKBP. Akibat tindakan yang dilakukan oleh Pdt. Dr. SAE Nababan menimbulkan konflik yang cukup panjang dan berakibat besar terhadap bangsa dan khususnya Jemaat HKBP yang terpecah menjadi dua, yaitu jemaat yang pro dengan Pdt. Dr. SAE. Nababan yang disebut SSA Setia Sampai 34 Ibid., hlm 13. Universitas Sumatera Utara Akhir, dan yang kontra dengan SSA yang mengikuti ephorus yang terpilih Pdt. Dr. PWT. Simanjutak SAI TIARA. Dari data-data keadaan gereja dan jemaat yan membuktikan perpecahan tersebut adalah sebagai berikut: 35 1. Dari 2533 Gereja HKBP seluruhnya, 472 gereja kira-kira 18,63 berada sepenuhnya di tangan kelompok Aturan dan Peraturan, dan terdapat di 16 Distrik dari 19 Distrik seluruhnya. 2. Gereja dan jemaat yang tidak masuk dalam kelompok APSSA bukan berarti menjadi kelompok SAI-Tiara, akan tetapi terpecah dalam empat kategori sebagai berikut: a. Bersikap menolak SAI-Tiara, tetapi karena berbagai alasan yang antara lain; kepentingan bisnis, jabatan, keluarga dan lain-lain, tetapi berkebaktian di gereja yang dikuasai kelompok SAI-Tiara. b. Bersikap menolak SAI-Tiara, karena itu berkebaktian di gereja lain seperti Methodist, GPIB, GKI dan lain-lain, atau sama sekali tidak berkebaktian. c. Bersikap menolak SAI-Tiara, dank arena itu pindah menjadi anggota jemaat di gereja yang lain. d. Berisikap diam atau bersikap apatis terhadap konflik karena tidak memahami apa yang terjadi dalam tubuh HKBP. Konflik ini terjadi karena adanya faktor yang mempengaruhi sehingga pesoalan antar pengurus semakin memuncak, sehingga mempengaruhi seluruh asset 35 J. S. B. P Simanjuntak, Op. Cit., hlm. 67 Universitas Sumatera Utara HKBP. Memuncaknya konflik HKBP ini mengundang perhatian dari luar sehingga mereka berperan dalam masalah tersebut. 3.2.1. Tuduhan Terhadap Ephorus Pdt. Dr. SAE Nababan dan Kepemimpinan Yang Tidak Sejalan Terpilihnya Pdt. Dr. SAE Nababan sebagai Ephorus HKBP menuai protes dari kalangan yang kalah dalam pemilihan Ephorus pada Sinode Agung Istimewa yang ke- 48. Dalam pemilihan Ephorus tersebut beredarnya isu bahwa terpilihnya karena Pdt. Dr. SAE Nababan menjadi Ephorus adalah karena adanya isu ketidakjujuran dalam pemilihan, Pdt. Dr. SAE Nababan dianggap menyuap para pendeta untuk memilihnya. Adanya isu yang melibatkan LSM bernama Kelompok Studi pembangunan Prakarsa Masyarakat KSPPM 36 yang berkedudukan di Siborongborong untuk mempersiapkan diri Pdt. Dr. SAE Nababan merebut jabatan Ephorus. 37 Dengan adanya isu tersebut, timbul barisan sakit hati yaitu Pdt. Ds. Sihombing dan kelompok pendukung karena Pdt. Dr. SAE Nababan menghianati kesepakatan segitiga dihotel Polonia Medan awal 1987. Karena itu Pdt. Ds. Sihombing menganggap Pdt. Dr. SAE Nababan tidak sah karena diperoleh dengan cara yang tidak bersih. Protes dari barisan sakit terhadap Pdt. Dr. SAE Nababan untuk 36 KSPPM kantor pusat di Desa Girsang 1, Kelurahan Girsang Kec. Girsang Sipanganbolon, Parapat, Sumatera pada awalnya bernama KSPH Kelompok Studi Pengembangan Penyadaran Hukum tahun 1983, akan tetapi berubah nama menjadi Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat KSPPM berbentuk YAYASAN pada 23 Februari 1985 untuk mempertajam visi serta mlengkapi pendekatan dalam pelayanan masyarakat. 37 Konflik Status dan Kekuasaan Orang Batak Toba, Op.cit, hlm. 394. Universitas Sumatera Utara mundur dari jabatannya, akan tetapi jabatannya mempunyai landasan organisasi dan keimanan konfensi yang kuat dengan masuknya Tim Evanggelisasi Nehemia TEN 38 Kegiatan terutama yang dilakuakan TEN adalah mengajak masyarakat bertobat dan berdoa terutama jemaat HKBP yang dijadikan sebagai alasan untuk bereaksi oleh sebagian pelayanan di HKBP. Kegiatan TEN ini mendapat kritikan yang sangat keras dimana dari sebelas pendeta dan menuduh bahwa TEN telah melanggar Tata Gereja dan Konfesi. Kesebelas pendeta yang kemudian disebut sebagai kelompok sebelas menuduh Ephorus HKBP telah membawa ajaran sesat di HKBP karena menyetujui kehadiran TEN. Pada tanggal 4-8 November 1987 diadakan rapat pendeta dan membahas mengenai kehadiran TEN yang memutuskan bahwa TEN tidak ada tanda – tanda membawa aliran sesat, dan mengangkat satu tim untuk menyelidiki kasus tersebut. Hasil pemeriksaan tim itu menyimpulkan bahwa tidak ada penyimpangan menyangkut ajaran atau dogma. ke Tapanuli pada juli 1987 atas persetujuan Ephorus dan melibatkan pendeta HKBP. Sejak aksi evanggelisasi TEN di Tapanuli , muncul gerakan perlawanan terhadap kepemimpinan Ephorus Pdt. Dr. SAE Nababan. 39 Walaupun rapat pendeta telah memberi keputusan mengenai TEN, namun sebagian dari Kelompok Sebelas tersebut tetap menjadikan hal itu sebagai isu penentang. Mereka semakin gencar melakukan serangan terhadap Ephorus HKBP dan memburuk – burukkan dengan berbagai tuduhan dan usaha menghasut jemaat. 38 Tim Evanggelisasi Nehemia adalah rombongan dari Badan pendukung Pelaksana BPP Zending HKBP yang diutus ke tapanuli untuk mengadakan safari penginjilan. 39 Moksa Nadeak, dkk. Krisis HKBP Ujian Bagi Iman dan Pengalaman Pancasila. Biro Informasi HKBP. 1995. hlm 64-65 Universitas Sumatera Utara Usaha yang mereka lakukan untuk menghasut dan menyebarluaskan pengaruhnya terhadap masyarakat adalah diterbitkannya buku Quo Vadis HKBP yang ditanda tangani oleh 27 pendeta dan 11 warga HKBP. Isi buku ini merupakan pengulangan dari berbagai surat kaleng yang sudah beredar sebelumnya, yang intinya adalah usaha mendiskreditkan Ephorus. 40 Kelompok yang dipimpin oleh mantan sekjen HKBP yang gagal menjadi Ephorus pada Sinode Agung 1987 dan gagal menjadi ketua Rapat Pendeta pada tahun yang sama, menerbitkan buku kedua berjudul Nungga Lam Patar Telah Makin Nyata. Yang isinya sebagian dari buku Qou Vadis HKBP, dan ditambah dengan reaksi atas gaya kepemimpinan Ephorus yang lugas, keras dan sangat disipilin. 41 40 Ibid., hlm. 65 41 Ibib., hlm. 66 Hadirnya buku-buku tersebut merupakan suatu bentuk untuk mencari kebenaran kelompok yang menciptakan buku itu. Akan tetapi di tengah jemaat beredarnya buku ini membuat banyaknya jemaat yang sakit hati, kebingungan dan keresahan terhadap polemik yang muncul. Polemik ini membawa keretakan antara pengurus dan jemaat yang mengakibat semakin tingginya kearah konflik fisik. Bentuk perbuatan kelompok ini adalah merupakan suatu tindakan untuk menjatuhkan pimpinan HKBP seolah-olah keburukan yang terjadi di dalam tubuh HKBP adalah hasil rekayasa pribadi HKBP. Akan tetapi tuduhan yang dilakukan kelompok ini tidak dapat dipertanggungjawapkan karena tidak adanya bukti - bukti terhadap tuduhan yang dilakukan terhadap Ephorus HKBP dalam Rapat Majelis Pusat HKBP 25-27 Agustus 1988 Universitas Sumatera Utara Tidak adanya bukti untuk pertanggungjawaban terhadap tindakan yang dilakukan maka Rapat Majelis Pusat memutuskan dua hal yaitu: memberi surat peringatan kepada mereka dan mengundang yang penanda-tangan kedua buku Quo Vadis HKBP dan Nungga Lam Patar untuk mempertanggungjawapkan tuduhannya. Sebagai hasilnya 5 pendeta dan satu warga mengakui kesalahannya dan dimaafkan. Sebagian lagi bersikeras atas argumennya. Sinode agung ke-49 HKBP yang dilaksanakan 10-15 November 1988 di Pematang Siantar memutuskan seluruh tuduhan yang dilontarkan kelompok mantan Sekjen HKBP yaitu Ds. PM Sihombing dan kawan-kawanya adalah dianggap menyebarkan fitnah, karena tidak bisa dibuktikan kebenarannya. Mereka juga diminta tunduk pada Tata Gereja HKBP dan menghentikan seluruh kegiatannya yang merorongrong keutuhan HKBP. Sinode agung ini juga mengukuhkan keputusan Rapat Majelis Pusat sebelumnya, 24-26 Oktober 1988, yang menetapkan pemberlakuan sangsi terhadap mereka yang tidak menghentikan kegiatannya dan merongrong keutuhan HKBP, berupa pemberhentian dari jabatan struktural. Intruksi pemecatan pendeta yang terlibat ditantang oleh Ds. PM Sihombing, dalam pernyataannya bahwa mereka tidak pernah diminta bukti-bukti dan dalam Sinode Agung ke-49, November 1988 kelompok inipun tidak diundang. Berdasarkan hal ini Ds. PM Sihombing dan kelompoknya mengajukan surat pengaduan ke Menteri Tenaga Kerja Cosmas Batubara bukan anggotajemaat HKBP, maka Menteri Tenaga Kerja Cosmas Batubara menyurati Ephorus HKBP dan menyebut pemecatan Universitas Sumatera Utara itu batal demi hukum, tertanggal 16 Mei 1990. 42 Pada aturan dan peraturan HKBP bagian D a.1. berbunyi: Ephorulah yang memimpin seluruh HKBP dan wakil HKBP dalam hubungan pemerintah. Pelangaran Sekjen OPT Simorangkir telah mengeluarkan beberapa surat kepada pemerintah, yang berisi memohon agar menolak untuk memberikan izin Sinode Godang, yang seogianya dilaksanakan pada bulan Juni 1992. Bahwa banyak surat yang Sekjen OPT Simorangkir telah memberikan banyak informasi yang sangat menyesatkan jemaat, warga Resort HKBP Dame pada umumnya, bahkan masyarakat umunya dengan pemberitaan-pemberitaan di mass media Sekjen melansir berita di harian SIB Sinar Indonesia Baru beberapa bulan yang lalu Dalam teknis pelaksanaanya yakni kesempatan untuk memperbaiki diri selam tiga bulan. Jika dalam tiga bulan sesudah Sinode Agung mereka tidak mengakui dan menyadari kesalahannya maka keputusan tersebut dilaksanakan. Tentang jabatan mereka Sinode Agung mengajukan pemberhentian jabatannya sebagai pendeta kepada Rapat Pendeta di distrik masing – masing, sesuai dengan Tata Gereja peraturan Bab II. A. d. Rapat pendeta yang diketuai oleh Pdt. Dr. AA Sitompul, keputusan rapat kependetaan yang berlangsung bulan Mei, Juni dan Agustus 1989 diambil secara Aklamasi, dan tidak berdasarkna voting. Hasil rapat ini dilaporkan pada rapat praese 21 Juni 1989. Hal itu sesuai dengan Atuaran dan Peraturan HKBP yang mengantakan “Rapat Pendeta ditempatnya melayani yang dipimpin oleh Praeses dan di hadiri Ketua Rapat Pendeta yang membuat pertimabangan”. Rapat Praeses yang menetapkan pemberhentiannya Peraturan HKBP Pasal II. A. 6. Dalam masa ini juga pemimpin Gereja HKBP Pusat yaitu Ephorus dan Sekjen tidak menjalan roda kepimpinan secara bersamaan sehingga menimbulkan dualisme kepemimpinan. Seperti dalam tulisan Pdt L Manurung STh menyebutkan bahwa: 42 Tempo. No. 48. Op.cit., hlm 27 Universitas Sumatera Utara mengatakan bahwa175 kepala keluarga anggota jemaat HKBP dipecat. Hal itu adalah bohong besar. Bahwa kami telah mengetahui lebih banyak lari tindakan- tindakan dan ucapan-ucapan Sekjen OPT Simorangkir dari Praeses seluruh distrik 17 distrik dan dua persipan distrik di dalam surat yang kami terima tertanggal 20 Juni 1992. Dari semua tindakan dan ucapan Sekjen tersebut, Sekjen tidak menunjukkan kesetiaannya pada Aturan dan Peraturan HKBP yang telah mengikbatkan masalahkemelut. Dengan sengaja Sekjen OPT Simorangkir tidak memperdulikan wewenang Praeses di distrik masing-masing, dan wewenang Ephorus selaku Pucuk Pimpinan HKBP. Kami mengetahui bahwa Skjen OPT Simorangkir Teelah menerima pringatan agar mnghentikan tindakan-tindakan yang destruktif, namun yang terjadi, pada minggu-minggu menjelang Sidang Sinode Agung HKBP ke 51 ini kami masih menerima Surat Sekjen bersama Majelis Pusat no. 893l02IX1992 tanggal 14 September 1992 tanpa sepengetahuan dan persetujuan Ephorus. Juga tentang surat tentang rencana Sinode Agung Agung ke 51 dengan tema yang bukan seperti tema Sinode Agung HKBP ke 51 yang sebenarnya, sehingga membinggunkan Jemaat dan meresahkan Sidang Sinode Agung ini. 43 3.2.2. Masuknya Pengusaha dalam Konflik HKBP. Berdasarkan tulisan ini dalam tubuh HKBP mengalami dualisme kepemimpinan, dan Sekjen tidak menjalankan tugasnya sesuai dengan aturan dan peraturan. Cara yang dilakukan Sekjen dapat menyebabkan pencemaran nama baik HKBP, kekeliruan terhadap pandangan para pengurus gereja seperti pendeta, biblevrouw, diakones dan pengurus lain, serta jemaat yang mengalami kebingungan dalam tindakan tersebut. Terlibatnya PT Inti Indo Rayon Utama kini PT Toba Plup Lestari yang beroperasi di Sosor Ladang yang dahulu dikenal dengan Silosung Kecamatan Porsea Tapanul Utara, untuk menjatuhkan Pdt. Dr. SAE Nababan dari jabatannya. Keterlibatan Dr. SAE Nababan karena mempersulit perusahaan tersebut, antara lain 43 Pdt. L. Manurung , STh. Pada Sidang Sinode Agung Ke-51 HKBP. Resort HKBP Dame, Medan. Tulisan pada saat Sinode Godang Agung, tidak diterbitkan dan tanpa tanggal dan tahun Universitas Sumatera Utara memberikan dukungan secara tegas terhadap perjuangan ibu-ibu Sugapa 44 Karena itu PT IIU melalui seorang pengurus SPSI Unit PT IIU Mangatas Sitorus dengan ancaman dan intimidasi berusaha mengorganisir penduduk desa Pangombusan untuk berangkat ke Pematan Siantar pada siding Sinode ke-50 dengan tujuan yang tersembunyi. Dana sebanyak tiga juta rupiah disediakan untuk oleh PT IIU melalui staf senior perusahaan yaitu Peter Jaya Negara yang diberikan kepada mantan Sekretaris Jenderal P.M. Sihombing pada 31 Juli 1990. Rombongan ini diantar oleh staf hubungan masyarakat PT IIU Najamuddin Hasibuan SH kepematang Siantar dengan menggunakan dua bus umum pada 2 Agustus 1990. dan diduga mengorganisir keberangkatan ibu untuk unjuk rasa terhadap Menteri Dalam Negeri dan DPR di Jakarta. Demontrasi ini dilakukan karena perusahaan Plup dituduh menjadi penyebab polusi dan perusak lingkungan di Tapanuli Utara dan Simalungun. 45 Tuduhan campur tangan ini ditolak oleh Direktur PT IIU yaitu Polar Yanato Tanoto . Rombongan yang datang untuk mempengaruhi ke Sinode ke-50 ditipu dari hasutan PT IIU yang bekerjasama dengan kelompok paritreat untuk menjatuhkan Pada saat PT IIU mengalami masalah dengan masaryarakat sekitarnya, SAE Nababan melibatkan diri untuk memdukung masyarakat untuk melakukan perlawanan masyarakat dengan PT IIU. Dengan masalah ini PT IIU melakukan penyerangan balik terhadap SAE Nababan untuk merorong keutuhan HKBP 44 Dimpos Manalu. Gerakan Sosial dan Perubahan Kebijakan Public: Studi Kasus Gerakan Masyarakat Batak vs PT Inti Indorayon Utama di Sumatera Utara. Gajah mada university press. Yogyakarta. 2009. hlm. 159. 45 Konflik Status dan Kekuasaan Orang Batak Toba, Op.cit., hlm. 398. Universitas Sumatera Utara SAE. Nababan. Masuknya kelompok yang mendukung Pdt. O.P.T simorangkir dan pendukung Sek. Jen Pdt. P.M. Sihombing bersatu untuk menggulingkan dan SAE Nababan. Kelompok-kelompok tersebut adalah Forum Komunikasi Sintua yang dibentuk 16 Maret 1992 di Jakarta, di Bandung dibentuk Gema Keprihatinan Ruas, di Medan dengan nama Parsaoran Sintua Parhalado Ruas HKBP pada tanggal 26 April 1992, dan orang yang terlibat dalam persoalan Universitas HKBP Nommensen bergabung dengan Sekber Partungkoan ni ruas HKBP PNR HKBP pada tanggal 24 April 1992. Alasan kelompok-kelompok mini adalah SAE Nababan tidak mampu mengadakan hubungan yang baik dengan pejabat pemerintah, terutama dengan Gubernur Sumatera Utara, SAE Nababan menjadi penguasa tunggal dan menyingkirkan Sek. Jen O.P.T Simorangkir sehingga konsep aturan yang baru 1992- 2002 memungkinkan SAE Nababan berkuasa sewenang-wenangnya sehingga dinyatakan menyatakan melakukan tindakan otoriter. 46 3.2.3. Intervensi Pemerintah Pada masa konflik adanya alat media yang mendukung kedua kubu tersebut, alat media tersebut adalah Koran SIB Sinar Indonesia Baru yang membela Ephorus Pdt, Dr, PWT Simanjutak SAI TIARA, dan Koran Sentana menyuarakan Pdt, Dr, SAE Nababan SSAAturan dan peraturan. Berdasarkan hal ini kedua Koran tersebut memberikan berita kepada masyarakat umum tidak secara objektif. Konflik HKBP semakin menuncak karena masuknya pemerintah sebagai 46 Ibid.. hlm. 400. Universitas Sumatera Utara pelindung masyarakat yang tertuang dalam UUD, akan tetapi masuknya pemerintah menyebabkan konflik semakin melebar karena pemerintah terlalu jauh dalam mencapuri urusan gereja HKBP. Negara Indonesia adalah bukan negara agama dan bukan negara sekuler oleh sebab itu negara tidak bisa mengurusi segala yang berbau dengan organisasi yang berbadan hukum. Campur tangan pemerintah di bidang agama, sangat dibutuhkan masyarakat dan bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa, budaya dan agama. Akan tetapi campur tangan pemerintah dalam konflik HKBP tidak dapat meredakan perselisihan para pengurus sehingga konflik dalam HBKP semakin meluas sampai ke jemaat. Persoalan dalam tubuh HKBP semakin memuncak karena adanya campur tangan dari luar yaitu Jenderal Purnawirawan Maraden Panggabaean serta ikut juga A.E. Manihuruk, bekas kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara. Gerakan ini muncul sebagai bentuk Tim Pendamai atas permintaan Menteri Agama RI, nomor MA1321990 tertanggal 6 September 1990 bersama tujuh jenderal dan pengusaha lainnya. 47 Permintaan merupakan untuk menyelesaikan konflik yang terjadi di Universitas HKBP Nommensen yaitu di pecatnya Rektor Universitas HKBP Nommensen yaitu Prof. Dr. Amudi Pasaribu dan sejumlah pengurus yayasan yang dianggap pro dengan Ds. PM Sihombing. Akibatnya mahasiswa bergerak dan berdemontrasi untuk menuntut Pdt. Dr. SAE Nababan mundur dari jabatannya. 48 Tim Pendamai tidak semuanya warga HKBP yang dianggap tokoh masyarakat 47 Ibid., hlm. 397 48 Tempo No 48, 30 Januari 1993. Op.cit., hlm. 28 Universitas Sumatera Utara Batak Toba. Mereka dengan cara sendiri bermaksud menyelesaikan konflik HKBP. Masuknya Tim Pedamai ini untuk mengkonsolidasi perlawanan terhadap pimpinan HKBP, tanpa memperdulikan kaidah-kaidah etis dan konstitusi HKBP. 49 Kedatangan Tim Pendamai ini tidak semua pihak menyambut adanya Tim ini dengan lapang dada. Sekitar 30 pendeta di Medan menentang panggabean. Bahkan Ephorus Pdt. SAE. Nababan pada waktu itu berada di Swiss, menilai kehadiran Tim Pendamai itu sebagai campur tangan pihak luar dan badan ini tidak dikenal dalam HKBP. Tim Pendamai melakukan safari injil ke jemaat-jemaat HKBP, Aparat Pemda, Kepolisian dan Kodim, ke Tapanuli Utara, Sibolga, Pematang Siantar, dan Medan untuk mengarahkan pendeta, penatua dan warga HKBP untuk menghadiri acara safari tersebut. Isi ceramah Ketua Tim Pendamai menyinggung masalah HKBP, dan menjelek-jelekan dari kepemimpinan Ephorus HKBP, pembelaan diri terhadap Sinode Agung ke-50, dan pelecehan terhadap salah satu radio Belanda, Hilversum. Dalam ceramah tersebut adanya pernyataan dari Tim, Jenderal Purn Maraden Panggabean di Sibolga yang dikatakan Nasida Do Sisaehonon dialah yang harus diselesaikan. Pernyataan ini awal dari upaya untuk menggusur Ephorus HKBP dari kepemimpinannya. 50 49 Krisis HKBP Ujian Bagi Iman dan Pengalaman Pancasila. Op.cit., hlm. 69 50 Tempo No 48, Op.cit., hlm. 28 Akan tetapi usaha Tim Pendamai ini tidak membuahkan hasil seperti yang diharapkan pemerintah melalui Menteri Agama H. Munawir Sjadzali. Hal ini bahkan menimbulkan pertentangan dikalangan pendeta, majelis gereja, dan warga HKBP Universitas Sumatera Utara yang pro dan kontra terhadap keberadaan Tim Damai tersebut. 51 Akan tetapi pelantikan ini, dianggap tak sah karena tidak sakral dan tak bernapaskan tradisi gereja HKBP oleh penantangnya. Protes kelompok penentang itu terus berjalan sejak turun surat keputusan Ketua Bakorstnasda Sumatera bagian utara 23 Desember Keterlibatan pemerintah dalam konflik HKBP pada 31 Desember 1992 pelantikan Pendeta Dr. S.M. Siahaan sebagai pejabat ephorus, pucuk pimpinan HKBP. Pelantikan itu mereka tentang karena yang mengangkatnya adalah Ketua Bakorstanasda Sumatera bagian utara, Mayjen. H.R. Pramono. Dengan penunjukan itu, berarti berakhirlah jabatan Ephorus HKBP, S.A.E. Nababan, yang mereka dukung. Penunjukan pejabat ephorus baru ini tampaknya masih dalam rangkaian penyelesaian konflik berkepanjangan antara kelompok ephorus Nababan dan Sekjennya O.P.T. Simorangkir. Sinode godang November 1992 bahkan gagal menyusun kepengurusan HKBP 1992- 1998. Kerasnya perlawanan atas penunjukan Siahaan membuat aparat keamanan mendadak memindahkan tempat upacara pelantikan, ke Seminari Sipoholon, sekitar 11 kilometer dari Tarutung. Keputusan perubahan tempat itu diambil Kamis dini hari,. Di tempat pelantikan pun aparat keamanan berjaga ekstraketat. Hanya yang menunjukkan undangan berwarna kuning yang boleh masuk. Acara pelantikan dihadiri sekitar 300 orang, termasuk 30 pendeta yang mengenakan toga hitam. Pangdam Bukit Barisan Mayjen. Pramono, Kapolda Brigjen. Momo Kelana, dan sejumlah pejabat menghadiri acara pelantikan itu. Pelantikan dilakukan oleh Pendeta Osman Simangunsong, praeses distrik IX Sibolga, pendeta tertua HKBP. 51 Konflik Status dan Kekuasaan Orang Batak Toba, Op.cit., hlm. 398 Universitas Sumatera Utara 1992, yang menunjuk Siahaan sebagai pejabat ephorus HKBP. Ia diberi tugas mempersiapkan sinode godang istimewa selambatnya Februari 1993 untuk menyusun pengurus HKBP 1992- 1998. SAE Nababan yang merasa dirinya tetap sah sebagai ephorus pilihan sinode godang, menunjuk pengacara Luhut Pangaribuan untuk menggungat Ketua Bakorstanasda ke Peradilan Tata Usaha Negara PTUN Sumut. 52 Mayjen Pramono dalam pertimbangannya menyebutkan bahwa Bakorstanasda menilai kemelut yang terjadi di HKBP berdampak negatif terhadap stabilitas. Penunjukan pejabat ephorus itu didasarkan pelimpahan dari Menteri Agama Munawir Sadzali kepada Bakorstanasda Sumatera bagian utara. Majelis Pusat HKBP mengusulkan tiga pendeta masing-masing A.A. Sitompul, W. Sihite, dan S.M. Siahaan untuk menyelenggarakan sinode godang istimewa. Masa kerja kepengurusan Nababan meminta agar hakim membatalkan surat keputusan Ketua Bakorstanasda, dan melarang pelantikan Siahaan. Sehari sebelum gugatan itu dilayangkan, sekitar 5.000 massa dan puluhan pendeta berpakaian lengkap toga hitam, melakukan unjuk rasa ke gedung DPRD Sumut, kantor gubernur, dan kemudian bergerak menemui Kasdam Bukit Barisan Brigadir Jenderal Karyono. Mereka menuntut agar surat keputusan Ketua Bakorstanasda itu dicabut. Bahkan pada Hari Natal, sekitar 60 pendeta melayangkan tuntutan serupa ke Presiden, Ketua DPRMPR, Panglima ABRI yaitu Jenderal Try Sutrisno, dan Menteri Agama Munawir Sjadzali. Penunjukan pejabat ephorus tertanggal 23 Desember itu dimaksudkan untuk menyelesaikan konflik intern yang terjadi di tubuh organisasi HKBP yang sudah berdiri sejak tahun 1861. 52 Forum Keadilan No 21. Tanggal Februari 1993 Universitas Sumatera Utara HKBP 1986-1992 pun telah berakhir November 1992, setelah sinode gagal membentuk pengurus baru. Konflik antar kelompok dalam HKBP pun dinilai telah mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat. Atas dasar itu, Mayjen. Pramono menunjuk Pdt Dr SM Siahaan menjadi pejabat ephorus, menggantikan Nababan bedasarkan surat keputusan No, Skep3StadaXII1992 tanggal 23 Desember 1992. 53

3.3. Adanya Pandangan Bahwa Konflik Dalam Tubuh HKBP Karena Faktor Budaya