Tinjauan Islam Atas Hukum dan Kepentingan; Studi Atas Undang-Undang
yang menanam di atas tanah milik orang lain.
12
Hal tersebut didasarkan atas hadits berikut:
يع ب ةبي ق ح ,
كي ش ح ,
ق ح إ بأ ع ,
ء طع ع ,
جي خ ب عفار ع ,
ل ق :
ص ها لو ر ل ق .م
:. عْرَ لا ل ْي ف ْ ْذإ ْيغب مْوق ضْرأ يف عرز ْ
قْ لو ءْيش دواد وبأ هاور
13
Artinya: ”Siapa saja yang menanam di tanah suatu kaum tanpa izin tidak berhak atas tanaman itu sama sekali, namun dia berhak atas biaya yang
dikeluarkannya.” HR. Abu Dawud Tentang pembatasan kepemilikan, Ibnu Taimiyah membagi kepemilikan
menjadi 3 tiga macam. Pertama, hak milik individual; setiap individu memiliki hak untuk menikmati miliknya tapi dibatasi oleh beberapa kewajiban seperti tidak
merugikan orang lain dan tidak boleh bertentangan dengan syariat. Kedua, hak milik sosial atau kolektif. Contoh terpentingnya adalah anugerah alam. Diantara alasan
keharusan pemilikan kolektif atas anugerah alam adalah bahwa semua itu diberikan oleh Allah secara gratis. Jika ada individu yang menguasainya atau memilikinya
secara privat, maka hal ini akan mengakibatkan kesulitan bagi yang lainnya. Menurut Ibn Taimiyah, penyebutan air, rumput, dan sumber api dalam hadits hanyalah misal.
Ia menganjurkan seluruh barang mineral yang dihasilkan oleh tanah negara menjadi milik kolektif, seperti emas, perak, minyak dan sebagainya. Dan, ketiga, hak milik
12
Alimuddin A. Lajju, “Undang-Undang Penanaman Modal = Penjajahan Ekonomi Neoliberal”, artikel diakses pada tanggal 17-01-2009 dari:
http:hizbut-tahrir.or.id20070522 undang-undang-penanaman-modal-penjajahan-ekono mi-neoliberal
13
Al-Imam Abu Daud, Sunan Abî Dâud, dalam Abî A l-Thayyib Muhammad Syams al-Haq Al-
„Adzîm Al-Âbâdy, ‘Aun al-Ma’bud Syarh Sunan Abî Dâud, Kairo; Dar al-Hadits, 2001, jilid VI, h. 273.
negara. Sumber kekayaan negara berasal dari harta rampasan perang, pajak, dan bermacam-macam hadiah dan pungutan. Yang demikian ini agar negara dapat
menjalankan kewajibannya terhadap rakyatnya seperti untuk penyelenggaraan pendidikan, regenerasi moral, pemeliharaan keadilan, hukum dan tatanan masyarakat
demi melindungi kepentingan material dan spiritual penduduk atau warga negara.
14
Abdul Baqi mengatakan bahwa menurut segenap ulama, tiga hal: air, rerumputan dan api, tidak boleh dimiliki diprivatisasi dan tidak boleh diperjual
belikan secara mutlak.
15
Pendapat tersebut didasarkan atas hadits berikut:
يع ب ها بع ح ,
ي بي لا بشوح ب شا خ ب ها بع ح ,
ب ماوعلا ع بشوح
, س بع با ع
, ل ق
: ص ها لو ر ل ق
.م : .
ثا يف ء ك ش نو لا
: ف
ء لا ,
ءا لاو ,
ر لاو ,
ما ح و .
ةج با هاور
16
Artinya: “Abdullah ibn Sa‟id menceritakan kepada kita, Abdullah ibn Khirasy ibn Hausyab al-Syaibani menceritakan kepada kita, dari al-
„Awwam ibn Hausyab, dari Mujahid, dari
Ibn „Abbas, berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Kaum muslimin itu berserikat dalam tiga hal, yakni air, rerumputan baca, tumbuh-tumbuhan dan api
baca, sumber energi. Harganya baca, hasil penjualannya, atau menjualnya adalah haram.” HR. Ibn Mâjah
Menurut Abdul Sami‟ al-Mishri penyebutan tiga komoditi dalam hadits di atas adalah penyebutan percontohan
‘alâ sabîl al-mitsâl, yaitu penyebutan yang bertujuan untuk memberikan contoh atas kebutuhan yang bersifat dharuri bagi
14
A.A. Islahi, Konsepsi Ekonomi Ibnu Taimiyah, penerj.: H. Anshari Thayib, Surabaya: PT.. Bina Ilmu, 1997, cet. I, h. 137-145.
15
Ibid, h. 281.
16
Al-Imam Ibn Majah, Sunan ibn Majah, Kairo: Dar al-Hadits, 1998, ju z II, h. 381.
kehidupan muslim. Dengan demikian, segala komoditas yang secara substansial merupakan kebutuhan dharuri bagi kehidupan kaum muslimin, maka harta kekayaan
tersebut adalah milik publik.
17
Yusuf Qardhawi mengatakan bahwa empat unsur penting yaitu air, ladang rerumputan, api dan garam adalah barang pokok yang tidak boleh dimiliki secara
privat. Mengingat kebutuhan pokok umat manusia dari masa ke masa selalu berubah, juga mengingat bahwa qiyas adalah bagian dari sumber hukum Islam, maka dapat
dikatakan bahwa segala jenis benda yang sesuai dengan kriteria di atas adalah termasuk bahan pokok, dan tidak boleh diprivatisasi. Kemudian, lanjut Qardhawi,
para fuqaha mengambil kesimpulan dan menetapkan bahwa setiap barang tambang yang berasal dari perut bumi, yang diperoleh dengan cara mudah atau tanpa
pengeboran dan penggalian, merupakan kebutuhan primer bagi umat manusia.
18
Mengenai masalah terdapatnya barang tambang pada tanah milik pribadi, apakah barang tambang itu menjadi hak miliknya ataukah tidak, para Ulama berbeda
pendapat. Menurut Yusuf Qardhawi, pendapat terkuat dikemukakan oleh Imam Malik. Menurutnya, semua yang keluar dari perut bumi, berupa batuan atau cairan,
17
Abdul Sami‟ Al-Mishri, Pilar-Pilar..., h. 68-69.
18
Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, penerj.: Zainal Arifin Lc dan Dra. Dahlia Husin, Jakarta: Gema Insani, 2006, cet. V, h. 91. Adapun yang dimaksud dengan
kalla’ dalam hadits tersebut adalah apapun yang tumbuh di tanah tak bertuan yang dirawat o leh sekelo mpok
manusia. Menurut Islam tidak ada seorang pun yang memiliki hak prioritas terhadap tanaman ini atas orang lain. Sebelu m Islam masuk ke Jazirah Arab, di kalangan kaum Jah iliyyah, terdapat kebiasaan
setiap selesei berperang mengambil sepetak tanah untuk memeilhara binatang ternak mereka dan melarang orang lain memetik hasil tanah tersebut. Ketika Nab i SAW datang, ia mengubah tradisi itu
dengan menetapkan hak yang sama atas manusia dalam memanfaatkan tanah tersebut. Sedangkan yang dimaksud dengan air adalah air sungai, mata air miik u mu m, dan air lainnya yang didapat tanpa jerih
payah orang-orang tertentu. Sedangkan yang dimaksud dengan api adalah batu yang memercikkan api. Lihat, Ibid, h. 90-91.
adalah milik negara berdasarkan kemaslahatan umum. Oleh sebab itu, jika sebagian individu atau kumpulan beberapa orang berupa perusahaan atau yayasan swasta
menguasainya adalah tidak dibenarkan.
19
Dalam hal ini, perusahaan asing bisa disamakan dengan perusahaan swasta atau privat. Dengan demikian, perusahaan asing tidak boleh bergerak di sektor publik
dan negara, yaitu sektor-sektor yang menguasai hajat hidup orang banyak. UU Penanaman Modal Asing dan UU Penananaman Modal yang tidak tegas
memberikan batasan bidang usaha terbuka dan tertutup untuk modal asing, yang mengakibatkan banyaknya perusahaan-perusahaan asing melakukan eksploitasi atas
sumber-sumber produksi penting yang menguasai hajat hidup orang banyak adalah bertentangan dengan prinsip-prinsip pengaturan sumber daya dalam Islam.
20
Dalam hal ini terdapat kesesuaian antara Pasal 33 UUD 1945 dengan prinsip-prinsip
pengaturan sumber daya alam dalam Islam, yaitu bahwa bidang usaha yang menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai atau dikelola negara oleh negara
dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
2. Anti-Diskriminasi dan Pelepasan Tanggung jawab Negara
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa Penjelasan Pasal 3 Ayat 1 Huruf d, Pasal 4 Ayat 2 Huruf a dan Pasal 1 Ayat 1 adalah berdasarkan prinsip Most
Favoured Nations dan National Treatment dalam WTO yang mengandung pengertian
19
Qardhawi, Norma…, h. 92-93.
20
Mengenai perusahaan-perusahaan asing yang berkepentignan dengan UU Penanaman Modal Asing, lihat halaman 59 s.d 60 Skripsi ini.
“perlakuan sama yang tidak membedakan asal negara”.
21
Penyamaan perlakuan antara investor domestik dengan investor asing adalah tidak sesuai dengan tugas
utama pemerintah untuk memberikan ri’ayah pengaturan dan pelayanan terhadap
rakyatnya sebagaimana telah dijelaskan di atas. Abdul Mun‟im DZ mengatakan
bahwa menyamakan investor asing dengan investor dalam negeri berdasarkan prinsip antidiskriminasi tidak lain hanyalah satu bentuk pelepasan tanggung jawab
pemerintah untuk melayani rakyatnya demi kepentingan kolonial.
22
Mengenai hal ini Nabi bersabda:
ح ر با ح ح ,
ي لا ح ,
عف ع ,
ع با ع ,
ص يب لا ع .م
. ,
أ ل ف
: عار ك اأ
, يعر ع لو كو
, عار س لا ع لا ي أ ف
, و و
يعر ع لوء .
هاور
23
Artinya: Muhammad ibn Rumh bercerita kepada kita, Al-Laits bercerita kepada kita, dari Nafi‟, dari ibn ‟Umar, dari Nabi SAW, bahwa Nabi SAW bersabda:
”Seorang pemimpin adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat; ia akan dimintai pertanggungjawaban atas orang yang dipimpinnya. HR Muslim.
”
Pengaturan penguasaan kekayaan alam dan pemanfaatannya sebagaimana dituangkan dalam Pasal 33 UUD 1945 Ayat 2 dan 3 juga sesuai dengan prinsip
kepemilikan dalam Islam yang tidak membenarkan pemilikan terhadap bara ng-barang yang menguasai hajat hidup orang banyak serta prinsip amanat yang menuntut
21
Lihat hal. 46 Skripsi ini.
22
Abdul Mun‟im DZ, “Rasialisme Terus Berkembang”, artikel diakses pada tanggal 19-01- 2009 dari:
http:www.nu.or.idpage.php?lang=id menu=news_viewnews_id=11678 .
23
Al-Imam Al-Muslim, Shahîh Al-Muslim, Kairo; Dar Al-Hadîts, 1997, cet. ke-1, jilid III, h. 318.
pemanfaatannya demi kemaslahatan umatrakyat. Dalam surat An-Nisâ ‟, 4: 58, Allah
berfirman:
Artinya: “...dan menyuruh kamu apabila menetapkan hukum di antara
manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. ” QS. Al-Nisâ‟, 4: 58.
Wahbah al- Zuhaili mengatakan bahwa arti “al-‘adl” dalam ayat tersebut
adalah menyampaikan hak kepada yang berhak atas hak tersebut.
24
Dengan demikian, menjadi kewajiban pemerintah untuk memanfaatkan hasil sumber daya alam yang
dikuasainya kepada Rakyatnya, sebagaimana dalam kaidah fikih yang berbunyi:
ةح ل ب طو ةيع لا ع م إا ف
ت
25
Artinya: “Transaksi seorang pemimpin untuk rakyatnya adalah harus dilandasi kemaslahat.”
Dalam hal ini, Imam Syafi‟i mengatakan bahwa kedudukan seorang pemimpin terhadap rakyatnya adalah ibarat seorang wali terhadap maula-nya.
26
Artinya, seorang pemimpin harus menjaga dan men-tashoruf-kan sumber-sumber kehidupan demi kemaslahatan si pemilik harta itu, yaitu rakyatnya. Sebagaimana
dikemukakan Majid al-Khadduri, tujuan terpenting dari syariat adalah prinsip kesejahteraan sosial al-khoir al-
‘âm. Bahkan secara ekstrim Najmuddin al-Thufi mengatakan bahwa jika terjadi pertentangan antara mashlahat dengan teks nash, maka
yang harus didahulukan adalah mashlahat, karena mashlahat adalah tujuan utama
24
Wahbah al-Zuhaili, Al-Ta fsîr Al-Munîr fi al- ’Aqîdah wa al-Syarî’ah wa al-Manhâj,
Damaskus Syiria: Dar al-Fikr, 1991, cet. I, ju z. V, h. 121.
25
Abi al-Faid l Muhammad Yasin, Al-Fawâid Al-Janiyyah, h. 395.
26
Ibid , h. 396.
syariah. Pendapat ini didukung oleh mantan Rektor Universitas al-Zaitunah di Tunis. Mashlahah
dalam hal ini adalah mashlahah yang berkaitan dengan publik, bukan individu. Oleh karenanya, jika keduanya bertentangan, maka yang harus
dimenangkan adalah kepentingan umum.
27
Penjelasan di atas sekaligus menunjukkan pentingnya intervensi negara dalam rangka pencapaian kemashlahatan dan bukan diserahkan kepada mekanisme pasar
semata liberalisme. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam QS. Al-Hadîd, 57 : 25 sebagai berikut:
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan
membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al-Kitab dan neraca keadilan supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan kami
ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia...” QS. Al-Hadîd, 57: 25
Mengutip Al-Mubarak, Dr. Mustaq Ahmad mengatakan bahwa penyebutan keadilan dan besi secara bersamaan dalam ayat tersebut menunjukkan adanya indikasi
akan pentingnya penerapan keadilan dan kebenaran dengan bantuan kekuatan yang disimbolkan dengan besi dalam ayat tersebut. Dengan kata lain, negara harus
27
Majid al-Khadduri, Mafhûm al- ’Adl fi al-Islâm, Paltimore and London: The John Hopkils
University Press, cet. I, h. 163-164.
menggunakan kekuatannya untuk menegakkan keadilan ekonomi.
28
Pada prinsipnya, semangat ini sudah diakomodasi dalam Pasal 33 UUD 1945. Oleh karenanya, prinsip
liberalisme yang menghendaki pelepasan tanggung jawab negara untuk melakukan penegakan keadilan di bidang ekonomi sebagaimana semangat dalam Undang-
Undang Penanaman Modal adalah, selain tidak sesuai dengan konstitusi, juga tidak sesuai dengan prinsip Islam.
3. Pasal 21 dan 22 UU Penanaman Modal dan Hak Atas Tanah
Sebagaimana telah disinggung bahwa pasal ini dinilai terlalu memberikan privilage
kepada asing, yaitu dengan memberikan kemudahan bagi investor asing untuk mendapatkan Hak Guna Usaha HGU, Hak Guna Bangunan HGB dan Hak
Pakai yang jangka waktunya lebih lama dari pada jangka waktu yang diberikan oleh Agrarische Wet
buatan pemerintah kolonial Belanda. Pasal ini bertolak belakang dengan semangat Pasal 33 UUD 1945 dan Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5
Tahun 1960.
29
Tentang kepemilikan tanah, Afzalur Rahman mengatakan bahwa masalah ini kepemilikan tanah adalah persoalan yang sangat penting. Karena, keberhasilan dan
kemakmuran dalam pertanian tergantung pada penyelesaian secara adil dan bijaksana. Jika petani bekerja pada suatu lahan semata hanya sebagai penyewa, maka dia tidak
mungkin bekerja dengan sungguh-sungguh meningkatkan lahan tersebut. Berkaitan
28
Mustaq Ahmad, Etika Bisnis dalam Islam, penerj.: Samson Rah man, Jakarta: Pustaka Al- Kautsar, 2001, cet. I, h. 160.
29
Mengenai Pasal 21 dan 22 UU PM, lihat selengkapnya halaman 50 .sd 53 Skripsi ini.
dengan pemilikan tanah dan peran negara, Afzalur Rahman mengatakan bahwa Islam menjadi dua kubu penengah antara dua kubu ekstrim yang mengatakan bahwa tanah
harus mutlak milik individu dan tanah harus menjadi milik negara. Islam memberikan kepemilikan tertinggi ke tangan negara tapi juga tetap memberi hak penggunaannya,
pembelian dan penjualannya bahkan pewarisannya kepada pemegang tanah. Untuk tujuan tersebut pemegang tanah diakui sebagai pemilik tanah, tetapi hak
kepemilikannya sangat terbatas. Istilah milik negara dalam terminologi Islam menurut Rahman adalah sebagai pengganti istilah “nasionalisasi” dalam terminologi
sosialisme atau komunisme. Para ahli fikih memaksudkan istilah tanah milik negara itu adalah bahwa tanah yang ada di dalam suatu negara Islam merupakan pemberian
Allah SWT kepada umat manusia sebagai “wakil” Allah di muka bumi yang diberikan secara individual semata-mata sebagai pemegang amanah dari masyaakat
yang memperoleh keuntungan dari tanah tersebut. Walaupun demikian mereka berhak membeli, menjual, dan mewariskannya; dengan kata lain semua tujuan secara
praktis dianggap bahwa mereka adalah pemiliknya sepanjang mereka tidak menyalahgunakan kepercayaan ini dan memanfaatkannya dengan baik demi
kepentingan masyarakat. Meski ada pengakuan atas pemilikan tanah secara pribadi, namun ada satu hal yang perlu diperhatikan bahwa milik pribadi itu tidak bersifat
mutlak, pemilikan yang bersifat mutlak itu adalah hak negara, dan para pemegang tanah hanya berhak memanfaatkan, menjual, membeli dan mewariskannya. Bahkan,
hak pemanfaatan itu sendiri sangat terbatas.
30
30
Lihat selengkapnya, Afzalur Rah man, Doktrin Ekonomi Islam, penerj.: Drs. Soeroyo, MA
4. Kepentingan Kolonialisme
Cacat paling mendasar dari Undang-Undang Penanaman Modal adalah tidak diperhatikannya konteks historis Pasal 33 UUD yang mengamanatkan untuk
melakukan koreksi atas sistem ekonomi warisan kolonialisme klasik.
31
Sebagaimana telah jelaskan bahwa kolonialisme yang dialami Hindia Belanda adalah imperialisme modal asing, maka sejarah perjuangan kemerdekaannya juga
tidak luput dari perjuangan untuk melepaskan diri dari dominasi dan hegemoni modal asing tersebut. Secara konstitusional, cita-cita dan capaian perjuangan untuk
memperoleh kemerdekaan secara ekonomi itu kemudian dibakukan dalam Pasal 33 UUD 1945. Semangat inilah yang tidak didapati dalam Undang-Undang Penanaman
Modal dan justu bertolak belakang. Dalam konteks inilah, menurut Ali Syariati, tugas Islam melalui contoh para
nabi-nabinya; yaitu membebaskan kaum lemah dan tertindas mustadl’afîn.
32
Perumpamaan p ara penindas itu dituturkan Ali Syari‟ati sebagai berikut:
“Dalam al-Qur‟an, Fir‟aun adalah lambang kekuasaan politik; Qorun Croesus
melambangkan kekuasaan ekonomi; sedang Bal‟am melambangkan jabatan kependetaan resmi.... Ketiga kelas ini masing-
masing selalu saja berusaha mengelabui rakyat.”
33
Hasan Hanafi mengemukakan beberapa pandangannya tentang misi Islam yang dituangkannya dalam konsep Kiri Islam Yasâr al-Islâm sebagai berikut: 1
dan Drs. Nastangin, Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995, jilid II, h. 309 -327.
31
Lihat Dissenting Opinion yang disampaikan oleh salah seorang Hakim Konstitusi pada halaman 52 s.d 53 Skripsi ini.
32
Eko Supriyadi, Sosialisme Islam; Pemikiran Ali Syariati, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003, cet. I, h. 102.
33
Dikutip dari Eko Supriyadi, Sosialisme..., h. 143.
misi pembebasan dari kolonialisme, 2 mewujudkan keadilan sosial dan masyarakat yang bebas serta demokratis, 3, merumuskan sistem politik nasional yang bebas dari
pengaruh super power , yakni kebijakan “bukan Barat” dan “bukan Timur” lâ al-
syarqiyyah wa lâ al-gharbiyyah demi terwujudnya persahabatan bangsa-bangsa di
Dunia Ketiga, dan 5 mendukung gerakan revolusioner kaum terjajah dan tertindas mustadl’afîn serta membongkar kecenderungan fatalistik jabari dalam cara
pandang manusia.
34
Mengenai tugas pembebasan dalam Islam juga dikemukakan oleh Ashgar Ali Engineer. Menurut Asghar, Teologi Pembebasan Islam mempunyai misi untuk
melepaskan umatrakyat dari kungkungan penindas, ketidakadilan dan eksploitasi yang mengakibatkan terjadinya kemiskinan, ketertindasan dan keterbelakangan
menuju tatanan masyarakat yang adil. Dalam hal ini, pembangunan ekonomi harus dimulai dari kaum lemah tertidas serta harus dibarengi dnegan pengkayaan kehidupan
spiritual, sebab kebutuhan spiritual adalah sama kuatnya dengan kebutuhan ekonomi.
35
Hal senada dikemukakan oleh Taqiyuddin Al-Nabhani bahwa tugas partai yang dibentuknya, Hizbut Tahrir, adalah dalam rangka membebaskan dunia Islam
dari segala bentuk penjajahan, baik secara ekonomi, politik, kebudayaan dan lain- lain. Meskipun sama-sama menolak imperialisme terdapat perbedaan antara Al-
34
Lihat selengkapnya Abad Badruzzaman, Kiri Islam Hasan Hanafi, h. 105-106. Mengenai gagasan Hasan Hanafi tentang Kiri Islam, lihat selengkapnya Hasan Hanafi, Al-Yamîn wal Al-Yasâr Fi
Al-Fik r Al-Dîny , Kairo; Dar Al-Tsaqâfah Al-Jadidah, 1996.
35
Islah Gusmian, Teologi Pembebasan Dari Membela Tuhan Menuju Membela Manusia; Sekilas Gagasan Aghar Ali Engineer
, dalam Muhidin Dahlan Ed., h. 194-200.
Nabhani dengan Hasan Hanafi. Jika Al-Nabhani menawarkan solusi cita-cita pendirian Negara Islam di bawah sistem Khilafah Islamiyyah Global, dan menolak
faham nasionalisme,
36
maka Hasan Hanafi menawarkan solusi perumusan kebijakan yang disebutnya sebagai lâ al-syarqiyyah wa lâ al-gharbiyyah serta mewujudkan
persahabatan di antara negara-negara Dunia Ketiga. Terkait dengan kepentingan di balik UU Penanaman Modal di Indonesia, KH.
Hasyim Muzadi mengatakan bahwa Pemerintah Indonesia hingga kini ternyata belum mengenali watak neokolonialisme. Hal ini terbukti dengan lahirnya UU Penanaman
Modal Asing yang bisa diartikan sebagai penyerahan bulat-bulat ekonomi Indonesia kepada asing.
37
Mempertegas pernyataan KH. Hasyim Muzadi, Abdul Mun‟im DZ
mengatakan: Sejak masa orde baru, revolusi dipotong sehingga kolonialisme dengan wajah
kapitalisme sepenuhnya menguasasi negeri ini, yang dilegitimasi oleh UU Penanaman Modal Asing. Apalagi setelah reformasi, seluruh hasil perjuangan
selama masa pergerakan, kebangkitan, masa proklamasi telah sepenuh- penuhnya diserahkan pada kekuatan imperalisme atas nama perdagangan
36
Taqiyuddin Al-Nabhâni, Mafâh
î
m Hizb Al -Tahr
î
r , ttp: HTI Press, 2001, cet. ke-6, h. 83.
Mengenai faham nasionalisme, Al-Nabhani mengatakan bahwa faham nasionalis me hanyalah strategi Barat untuk memecah belah u mat Islam. Lihat selengkapnya, Taqiyuddin Al-Nabhani, al-Takattul Al-
Hizby , ttp: HTI Press, 2001, cetk. ke-4, h. 5-15.
37
“Hasyim: Penyusupan RMS dan Larangan Penerbangan ke Eropa Memalukan RI”, berita diakses pada tanggal 20-01-2009 dari:
http:www.nu.or.idpage.phppage.php?lang=idmenu=news_ viewnews_id=9614
. Hal serupa dikemu kakan Hasyim Mu zadi ketika menanggapi pero mbakan reshufle kab inet yang diu mu mkan Presiden RI pada tanggal 8 Mei 2007. Menurut Hasyim, tidak ada
yang signifikan dalam pero mbakan kabinet tersebut. Yang terpenting diantaranya adalah bagaimana merubah visi ekono mi pemerintah menjad i leb ih berpihak kepada rakyat dan tidak hanya memenuhi
pasar global. Dalam hal in i, menurut Hasyim Mu zadi, diantara undang -undang yang lebih berpihak kepada kepentingan asing adalah Undang-Undang Penanaman Modal. PBNU Nilai Pero mbakan
K
abinet Biasa Saja”, berita diakses pada tanggal 20-01-2009 dari: http:www.nu.or.idpage.php
.
bebas WTO. Bank Dunia dan IMF ternyata tidak hanya menguasasi ekonomi tetapi seluruh kekuasaan politik telah diambil alih oleh keduanya.
38
38
Abdul Mun‟im DZ, “Memahami Kembali Makna Resolusi Jihad”, artikel diakses pada tanggal 19-1-2009 dari:
http:www.lakpesdam.or.idpublikasi290memahami-kembali-makna- resolusi-jihad
.
83